NovelToon NovelToon

Cause I'M Yours

Pernikahan

"Javier, sekarang kau dapat mencium pengantinmu," ucap penghulu pernikahan.

Javier menghadap Mary dan membuka tudung penutup wajah pengantinnya lalu mencium bibir wanita itu. Tamu undangan bertepuk tangan.

Javier baru bertemu Mary lima bulan lalu dan kini dia telah sah menjadi istrinya karena perjodohan yang dilakukan ayah Javier.

Ayah Javier adalah seorang senator yang hampir pensiun. Javier mewarisi bakat politik dari ayahnya. Untuk melebarkan sayap dukungan, ayah Javier menikahkan Javier pada Mary putri seorang pengusaha kuat dan terpandang di Philadelphia.

Pernikahan Javier dan Mary tak lebih dari pernikahan politik. Benar saja, setelah pernikahan itu terjadi Javier banyak mendapatkan dukungan untuk meneruskan karir sang ayah di dunia politik.

"Sayang," Mary membuka kemeja suaminya.

Javier memberikan apa yang diinginkan Mary. Segala aktivitas antara suami dan istri itu, Javier anggap hanya sebatas kewajiban.

~ 2 years later ~

Perasaan Javier terhadap istrinya masih sama.

Apa yang kurang dari Mary? Dia wanita yang cantik dan berpendidikan, juga barasal dari keluarga yang terpandang. Semua dukungan yang datang padaku itu berasal dari Mary. Tapi, aku tidak pernah bisa merasakan detak jantung yang memburu saat bersamanya. Apa itu cinta? Apakah hubunganku dengan Mary dapat disebut cinta?

TOK TOK TOK

Javier yang tertegun di meja kerjanya terhenyak saat pintu diketuk. "Masuk!"

Seorang lelaki berstelan hitam dan rambut cokelat kelimis masuk. "Tuan Javier, hari ini kita ada kunjungan ke Desa Forks. Anda memiliki suara terbesar di daerah itu,"

"Oke, Tom. Bagimana presentase perolehan suara sampai saat ini?" tanya Javier pada Tommy.

Tommy adalah ketua tim kampanye Javier. Saat ini mereka sedang bertarung memperebutkan kursi senat di parlemen negara bagian California, Amerika Serikat. Senat adalah perwakilan daerah-daerah di berbagai wilayah negara bagian.

"Perolehan suara kita masih unggul Tuan. Anda adalah pemimpin muda yang diinginkan masyarakat saat ini. Mereka mengharapkan perubahan," jelas Tom.

Javier berdiri lalu memakai jasnya. "Ayo kita berangkat!"

Setelah keluar dari gedung kantornya, Javier dan Tom masuk ke dalam mobil. Javier duduk di jok belakang sedangkan Tom duduk di jok depan bersama seorang supir.

Drrtt Drrrrtt

Ponsel Javier bergetar. Nama Mary muncul di layar ponselnya. Setelah ditahan beberapa detik, barulah Javier mengangkat panggilan itu.

"Halo?" kata Javier.

"Sayang, aku punya kabar gembira untukmu!" seru Marry di sebrang sana.

"Apa itu?" tanya Javier, nada suaranya tak terdengar seperti seseorang yang antusias.

"Kita akan segera menjadi orangtua! Aku hamil!" seru Mary.

Sebersit senyuman mengembang di wajah Javier. "Selamat."

"Kau senang?"

"Tentu."

"Mari kita merayakannya malam ini!"

"Baiklah."

Sambungan telepon pun terputus. Tommy menatap Javier yang tersenyum melalui kaca spion. "Ada kabar gembira Tuan?"

"Sepulang dari Forks, tolong belikan hadiah untuk Mary," kata Javier.

"Apa Nyonya ulangtahun?" tanya Tom.

"Dia hamil."

"Wah, selamat Tuan! Akhirnya setelah dua tahu pernikahan, sekarang kalian dikaruniai seorang anak. Selamat Tuan!" seru Tom.

Javier menatap pemandangan jalanan yang banyak pepohonan rindang. Baru kali ini dia merasa bahagia karena Mary. Seorang anak adalah anugerah. Javier menyukai anak-anak. Dia adalah donatur terbesar di UNICEF, organisasi perlindungan anak di bawah naungan PBB.

Apakah ini yang dinamakan cinta?

"Tuan, kita sudah sampai!" ucap Tom.

Sopir menepikan mobilnya dan di sana sudah sangat banyak warga berkumpul. Sebagian besar warga di sana adalah orang-orang yang bekerja sebagai petani. Desa itu masih sangat hijau dan asri.

Tom turun lebih dulu lalu membuka pintu untuk Javier. Seorang kepala desa datang menghampiri. Javier turun dari mobil dan menjabat tangan kepala desa yang terlihat berusia 50 tahun.

"Selamat datang Tuan! Saya Jacob, selamat datang di desa kami!" sapa kepala desa yang bernama Jacob itu.

"Terima kasih," balas Javier.

Warga pun mulai berkumpul untuk menyalami Javier. Dia merasa tersanjung akan sambutan luar biasa itu. Warga di sana sangat ramah dan hangat.

"Daerah ini sudah sangat berkembang berkat ayahmu Tuan, maka kami merasa memiliki hutang budi. Kami akan mendukung Anda sepenuhnya. Anda adalah versi terbaik dari ayah anda," ucap Jacob sambil mengantar Javier berkeliling di pasar raya.

"Terima kasih," jawab Javier.

Di pasar raya, orang-orang menyambut Javier. Lalu seorang wanita setengah baya bertubuh gempal menghampiri dan menyalami Javier. Javier tersenyum hangat, wanita itu mengelus pipinya yang berjambang halus.

"Ah kau manis sekali!" kata wanita itu.

Javier tersenyum mendengarnya. "Terima kasih,"

"Apa kau sudah menikah?" tanya wanita itu.

"Ya, saya sudah menikah Bu."

Wanita itu terlihat lesu. "Sayang sekali, keponakanku pasti cocok denganmu!"

Kepala desa itu langsung menengahi Javier dengan salah satu warganya itu. "Ema, kau ada-ada saja! Keponakanmu masih sekolah!"

"Sebentar lagi dia lulus Jacob!"

Javier tertawa mendengarnya. Sosial politik adalah bidang yang cocok untuk Javier. Dia menikmati dunianya seperti ini. Bertemu banyak orang dan memberikan manfaat untuk orang banyak.

Javier memperhatikan warganya yang sebagian besar orangtua dan anak-anak. "Kemana orang-orang muda berusia produktif?" tanya Javier.

Jacob terlihat malu. "Anak-anak muda di sini mereka pergi ke kota untuk bekerja di perusahaan. Sepertinya, menjadi petani tidak mereka minati."

Javier merasa ini adalah pekerjaan rumah untuknya. Di desa itu harus ada anak-anak muda berusia produktif untuk membangun desanya sendiri.

Setelah pasar raya, Jacob membawa Javier ke kawasan hutan lindung di sana. Pepohonan oak dan cemara menjulang tinggi di sana.

"Hutan inilah yang memberi kehidupan pada desa kami. Pepohonan di sini banyak menyerap air sehingga kualitas air di desa kami sangat baik. Air itulah yang mengairi perkebunan kami," jelas Jacob.

Javier menghirup udara segar di hutan itu. "Sejuk sekali di sini. Aku ingin membuat villa di desa ini untuk tempatku menenangkan diri."

"Benarkah?" tanya Jacob.

"Ya."

"Aku punya sebidang tanah setelah hutan ini. Tapi agak jauh dari daerah pemukiman, cocok untuk sebuah villa terpencil. Anda tertarik untuk membelinya?" tawar Jacob.

Javier mengangguk antusias, lalu menoleh pada Tommy di belakangnya. "Atur semuanya."

Tommy mengangguk. "Baik Tuan."

Setelah selesai di Forks, Javier pulang ke rumahnya dengan sebuah hadiah yang dibeli Tommy. Dia tidak tahu apa yang dibelikan Tommy. Dia tidak pernah terlibat langsung untuk membeli sesuatu untuk istrinya sendiri.

"Selamat datang sayang!" Mary menyapa suaminya, lalu memberikan kecupan di pipi.

Mary menggenggam tangan suaminya, lalu meletakkan tangan itu ke atas perutnya. "Selamat, kau akan menjadi ayah!"

Javier tersenyum melihat perut yang masih rata itu. Dia mengelusnya dan mengharapkan yang terbaik untuk darah dagingnya.

"Ini untukmu," kata Javier lalu memberikan tas karton yang dibawanya.

Mary terlihat antusias, lalu mengambil tas itu dan terdapat kotak persegi sebesar telapak tangan. Dia membuka kotak itu dan terlihat sebuah kalung berliontin berlian.

"Indah sekali!" seru Marry. "Kuingin kau yang memakaikannya,"

Javier mengambil kalung itu, lalu mengalungkannya ke leher Mary. Dia pantas mendapatkannya. Mary memeluk suaminya, lalu meraih bibir suaminya.

Kenapa ciuman ini terasa dingin?

♧♧♧

The Senator

"Aaakk!! Aku tidak bisa menahannya lagi!!!" teriak Mary di ruang persalinan.

"Ayo Nyonya, sedikit lagi! Saya sudah bisa melihat kepalanya!" ucap dokter di hadapannya.

"Aaaaaakkk!!!"

Saat ini Mary sedang berjuang melahirkan anaknya di rumah sakit, ditemani keluarganya. Sedangkan Javier, sedang berada di posko kemenangannya untuk menunggu dua pengumuman yang akan mengubah hidupnya.

Pengumuman pertama adalah hasil akhir dari perjuangan kampanyenya untuk menjadi seorang senator. Pengumuman kedua adalah kelahiran anaknya.

Javier, Tommy dan seluruh tim kampanyenya sedang menonton televisi pemerintah yang sedang mengumumkan voting akhir pemilu.

"Javier Thompson unggul dengan perolehan suara lima puluh lima persen!" ucap moderator.

"Yes!" teriak Tommy dan disusul dengan riuhan kebahagiaan dari seluruh timnya.

"Horeee!!!"

Prok Prok Prok

Javier memejamkan matanya dan menghela nafas panjang. Kemenangan ini akan menjadi tangga yang akan dianaiki untuk menyejahterakan warganya.

Tommy menghampiri dan menyalami Javier. "Selamat Tua Javier, sekarang anda adalah seorang senator perwakilan rakyat Philadelphia!"

"Semua tidak akan berhasil tanpa kerja keras kita bersama!" balas Javier.

Seluruh tim inti yang berjumlah sepuluh orang itu saling bersalaman dengan Javier.

"Selamat tuan!"

"Selamat tuan!"

Lalu seorang sekertarisnya datang menghampiri setelah mendapatkan telepon.

"Tuan, ada kabar dari rumah sakit," kata sekertarisnya yang bernama Monica.

Javier menoleh. "Apa katanya?"

Monica tersenyum. "Selamat tuan, istri anda telah melahirkan seorang bayi perempuan. Istri dan anak anda sedang menunggu di rumah sakit."

Lagi, Javier menghela nafas lega. Hari ini adalah hari yang paling membawa keberuntungan. Kini dia sudah menjadi seorang ayah dan menjadi senator di usianya yang baru menginjak 32 tahun.

Pengalaman melahirkan yang menyakitkan membuat Mary trauma. Dia tidak akan menginginkan bayi lagi setelah ini. Seorang bayi cukup untuk mengikat Javier agar tetap bersamanya.

Javier datang lalu mencium kening Mary.

"Selamat. Terima kasih kau sudah berjuang melahirkan anak kita," ucap Javier. Baru kali ini dia memberikan pujian pada istrinya itu.

Mary mengangguk. "Terima kasih. Kudengar kau terpilih menjadi senator."

"Ya, hari ini adalah hari keberuntunganku. Dimana anak kita?" tanya Javier sambil melirik box bayi yang kosong di samping ranjang Mary.

"Aku menyuruh suster menidurkannya di ruang bayi," kata Mary menghindari tatapan Javier.

"Kenapa? Kau bisa menidurkannya di sini kan? Kau tidak menyusuinya?" tanya Javier.

"Aku lelah, aku sudah menyuruh suster memberinya susu formula," kata Mary lalu menutup matanya.

Javier tidak suka dengan itu. Mana ada seorang ibu yang tidak ingin menyusui bayinya sendiri? Tapi dia tidak dapat memaksakannya. Mungkin dia memang sedang sangat lelah.

Bayi mungil yang tertidur itu terlihat lucu dengan pipi merah merona. Javier menatap bayinya dari kaca jendela besar di ruang bayi bersama Tommy.

"Selamat tuan. Sekarang anda sudah menjadi seorang ayah. Bagimana rasanya Tuan?" tanya Tom yang belum menikah dan belum punya anak.

"Rasanya sungguh luar biasa, Tom. Kau tidak akan dapat merasakannya jika kau tidak mencobanya."

Tom melirik Javier. "Maksud anda?"

"Segeralah menikah dan miliki seorang anak."

Tom terkekeh mendengarnya. "Hahaha.."

"Aku serius Tom. Tapi, cobalah menikah karena cinta. Mungkin kau tidak akan merasa hampa sepertiku."

Tom tercekat mendengarnya. Jadi selama ini?

"Apa anda sudah punya nama untuk anak anda?" tanya Tommy, mengalihkan topik pembicaraan.

"Ya, aku akan menamainya Evelyn Thompson. Sebut saja dia Ivy," ucap Javier menempelkan telapak tangannya pada kaca.

"Wah, nama yang bagus Tuan!"

Javier merasa kebahagiaan yang luar biasa setelah dapat menggendong bayinya sendiri, setelah tiga hari di rumah sakit dan sekarang mereka sudah kembali ke rumah.

Mary sudah pulih tapi dia masih tetap tidak ingin menyusui bayinya. Rasa trauma itu sangat melekat padanya.

Javier mempercayakan pada pengasuh berusia 40 tahun untuk mengurus putrinya.

"Nany, katakan apapun yang kau perlukan untuk kebutuhan Ivy padaku. Nanti aku akan membelikannya," kata Javier.

"Baik Tuan," jawab Nany lalu mengambil bayi di dekapan Javier.

Javier masuk ke dalam kamarnya. Di sana Mary sedang memainkan ponselnya di atas kasur.

"Mary, kurasa kita harus bicara," ucap Javier lalu duduk di pinggiran kasur.

"Bicara apa?" tanya Mary tanpa melepaskan tatapannya pada ponsel.

"Kenapa kau tidak mau menyusui Ivy? Tidak kah kau bahagia telah melahirkannya?" tanya Javier.

Mary menyimpan ponselnya lalu meraba dadanya. "Aku tidak ingin payudaraku kendur!"

Javier menggeleng dengan jawaban konyol itu. "Itu kewajibanmu sebagai seorang ibu Mary. Kau harus memberikan yang terbaik untuk anakmu."

"Aku memberikannya yang terbaik, sayang! Aku membelikannya susu formula dengan gizi terbaik. Aku memberikannya Nany terbaik untuk mengurusnya. Dia akan tumbuh dengan fasilitas terbaik yang pernah kuberikan," jelas Mary.

Javier berdiri. Dia tidak mengerti dengan jalan pemikiran Mary. Apakah pantas dia disebut sebagai seorang ibu? Javier tak ingin berdebat, dia pun keluar dari kamarya.

***

Javier masuk ke dalam gedung parlemen tempatnya bekerja bersama para senator dari daerah lainnnya. Dia sudah dilantik dan resmi menjadi seorang senator.

Majalah politik langsung menggaungkan namanya. Javier Thompson, seorang politikus muda yang berhasil menjadi senator termuda di parlemen.

Karir politiknya sangat melejit. Setelah menjadi seorang senator, Javier selalu memberikan terobosan-terobosan baru untuk daerahnya.

Pembangunan demi pembangunan Javier lakukan untuk membuat peradaban semakin maju. Javier sangat keras melawan korupsi dan praktek suap di kalangan politikus, membuatnya semakin dicintai masyarakat.

Mary pun mulai terjun ke masyarakat dengan membuat sebuah yayasan yang berisi para sosialita kaum jetset. Di yayasan itu, Mary selalu membuat penggalangan dana untuk disumbangkan ke tunawisma di daerahnya dan rakyat kelaparan di Afrika.

Ivy kecil kini tumbuh menjadi anak perempuan manis kesayangan ayahnya. Keterlibatan Mary yang sangat minim dalam mengurusnya, membuat Ivy lebih dekat dan menyayangi Nany dibanding ibu kandungnya.

~ 5 years later ~

"Daddy!!!" teriak Ivy yang kini berusia 5 tahun sembari berlari menghampiri ayahnya yang baru pulang.

"Hai putriku!" seru Javier lalu menggendong putrinya.

"Daddy, aku akan memberimu kejutan!"

"Apa itu?"

"Nany!" teriak Ivy.

Lalu Nany datang dengan membawakan sebuah kue dengan krim berwana pink dengan lilin menyala di atasnya.

Ivy mencium pipi ayahnya. "Happy birthday Daddy!"

Javier baru teringat. Hari ini adalah ulangtahunnya yang ke 37 tahun. "Terima kasih Ivy!"

Javier menciumi Ivy di seluruh wajahnya, membuat Ivy tertawa dan tergelitik kumis dan janggut ayahanya. "Stop it, Daddy!"

Lalu Javier meniup lilin itu dan Ivy bertepuk tangan.

"Ini kue buatan Ivy sendiri, Tuan!" lapor Sang Nany.

Javier melirik putrinya. "Oh ya?"

"Iya Daddy! Aku membuatnya sendiri dengan bibi yang bekerja di dapur!" seru Ivy.

Javier tertawa. Ivy pasti lebih banyak mengganggu bibi ketimbang membantu pada saat kue dibuat.

"Ivy, apa kau melihat Mommy?" tanya Javier.

Ivy menggeleng. "No. Mommy belum pulang!"

Javier dan Mary sudah jarang sekali berinteraksi di rumah. Kesibukannya sebagai seorang senator dan kesibukan Mary sebagai ketua yayasan sosial membuat mereka jarang berhubungan intim dan Javier tidak merasa keberatan soal itu.

♧♧♧

The Senator and his wife.

Javier Thompson.

Nothing Special

Mary pulang hampir tengah malam. Javier yang masih terjaga duduk di atas kasur dengan laptop yang menyala melirik ke arah jam dinding.

"Kau baru pulang?" tanya Javier saat Mary duduk di depan meja rias melepaskan perhiasannya.

"Iya, aku tadi ada makan malam bersama para donatur."

"Akhir pekan nanti, luangkanlah waktumu untuk Ivy. Aku sudah menyiapkan tiket untuk bermain di taman bermain. Ivy pasti senang."

"Akh! Aku lupa, aku sudah ada janji dengan istri gubernur. Tidak baik jika membatalkannya!" Mary berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

Javier mengusap wajahnya kasar. Di satu sisi dia menginginkan Ivy mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Di sisi lain dia tidak dapat memaksakan Mary untuk melakukannya. Tidak mungkin Mary kehilangan nalurinya sebagai seorang ibu.

Javier mematikan laptopnya lalu mulai berbaring untuk tidur. Mary ikut tidur di sampingnya setelah mengeringkan rambut. Tak ada yang terjadi di sana selain tidur.

Bagi Mary, kebersamaannya dengan Javier tak lebih dari demi kemakmuran. Mary bersedia dijodohkan oleh ayahnya dengan Javier karena memang itu yang seharusnya.

Baginya cinta tanpa materi adalah suatu kebodohan. Cinta ada karena materi. Keberadaan Javier di sampingnya dan masih berstatus sebagai suaminya, itu sudah lebih dari cukup. Tak ada yang spesial.

Sedangkan aktivitas hubungan intim, Mary akan melakukannya jika dia sedang mood, karena memang selalu dia yang memulai bukan Javier.

***

"Mommy! Ayo kita ke taman bermain bersama Daddy!" teriak Ivy sambil memeluk pinggang ibunya yang sudah rapi dan cantik.

Mary memeluk Ivy, "Maaf sayang, lain kali ya! Hari ini kau bermain bersama Daddy dan Nany saja!"

Ivy cemberut, matanya sudah berkaca-kaca. Javier yang melihat itu langsung menggendong putrinya. "Kau bermain bersama Daddy dan Nany hari ini ya!"

Ivy memeluk leher ayahnya lalu mengangguk, meski sebenarnya dia ingin bermain bersama ibunya.

"Mommy berangkat dulu ya!" Mary mencium punggung Ivy lalu mencium pipi Javier dan pergi.

Tak lama, Nany datang dengan sebuah tas berisi bekal makanan dan minum untuk Ivy.

"Sudah siap?" tanya Javier.

"Sudah Tuan," jawab Nany.

"Ivy, sudah jangan cemberut! Ayo kita bersenang-senang hari ini!" kata Javier yang langsung disambut teriakan antusias Ivy.

Taman bermain satu-satunya di Philadelphia itu berdiri megah. Ratusan bahkan ribuan anak-anak dan orangtua memenuhinya karena hari ini memang hari libur.

"Daddy! Aku ingin naik itu!" teriak Ivy sambil menyeret tangan ayahnya dan menunjuk permainan carousel.

Javier menuruti putrinya. Dia menaikkan Ivy ke atas kuda-kudaan dan dia sendiri naik di sebelahnya. Carousel itu pun berputar. Ivy sesekali melambaikan tangannya pada Nany yang menonton.

"Daddy! Ayo kita naik itu!" Ivy belum puas. Setelah turun dari carousel, dia menunjuk roller coaster.

"Ayo!" balas Javier yang ikut menikmati permaian bersama putrinya.

Nany ikut naik ke atas roller coaster. Semua berteriak ketika roller coaster itu mulai bergerak dan membuat manuver-manuver yang mengguncang adrenalin setiap orang.

"Aaaakk!!!!"

"Horeee!!!!"

Javier dan Ivy berteriak bahagia, sedangkan Nany yang sudah tua tidak bisa menahan muntahnya. Untuknya dia membawa kantong keresek.

Setelah turun dari roller coaster, Javier membelikan putrinya permen kapas besar yang besarnya melebihi kepala Ivy. Ivy menikmati permen kapas berwarna pink itu.

"Daddy, aku ingin boneka itu!" tunjuk Ivy pada sebuah boneka Teddy Bear besar di sebuah kios permainan tembak.

"Baiklah!"

Javier memberikan uangnya pada pemilik kios.

"Tuan, anda harus dapat menembak semua lebah itu!" kata bapak pemilik kios sambil memberikan tembakan plastik pada Javier.

Lebah-lebah itu mulai bergerak ke sana kemari dan luput dari tembakan Javier.

"Ayo Daddy! Kau pasti bisa! Ayo!" teriak Ivy menyemangati ayahnya.

Setelah percobaan ke lima, barulah Javier berhasil menembaki semua lebah itu.

"Ini untukmu tuan putri!" Javier memberikan boneka Teddy Bear besar itu pada Ivy.

"Horeee!!! Terima kasih Daddy!" teriak Ivy sambil memeluk boneka itu.

Javier merasa bangga memberikan sesuatu hasil kerja kerasnya sendiri pada anaknya. Dia melirik jam di tangannya. "Baiklah, sekarang sudah waktunya makan siang!"

Nany menggelar tikar di taman rumput yang masih aatu area dengan taman bermain. Ada lebih dari lima keluarga yang sama-sama menggelar tikar di sana.

Nany menyiapkan makanan yang dibawanya dari rumah dan memberikannya pada Ivy dan Javier. Sandwich dan buah-buahan potong yang menjadi menu utama.

Drrtt Drrtt

Ponsel Javier berbunyi dan nama Tommy muncul di layar. Javier memberi isyarat pada Nany lalu dia pergi ke tempat yang tidak bising untuk mengangkat telepon.

"Ivy, kau habiskan makananmu ya!" kata Nany.

"Kemana Daddy?" tanya Ivy dengan mulut penuh sandwich.

"Daddy sedang mengangkat telepon dulu," jawab Nany, mukanya mulai gelisah karena sedari tadi dia menahan diri untuk pergi ke toilet.

"Nany kenapa?" tanya Ivy.

"Ivy sayang, kau habiskan makananmu ya dan jangan kemana-mana. Nany harus ke toilet dulu sebentar!" kata Nany dengan wajah penuh keringat dingin.

"Iya Nany! Aku menunggu di sini bersama Teddy!" seru Ivy menunjuk bonekanya.

Nany segera berdiri dan berlari mencari toilet. Ivy telah menghabiskan makanannya. Saat dia minum, dia melihat seekor kelinci mendekat ke arahnya.

"Hai kelinci kecil! Apa kau lapar?" kata Ivy mencoba berinteraksi dengan kelinci itu.

Dia pun mengambil melon potong dari kotak makannya dan memberikannya pada si kelinci. Saat Ivy mendekat untuk memberi kelinci itu potongan melon kedua, si kelinci itu berlari.

"Hey! Kau mau kemana?" Ivy berdiri lalu berlari mengejar si kelinci dengan potongan melon di tangannya.

Nany kembali ke taman setelah sepuluh menit dia di toilet. Alangkah terkejutnya dia ketika tidak melihat Ivy di sana. Hanya ada makanan dan boneka Teddy Bear.

Nany menepuk kepalanya. "Ya Tuhan! Kemana Ivy?"

Nany berlari mendekati beberapa keluarga yang menggelar tikar di sana dan menanyakan Ivy. Mereka semua sedang asik dengan keluarganya sendiri sehingga tidak menyadari kemana Ivy pergi.

Javier kembali dan melihat Nany yang mondar-mandir khawatir. "Ada apa Nany?"

Nany menghampiri Javier. "Tuan! Maafkan aku Tuan! Ivy hilang!"

"Apa?!" Javier emosi mendengarnya. "Apa yang kau lakukan?!"

"Tadi aku ke toilet sebentar dan setelah saya kembali, Ivy sudah tidak ada!" kata Nany dengan wajah bersalahanya.

Javier mulai panik. "Cepat laporkan pada tim keamanan! Aku akan mencarinya!"

"Baik Tuan!" Nany segera membereskan makanan beserta tikarnya lalu pergi mencari tim keamana.

Javier berlari mencari-cari Ivy ke berbagai area permainan.

"Perhatian-perhatian. Bagi para pengunjung yang melihat seorang anak perempuan berusia lima tahun, berambut keriting dan memakai baju putih harap untuk membawanya ke bagian informasi," ucap seorang petugas informasi melalui speaker yang terdengar di setiap sudut permainan.

Javier semakin panik setelah mencari-cari ke setiap area permainan anaknya tak ada di sana.

♧♧♧

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!