NovelToon NovelToon

Rumah Kosong

Episode 1

Langit sudah mulai memerah. Pertanda matahari sudah mulai masuk keperaduannya. Burung-burung kecil sudah mulai hinggap diranting pepohonan. Mengistirahatkan sayap-sayap kecil mereka yang lelah seharian berkelana kesana kemari mencari butir biji-bijian untuk mengisi perut-perut mereka serta keluarganya. Kelelawar sudah mulai menampakan wujudnya. Terbang kesana kemari mencari makan. Suara jangkrik mulai terdengar nyaring. Sebagai tanda malam akan segera tiba. Rembulan dengan sinarnya, masih malu-malu menampakan cahayanya yang temaram. Suara burung hantu mulai terdengar, menambah syahdunya suasana malam.

Disebuah rumah semi permanen bercat putih, terletak disebuah desa didaerah Jawa Tengah masih terlihat kokoh meskipun telah lama ditinggalkan oleh pemiliknya. Bu Yasmin, pemilik rumah sederhana itu. Telah membiarkan rumah itu kosong tak terawat setelah ditinggal sang suami tercinta kembali menghadap sang Ilahi. Rumah yang dibangun bersama sang suami, yang seharusnya diberikan kepada putrinya, kini dibiarkan kosong terbengkalai tak terawat lagi. Rumput-rumput liar pun kini telah tumbuh subur memenuhi pelataran halaman dan sekitarnya. Halaman rumah yang tidak terlalu luas pun juga tak luput dari tanaman parasit itu. Terlihat lahan kosong yang dulunya sering dijadikan lahan bercocok tanam sang pemilik kini juga beralih fungsi menjadi lahan rerumputan yang semakin meninggi. Padahal dahulu lahan itu selalu digunakan oleh Bu Yasmin untuk menanam aneka sayuran, buah-buahan dan aneka bumbu dapur untuk sekedar mengisi waktu luang setelah lelah dengan usaha peternakannya. Semua itu terjadi sudah cukup lama. Beberapa tahun yang lalu saat putri mereka masih sangat kecil. Kini semua sudah tak sama lagi.

Hingga pada suatu sore, datang seorang pemuda yang berniat menyewa rumah itu untuk ditempatinya bersama seorang rekan kerjanya. Mereka memilih rumah itu dikarenakan lebih dekat dengan tempat kerja dan juga ada lahan kosong yang bisa mereka gunakan untuk bercocok tanam dikala libur bekerja. Selain itu harga sewa juga termasuk murah untuk sebuah rumah. Menjelang maghrib mereka berdua bergegas memasuki rumah itu untuk memasukkan barang-barang bawaan mereka.

"Yakin ndra kita sekarang ngontrak disini ?" tanya Eko salah satu penghuni baru kepada Indra temannya.

Sedangkan Indra tidak menjawab pertanyaan Eko. Dia terlalu fokus melihat sekitar. Rumahnya sudah nampak bersih. Mungkin sang pemilik sudah membersihkan terlebih dahulu sebelum mereka datang untuk menempati.

"Heehh... ditanya diem aja," ucap eko sambil menepuk bahu Indra dengan sedikit kesal karena merasa diabaikan.

"Haahh.. apa Ko? Maaf aku gak denger. Maklum lagi liat-liat," jawab Indra sedikit kaget.

"Ini kita yakin ngontrak disini? Kata orang disini horor lho Ndra," ujar Eko.

"Aahh... itu kan kata orang. Kita kan niatnya disini cuma ngontrak. Semoga apa yang orang-orang katakan tidak benar-benar terjadi sama kita," kata Indra meyakinkan sahabatnya itu.

Eko dan Indra adalah sepasang sahabat. Mereka dipertemukan saat melamar pekerjaan disebuah kota besar. Karena tuntutan kenaikan gaji karyawan yang semakin tinggi dari tahun ke tahun, akhirnya perusahaan tempat mereka berdua sudah tidak sanggup lagi memenuhi tuntutan karyawannya itu. Dan sekarang dipindahkan kesebuah kota kecil di Jawa Tengah. Dan beberapa karyawan yang masih ingin bertahan mau tidak mau harus mengikuti pindah kedaerah Jawa Tengah tersebut. Termasuk dua orang sahabat itu yang sudah bersahabat sejak 5 tahun lalu.

"Ayok istirahat. Besok kita terusin lagi menata barang-barangnya," ajak Eko kepada Indra yang masih saja asyik memasukkan baju-baju yang ia bawa kedalam lemari kayu yang ada didalam rumah tersebut.

"Krraaakkk"

"Klotak...klotak...krraaakkk..."

Terdengar suara riuh peralatan masak saling bersahutan. Indra yang baru saja ingin merebahkan tubuhnya yang lelah kembali beranjak mencari asal suara tersebut. Dia melihat temannya Eko sudah lebih dulu terlelap.

"Sssttt... Ndra, Indraa...," panggil Eko pelan sambil mengguncang-guncangkan tubuh temannya yang terbaring disebelahnya itu. Indra tetap bergeming. Mungkin saking lelahnya dia tidak merasakan apapun saat Eko menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Kkrraaakkk... duugg...buugg,"

Kembali terdengar suara barang-barang bergerak. Eko perlahan bangkit dari tempat tidur, berjalan mengendap-endap mencari asal sumber suara tersebut. Dia berjalan perlahan menuju dapur belakang. Sepertinya dari sanalah sumber suara berisik tadi.

Eko terperanjat, melihat sebuah kendi terbuat dari tanah liat bergerak dengan sendirinya. Melompat-lompat seperti sedang berjalan. Eko beringsut sedikit kebelakang karena terkejut dengan apa yang dilihatnya.

"Aaahhh... mungkin hanya halusinasiku saja," pikir Eko saat kembali mengintip ke celah pintu dapur dan melihat kendi itu masih ditempat semula.

"Ssrreeeekkkk" sekelebat bayangan terlihat melintas disamping Eko.

"Aaakkkhhhh," pekik Eko terkejut. Nafasnya naik turun saking kagetnya.

"Apa itu tadi ?" gumam Eko.

Eko mundur beberapa langkah kebelakang. Matanya memandang sekeliling, mencari-cari apa gerangan tadi yang melintas persis disampingnya. Tak terlihat apapun. Lantas dia berjalan kedepan menuju ruang tamu. Dilihatnya sekitar, tak ada apapun disana. Saat dia akan kembali dan memutar badan, dilihatnya Indra temannya berdiri mematung tepat dibelakangnya.

"Astagaaa..... Indraaa... " teriak Eko saking terkejutnya. Kamu ngapain sih tiba-tiba berdiri disitu. Bikin orang jantungan saja.

Indra yang diajak bicara hanya diam saja. Tak menjawab satu kata pun. Eko pun berlalu berniat kembali ke kamar untuk segera melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda.

"Deegg... " Eko terkejut saat melihat Indra sedang tidur dikamar sambil memeluk guling. Ragu, pelan-pelan Eko berhenti dan berusaha untuk menengok kebelakang kearah ruang tamu. Jantung berdebar cepat, nafas naik turun tak beraturan.

"Haahh.. tak ada siapapun disana." Eko menggumam. Tengkuknya terasa dingin, lebih dingin dari sebelumnya. Ia merasa ada sesuatu yang berhembus dibelakangnya. Secepat kilat dia berlari menuju tempat tidur dan berbaring disamping Indra. Sekuat tenaga dia berusaha untuk memejamkan matanya. Namun ternyata tidak berhasil juga. Sudah lewat tengah malam, tapi mata Eko enggan terpejam. Suara yang semula berisik kini tak terdengar lagi. Bahkan bayangan hitam yang tadi sempat dia lihat sekilas sudah tak terlihat lagi. Namun perasaan taku dan was-was masih menghantui Eko. Apalagi dia tipe orang yang penakut dengan hal-hal seperti itu.

Waktu berjalan sangat lambat bagi Eko. Ia ingin matahari segela muncul dipermukaan langit supaya suasana malam yang mencekam bagi dia bisa segera berakhir.

Sayup-sayup terdengar suara Adzan subuh berkumandang. Eko yang baru saja memejamkan mata segera terbangun kembali. Dilihatnya Indra yang sudah bersiap-siap untuk menunaikan sholat subuh dimasjid yang letaknya tidak terlalu jauh dari sana.

"Ndra..tungguin. Aq ikut." Kata Eko tiba-tiba.

"Yaudah ayo," jawab Indra sambil kembali duduk ditepi ranjang menunggu temannya bersiap-siap.

Eko segera kebelakang untuk sekedar mencuci muka dan menggosok gigi. Sekilas dia melirik kendi yang semalam dilihatnya bergerak kini masih diam ditempat seolah-olah tak pernah terjadi apapun.

"Ayookk... " ajak Eko setelah selesai.

Keduanya pun keluar bersama menuju masjid desa tersebut.

Episode 2

Kebetulan sekarang hari minggu. Indra dan Eko berniat melanjutkan beres-beres barang bawaan mereka. Tidak terlalu banyak, karena perabotan lain sudah tersedia didalam rumah yang mereka sewa itu. Perabotan yang sengaja ditinggalkan oleh Bu Yasmin. Sebenarnya Bu Yasmin memiliki rumah utama didesa lain. Rumah yang sekarang ditinggalkan itu dibangun berdua dengan sang suami untuk putrinya yang kini sudah beranjak dewasa. Tetapi berhubung sang suami telah lebih dulu menghadap Sang Khalik, putri Bu Yasmin lebih memilih tetap tinggal dirumah utama untuk menemani Ibunya yang saat ini tinggal sendirian. Ita adalah putri tunggal dari Bu Yasmin dan Pak Karta suaminya. Ita tidak tega membiarkan Bu Yasmin kesepian seorang diri. Untuk itu dia lebih memilih tetap tinggal bersama Ibunya dan menemani hari tua Ibunya.

Sementara itu Eko dan Indra masih disibukkan dengan barang-barang bawaan mereka. Tak terasa waktu sudah mulai siang.

"Ndra... Kamu gk laper ?" tanya Eko kepada Indra yang tengah asyik dengan barang bawaannya.

"Laper" jawabnya singkat.

"Cari makan yuk. Kita kedepan, kayanya ada warung makan diujung jalan." ajak Eko.

Indra mengangguk. Tak lama langsung berdiri dan menepuk-nepuk bajunya yang agak sedikit kotor terkena debu lemari usang peninggalan Bu Yasmin itu.

"Permisssiii.... Bu.... mau pesan makan" kata Eko seraya masuk kedalam warung.

"Monggo mas, mau makan apa?" tanya Ibu warung.

"Nasi putih, oseng pare sama telur dadar aja bu. Sekalian perkedelnya dua. Minumnya es teh" jawab Eko.

"Kalau masnya apa?" tanya Ibu penjual nasi kepada Indra yang sedari tadi berdiri dibelakang Eko.

"Saya nasi pakai sayur kikil, perkedel sama telur balado bu, minumnya es teh juga sama." jawan Indra.

Si Ibu dengan cekatan menyiapkan pesanan kedua pemuda itu.

"Ini mas" kata ibu sambil menyerahkan pesanan kedua pemuda tadi.

"Mas, kalian pendatang yang kemarin pindahan kerumah Bu Yasmin itu tah?" tanya Ibu penjual nasi kepada Eko dan Indra.

"Iya bu" sahut Indra dan Eko bersamaan sambil mengangguk.

Si Ibu hanya manggut-manggut saja mendengar jawaban mereka berdua, lalu berlalu dan duduk didepan warung sambil melihat orang berlalu lalang.

"Sudah bu, berapa semuanya" tanya Indra beberapa saat setelah selesai dengan makannya.

"Dua puluh ribu mas" jawab ibu itu.

"Eh mas, sebentar saya mau tanya" kata si Ibu sambil menerima uang dari Indra.

"Tanya apa bu?" jawab Eko.

"Kalian semalam tidur disitu ada yang aneh tidak ?" tanya si ibu dengan logat jawa nya.

"Aneh? aneh bagaimana bu?" Eko balik bertanya kepada si Ibu. sebenarnya Dia merasakan hal aneh memang dari semalam. Tapi Dia masih ragu antara halusinasi atau memang benar terjadi.

"Yaaa... aneh. Diliatin sama penunggunya apa enggak? Soalnya dirumah itu udh terkenal dari dulu kalau dirumah itu ada penunggunya." jawan si Ibu penjual nasi.

"Aaahhh... enggak kok bu. Semoga saja tidak terjadi seperti itu " ucap Eko setengah berbohong.

"Yasudah kami permisi dulu Bu, belum selesai beberesnya. Mariii..." pamit Indra dan Eko. Ibu penjual nasi hanya mengangguk dan tersenyum.

"Hhooooaaaammmm... sudah sore rupanya." Eko baru saja membuka mata setelah tidur dari siang. Tak dilihatnya Indra temannya. Beranjak dia dari tempat tidur. Dicarinya temannya itu.

"Aaahhhh.. disitu kamu Ndra." Ucap Eko saat melihat Indra duduk gelap-gelapan dirruang tamu sambil memandang keluar kaca jendela. Indra bergeming, tak dijawabnya ucapan Eko.

"Ndra... ngapain bengong disitu. Kesambet aja baru tau rasa." ucap Eko lagi kepada temannya itu yang tetap diam saat diajak bicara.

"Mau kopi gk?" tawar Eko. Indra hanya mengangguk.

Secepatnya Eko kedapur untuk membuat kopi Dibikinnya dua gelas kopi untuknya dan Indra. Dibawanya gelas kopi keruang tamu untuk diminum bersama temannya.

"Cekkleekk" Eko menyalakan lampu ruang tamu karna sudah mulai gelap. Tidak didapatinya Indra disana. Kebingungan Eko mencari temannya itu. Dilihatnya pintu ruang tamu terkunci dari dalam. Sedangkan saat didapur tadi tidak dilihatnya Indra keluar dari sana.

"Astaghfirullah" Eko menyadari apa yang sebernarnya terjadi. Dia berusaha tetap tenang. Berharap semoga tidak berlanjut kepada hal-hal yang tidak diinginkan. Segera dia kembali kebelakang. Diletakkannya satu gelas kopi milik Indra dimeja dapur dan berlalu kebelakang rumah untuk melanjutkan acara ngopi sorenya disana. Dilihatnya Indra sedang sibuk dilahan kosong belakang rumah. Merapikan kayu-kayu yang berserak. Sekilas dilihatnya seseorang tepat dibawah pohon jambu sedang berdiri memperhatikan Indra yang sedang sibuk mengumpulkan ranting kayu dari lahan kosong tersebut. Diamatinya orang tersebut. Seorang wanita dengan rambut sepinggang berdiri tepat dibawah pohon menghadap tepat kearah Indra tanpa Indra sadari.

"Ndraaa.... udah sore. Ini aku buatin kopi" teriak Eko.

Sekilas dilihatnya gadis yang tadi berada diseberang sana. Sudah tidak ada.

Indra berdiri dan berjalan kearah Eko. Eko berlalu masuk kedalam untuk mengambil gelas kopi milik Indra. Terkejut dibuatnya. Gelas yang tadi ditinggalkannya masih penuh sekarang sudah tinggal separuh. Eko tetao berusaha tenang. Dibuatkannya lagi segelas kopi untuk temannya itu.

"Ndra... kayanya emang bener deh gosip tentang rumah ini" kata Eko sambil menyeruput kopi.

"Hhhmmmm..." Indra hanya mendehem

"Aku juga merasakannya. Kamu takut?" Indra bertanya sambil tertawa kecut.

"Aku cuma penasaran aja, banyak yang bilang itu setan penasaran karena dendam. Aku pengen cari tahu Ndra" jawab Eko.

"Gak usah macem-macem Ko" ucap Indra sambil meminum kopi buatan temannya itu.

"Tadi disana ada perempuan merhatiin kamu Ndra" ucap Eko sambil menunjuk kearah pohon jambu.

"Perempuan?" Indra mengernyitkan dahi.

Eko mengangguk.

"Sepertinya dia mau minta tolong sama kita" ucap Eko.

"Hahahaha... yang benar saja. Masa minta tolong sama kita. Apa yang bisa kita lakukan untuk menolongnya? Melihatnya saja sudah membuat kita gemetaran." jawab Indra sambil terkekeh.

"Bbrraaaakkkk" terdengar suara pintu ditutup secara kencang. Keduanya terperanjat dan segera berlari masuk kedalam.

Tak ada apa-apa. Mereka berdua saling berpandangan. Segera mencari sekeliling untuk melihat apa yang barusan terjadi.

Pintu ruang tamu masih terkunci, tidak ada yang berubah. Mereka berdua mulai paham. Dan kembali lagi kebelakang seolah-olah tidak terjadi apapun barusan.

Malam ini mereka memutuskan untuk tidur cepat. Besok pagi harus mulai bekerja kembali setelah off satu minggu semenjak perusahaan dipindahkan. Baru saja mereka ingin memejamkan mata terdengar suara jendela kamar diketuk perlahan.

"Tookk..tookk..tookk.." Eko dan Indra saling berpandangan. Mereka memang tidur dikamar yang sama, dikarenakan memang cuma ada satu kamar namun cukup luas dirumah itu.

Perlahan mereka bangkit dari tempat tidur. Berjalan perlahan mendekati asal suara tersebut. Indra mengintip kearah jendela yang tertutup tirai, sedangkan Eko hanya membututi dari belakang.

"Ssttt.... gimana" tanya Eko sambil berbisik.

Indra tak menjawab. Hanya bahu yg diangkat sebagai jawabannya. Perlahan mereka mundur.

"Bbbrrraaakkkk" terdengar pintu depan seperti ada yang mendobrak. Serentak berdua melompat karena kaget. Jantung terasa dipacu berdetak sangat cepat. Secepat kilat Indra dan Eko segera berbalik dan keluar kamar sambil mengendap-endap. Perlahan mereka menuju keruang tamu. Sengaja tak dinyalakannya lampu ruang tamu. Supaya bisa melihat keluar dengan jelas dikarenakan lampu didepan rumah sudah terang. Diintipnya kembali melalui tirai ruang tamu. Dilihatnya sekeliling, tak ada siapapun. Dibukanya perlahan pintu ruang tamu. Keduanya berjalan mengendap keluar. Mata mereka menyapu sekitar mencari sumber suara yang mengagetkan tadi.

Tak ada siapapun. Saat mereka berdua ingin kembali masuk, sekilas terlihat bayangan melintas cepat dibelakang mereka. Sontak mereka menengok cepat, tak ada apapun disana.

Episode 3

"Ndra, liat itu." ucap Eko sambil menepuk pundak Indra. Secepatnya Indra beralih pandangan kearah yang dituju Eko. Dihampirinya segera. Nampak seperti cairan kental yang baru saja diseret melalui tempat itu. Eko dan Indra menutup hidung.

"Seperti bau darah" ujar Indra lirih. Eko mengangguk

"Tapi darah apa y Ndra?" tanya Eko setengah berbisik. Indra hanya menggeleng.

"Coba ayo kita ikuti jejaknya" kata Indra sambil berjalan perlahan mengikuti jejak darah tadi. Semuanya terhenti. Jejak itu hilang tepat dibelakang rumah. Disana ada sumur timba yang sudah tua. Terletak tepat dibelakang rumah berjarak sekitar 10 meter. Sebenarnya sumur itu masih berfungsi, bahkan masih sering digunakan oleh beberapa tetangga yang belum memiliki sumur dirumahnya.

"Kok gk ada lagi y" gumam Eko.

Mereka berdua merasa sangat penasaran. Apa sebenarnya hubungan antara sumur tua itu dan darah yang mereka baru saja lihat. Entah siapa yang membersihkan, darah yang tadi mereka lihat pun sudah tidak ada lagi. Antara nyata dan mimpi, mereka saling pandang. Menatap heran lantai yang tadinya ada bekas darah memanjang kini tidak ditemuinya lagi.

Merasa pencariannya tak membuahkan hasil, Eko dan Indra kembali kedalam rumah untuk melanjutkan rencana mereka untuk tidur. Baru saja mereka menutup pintu, sekelebat bayangan putih terlihat melintas dari jendela bertirai tipis melewati mereka berdua.

"Deg" jantung terasa terhenti. Rasa takut mulai menjalar diseluruh tubuh dua sahabat tadi. Hawa dingin mulai terasa, tengkuk leher terasa ada yang meniup. Bulu kuduk terasa berdiri melihat sekilas bayangan putih yang melintas dihadapan mereka terasa sangat jelas. Indra perlahan berjalan masuk, diiringi Eko dibelakangnya sambil mengawasi sekitar. Diruang tengah mereka tak melihat apapun. Bahkan bayangan tadi tidak ada disana. Kembali mereka kedalam kamar. Bertekad tidak akan menggubris apapun yang terjadi malam ini. Rasanya sudah sangat lelah seharian membereskan barang-barang dan membersihkan sebagian perabotan tua dirumah itu. Ditambah lagi gangguan yang harus mereka hadapi malam ini.

"Srreekkk...sreeekkk..." terdengar seseorang berjalan sambil menyeret kaki. Terasa berat tarikannya. Indra membuka mata. Diliriknya jam di dinding. Jarum jam menunjukan pukul 01.15. Dilihatnya Eko diranjang sampingnya. Ternyata dia juga sama-sama terbangun. Mungkin dia juga mendengar suara tersebut.

"Srreeekkk...srrreeeekkk..." terdengar kembali suara kaki diseret.

"Klotak..klotak...klunting...bruk" terdengar ada aktifitas didapur. Seperti ada seseorang yang sedang meletakkan peralatan peralatan dapur dirak kayu.

"Ssttt...." bisik Indra memanggi Eko.

Sesaat Eko menengok kearah Indra sambil meletakkan telunjuknya didepan mulutnya, seolah-olah memberi isyarat kepada Indra untuk tidak membuat suara. Perlahan dia bangkit dari tempat tidur, kemudian berjalan kearah pintu kamar. Dibukanya pintu kamar secara perlahan. Indra mengikuti dari belakang. Dilihatnya sekitar, tak ada siapapun. Perlahan mereka berjalan menuju kedapur. Terperanjat mereka berdua melihat sesosok wanita cantik berdiri tepat disebelah rak kayu tersebut. Memandang mereka berdua yang berdiri mematung. Matanya mengisyaratkan seolah-olah penuh beban. Seperti ingin berbicara sesuatu namun tak kunjung terjadi.

"Ssiii...siiapa kamu" tanya Eko terbata.

Perempuan itu tak menjawab. Kemudian berlalu melewati mereka berdua yang berdiri kaku menuju keruang tamu. Segera dikejar oleh mereka berdua namun nihil. Tak ada siapapun disana. Eko dan Indra merasa heran dengan penampakan wanita cantik malam ini. Tidak terlihat penampakan yang menyeramkan seperti cerita-cerita warga sekitar. Yang katanya sering terlihat ada perempuan dengan wajah hancur babak belur dengan kaki bengkok satu dan tangan sebelah kiri seolah-olah patah kebelakang. Bahkan kadang sering terlihat makhluk hitam berbulu lebar, berbadan besar dan memiliki mata merah menyala serta jari tangan sebesar pisang ambon.

Malam hari terasa begitu lama bagi dua pemuda tersebut. Macam-macam keganjilan terus saja bermunculan dari hari pertama mereka tinggal dirumah itu. Ditambah penampakan dari penghuni rumah Bu Yasmin yang menampakan diri pada mereka berdua. Padahal mereka sangat berharap semua itu hanya cerita belaka dari warga sekitar. Tetapi nyatanya benar adanya.

Pagi tak kunjung datang. Indra dan Eko tak dapat melanjutkan tidurnya. Rasa takut dan penasaran dengan munculnya sosok wanita cantik tadi masih menghantui mereka berdua. Apa yang sebenarnya terjadi dirumah ini dulunya, dan siapa perempuan tadi ?

Pertanyaan itu muncul didalam pikiran Indra dan Eko. Apakah dia kuntilanak ?

"Hhiiii..." Indra bergidik ngeri membayangkan kalau saja wanita tadi menunjukan wajah aslinya yang kata beberapa orang sangat menakutkan.

Indra pernah mendengar cerita dari salah seorang tetangga di desa itu sebelum Dia memutuskan untuk melanjutkan niatnya menyewa dan menempati rumah itu, kalau dulu pernah ada seorang penjual bubur yang menyewa rumah itu. Tidak lama, hanya semalam saja. Sore hari ia dan keluarganya pindah dan pagi harinya saat subuh mereka pergi dan membawa semua barang-barang milik mereka yang belum sempat dirapikan kembali ke rumah mertuanya di desa tetangga. Katanya semalaman ia merasakan rumah itu bergerak meliuk-liuk seperti sedang menari dan ada kendi yang terbuat dari tanah liat melompat-lompat dari arah dapur kedalam kamar tanpa ada tangan yang menggerakkan. Bahkan tidak hanya itu, tukang bubur tersebut juga melihat penampakan makhluk hitam besar berambut lebat dengan sorot mata tajam berwarna merah menyala dengan gigi taring panjang sampai menyentuh dagu, juga jari tangan yang besar-besar dan panjang dengan kuku-kuku hitam sepanjang pisang kepok. Makhluk itu duduk di kayu yang melintang di atap yang tidak berplafon.

Sebenarnya Indra merasa takut saat itu. Tapi tidak ada pilihan lain selain memilih rumah itu untuk dijadikan tempat tinggal sementara selama awal pindah ke daerah itu. Selain harga sewa sangat murah dibandingkan dengan kontrakan lainnya, ia juga harus berhemat karena upah kerja di desa jauh selisihnya dari pada saat ia bekerja di kota. Ia harus pintar-pintar mengatur pengeluaran agar bisa menabung untuk mempersunting gadis yang sudah dua tahun ini menjalin hubungan dengannya. Bukannya tidak ada pekerjaan lain di kota, tetapi dengan ijazah yang Indra punya hanya sebatas lulusan Sekolah Menengah Pertama membuat ia kesulitan mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Untung saja ada Eko yang juga ikut pindah ke daerah itu dan mau tinggal dirumah itu bersamanya. Lain halnya dengan Eko. Dia ikut pindah karena tempat dimana perusahaan kami sekarang tidak terlalu jauh dengan kota dimana ia meninggalkan anak dan istrinya dikampung mertua guna mencari nafkah. Dia berkesimpulan supaya biar sering-sering pulang untuk mengunjungi anak dan istrinya.

Adzan subuh terdengar. Lega perasaan mereka berdua bahwa tau sebentar lagi hari mulai terang. Segera beranjak mereka untuk membersihkan diri dan segera ke masjid untuk sholat subuh berjamaah. Tak ada penampakan lagi sampai subuh tiba. Bahkan tak ada obrolan apapun dari mereka berdua tentang kejadian semalam. Mereka hanya fokus untuk bersiap-siap berangkat kerja pagi itu. Rasa kantuk sebenarnya melanda mata mereka berdua. Wajar saja, semalaman suntuk mereka tak dapat memejamkan mata barang sebentar saja. Tapi karena sudah kewajiban mereka, mau tidak mau harus tetap berangkat juga.

"Ngantuk aku Ndra." Eko mengawali percakapan pagi itu.

"Sama." Jawab Indra singkat.

"Setan kurang kerjaan. Malem-malem datengin bujang - bujang." Eko berucap sambil terkekeh.

"Bujang lho ?" ledek Indra sambil tertawa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!