...****************...
Dinar duduk sendiri disebuah kafe halaman pada malam hari tepat pukul 20.00. ditemani dengan secangkir kopi susu hangat & camilan berupa kentang goreng. Gadis cantik berkulit putih ini memiliki rambut pendek sebahu bewarna pirang keemasan tertiup angin sepoi-sepoi. Tubuhnya yang kurus dengan buah dada yang berukuran sedang, tertutupi kaos putih lengan pendek bergaris hitam. Juga celana jeans pendek berwarna biru tua dan bersepatu kets warna putih. Membuat lengan dan kakinya tampak terlihat putih mulusnya.
Suasana kafe yang tak terlalu ramai, malam juga cukup dingin, agak mendung, tak ada satupun bintang dan bulan. Wajah Dinar menunjukkan sikap jenuh, menunggu sahabat yang hingga saat ini belum datang.
"Hai Dinar, maaf baru datang, nih!" Tiba-tiba Putri datang dari belakang menghampiri Dinar, kemudian langsung duduk di kursi menghadap Dinar.
Putri yang berkulit putih berambut panjang lurus sepinggang agak sedikit keriting bewarna hitam, mengenakan jaket kain berwarna biru yang menutupi tubuh kurusnya dan berbuah dada berukuran kecil. Juga celana panjang warna hitam beserta sepatu kets berwarna biru. Gadis cantik ini nafasnya tampak berhembus kencang karena baru saja datang tergesa-gesa.
"Lama banget kamu! Ada satu setengah jam aku nungguin kamu disini. Hampir aja aku pulang!" Kata Dinar dengan wajah kesalnya.
"Waduh, maaf ya! Maklum tadi ada sesuatu yang penting. Dan hari ini aku mau ceritakan sama kamu." Jawab Putri dengan senyum manisnya.
"Apaan?" Tanya Dinar heran
"Tebak donk!" Kata Putri dengan senyuman khasnya.
"Apaan sih! Pake tebak-tebakan segala lagi! Nyebelin banget! Ya udah aku pulang aja!" Dinar langsung berdiri dan seketika Putri langsung memegang tangannya untuk menghalanginya.
"Eh, tunggu! tunggu! tunggu! Wih, gitu aja ngambek nih!" Kata Putri
Dinar kembali duduk dikursinya, "Jadi apaan nih?"
"Hmm.. tadi Aryan temui aku... Hmm.. terus tiba-tiba dia..........." Putri mejelaskan dengan sedikit malu-malu
"Apa? Nembak kamu?" Tebak Dinar
"Hmmm... iya.. dia tadi bilang cinta sama aku.."Jawab Putri dengan wajah sumringah.
"Terus? Kamu terima?" Dinar semakin penasaran.
"Hmmm.. iya!" Jawab Putri dengan wajah malu-malu.
"Jadi, kamu dan Aryan resmi jadian?" Tanya Dinar yang semakin penasaran.
"Ya, aku resmi pacaran sama Aryan." Jawab Putri.
"Wiiihhh...!! Selamat ya...!!" Dinar tampak ikut kegirangan dan langsung memeluk Putri.
Tiba-tiba suara guntur dari langit menggelegar, tanda bakal hujan.
"Tampaknya, bakal hujan nih! Pulang yuk!" Ajak Putri yang mulai cemas.
"Hmmm.. padahal aku baru aja pengen tahu ceritanya gimana kejadian pas Aryan nembak kamu." Kata Dinar dengan wajah cemberutnya.
"Tenang! kan besok hari minggu, malam ini nginap di kost ku aja yuk! Nanti aku ceritakan di kost aja." Ajak Putri lagi.
"Hmmm.. Oke deh!" Dinar langsung bersiap untuk pergi dari bangkunya untuk meninggalkan kafe itu.
"Oh ya, aku numpang sama kamu aja ya! Aku tadi nggak bawa sepeda motor, sepeda motorku masih di bengkel." Kata Putri
"Waduh! Tapi aku cuma bawa satu helm nih. Kamu nggak bawa helm?" Tanya Dinar.
"Aku tadi naik taksi, makanya nggak bawa helm." Jawab Putri
"Jadi gimana nih? Nanti kita ditilang polantas nih kalau kamu aku bonceng nggak pake helm. Ada Polisi mangkal di pertigaan itu." Kata Dinar
"Tenang, kita lewat jalan tembus aja, aku tahu kok jalannya. Aku kadang lewat situ kalau malas pake helm." Ujar Putri.
"Lewat jalan kecil yang sering kamu ceritain itu? Itu melewati hutan. gelap banget kalau malam-malam begini." Dinar agak takut
"Tenang, disitu aman kok! Aku sering lewat situ, kadang sendirian meskipun malam, tapi aman-aman aja, nggak pernah terjadi apa-apa." Kata Putri
"Ok deh, ayo buruan! Nanti keburu kehujanan!" Seru Dinar
Mereka langsung ke arah parkiran menuju sepeda motor milik Dinar yang diparkir. Setelah berada didepan motornya, Dinar langsung menyalakan mesin motornya, dan Putri langsung duduk dibonceng dibelakang Dinar. Ketika semuanya siap, mereka langsung bergegas meninggalkan kafe menuju kost milik Putri melewati jalan kecil kearah hutan agar cepat sampai hingga tidak kehujanan.
...****************...
Ditengah perjalanan, Dinar yang mengendarai sepeda motor pun melirik keadaan sekitar. Tak ada satupun rumah penduduk dan lampu jalanan disekitarnya. Hanya cahaya lampu sepeda motornya yang mereka andalkan untuk digunakan cahayanya. Kanan dan kiri hanya dipenuhi pepohonan rimbun. Suasana semakin gelap membuat hati Dinar menjadi deg-degan. Dinar langsung tancap gas sepeda motornya lebih kencang lagi agar bisa segera melewati jalan itu.
Tak lama kemudian, hujan datang seketika dengan sangat deras membahasi pepohonan, jalanan, hingga tubuh mereka.
"Duh, hujan nih! Gimana dong??" Dinar tampak kebasahan, dan menyulitkan pandangan matanya karena wajahnya diguyur air hujan.
"Ya udah, kita berteduh aja yuk!" Putri pun juga ikut kebasahan karena diguyur air hujan.
"Mau berteduh dimana? Disini nggak ada tempat berteduh!" Dinar semakin kebasahan. Apalagi Dinar hanya memakai kaos dan celana pendek, sehingga lekukan tubuh dan bra di dadanya cukup terlihat karena basah di seluruh tubuhnya.
"Kita cari dulu aja! Dingin banget soalnya!" Tubuh Putri mulai menggigil kedinginan.
Pakaian mereka semua basah Kuyup, sementara hujan semakin deras dan membuat mereka semakin menggigil kedinginan.
Putri melihat seseorang mengenakan jas hujan berjalan kaki dipinggir jalan sambil memegang senter untuk mendapatkan bantuan cahaya sedang berjalan kaki sendirian, "Din, Dinar, coba lihat deh, ada orang dipinggir itu. Ayo kita dekatin!"
"Hah? Nggak salah? Memangnya siapa yang berani jalan kaki ditengah gelap begini sendirian?! Nggak! Nggak berani aku!" Kata Dinar yang terus mengendarai sepeda motornya, meskipun kecepatan sepeda motornya dikurangi karena suasana semakin dingin.
"Kita deketin aja dulu perlahan, siapa tau dia tinggal didekat sini dan ngasih kita tempat buat berteduh sebentar, sampai hujan reda." Kata Putri
"Enggak, ah! Takut! Kita sudah terlanjur basah juga, mending kita tetap jalan aja biar cepat sampai." Jawab Dinar dengan perasaan gelisah.
"Deketin aja dulu! Disini semakin dingin, nih! Aku nggak kuat." Putri mengeluh kedinginan.
"Ah, lemah nih kamu!! Ya deh!" Dinar langsung mengarahkan sepeda motornya, mendekati seseorang yang mengenakan jas hujan tersebut.
"Permisi!" Putri menyapa orang yang mengenakan jas hujan itu.
Orang itu langsung menoleh kearah mereka, ternyata orang yang mengenakan jas hujan itu adalah seorang wanita berkulit hitam, berwajah bulat dan gemuk, juga tubuhnya agak tinggi dari mereka. Dari wajah wanita itu diperkirakan berusia 35 tahun keatas.
"Ada apa?" Tanya wanita gemuk berkulit hitam itu.
"Di daerah ini ada nggak tempat yang bisa digunakan untuk berteduh?" Tanya Dinar
"Ayo ikut aja kerumah saya. rumah saya ada diujung sana!" Wanita itu menunjukkan jarinya kearah dalam hutan.
Dinar membisikkan sesuatu ke telinga Putri, "Yakin nih kita berteduh dirumah orang ini?"
"Ya, ikutin aja dulu!"Jawab Putri
"Gimana? Jadi berteduh nggak? Anakku sendirian dirumah. Nggak bisa aku tinggal terlalu lama." Kata Wanita berkulit hitam itu
"Ehm.. ya Bu, jadi kok!" Kata Putri. Sementara itu si Dinar merasa ragu-ragu. Tapi karena kemauan si Putri, terpaksa Dinar mengikuti arah Wanita berkulit hitam yang mengenakan jas hujan itu.
"Ayo ikuti saya!" Ajak Wanita berkulit hitam itu dengan wajah yang sangat dingin. Wanita itu berjalan kaki menuju kedalam semak-semak kecil, dan Dinar yang mengendarai sepeda motornya sambil membonceng si Putri, mengikuti wanita itu secara perlahan.
Hujan terus mengalir deras, bahkan kali ini didampingi suara petir yang cukup keras. Perjalanan cukup jauh, dan tanpa sadar mereka semakin masuk kedalam hutan.
...****************...
Beberapa menit kemudian, tampak sebuah rumah tembok sederhana dari kejauhan. Rumah itu seperti seorang diri dan tidak ada satupun rumah lain selain rumah itu. Rumah itu sangat gelap dan tak ada sedikitpun cahaya lampu yang terpancar.
"Itu rumah saya." Wanita itu menunjuk arah kerumah yang hanya sendirian itu. Tak ada satupun tetangga disekelilingnya. Dan tak ada satupun cahaya lampu yang mengitari.
Mereka semakin mendekati rumah itu, rumah itu tak terlalu besar, temboknya belum diplester hingga masih terlihat tumpukan-tumpukan batu bata. Rumah itu tampak gelap dan tak ada lampu.
Dinar langsung memarkirkan sepeda motornya dihalaman rumah yang hanya beralaskan rerumputan. Kemudian kedua gadis cantik berkulit putih ini langsung menuju teras rumah itu untuk berteduh. Baju mereka yang kebasahan, membuat lekukan tubuh mereka sedikit terlihat.
Wanita berkulit hitam itu langsung membuka jas hujannya, ternyata wanita itu terlihat lebih gemuk setelah melepas jas hujannya, tubuhnya lebih tinggi, tinggi tubuh Dinar dan Putri hanya sebahunya saja jika berdiri sejajar, buah dadanya yang sangat besar terlihat menggumpal dibalik baju daster lusuh dan ada sobekan kecil dibawah ketiaknya yang hijau motif bunga-bunga yang dikenakannya. Pinggulnya pun sangat besar, jika wanita itu berjalan bokongnya tampak terlihat naik turun.
Wanita itu mengambil kunci rumah dari sakunya dan langsung membuka pintu rumahnya.
"Ayo masuk!" Ajak wanita gemuk itu kepada kedua gadis itu.
Dengan pakaian yang basah kuyup, Dinar & Putri masuk kedalam rumah mengikuti Wanita berkulit hitam itu. Tetesan air dari pakaian basah kedua gadis ini berjatuhan kelantai mengikuti arah mereka melangkah.
Didalam rumah itu tampak sangat gelap, wanita itu mengambil korek api dan menyalakan lampu semprong jadul yang berada dipasang setiap dinding ruangan. sehingga rumah itu mulai terang dari cahaya lampu semprong jadul itu.
Dinar berbisik kepada Putri, "What?? lampu semprong? Berarti dirumah ini nggak ada listrik?"
"Waduh, barusan aja aku mau numpang ngeces HP, karena HP ku mati." Kata Putri sambil berbisik juga.
"Sama donk! HPku juga mati, padahal aku mau numpang ngeces HP juga. Mau ngabarin orang tua dirumah, kalau malam ini aku mau nginap di kostmu." Kata Dinar.
Mereka melihat seisi rumah. Rumah itu tampak kumuh, bahkan sofa yang mereka duduki adalah sofa tua yang sangat lusuh dan tampak ada beberapa bagian yang robek, sehingga busa mebel dan rangka kayunya kelihatan.
Beberapa menit kemudian, wanita itu datang kehadapan mereka dengan membawa dua cangkir teh hangat, dan dua lembar handuk yang disandarkan di bahunya. Wanita itu menaruh kedua cangkir itu keatas meja kayu dihadapan kedua gadis itu, kemudian melepas kedua handuk yang bersandar di bahunya untuk dipinjamkan kepada kedua gadis itu.
"Ini ada handuk untuk kalian, pakailah!" Kata Wanita gemuk berkulit hitam itu sambil menyodorkan handuk itu.
Dinar dan Putri mengambil handuk yang di pinjamkan oleh wanita itu, kemudian mengusapkan handuk itu ke rambut, wajah, dan bagian tubuhnya yang basah. Handuk itu sedikit bau dan ada cukup banyak noda bintik hitam yang nggak bakal hilang meskipun dicuci berkali-kali.
"Pakaian kalian basah, saya nggak punya pakaian yang seukuran tubuh kalian. Kalau kalian mau, kalian boleh lepas pakaian basah kalian dan tutupi tubuh kalian dengan handuk aja, biar tubuh kalian nggak kedinginan karena berlama-lama pakai baju yang basah." Kata Wanita itu.
Dinar dan Putri saling menatap sejenak untuk berfikir. Kemudian mereka melepas seluruh pakaian mereka dan menutupinya dengan handuk yang dipinjamkan oleh pemilik rumah itu. Kini kedua gadis itu hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuh mereka.
Wanita itu juga meminjamkan jemuran kecil dari bahan aluminium, untuk menjemur pakaian mereka yang kebasahan. Kemudian jemuran yang menampung pakaian basah itu diangkat ke pojok ruangan. Setelah itu mereka kembali duduk di sofa bersama.
"Minumlah tehnya! Biar kalian hangat. Hujannya masih deras diluar." Kata wanita bertubuh gempal itu.
Dinar dan Putri mengambil teh hangat dihadapan mereka dan meminumnya secara perlahan.
"Maaf bu, ibu tinggal disini sendirian?" Tanya Putri
"Aku hanya tinggal berdua dengan bayiku yang baru berusia 7 bulan." Jawab Wanita Gempal berkulit hitam itu.
"Ibu punya bayi? Dimana bayinya bu?" Tanya Putri
"Ada didalam kamar, masih tidur." Jawab Wanita gempal berkulit hitam itu.
"Berarti tadi bayinya ibu, ditinggal gelap-gelapan?" Dinar terkejut.
"Ya, saya sudah hafal kapan anak saya terbangun dan kapan anak saya akan tidur. Makanya nggak masalah jika terkadang saya tinggal sendirian. Oh ya, kalau boleh tahu, siapa nama kalian?" Wanita itu balik bertanya kepada mereka.
"Saya Putri, Bu. Dan ini sahabat saya, Dinar." Putri memperkenalkan diri dan sahabatnya, "Maaf bu, saya boleh tahu nama ibu?"
"Kinasih, itu nama saya. Tampaknya kalian masih anak sekolah?" Tanya Wanita gempal itu yang ternyata namanya adalah Bu Kinasih.
"Nggak, kami berdua sudah berusia 19 tahun. Kami masih kuliah sambil kerja di perusahaan swasta." Jawab Putri
"Kalau boleh tahu, suaminya ibu kok nggak ada kelihatan?" Tanya Dinar
"Suamiku sudah meninggal baru dua minggu yang lalu."Jawab Bu Kinasih.
"Oh, maaf bu, saya nggak tahu. Kami turut berdukacita." Jawab Dinar
"Nggak apa-apa. Diusia saya yang sudah menginjak 38 tahun ini, hanya bayi saya harta saya satu-satunya. Sejak saya menikah dengan almarhum suami saya, kami baru dikaruniai anak setelah 15 tahun pernikahan. Bayi saya perempuan, cantik banget." Curhatan Bu Kinasih
Bu Kinasih melanjutkan curhatannya, "Dulu saya bekerja di rumah sakit anak, hanya sebagai tukang sapu sih, tapi saya bahagia. Karena jujur saya sangat suka melihat anak-anak yang lucu. Tangisan mereka menggemaskan, rasanya saya ingin menggendong dan memilikinya. Apalagi pada saat itu saya masih belum punya anak. Terkadang saya berfikir, kapan saya memiliki anak sendiri? Apalagi belasan tahun menikah saya belum pernah merasakan hamil.
Akhirnya, ketika saya mengetahui kalau saya hamil, saya sangat bahagia. Apalagi suami saya langsung mencium perut saya berkali-kali sangking bahagianya. Karena saya hamil anak pertama, dan saya hamil diusia yang cukup tua, suami saya terlalu khawatir, sehingga saya disuruh berhenti bekerja. Katanya biar dia saja yang mencari nafkah. Saya cuma disuruh fokus menjaga kandungan saya hingga saya melahirkan."
"Jadi setelah suami ibu meninggal, apa pekerjaan ibu untuk mencari penghasilan?" Tanya Putri
"Saya ini hanya tamatan SMP, susah nyari kerja di zaman sekarang. Makanya saya hanya berjualan sayuran. Itu dibelakang rumah saya ini ada kebun sayuran. setiap hari saya pilih yang siap untuk dijual. meskipun penghasilnya nggak seberapa, setidaknya masih bisa cukup untuk makan." Jawab Bu Kinasih
Putri dan Dinar jadi prihatin mendengar cerita dari Bu Kinasih.
"hmmm.. Anakku menangis dikamar, tampaknya dia terbangun. Tunggu sebentar ya, saya mau netekin anak saya dulu dikamar." Kata Bu Kinasih yang langsung berdiri menuju kamarnya.
Dinar berbisik kepada Putri, "Memangnya kamu ada dengar suara tangisan? Kok aku nggak ada dengar ya?"
"Ya sih, aku juga nggak ada dengar suara tangisan bayi dari tadi." Jawab Putri yang juga ikutan heran.
...****************...
Sudah hampir setengah jam tetapi hujan masih tetap lebat, sedangkan malam semakin larut dan mencekam. Bu Kinasih masih menyusui anaknya didalam kamar, dan belum keluar kamar hingga sekarang.
"Duh, hujannya lama banget! Aku mau berak lagi." Kata Dinar sambil menahan rasa sakit diperutnya karena ingin buang air besar (BAB).
"Kalau begitu izin aja dulu numpang berak ke pemilik rumah." Kata Putri
"Tapi gimana? Bu Kinasih masih didalam kamar. Masa mau aku teriakin dari luar?!" Dinar semakin kebelet buat BAB.
Tak lama kemudian Bu Kinasih keluar dari dalam kamar. Tampak Bu Kinasih masih belum mengancing bajunya hingga belahan dadanya yang sangat besar berwarna hitam terlihat. Bu Kinasih juga tampak tidak pakai bra, karena terlihat agak tembus pandang dari balik baju daster yang basah di bagian dada akibat bekas Asi yang bocor saat menyusui.
Dinar yang kebelet langsung mendekati Bu Kinasih, "Maaf bu, bisa izin pinjam toiletnya? saya mau numpang BAB"
"Kamu masuk lurus aja paling ujung sebelah kiri." Jawab Bu Kinasih sambil menunjukkan arah dimana toilet itu berada.
Tanpa pikir panjang lagi, Dinar langsung berlari ke arah toilet yang dituju. Dinar berhasil menemukan toiletnya, ketika Dinar membuka pintu toilet, tampak toilet itu sangat gelap karena tak ada cahaya lampu. Kebetulan ada lampu semprong yang menempel di dinding, kemudian Dinar mengambil lampu semprong itu dan membawa masuk kedalam toilet. Suasana toilet begitu kumuh, bau, dan kotor. Dinar tampak jijik melihat suasana toiletnya. Rasanya ingin memilih BAB di toilet rumah sendiri atau di toilet kost milik Putri saja. Tetapi karena sudah sangat kebelet ingin BAB, Dinar tidak mempedulikan suasana itu. Dinar langsung BAB sambil menutup hidungnya.
Sementara itu Putri masih duduk diruang tamu ditemani oleh Bu Kinasih sang pemilik rumah. Bu Kinasih memandang wajah Putri dengan sangat tajam. Sadar jika dirinya dipandangi terus menerus, Putri jadi merasa gelisah.
"Ehm, ada apa ya bu? Kok ibu melihat saya seperti itu?" Tanya Putri
"Kamu sangat cantik, orangtuamu pasti bangga sama kamu." Kata Bu Kinasih
"Ah, biasa aja bu. Hehehe.." Putri makin gelisah karena tatapan tajam mata Bu Kinasih tetap tertuju ke wajahnya, tetapi Putri tetap berusaha untuk tenang.
"Seandainya kamu anakku, kamu pasti nggak akan aku izinkan keluar malam-malam. Dan nggak ku izinkan kamu keluar rumah jika nggak bersamaku." Kata Bu Kinasih
Mendengar perkataan Bu Kinasih itu, Putri mejadi heran dan merasa aneh tentang apa yang Bu Kinasih katakan.
"Ah, nggak usah dipikirkan kata-kataku tadi. Aku hanya berandai-andai jika seandainya punya anak secantik kamu." Kata Bu Kinasih.
"Oh ya bu, nggak apa-apa." Jawab Putri dengan senyum terpaksa.
"Oh ya, maukah kamu melihat anakku? Anakku ada didalam kamar. Sebenarnya anakku juga sama cantiknya denganmu." Bu Kinasih mengajak Putri untuk melihat bayinya.
"Hmmm.. boleh aja bu." Jawab Putri.
Bu Kinasih berdiri dan mengajak Putri masuk kedalam kamar.
Bu Kinasih membuka pintu kamarnya dan membawa Putri masuk kedalam kamar. Isi dalam kamar itu tidak ada ranjang untuk tidur, tak ada meja rias untuk bersolek. Hanya ada lemari pakaian tua yang lusuh dengan kaca yang agak buram, dan kasur kapuk yang terlentang dilantai dipojok dinding.
"itu bayiku, sedang tidur." Bu Kinasih menunjuk kearah bayinya yang berbaring dilantai beralaskan kasur kapuk yang terbentang, seluruh tubuhnya ditutupi selimut putih lusuh bewarna putih kekuningan, sehingga tubuh bayinya sama sekali tak terlihat.
Bu Kinasih mendekati bayi itu dan mengangkat tubuhnya. kemudian didekatkan kepada Putri.
"Inilah bayiku, silahkan jika ingin menggendongnya." Bu Kinasih memberikan Bayi yang terbungkus kain putih kekuningannya kepada Putri untuk digendong.
Putri dengan perlahan menggendong bayi milik Bu Kinasih. Putri merasakan keanehan, kok bayi berusia 7 bulan tubuh begitu ringan sekali. bahkan tak bergerak sedikitpun. Putri penasaran seperti apa rupa bayi itu. Sambil menggendong bayi itu, Putri membuka kain yang membungkus tubuh bayi itu, dan saat Putri baru saja melihat wajah bayi itu,
"AAAAKKHH.." Putri berteriak karena terkejut melihat rupa bayi itu, dan tanpa sengaja menjatuhkan bayi yang digendongnya.
"TIDAAAAKKK...!!! KAMU MENJATUHKAN BAYIKU..!!" Bu Kinasih langsung teriak histeris melihat bayinya jatuh dari tangan Putri tepat dihadapannya.
Putri tampak ketakutan, ternyata bayi itu......................................
+++BERSAMBUNG+++
"AAAAKKHH..!!" Putri berteriak karena terkejut melihat rupa bayi itu, dan tanpa sengaja menjatuhkan bayi yang digendongnya.
"TIDAAAAKKK...!!! KAMU MENJATUHKAN BAYIKU..!!" Bu Kinasih langsung teriak histeris melihat bayinya jatuh dari tangan Putri tepat dihadapannya.
Putri tampak ketakutan, ternyata bayi itu adalah mayat bayi yang sudah lama meninggal. Tubuhnya mulai mengering, dan ada beberapa kulit yang sudah terkelupas di bagian wajah dan dada hingga tulang tengkorak dan rusuknya mulai terlihat. Sebagian tubuhnya sudah menjadi tulang, bahkan mata di bagian kanannya sudah hilang.
"KENAPA KAMU JATUHKAN BAYIKU..!! KENAPA KAMU JATUHKAN BAYIKU..!!" Bu Kinasih semakin histeris.
Putri yang ketakutan langsung segera berbalik menuju pintu untuk keluar dari kamar itu tetapi pintu itu tak bisa dibuka. Ternyata tanpa disadari oleh Putri, pintu itu sudah dikunci oleh Bu Kinasih sejak awal Putri masuk dari kamar tadi. Bu Kinasih langsung bergegas menangkap Putri yang berusaha melarikan diri. Bu Kinasih mencekik leher Putri dari belakang lalu membenturkan kepala Putri dengan sangat keras ke tembok sehingga kening Putri mengeluarkan darah dan akhirnya Pingsan.
Sementara itu, Dinar keluar dari toilet secara terburu-buru karena mendengar suara teriakan tadi. Ketika telah sampai diruang tamu, Dinar tidak melihat Putri. Dinar hanya melihat Bu Kinasih yang sedang duduk sendiri di sofa sambil menikmati camilan biskuit.
"Bu, tadi saya dengar ada suara teriakan?! Dimana Putri?" Tanya Dinar dengan gugup.
"Oh, tadi temanmu itu teriak karena kaget melihat ada cicak jatuh di kepalanya. Gara-gara teriakannya anakku sampai terbangun. Itu dia ada didalam kamar. Aku suruh dia bertanggungjawab untuk menidurkan bayiku lagi. Gara-gara dia anakku jadi terbangun." Jawab Bu Kinasih.
Mendengar jawaban Bu Kinasih, Dinar ingin bergegas menuju kamar.
"Tunggu!" Kata Bu Kinasih
"Ada apa bu?" Tanya Dinar heran.
"Jangan masuk ke kamar dulu. Biarkan temanmu menidurkan anakku dulu. Paling kalau anakku sudah berhasil dia tidurkan, dia langsung kembali kesini." Kata Bu Kinasih.
"Kalau begitu, biarkan saya membantu teman saya untuk menidurkan anak ibu." Kata Dinar.
"Anakku itu tidak suka keramaian. Jika ada lebih satu orang didekatnya, dia malah nggak bisa tidur. Nanti malah lebih ribet lagi kalau anakku malah nggak bisa tidur. Duduklah disini! Saya yakin dia nggak akan lama lagi." Jawab
Bu Kinasih.
Dinar duduk dihadapan Bu Kinasih, dengan wajah yang penuh keraguan.
"Kalau seandainya kamu disuruh memilih, kambing, ayam, babi, hewan mana yang paling kamu sukai?" Tanya Bu Kinasih sambil menatap wajah Dinar dengan tajam.
"Maksudnya..??" Dinar tampak kebingungan.
"Jawab saja! Diantara tiga hewan ini, hewan mana yang paling kamu sukai? Kambing, ayam, atau babi?" Bu Kinasih bertanya lagi dengan tatapan tajamnya.
"hmmmm... kambing." Jawab Dinar
"Kenapa kamu memilih kambing?" Tanya Bu Kinasih.
"Entahlah! Sebenarnya tak ada yang aku suka dari tiga hewan itu. Tapi karena aku harus memilih dari ketiga itu, makanya aku memilih kambing." Jawab Dinar.
"hmm, begitu ya?!" Bu Kinasih tersenyum dengan tatapan yang tetap tajam.
Bu Kinasih berdiri perlahan lalu duduk tepat di samping Dinar, membuat Dinar semakin gelisah ketika Bu Kinasih duduk di sampingnya.
"Bu, bisakah saya mendatangi teman saya dikamar? Soalnya saya lihat, kamar tampak tenang, mungkin anak ibu sudah tidur dari tadi." Kata Dinar.
"Ya, silahkan..!" Jawab Bu Kinasih.
Dinar langsung berdiri menuju kamar Bu Kinasih. Tetapi baru saja didepan pintu kamar, tiba-tiba sebuah balok memukul lehernya sampai pingsan. Ternyata yang memukul menggunakan balok dari belakang itu adalah ibu Kinasih
...****************...
Pagi hari telah tiba, hujan sudah reda, dan matahari kembali terbit lagi. Rumput-rumput dihalaman rumah dan pepohonan masih terlihat segar karena masih basah habis diguyur hujan deras semalam.
Putri mulai sadarkan diri. Dia membuka matanya secara perlahan, setelah matanya terbuka, dia baru sadar bahwa masih berada didalam kamar Bu Kinasih dalam posisi tergeletak di lantai. Putri yang hanya masih mengenakan handuk untuk menutupi tubuh kurusnya mendadak terkejut, ketika dia menyadari ternyata kedua tangannya terikat dibelakang dan kedua kakinya pun juga terikat menggunakan rantai.
"Putri..!!" Tiba-tiba terdengar suara dibelakangnya, yang ternyata itu adalah Dinar, sahabatnya yang juga terikat dalam kondisi yang sama dengan rantai. kedua tangan dan kakinya terikat dengan rantai dan hanya mengenakan handuk yang semalam dia pakai. Kini Dinar dan Putri sama-sama tergeletak di lantai sebuah kamar.
"Dinar... Kau .??" Putri menjawab sapaannya.
"Putri, aku takut..!!" Dinar mulai menangis ketakutan. Membuat Putri pun menjadi ikut panik.
"Aku juga takut, tapi kita harus keluar dari sini!" Putri juga mulai mengeluarkan air mata dan menangis ketakutan.
Tak lama kemudian, Bu Kinasih yang datang memakai Daster panjang warna merah maroon tanpa lengan, dengan menampakkan kedua lengan besarnya yang berkulit hitam yang tampak kuat, datang sambil menggendong mayat bayinya yang terbungkus kain putih kekuningan itu, membuat kedua gadis itu semakin panik dan ketakutan. Bu Kinasih berjalan menuju kearah mereka. Lalu menyodorkan mayat bayinya kepada mereka.
"Lihatlah bayiku! cantik bukan?!" Kata Bu Kinasih sambil tersenyum.
"Hikk...!! Hikk..!! Hikk..!! To..tolong lepaskan kami bu .!! huaaa...!!" Dinar memohon sambil menangis. Tapi Bu Kinasih tak mempedulikan perkataannya.
"Oh ya, saya belum ngasih tau nama bayi cantikku ini ya?! Namanya Mimi. Nama yang bagus, bukan?!" Kata Bu Kinasih dengan tatapan tajamnya.
Bu Kinasih berdiri sambil menimang-nimang mayat bayinya yang ternyata bernama Mimi, dalam imajinasi Bu Kinasih, bayinya itu masih hidup dan bisa bergerak, padahal yang digendongnya itu hanyalah mayat bayi yang telah lama mati. Sedangkan kedua gadis yang tergeletak itu hanya bisa menyaksikan apa yang dilakukan Bu Kinasih itu sambil menangis ketakutan. Sambil menggendong mayat bayi Mimi, Bu Kinasih membuka sebuah lemari pakaian, kemudian mengambil sebuah parfum didalam laci lemari tersebut, setelah itu menyemprotkannya ke tubuh mayat bayi itu agar bau busuknya tidak terlalu menyengat.
"Oww.. anak mama sayang kok nangis terus sih...??" Kata Bu Kinasih yang berbicara kepada Mimi mayat bayinya itu. Padahal Mimi hanya terdiam membisu. Hanya imajinasi dari Bu Kinasih aja yang mengkhayal Mimi itu hidup dan sedang menangis.
Bu Kinasih membuka Kancing baju dasternya nya untuk menampilkan bra berukuran jumbo putihnya dan mengeluarkan buah dadanya yang hitam besarnya itu dari dalam bra nya. Tampak buah dadanya yang hitam pekat, kemudian Bu Kinasih langsung menyusui mayat bayi Mimi tersebut.
Putri dan Dinar yang menyaksikan Bu Kinasih sedang menyusui mayat Mimi dihadapan mereka itu tampak jijik. Apalagi saat Bu Kinasih menekan buah dadanya agar air susu segarnya keluar deras, tampak air susunya berjatuhan keluar dari mulut mayat Mimi, hingga membasahi pipi dan kain penutup bayi itu. Sebab, tak mungkin bayi yang sudah menjadi mayat bisa minum susu.
"Enak khan susunya mama?! Jangan nangis lagi ya, nak!" Kata Bu Kinasih kepada mayat Mimi yang disusuinya. Asinya terus tumpah, bahkan hingga ke lantai.
Beberapa menit kemudian, Bu Kinasih selesai menyusui mayat Mimi itu, lalu memasukkan kembali buah dadanya kedalam bra miliknya, dan memasukkannya kedalam daster tersebut tapi tidak mengancing bajunya, sehingga belahan dada hitamnya masih terlihat. Mulut mayat Mimi yang tetap menganga terlihat air susu yang menggenang disela-sela mulutnya, tampak terlihat air susu yang membasahi tubuh mayat itu.
Tatapan tajam mata bu Kinasih kembali tertuju kepada kedua gadis tadi. Kedua gadis yang masih tergeletak dilantai, tergeletak dalam keadaan hanya mengenakan handuk dengan rantai di kedua tangan dan kakinya pun ini semakin ketakutan karena tak bisa berbuat apa-apa.
"Maukah kalian bermain dengan Mimi?!" Bu Kinasih mendekati kedua gadis itu dan menyodorkan kembali mayat bayinya kepada mereka.
Putri dan Dinar yang tergeletak yang tak bisa berdiri karena kaki dan tangannya diikat, mereka menggeser tubuh mereka semakin ke pojok karena takut melihat mayat bayi itu.
"Jaa...jangan..!!" Putri memohon sambil menangis.
"Tolong jangan, kami nggak mau..!! Lepaskan kami...!!" Dinar ikut memohon sambil menangis.
"Jadi kalian tak suka bermain dengan Mimi?! Kenapa? Kenapa kalian tak menyukai Mimi?" Tanya Bu Kinasih kepada kedua gadis yang ketakutan itu.
Kedua gadis itu hanya menangis terpojok, sedangkan Bu Kinasih terus mendekat dan menyodorkan mayat bayinya.
"Ayo sini mendekatlah, Mimi ingin sekali bermain dengan kalian!" Bu Kinasih semakin memaksa mereka.
Bu Kinasih menyodorkan mayat Mimi kepada Dinar, "Ayo bermainlah! Sini!" Bu Kinasih kemudian menyodorkan mayat Mimi kepada Putri.
Putri yang semakin jijik melihat penampilan mayat bayi itu, "AAAAKKHH..!!" tiba-tiba secara refleks menendang mayat bayi itu secara kuat hingga terjatuh ke lantai. Karena mayat bayi itu sudah lama membusuk dan lama mengering, dengan mudah kepalanya terlepas saat terjatuh.
"AAAAKKHH..!! TIDAAAK...!!" Bu Kinasih yang histeris melihat mayat bayinya itu jatuh dan terlepas kepalanya, membuat dia semakin gila, dan langsung menendang dan menghajar tubuh Putri yang masih terikat hingga handuk yang dikenakan putri nyaris terlepas dari tubuhnya.
"PEMBUNUUUHH...!!" Bu Kinasih yang semakin gila memukul wajah dan kepala Putri, dan juga menghujani tendangan-tendangan ke arah perut, punggung, bahkan kepala Putri hingga babak belur.
"JANGAN BU..!! HENTIKAAN..!!" Dinar yang juga terikat juga hanya bisa memohon kepada Bu Kinasih yg untuk menghentikan serangannya kepada Putri.
"KAMU PEMBUNUUHH..!! KAMU PEMBUNUH ANAKKU...!!" Bu Kinasih terus menghajar Putri hingga darah segar mengalir dari dalam mulut dan hidungnya. Tubuh Putri yang sangat kurus, tentu tak kuasa menahan pukulan dan tendangan dari tangan dan kaki Bu Kinasih yang besar.
"HENTIKAN BU..!! HANGAN SAKITI TEMAN SAYAA..!! AKU MOHON BU..!!" Dinar menggeserkan badannya ke tubuh Putri untuk melindungi sahabatnya itu dari kegilaan Bu Kinasih, sehingga Dinar pun ikut merasakan serangan-serangan Bu Kinasih.
Bu Kinasih menghentikan serangan dan langsung mengambil kepala mayat bayi Mimi yang terlepas tadi. Kemudian memeluk erat kepala bayi itu.
"Mimi, jangan tinggalkan mama sendirian,nak! Jangan mati Mimi!" Bu Kinasih menangis histeris sambil memeluk erat kepala bayinya.
"KAMU MEMBUNUH ANAKKU...!!" Bu Kinasih menoleh kearah Putri dengan sangat marah. tatapan matanya semakin besar dan tajam kearah Putri. Putri yang babak belur dan mengeluarkan darah, tak berhenti ketakutan.
"BUKAN BU..!! BUKAN PUTRI YANG MEMBUNUH ANAK IBU..!! SEBENARNYA ANAK IBU ITU SUDAH LAMA MATI...!!" Jawab Dinar kepada Bu Kinasih.
"APA MAKSUDMU..!! KAMU SENDIRI LIHAT, SAHABATMU SENDIRI YANG MENJATUHKAN ANAKKU..!!" Jawab Bu Kinasih kepada Dinar dengan nada yang lantang.
"ENGGAK BU..!! ANAK IBU MEMANG SUDAH MATIII..!! IBU LIHAT BAYI IBU..!! HANYA TINGGAL KULIT YANG MENGERING DAN TULANG..!! TIDAK MUNGKIN ADA ORANG YANG HIDUP DENGAN KONDISI SEPERTI ITU..!!" Jawab Dinar yang berusaha meyakinkan Bu Kinasih.
Bu Kinasih langsung terdiam sejenak dan memerhatikan tubuh mayat bayinya yang sudah tanpa kepala. Kemudian dia mengambil tubuh mayat bayi tanpa kepala itu sambil memandangi seluruh tubuhnya.
"Jadi sebenarnya Mimi sudah lama mati?" Tanya Bu Kinasih sambil menggenggam mayat bayi tanpa kepala itu.
"i..iya bu.. anak ibu sebenarnya sudah lama mati." Jawab Dinar yang semakin meyakinkan Bu Kinasih.
Suasana menjadi tenang sesaat, tiba-tiba Bu Kinasih mengeluarkan air matanya dan menangis histeris sambil memeluk mayat bayi tanpa kepala itu.
"Kenapa kamu mati, nak! Mama sayang banget sama kamu, nak..!! HUAAAA...!!" tangisan Bu Kinasih tiba-tiba pecah. Putri dan Dinar menyaksikan kejadian itu dengan sangat miris.
"Sabar bu! Yang tabah bu! Anak ibu sudah tenang di alam sana. Anak ibu sudah bahagia di surga, dan nggak pernah merasakan sakit lagi bu!" Kata Dinar yang berusaha untuk menenangkan Bu Kinasih yang masih menangis.
Bu Kinasih menangis dengan cukup lama sambil memeluk mayat bayi Mimi tanpa kepala itu.
"Saya yakin, kalau Mimi juga sayang sama ibu. Tapi Tuhan sudah mengambilnya lama. Mimi pasti mendoakan yang terbaik untuk ibu." Kata Dinar lagi.
"Sudah lama aku menginginkan kehadiran anak, tapi kenapa satu-satunya anak yang aku miliki mengapa harus pergi? apakah aku nggak berhak memiliki anak?!" Bu Kinasih tampak sedih.
"Nggak bu, semua orang pasti berhak untuk memiliki apa yang diinginkan selama itu baik. Saya yakin, ibu pasti akan mendapatkan yang terbaik." Kata Dinar.
"Tapi aku butuh anak sekarang, aku nggak mau sendirian disini." Kata Bu Kinasih.
"Gampang bu, ada banyak panti asuhan, jika ibu melepaskan kami, kami berjanji akan membantu ibu mencarikan bayi untuk ibu, untuk menggantikan posisinya Mimi." Bujuk Dinar
"Ya bu, kami berjanji akan berusaha mencari bayi di panti asuhan agar bisa ibu adopsi untuk menggantikan posisi Mimi." Putri ikut membujuk Bu Kinasih.
"Tapi aku hanya mau bayi perempuan, sebab Mimi adalah bayi perempuan. Dan satu-satunya bayi yang pernah aku miliki." Pinta Bu Kinasih.
"Ya bu, kami berjanji, jika ibu melepaskan kami, kami akan berkeliling kota untuk mencari bayi perempuan yang cantik, yang ibu inginkan." Bujuk Dinar.
Bu Kinasih yang matanya merah dan berair karena habis menangis, kembali menoleh kepada kedua gadis itu dengan tajam.
"Tapi, aku ingin kalianlah yang menggantikan Mimi disini!" Kata Bu Kinasih dengan tatapan tajamnya yang membuat Dinar dan Putri kembali menjadi takut.
"Ma..maksud ibu?" Dinar tampak bingung dan gelisah.
"Salah satu dari kalian harus tinggal disini, menggantikan posisi Mimi untuk menjadi bayiku." Kata Bu Kinasih lagi.
kedua gadis itu terkejut, dengan apa yang dikatakan Bu Kinasih barusan.
"Kenapa kami bu? ibu lihat, tubuh kami besar, kami sudah dewasa. tubuh kami nggak menggemaskan karena sudah terlalu besar untuk menjadi bayi, bu!" Kata Dinar
Bu Kinasih mendekati kedua gadis yang masih terikat dengan rantai, dan memperhatikan wajah mereka dari jarak dekat. Dinar yang takut, langsung menundukkan kepala karena tak berani melihat tatapan mata Bu Kinasih. Sedangkan Putri membalikkan badannya dengan posisi tiarap, karena handuk yang dikenakannya hampir terlepas akibat serangan Bu Kinasih tadi. Oleh sebab itu Putri berbalik ke posisi tiarap untuk menutupi buah dadanya yang kecil dengan lantai. Karena dalam kondisi terikat, tak mungkin Putri bisa memperbaiki posisi handuknya.
"Aku sendiri yang memilih salah satu dari kalian mana yang lebih cocok untuk menggantikan posisi Mimi." Kata Bu Kinasih yang memperhatikan mereka satu persatu.
Pertama Bu Kinasih memegang wajah Putri yang tertunduk dan membalikkan wajah Putri kearah wajahnya. Bu Kinasih menatap wajah Putri dari jarak dekat. Mata Putri tak berani menatap matanya, sehingga mata Putri hanya tertuju kebawah.
"Aku nggak cocok bu! Jangan aku bu!" Kata Putri yang penuh rasa takut dan tak berani memandang wajah Bu Kinasih.
Setelah itu Bu Kinasih memegang wajah Dinar, dan memperlakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan terhadap Putri tadi. Bu Kinasih pun juga meraba pipi Dinar yang putih mulus.
"Ja..jangan aku, bu! Aku nggak cocok untuk jadi bayi ibu!" Dinar yang ketakutan, kembali mengeluarkan air mata.
Bu Kinasih bangkit dan berdiri dihadapan kedua gadis itu. Wajahnya kembali tersenyum.
"Saya sudah menemukan siapa diantara kalian yang cocok menggantikan bayi saya, dan tinggal disini bersama saya selamanya." Ujar Bu Kinasih
Dinar dan Putri hanya tertunduk, berharap bukan dirinya yang terpilih untuk tinggal ditempat seperti ini.
"Jika salah satu dari kami yang terpilih, lalu bagaimana dengan kami yang satunya?" Tanya Dinar
"Nggak mungkin saya membebaskan salah satu dari kalian, bukan?! Sudah pasti yang nggak terpilih akan mati!" Jawab Bu Kinasih yang menakuti mereka
"Jangan..!!" Ketakutan mereka semakin bertambah membuat mereka kembali menangis.
"Tolong lepaskan kami..!! kami janji akan carikan bayi yang tepat buat ibu..!! Lepaskan kami dulu..!!" Dinar memohon untuk dibebaskan
"Jangan bunuh kami..!!" Dinar merengek
"Sudah saya tetapkan siapa yang menetap disini. Dia adalah................" Bu Kinasih mulai memilih
"Jangan bu..!! Kami nggak mau tinggal disini..!! kami juga nggak mau mati..!!" Kata Dinar yang terus merengek, sedangkan Putri hanya tertunduk pasrah sambil menangis apapun hasilnya.
"Kamu yang aku pilih, sayang. Mulai sekarang kamu adalah bayiku..!!" Bu Kinasih, menunjuk Putri sebagai pengganti bayinya yang telah meninggal.
"TIDAAAKKK..!!!" Dinar langsung berteriak histeris karena jika Bu Kinasih memilih Putri, berarti dirinya akan mati.
Putri hanya bisa menangis karena mengetahui temannya akan di bunuh.
"TOLONG BU JANGAN BUNUH AKU..!! YA, AKU MAU JADI PENGGANTI BAYINYA IBU..!! AKU JANJI AKAN MENURUTI PERINTAH IBU..!! TAPI JANGAN BUNUH AKU..!!" Dinar memohon sambil merengek ketakutan.
"Tidak, aku memilih temanmu karena temanmu lebih cantik darimu." Jawab Bu Kinasih
Mendengar temannya akan dibunuh, Putri langsung membuka suara, "Bu, daripada ibu memilih salah satu, bagaimana ibu menjadikan kami berdua menjadi bayinya ibu..?? Jadi ibu nggak perlu repot-repot membunuh salah satu dari kami..??"
"YA BU..!! YA BU..!! AKU JANJI AKAN JADI BAYI YANG IBU INGINKAN..!! AKU MAU NURUTIN APA AJA YANG IBU MAU, TAPI JANGAN BUNUH AKU..!! AKU MOHON..!!" Dinar terus merengek kepada Bu Kinasih
"HAHAHAHA..!! Tidak..!! anakku cuma ada satu. Jadi hanya satu yang tetap disini." Bu Kinasih langsung mengangkat tubuh Dinar yang masih terikat kuat dengan rantai
"TIDAK..!! JANGAN..!! JANGAAN..!!" Dinar berusaha mengelak hingga handuk yang dikenakannya pun nyaris terlepas dari tubuhnya.
"JANGAN BU..!! JANGAN BAWA DIA..!!" Putri merengek kepada Bu Kinasih agar jangan membawa temannya.
"HAHAHAHAH...!!" Bu Kinasih hanya tertawa terbahak-bahak sambil menggendong Dinar menuju keluar kamar.
"JANGAAAAN...!! TOLONG JANGAN BAWA DINAR..!!" Putri yang tak bisa berdiri karena kaki tangannya terikat, berusaha menggeser badannya untuk mengejar Bu Kinasih yang sedang menggendong Dinar keluar kamar.
"TOLOOONG .!! TOLOOONGG..!!" Dinar berteriak sambil berusaha memberontak, dan akhirnya handuk yang dikenakannya pun terlepas dan jatuh kelantai, hingga Dinar saat digendong oleh Bu Kinasih tanpa sehelai kain pun. Tetapi lengan dan tubuh Bu Kinasih terlalu besar dan terlalu kuat untuknya, sehingga Dinar tak bisa mengelak dari dekapan bu Kinasih. Lengan dan semua tubuh Bu Kinasih yang serba besar tentu nggak kesulitan menggendong tubuh Dinar yang kurus meskipun Dinar memberontak sekuat tenaga.
Bu Kinasih yang menggendong Dinar sudah keluar kamar dan menutup pintu kamar agar Putri tidak bisa keluar. Teriakan-teriakan Dinar dari luar kamar masih terdengar di dalam kamar, hingga akhirnya suara teriakannya menghilang secara perlahan karena Bu Kinasih membawanya ketempat yang cukup jauh dari kamar itu. Dan kini suara teriakan temannya sudah tidak terdengar lagi.
"TOLONG..!! JANGAN BAWA TEMANKU..!! JANGAN BUNUH TEMANKU..!! Putri yang tergeletak dilantai dan tak bisa berbuat apa-apa, hanya menangis karena prihatin dengan apa yang terjadi pada temannya nanti. Putri dikurung di dalam kamar seorang diri dengan pintu kamar yang tertutup rapat
"Maafkan aku Dinar, andai pada saat malam tadi aku tidak ngebet ngajak kamu berteduh karena hujan, dan membiarkan kita terus berjalan meskipun kebasahan, pasti kamu tidak akan mengalami hal ini.. Hik..Hik..Hikk..!!" Putri merasa menyesal akhirnya menangis tersedu-sedu karena merasa bersalah kepada Dinar.
+++BERSAMBUNG+++
Hik..Hik..Hikk..!!" Putri menangis tersedu-sedu karena merasa bersalah kepada Dinar.
...****************...
Hampir setengah jam berlalu Putri yang posisi tiarap dilantai menutupi buah dada kecilnya karena handuk yang dikenakannya nyaris terlepas. Masih terikat pula tangan dan kakinya dengan rantai tergeletak dilantai menangis penuh penyesalan seorang diri didalam kamar, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar terbuka.
Ibu Kinasih yang masih mengenakan daster panjang tanpa lengan warna merah maroon dengan baju yang tidak terkancing sehingga belahan dadanya nampak terlihat, dan ada sedikit noda-noda bercak seperti becak darah dibagian dadanya, membuat Putri semakin yakin bahwa temannya sudah mati.
Tangisan Putri pun pecah, tetapi Bu Kinasih yang berdarah dingin tidak mempedulikannya.
Tubuh gemuk berkulit hitam itu langsung menoleh kearah putri yang sedang menangis, kemudian mendekati Putri, dan membalikkan tubuh Putri menjadi terlentang, setelah itu Bu Kinasih memperbaiki handuk Putri yang nyaris terlepas tadi kembali menutup tubuh Putri dengan rapat sempurna.
Kemudian Bu Kinasih dengan mudahnya menggendong tubuh kurus Putri. Kepala Putri yang menempel di buah dada yang besar dan empuk Bu Kinasih yang dasternya tidak terkancing, sehingga bra putih berukuran jumbo yang menutupi buah dada itu terlihat, cukup membuktikan bahwa buah dada Bu Kinasih sedikit lebih besar ukurannya jika dibandingkan dengan ukuran kepala Putri.
Putri digendong untuk dipindahkan ke kasur kapuk yang terbentang dilantai. Bu Kinasih dan Putri tampak seperti kopi dan susu, karena terlihat jauh perbandingan warna kulit antara tubuh Bu Kinasih yang berkulit hitam dengan tubuh Putri yang berkulit putih.
Setelah selesai memindahkan tubuh Putri yang masih menangis itu ke kasur kapuk, Bu Kinasih langsung bangkit dan meninggalkan Putri sendirian di dalam kamar.
Diluar kamar Bu Kinasih mengambil tas milik Putri dan Dinar kemudian membukanya dan memeriksa isi tas itu. Didalam tas keduanya, ada dompet yang berisikan beberapa uang yang nilainya cukup banyak, beserta KTP, Kartu ATM dan Kartu Kredit, juga HP smartphone beserta chargernya Putri Dan Dinar yang keduanya sama-sama mati karena daya baterainya habis, dan tak bisa di isi daya karena rumah Bu Kinasih tak ada listrik. Setelah itu Bu Kinasih kembali menuju kamar membawa semua barang-barang itu.
Bu Kinasih membuka pintu kamar, tampak tidak mempedulikan Putri baru berhenti menangis yang masih terbaring di kasur kapuk. Bu Kinasih membuka bajunya dihadapan Putri dan mengganti baju dasternya dengan kaos Oblong lengan pendek warna cokelat dan rok warna hitam. Kaos oblong yang begitu ketat sehingga lekukan tubuh Bu Kinasih nampak jelas, seperti lekukan bra yang besar dan lekuk perutnya yang terlihat terlipat-lipat. Setelah menyisir rambutnya yang hitam panjang bergelombang dam sedikit beruban, Bu Kinasih pergi meninggalkan Putri lagi sendirian di kamar, dan menguncinya dari luar kamar agar Putri tidak bisa melarikan diri.
Bu Kinasih mengeluarkan sepeda motor bebek bututnya dari luar garasi yang berada di samping rumah yang hanya terbuat dari tumpukan seng. Bu Kinasih melihat sepeda motor Dinar yang membonceng Putri tadi malam masih parkir dihalaman rumahnya. Bu Kinasih langsung mendekati sepeda motor itu dan langsung mendorongnya untuk memindahkan ketempat yang aman karena kebetulan sepeda motor itu tidak dikunci stang. Karena sangat berbahaya jika ada orang yang kebetulan melintas melihat sepeda motor itu.
Setelah memindahkan sepeda motor korbannya ditempat yang aman. Bu Kinasih kembali mendekati sepeda motornya lalu menyalakan sepeda motor bututnya itu dan pergi meninggalkan rumahnya. meninggalkan Putri yang dikurung sendirian dalam kondisi terikat dengan rantai didalam kamar.
...****************...
Bu Kinasih dengan mengendarai sepeda motornya sampai di sebuah rumah sederhana tembok cat warna krem dengan halaman yang tak terlalu luas. Bu Kinasih memarkirkan motor di halaman rumah itu. Ekspresi wajah dan perilaku Bu Kinasih tampak waras seperti orang pada umumnya jika berada diluar rumah. Dan tak ada yang mengetahui jika sebenarnya Bu Kinasih adalah Psikopat gila yang berbahaya.
Bu Kinasih mendekati pintu rumah itu dan mengetok pintu itu,"TOK..!! TOK...!! TOOK..!!"
Tak lama kemudian datang seorang pria bertubuh kurus tinggi, berambut keriting, dan berjanggut, memakai kaos kutang warna putih celana kolor pendek hitam, yang usianya kira-kira sama dengan usia Bu Kinasih, yang membukakan pintu untuk Bu Kinasih.
"Lha, Kinasih?! Tumben kesini! Pasti ada sesuatu nih!" Kata pria itu
"Aku ada barang bagus buatmu, Osta!"Jawab Bu Kinasih kepada pria di hadapannya itu yang ternyata namanya adalah Osta.
Mendengar perkataan Bu Kinasih, Osta langsung menoleh kanan dan kiri untuk melihat keadaan sekitar, kemudian menyuruh Ibu Kinasih untuk masuk.
"Ayo duduk!" Kata Osta menyuruh Bu Kinasih duduk disebuah sofa warna hitam diruang tamu. Kemudian Osta ikut duduk dihadapannya.
"Barang apa nih?" Tanya Osta penasaran.
Bu Kinasih langsung mengeluarkan dua buah HP smartphone milik Dinar dan Putri yang telah diambil olehnya, "ini, masih dalam kondisi bagus! kondisi fisik juga masih oke."
Osta terkejut, "Wiih..!! Ini HP mahal nih! Dari casingnya pasti yang punya adalah perempuan."
"Kira-kira berapa kamu sanggup bayar kedua HP itu? Chargernya ada juga" Tanya Bu Kinasih.
"Hmmm.. kalau nggak ada kotaknya harganya jatuh banget nih!" Kata Osta
"Osta, aku tahu sepak terjang mu sebagai penadah barang curian, nggak usah banyak basa basi. Langsung aja kamu tentukan mau sanggup bayar berapa..!!" Kata Bu Kinasih kepada Osta dan ternyata Osta adalah seorang penadah barang curian.
"Woooww, sabar donk..!! jangan galak-galak gitu! hehehe.. ternyata kamu masih nggak berubah ya?!" Kata Osta sambil bercanda.
"ini baru HP yang saya tunjukkan, masih ada lagi satu sepeda motor." Kata Bu Kinasih.
"Wow..!! mantap..!! ini baru namanya teman, aku jadi dapat stok lagi nih! ini baru namanya mantap!" Kata Osta
"Makanya berikan aku harga yang pas buat HP ini, maka aku akan jual sepeda motor itu juga kepadamu lagi." Kata Bu Kinasih.
"hmmmm.. Baiklah.. kalau begitu saya akan hargai HP ini....................................
...****************...
Bu Kinasih mendapatkan uang cukup banyak dari hasil penjualan HP smartphone milik Dinar dan Putri, dan juga tambahan uang yang diambil dari dalam tas Dinar dan Putri. Bu Kinasih langsung pergi ke sebuah supermarket, membeli sesuatu untuk keperluan.
Didalam sebuah supermarket dengan suasana yang cukup ramai, karena kebetulan hari ini adalah hari minggu. Bu Kinasih mendorong troli kosong sambil berkeliling setiap sudut ruangan supermarket untuk membeli sesuatu.
Ternyata Bu Kinasih membeli sesuatu untuk diberikan kepada Putri yang telah dipilih untuk menjadi pengganti bayinya yang telah mati.
Yang pertama dipilih Bu Kinasih adalah Popok/Pampers berukuran dewasa. Bu Kinasih mengambil cukup banyak popok dewasa itu. Setelah mengambil cukup banyak popok dewasa, kemudian Bu Kinasih berkeliling lagi sambil mendorong trolinya yang berisi popok dewasa itu ke bagian perlengkapan bayi.
Bu Kinasih mencari botol dot bayi berukuran besar dan alat perah Asi. Setelah Bu Kinasih menemukan apa yang diinginkannya, segera Bu Kinasih memasukkan botol dot bayi berukuran besar itu dan alat perah Asi kedalam troli.
Selanjutnya Bu Kinasih mencari empeng berukuran besar untuk dihisap ke dalam mulut Putri. Tapi ternyata setelah berkeliling mencari, hanya ada empeng ukuran yang sesuai dengan mulut bayi dan tidak ada yang berukuran mulut orang dewasa. Kemudian Bu Kinasih tak jadi membeli empeng dan beralih pergi ke bagian pakaian.
Bu Kinasih berkeliling mencari pakaian, tapi tak ada yang diinginkan olehnya untuk diberikan kepada Putri. Terpaksa Bu Kinasih hanya membeli beberapa kaos oblong lengan pendek dengan warna yang berbeda, dan beberapa kain selimut berukuran lebar dan agak tebal. Dia kemudian berkeliling lagi mencari barang-barang lain yang akan dibutuhkan, termasuk beberapa kaos kaki
...****************...
Hari semakin siang, Putri yang disekap sendirian didalam kamar, perutnya mulai keroncongan tanda dia sedang lapar, karena sejak pagi belum makan dan minum sedikitpun. Tubuhnya masih tertutup kain handuk yang masih dia kenakan dari tadi malam, tak tahu harus berbuat apalagi karena rantai yang mengikat tangan dan kakinya begitu kuat dan sulit dilepaskan.
Terdengar suara sepeda motor dari luar rumah, kini Bu Kinasih sudah kembali kerumahnya dengan sepeda motornya membawa banyak barang belanjaan. Bu Kinasih membuka pintu rumah dan langsung bergegas menuju kamarnya.
Bu Kinasih Kinasih membuka pintu kamar dan langsung memperlihatkan barang belanjaan kepada Putri.
"Hallo anakku sayang, lihat nih apa yang mama bawa?!" Tampak Bu Kinasih memperlihatkan ada banyak pampers/popok berukuran besar, ada beberapa kaos oblong lengan pendek, kerincingan bayi, selimut tebal dan lebar, botol dot, kaos kaki, dan lain-lain.
Putri hanya terdiam, meskipun dalam hati dia terkejut seperti apa nanti Bu Kinasih akan memperlakukannya.
"Gimana?? Kamu senang bukan?! Kamu pasti nggak sabar ingin memakainya, ya kan?!" Kata Bu Kinasih cukup girang.
Putri hanya tertunduk diam, tak menjawab sepatah katapun. Bu Kinasih yang tampak kegirangan langsung menggendong Putri keluar kamar, menuju pintu belakang.
Bu Kinasih membawa Putri menuju teras belakang dan membaringkannya di lantai yang terbuat dari papan dan berbentuk panggung. Ternyata di bagian belakang rumah adalah kebun sayuran kecil yang hanya berukuran luas 15x20 meter, yang dikelilingi pohon yang rindang, suara-suara burung bernyanyi dan beberapa ekor terbang dihadapan Putri, membuat suasana menjadi cukup tenang.
Putri memandang sayuran-sayuran hijau yang tertanam di kebun tepat dihadapannya. Tiba-tiba saat Putri lengah karena melihat pemandangan, Bu Kinasih menarik rambut Putri dan memangkas rambut panjangnya sehingga nyaris botak di bagian tengah. Putri terkejut melihat Bu Kinasih menggenggam potongan rambutnya yang panjang hitam lurus sedikit bergelombang.
"Apa yang kamu lakukan? Rambutku..??" Mata Putri terbelalak melihat rambutnya yang terpotong.
"Bayi yang baru lahir, tak mungkin rambutnya panjang. Aku akan memangkas habis rambutmu." Kata Bu Kinasih sambil memegang sebuah gunting yang tajam.
"TI..TIDAAAK..!!" Putri berusaha menghindar dari Bu Kinasih dengan menggeser badannya. Tetapi Bu Kinasih yang bertubuh besar menindih tubuh Putri kurus yang terikat dengan sangat mudah. Setelah Putri tak bisa menggerakkan badannya karena ditindih oleh Bu Kinasih, maka dengan Mudah Bu Kinasih memegang rambutnya yang lain lagi dan langsung mencukur habis rambut indah milik Putri.
"JANGAAAN..!! HENTIKAAAN..!!" Putri berteriak sambil memohon kepada Bu Kinasih untuk tidak menggunduli rambutnya.
"HAAHAHAHA..!! HAHAHAHAAA .!! Tetapi Bu Kinasih malah tertawa terbahak-bahak seperti orang yang kesetanan.
Putri terus memohon kepada Bu Kinasih untuk menghentikan apa yang dilakukannya. Tetapi Bu Kinasih tetap terus memotong rambut Putri.
Sadar rambutnya sudah hampir habis, akhirnya Putri hanya pasrah sambil menangis, membiarkan Bu Kinasih memotong rambutnya.
"Nah, begini terlihat lebih menggemaskan." Kata Bu Kinasih setelah menghabiskan rambut Putri beberapa menit kemudian.
Putri yang tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa menangis, sedangkan Bu Kinasih mengambil pisau cukur untuk mengerik sisa-sisa rambutnya yang masih ada sambil tersenyum.
Putri terus menangis pasrah, sedangkan Bu Kinasih terus mengerik sisa-sisa rambutnya hingga benar-benar habis dan licin.
Akhirnya kepala Putri sudah menjadi botak licin tanpa rambut sehelai pun. Bu Kinasih yang begitu bahagia telah menyelesaikan pekerjaannya, langsung mengambil cermin untuk memperlihatkan penampilan kepala Putri yang baru dengan kepala botaknya.
"Lihat, kamu sekarang lebih menggemaskan." Kata Bu Kinasih yang semakin girang.
Putri merasa tersiksa dengan apa yang dilakukan Bu Kinasih terhadap rambutnya. Putri menangis mewek, air matanya tak bisa dibendung lagi, "TIDAAAKK...!!"
Sikap Bu Kinasih semakin gila, kini dia menggendong Putri yang masih menangis menuju kamar mandi. Sesampai dikamar mandi, handuk yang dipakai Putri dilepas oleh Bu Kinasih hingga Putri tak mengenakan sehelai kain pun, kemudian Bu Kinasih memandikan tubuh Putri yang kepalanya sudah menjadi gundul, dan Bu Kinasih memandikannya dengan penuh kegirangan. Bu Kinasih menggosokkan sabun bayi ke seluruh tubuh Putri yang tetap terikat dengan rantai.
Kegilaan Bu Kinasih tak cukup hanya sampai disitu dan semakin menjadi-jadi. Setelah selesai memandikan Putri, Bu Kinasih mengeringkan tubuh Putri dengan handuk, kemudian menutup tubuh Putri dengan handuk tersebut, dan mengangkat tubuh Putri lagi kembali kedalam kamar.
Putri dibaringkan di atas kasur kapuk. Putri hanya menangis tersedu-sedu, sementara Bu Kinasih yang kegirangan membuka handuk Putri yang kurus dengan kulit putih dan buah dada kecilnya.
Bu Kinasih mengangkat kedua kaki Putri yang diikat dengan rantai dan memberikan bedak bayi di bagian sensitif Putri, setelah itu Bu Kinasih memakaikan popok tipe perekat kepada Putri. Putri hanya pasrah saja. air matanya tak sanggup menahan betapa malunya dirinya dilecehkan seperti ini.
Setelah itu, Bu Kinasih ingin memakaikan kaos lengan pendek warna pink yang baru dibelinya untuk Putri. Tetapi Bu Kinasih tak bisa memasukkan kaos itu melewati lengan Putri karena kedua tangan Putri diikat. Bu Kinasih khawatir jika rantai yang di ikat ditangan Putri itu dilepas, maka Putri akan memberontak.
Oleh sebab itu, Bu Kinasih mengambil gunting dan benang untuk memodifikasi kaos itu. Bu Kinasih memotong bagian samping dari bawah ketiak pinggang terbelah, kemudian memasang beberapa tali di bagian kanan dan kirinya, hinga kaos itu tampak seperti model celemek.
Setelah itu Bu Kinasih memakaikan kaos yang sudah di modifikasinya itu tanpa harus melepas ikatan tangan Putri, melainkan memasukkan baju kaos itu melalui kepala Putri, dan mengikatnya dengan tali yang dipasang di bagian pinggang tadi, atau melalui ikatan tali samping. Meskipun tanpa bra, lekukan buah dadanya yang kecil tetap tak terlihat jika Putri memakai kaos itu.
Yang terakhir, Bu Kinasih memakaikan kaos kaki pendek ke kedua kaki Putri agar kakinya merasa hangat.
Kini Putri sudah tampak berpenampilan seperti bayi sungguhan. Memakai kaos, dan hanya memakai popok tanpa celana, serta kepalanya yang botak.
Sambil tertawa terbahak-bahak, Bu Kinasih merasa puas dengan apa yang dilakukanya terhadap Putri, "HAHAHAHAHA...!!! HAHAHAHAHA...!!!"
Putri hanya tertunduk malu, dia benar-benar merasa dilecehkan dan kehilangan harga diri. Tangisannya sama sekali tak mengubah apapun. Bu Kinasih tetap dengan obsesinya yaitu menjadikan Putri sebagai bayi.
...****************...
Bu Kinasih merapikan barang-barangnya didalam kamar, bersama Putri yang sedang berbaring di kasur kapuk. Buah dada Bu Kinasih mulai terasa nyeri. Pertanda Asi didalam buah dadanya penuh dan harus dikeluarkan.
Biasanya sebelum ada Putri, Bu Kinasih tak pernah terlambat menyusui mayat bayinya yang dulu. Kini karena kesibukannya tadi, dia sampai lupa bahwa dirinya terlambat menyusui hingga buah dadanya nyeri.
Bu Kinasih mendekati menatap kearah Putri yang sedang berbaring. Dia pun tahu kalau Putri juga belum makan dari pagi tadi, dan sudah dipastikan jika Putri saat ini sedang merasa lapar.
Bu Kinasih membuka kaosnya, tubuhnya yang gemuk dan hitam semakin nampak, kedua buah dadanya yang hitam, besar dan kencang tertutupi oleh bra putih miliknya. Apalagi pada saat duduk lekukan perutnya yang terlipat-lipat semakin menunjukkan betapa gemuknya Bu Kinasih yang kemudian mendekati Putri yang berbaring dan tertunduk lesu karena lapar.
Bu Kinasih duduk disampingnya dan bersandar ditembok, lalu mengangkat tubuh kecil Putri ke pangkuannya. Setelah itu menyandarkan kepala gundul Putri ke buah dadanya yang besar, dan empuk yang tertutupi bra warna putih jumbo.
"Kamu lapar, nak?!" Naluri sifat keibuannya Bu Kinasih muncul kembali.
"Apalagi yang kamu lakukan terhadapku.??" Putri kembali mengeluarkan air mata.
"Mulai sekarang, aku adalah mamamu. Panggil aku mama!" Kata Bu Kinasih dengan lembut.
Putri hanya menggelengkan kepalanya pertanda dia menolak, dan masih mengeluarkan air mata.
Buah dada Bu Kinasih semakin nyeri, tanpa basa-basi lagi Bu Kinasih langsung mengeluarkan satu buah dadanya yang berada didepan wajah Putri.
"Minumlah, nak! Kamu pasti lapar!" Bu Kinasih langsung memasukkan putingg susunya yang hitam pekat kedalam mulut Putri dengan paksa.
Putri berusaha menutup mulutnya dengan erat, tetapi Bu Kinasih terus berusaha menekan buah dadanya untuk memasukkan putingg susunya ke dalam mulut Putri yang tertutup rapat karena menolak untuk disusui.
Putri berusaha memberontak, tetapi apalah daya, dia hanya bisa menutup mulutnya. Air susu Bu Kinasih mengalir deras tumpah membasahi wajah dan mata Putri karena tak berhasil masuk kedalam mulutnya Putri.
"AYO SAYANG..!! MINUM..!! MINUM SUSUNYA..!!" Bu Kinasih mulai geregetan karena Putri bersikeras tak mau membuka mulutnya. wajah, kaos dan lengan besar Bu Kinasih yang menggenggam kepala Putri basah karena Asi yang terus mengalir deras yang belum berhasil masuk ke dalam mulut Putri.
Bu Kinasih tak kehabisan akal, sambil menggenggam Kepala Putri, tangannya juga menekan hidung Putri hingga putri nyaris tak bisa bernafas dan mulutnya mulai terbuka.
"mmmMMMMMEEEAAAA..!!!" Mulut Putri akhirnya terbuka dan secara cepat Bu Kinasih langsung memasukkan putingg susunya yang elastis itu kedalam mulut Putri. Kini Putri tak bisa mengelak lagi, karena putingg susu buah dada Bu Kinasih yang berhasil masuk ke mulutnya, dan tak bisa dia keluarkan dari dalam mulutnya karena Bu Kinasih terus menekan buah dadanya ke dalam mulutnya, serta lengan besarnya Bu Kinasih mendorong erat kepala gundul Putri kearah buah dadanya.
Air susu segar dari buah dada Bu Kinasih mengalir deras membasahi dinding-dinding mulut Putri hingga masuk ke tenggorokan dan akhirnya tertelan. Perlahan demi perlahan air susu itu tertelan dan terus masuk ke dalam tubuh Putri yang terus berusaha mengelak sambil mengepakkan tubuhnya dan pada akhirnya kelelahan juga, dan lemah tak bisa berbuat apa-apa. Sementara Bu Kinasih terus memompa Asi dari buah dadanya kedalam mulutnya Putri dengan menggunakan tangannya.
Putri terus menelan Asi yang mengalir deras ke dalam mulutnya. Wajahnya menampakan ekspresi jijik kepada Asi Bu Kinasih dan ingin memuntahkannya, tetapi tak berhasil dan terus tertelan masuk kedalam tubuhnya. Kini Putri hanya terdiam, tubuhnya terkunci oleh tubuh Bu Kinasih sehingga dia tak bisa bergerak, dan tak bisa menahan air susu segar yang terus mengalir kedalam mulutnya, hingga air mata yang tak bisa membendung tangisannya.
...****************...
Malam hari pun tiba, suasana malam tampak dingin.Bu Kinasih yang memakai dress panjang selutut lengan pendek berada dipinggir sebuah semak belukar bersama sepeda motor milik Dinar yang pernah membonceng Putri. Tak ada seorang pun yang lewat, hanya suara jangkrik dan sesekali terdengar suara burung hantu. Tak lama kemudian, Osta si penadah barang curian datang membawa perlengkapan otomotif dengan berjalan kaki.
"Lama banget kamu..!!" Kata Bu Kinasih menggerutu.
"Gimana nggak lama?! Aku jalan kaki dari ujung sana ke ujung sini!" Jawab Osta dengan ekspresi kelelahan.
"Ya udah, nih langsung aja dikerjain sepeda motornya. Sebelum ada orang lain yang melihat." Kata Bu Kinasih.
Osta mulai mengerjakan sepeda motor itu. Dia membuka kotak perkakasnya, dan segera mengambil obeng untuk melepas plat nomor yang tertera di sepeda motor itu, kemudian menggantinya dengan plat nomor lain agar tidak ketahuan kalau itu adalah sepeda motor curian.
"Kamu dapat sepeda motor ini darimana sih? bodinya mulus bener?!" Tanya Osta sambil memasang plat nomor palsu ke sepeda motor itu.
"Nggak perlu tahu, yang penting aku sudah ngasih barang bagus buatmu." Jawab Bu Kinasih
"Nah, yang begini nih yang mantap! Nanti kalau ada barang bagus lagi kabari aku ya?!" Kata Osta.
"Yang penting harganya masih sesuai, pasti nanti aku kabari lagi." Jawab Bu Kinasih
"Mantap!! Gitu donk!" Osta langsung mengacungkan jempol.
Tak lama kemudian plat nomor palsu sudah selesai dipasang. Beberapa stiker unik yang dipasang di sepeda motor itu dilepas untuk menghilangkan tanda. Osta langsung memberikan uang dalam amplop cokelat kepada Bu Kinasih kemudian segera bergegas pergi membawa sepeda motor milik Dinar itu.
Kini Bu Kinasih sudah menghilangkan jejak korbannya. Bu Kinasih pulang berjalan kaki masuk kedalam semak-semak menuju pulang kerumah dengan perasaan yang sangat puas.
+++BERSAMBUNG+++
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!