NovelToon NovelToon

Hidup Yang Kedua Kalinya (Pernikahan Karena Pelet)

Semua dimulai dari sini

Hidup yang Kedua Kalinya

Namaku Laras. Aku gadis berumur 17 tahun. Aku duduk di kelas 2 SMK Negeri di salah satu sekolah di Bandung. Kata orang wajahku cantik luar biasa, mirip pemeran utama di film-film India tapi yaaaa kalo dipikir-pikir setiap aku ngaca iya juga sih.

Aku termasuk orang yang gampang bergaul, teman-temanku banyak. Dari kelas A sampai H jadi temanku. Aku aktif dalam berorganisasi, bahkan aku sering jadi ketua dalam setiap acara. Itu karena aku supel dan jarang bermasalah dengan orang lain. Kecuali kalau dipaksa dengan cara ada yang mencari-cari masalah denganku.

Seperti sore itu, saat Audy sepupuku jajan di kantin, ku lihat ada teman laki-laki yang tiba-tiba akan mencium Audy. Aku yang sedang memegang semangkuk mie panas refleks melempar mie itu ke wajahnya. Daaannn ambyaaarrrrr laah mie itu dan kita  berakhir di meja guru BP. Ah sudahlah itu sudah berlalu.

Aku punya pacar, namanya Denis. Dia laki-laki yang pertama nembak aku dan baru ku terima setelah dia nembak  7 kali. Mengapa harus menunggu 7 kali? Agar aku benar-benar yakin bahwa aku sungguh menyukainya. Aku susah untuk jatuh cinta dan sekalinya jatuh cinta aku akan sulit untuk terbangun kembali.

Ngomong-ngomong soal Denis, dia selalu ada di setiap aku membutuhkannya. Dia seperti superhero yang ada di kartun-kartun selalu muncul tiba-tiba di saat yang tepat. Kami jarang berantem, karena prinsip kami dalam menjalin sebuah hubungan adalah saling memberi energi positif. Tidak ada penekanan, pemaksaan atau melakukan hal yang tidak baik. Hubungan ini adalah pembangkit energi dalam setiap mood yang buruk. Ah rasanya aku tidak akan mencintai lagi laki-laki selain dia. Pengertiannya yang seabrek dan kebaikannya selalu menjadi senjata bahwa aku nyaman menjadi kekasihnya.

Setiap aku salah, dia memberitahuku dengan cara yang tak bisa membuatku sakit hati. Dia berbicara dengan lembut dan penuh canda dan itu membuatku gampang menyadari kesalahanku dan langsung minta maaf tanpa harus mengingat ego.

Setiap hari dia selalu memberiku air mineral, yang katanya aku suka lupa minum dan itu bahaya karena akan menyebabkan dehidrasi. Hal seremeh itupun dia perhatikan. Dan yang tak bisa dilupakan adalah saat hari ulang tahunku, dia memberiku kado buku yang berjudul "Menjadi Wanita Sholehah". Hal yang paling diingat adalah saat aku dengan malu-malu bertanya

" Apa tak ada kecupan pertama di hari ulang ulang tahunku?" dan dia menjawab ,

" Untuk apa sebuah kecupan jika itu hanya akan merubah perasaan cinta ini menjadi nafsu yang mungkin tak bisa kita bendung.”

Wajahku memerah seketika. Aku merasa mengambang entah karena kagum atau karena malu. Dia selalu memperlakukan ku dengan istimewa. Dia selalu menjagaku, walaupun kita berpacaran tapi kita sangat jarang pergi berdua. Dia selalu menolak saat kuajak hanya pergi berdua, walaupun kita makan bakso pasti ada supirku yang menemani, walaupun kita nonton ke bioskop pasti ada teman-temanku yang ikut juga.

Aaaaahhh  dia sejenis laki-laki yang tak mungkin bisa ku temukan penggantinya, semua yang ada padanya istimewa. Dari mulai wajahnya yang ganteng paripurna hingga akhlaknya yang baik paripurna juga.

Sudah dulu ngomongin soal Denis, karena akan membutuhkan tujuh purnama jika aku bahas tentang dia. Sekarang aku bahas tentang teman-temanku, selain akrab dengan semua teman di sekolah aku punya geng, nama gengnya Abringers. Nama anggotanya Yuka, Haina, Memer, dan Anggita. Mereka tempat berbagi dalam segala hal. Kami saling support dan hal yang sering kami lakukan bareng adalah main basket. Ngomong-ngomong tentang Abringers, nah kenapa harus Abringers?. Oh iya Abringers itu orang-orang yang ngabring, apa kamu tau apa itu ngabring? Ngabring adalah pergi bersama-sama tapi dalam bahasa sunda. Karena kita selalu pergi bersama- sama (Kecuali pergi dan pulang sekolah karena supirku selalu dan wajib menjemputku, kalau tidak dia bisa dipecat mama)

Awalnya sih aku menolak, karena merasa gak bebas, privasiku merasa dibatasi. Tapi aku yakin kalau itu semua untuk kebaikanku. Lagi pula aku bukan tipe anak pemberontak. Aku selalu mengikuti apa kata mama selama itu baik. Di sepanjang perjalanan pergi atau pulang sekolah juga supirku selalu diam dan tak pernah banyak bicara. Ngomong-ngomong tentang supirku, Namanya Didi dan aku biasa memanggil dia mang Didi. Kalo aku liat di KTP nya sih dia sekarang sekitar umur 35 tahunan dan masih single.

Dan semua ini dimulai, dimana kegilaan itu dimulai. Aku akan bercerita tentang sesuatu yang kualami. Dan anehnya aku tau cerita tentang hidupku sendiri dari sepupuku Audy. Dia menceritakan hal yang aku merasa tak pernah mengalaminya. Tapi banyak bukti nyata bahwa aku mengalaminya. Aku seperti memasuki lorong waktu yang kemudian aku keluar dari lorong waktu itu, tapi orang-orang dalam lorong waktu itu mengikutiku dan tak mau lepas dari kehidupanku.

 

Siang itu sepulang sekolah,

"Langsung pulang neng?" Tanya supir yang berusia 35 tahun itu.

"Iya langsung pulang saja, Mang" jawabku karena kebetulan hari ini capek sekali setelah berjam-jam sibuk mengalahkan tim biru dalam pertandingan basket akhir tahun pelajaran ini.

" Laras, sudah pulang sayang? Ayo ganti baju terus makan." Ucap mama setelah melihatku masuk dan membuka sepatu.

" Oke, ma." Sahutku.

Itulah mama, dia selalu memperlakukan aku seperti anak kecil. Tapi aku suka dan aku menikmati semua itu.

Dan pagi ini OMG gara-gara semalaman aku nonton drakor, aku telat bangun. Ah babang Lee min ho selalu jadi tontonan favoritku, dan hasilnyaaaa pagi ini aku buru-buru berangkat sekolah.

" Mang, yang cepet ya telat nih!" Sahutku pada Mang Didi sambil membereskan semua barang yang ada di tanganku karena hari ini jadwal presentasiku.

Itulah saat-saat terakhir aku mengingat masa SMK ku, yang kini menjadi terasa menggantung di tenggorokanku, seperti makanan enak yang sedang ku nikmati tapi baru sesuap sudah jatuh berantakan. Hancur lebur bersatu dengan kotoran yang membuatku jijik untuk menikmatinya kembali.

Audy menceritakannya padaku, dan aku tak kuat mendengar kenyataan bahwa ini harus terjadi padaku. Terjadi pada orang sesemangat aku, orang yang penuh cinta, orang yang penuh cita.

Katanya pagi itu aku dan Mang Didi kembali ke rumah, aku memaksa mama untuk menikahkan aku dengan Mang Didi bahkan aku mengancam mama jika mama tak mau maka aku akan bunuh diri. Mama syok dan pingsan. Papa yang dari Amerika pun datang tergesa-gesa dan menamparku berkali-kali, begitupun dengan Mang Didi yang habis dipukuli oleh papa.

Singkat cerita, kami pun menikah dengan papa sebagai walinya tapi dengan syarat aku harus pergi dan tak boleh menampakan batang hidung sekali pun. Aku menyetujui syarat itu dan keukeuh ingin hidup bersama Mang Didi. Seluruh keluarga syok dan tak bisa percaya semua ini.

Anak gadis yang menjadi kebanggaan dan bercita-cita menjadi seorang Arsitek harus menikah sedini ini dan meninggalkan kelas 2 SMKnya. Dan pria yang dipilih olehku adalah seorang supir dari keluargaku sendiri yang tidak punya kelebihan apapun bahkan dari wajah sekalipun. Supir yang jarang bicara dan jarang menatapku. Aaaahhhh aku tak sanggup.

Bersambung......

Apa ini aku?

Katanya, Aku hidup bahagia selama 6 tahun dengan satu orang anak perempuan. Suamiku menjadi pegawai di salah satu bengkel di dekat rumah. Aku seperti menikmati hidupku, bahkan saat sepupuku Audy datang aku tak begitu menggubris. Aku menganggap bahwa orang-orang tak mempedulikanku dan yang mempedulikanku hanya suamiku oleh sebab itulah aku hanya peduli pada Mang Didi dan aku sangat manja padanya, semua pekerjaan rumah tangga dia yang kerjakan karena aku tak bisa melakukannya termasuk mengurus anak pertamaku Sakhira.

Katanya aku selalu membacakan dongeng puteri duyung padanya setiap malam. hal yang tak bisa ku bayangkan karena akupun masih suka dibacakan cerita oleh mamaku, dan bagaimana aku membacakan dengeng untuk seorang anak kecil yang tak ku kenal.

Aku hidup bahagia dan itu masih katanya, aku menjadi seorang istri yang baik dan hidup normal.

Masih katanya, Pagi itu aku merasa mual dan pusing lalu aku menghubungi suamiku tapi dia tidak menjawab dan aku sudah tidak kuat lagi, Ku paksakan untuk menghubungi Audy dan menyuruhnya datang. Karena Audy bilang "hubungi aku saat kau butuh ya," mungkin itu yang ku ingat saat itu. Lagi pula keadaanku memaksa bahwa aku butuh seseorang untuk menolongku. Setelah ku hubungi Audy segera menemuiku.

Aku dan Audy pergi ke klinik terdekat, dan kata dokter aku hamil anak kedua, Aku bahagia dan terlihat dari senyum sumringa ku Audy pun tersenyum dan memastikan bahwa aku benar-benar bahagia. Katanya Audy tak berani mengubungi orang tuaku karena suamiku melarang dan aku patuh padanya. lagi pula orang tuaku tidak mau melihatku lagi, padahal mama selalu merindukanku. aku menyesal pernah berada dalam keadaan itu. Diantara keluargaku hanya Audy yang datang menemuiku dan kadang membantu kebutuhanku. gaji suamiku sebagai pegawai bengkel tidak cukup dalam memenuhi kebutuhanku, oleh sebab itulah Audy selalu datang membantuku.

Aku menjalani kehamilan anak kedua dengan susah payah, dari mual sampai sering pingsan. Itu membuat suamiku khawatir dan sering menemaniku di rumah. Walaupun kata Audy dia melihat kekhawatiran selain mengkhawatirkan kandunganku, katanya suamiku seperti kaget saat tahu bahwa aku hamil anak kedua bahkan sempat memintaku untuk menggugurkan kandunganku. Suamiku bersikeras menyuruhku menggugurkan kandunganku, dengan cara mengantarku ke dokter kandungan dan mdemintanya menggugurkan kandunganku, tapi karena kandunganku sehat maka tidak ada alasan dokter untuk bisa melakukan aborsi.

Pantang menyerah dia membawaku ke dukun beranak dan meminta dukun itu untuk melakukan aborsi, tapi disaat bersamaan Audy datang menggagalkan rencananya dan membawaku pulang.

Saat itu aku menangis dan Audy pun memarahi laki-laki itu. Sehingga laki-laki itu meminta maaf dan berjanji akan menjaga dan menyayangi bayi ini. Dan dia pun selalu menjagaku. Tapi karena itu dapat mengurangi penghasilan kami maka saat itu aku memutuskan untuk menyuruhnya tetap kerja dan aku menelpon Audy untuk menemaniku. Dan sejak saat itu dia tau kehidupan rumah tanggaku dengan suamiku.

Audy yang menceritakan semuanya padaku, hanya untuk sekedar tau. karena walaupun ada cermin yang dapat menampilkan kejadian apa saja yang aku alami saat aku berada dalam pengaruhnya aku tidak akan mau. membayangkannya saja aku muak, bagaimana mungkin aku akan berani melihatnya.

Tibalah hari itu, hari dimana aku mengalaminya sendiri tanpa diceritakan Audy, hari dimana aku menjerit sekeras-kerasnya. Aku merasa mimpi buruk ini terasa nyata. Aku menangis dan melempar semua benda yang ada di sekitarku bahkan aku melepas selang infus yang ada di tanganku dan menjerit sekeras-kerasnya, bukan karena sakitnya melahirkan dan sakitnya jarum yang kucabut  yang membuatku menjerit sekeras ini. Tapi karena aku takut, aku sangat takut dengan apa yang terjadi di hadapanku ini.

Aku tak peduli pada bayi yang dua detik lalu baru keluar dari rahimku. Aku menjerit sekeras mungkin aku menangis sambil dipegangi banyak perawat. Aku melihat dokter sedang menggunting tali ari-ari bayi yang ada di hadapanku dan itu sangat menakutkan itu membuatku merasa berada dalam mimpi buruk yang nyata. Para perawat memegangi

Aku mencari orang-orang yang ku sayang, tapi tak ada satu pun ku melihat mereka. ini benar-benar mimpi, mimpi yang aku harus segera bangun darinya.

Setelah 3 jam aku menangis dan mengamuk. Aku baru sadar bahwa ini bukan mimpi buruk tapi ini kenyataan yang sangat buruk. Ku pandangi sekeliling ruangan ini, Ku dapati Mang Didi yang sedang tertunduk lesu di kursi pojok ruangan ini. Tak ku lihat papa dan mama disini. Aku benar-benar sendirian dalam keadaan seperti ini

Aku memanggil Mang Didi dan bertanya ada apa ini? bukan kah aku sedang dalam perjalanan menuju sekolah? waktu itu aku telat dan buru-buru setelah itu aku tidak ingat lagi sampai aku melihat bayi ini tepat di depan rahimku.

" Mang Didi tau apa yang terjadi padaku?" tanyaku dengan suara serak, Mang Didi hanya terdiam dan tak mau  menatapku.

" Mang, kenapa hanya Mang Didi yang ada di ruangan ini?"

" Kenapa Papa dan Mama tidak ada?"

" Kemana Nenek?"

" Kakek? "

" Kakak? "

Kemana mereka? jawab aku Mang!" teriakku sambil menarik kerah baju nya.

" Mang, bisakan mang didi panggilkan mama sebentar saja." pintaku memohon

" Mang aku ga mungkin sendirian dalam keadaan seperti ini."

" Dan tolong juga panggilkan suamiku, karena tidak mungkin ada bayi ini jika aku tidak mempunyai suami."

Mang Didi tetap diam dan tak berkata sepatah katapun. Dia bahkan tak memandangku walau hanya satu detik.

Aku ingin mimpi buruk ini berakhir,  Segera bangun dan pergi ke sekolah itu harapanku. bertemu teman-teman dan melakukan kegiatan seperti biasa. Tapi ini kenyataan dan masih banyak kenyataan-kenyataan lain yang harus aku ketahui.

yang menguras energiku, menguras pikiranku dan bisa membuatku gila.

Bersambung......

Mimpi buruk yang sangat buruk

Mang Didi membawaku pulang dari Rumah Sakit, setelah 10 hari aku disana. Aku dirawat karena depresi ku parah, sambil menggendong bayi, Mang Didi memberhentikan sebuah taksi yang lewat di hadapan kami. Di perjalanan aku hanya terdiam habis sudah pertanyaan-pertanyaan yang ingin ku tanyakan pada Mang Didi walaupun aku bingung mengapa taxi ini tidak menuju rumahku tapi belok ke tempat yang lain.

Tiba di sebuah rumah aku disambut seorang anak kecil berumur sekitar 5 tahun dan dia

memanggilku bunda "Bundaaaaa, Shakira kangen" sambil memelukku. Aku syok dan tak bisa berkata apa-apa, mematung beberapa saat dan kemudian tersadar kembali.

Aku mendorong anak itu dan berlari masuk ke sebuah kamar dan ini lebih menyakitkan, aku merasa seperti petir benar-benar menyambar seluruh tubuhku. Aku melihat foto-foto pernikahanku dan yang menjadi suamiku adalah Mang Didi.

Kamar ini sangat menyeramkan bagiku, bukan karena horor atau ada penampakan tapi karena aku tak tau apa yang terjadi di kamar ini sehingga foto- foto ini terpampang nyata dan dibingkai dengan indahnya. Ah ku bisa gila.

Ku lihat foto yang lain aku tersenyum bahagia dalam foto itu. Aku memegang tangan Mang Didi terus menerus dan terus melemparkan senyuman. Hatiku menerka-nerka, apa aku dipaksa menikah dengan Mang Didi? tapi kalau aku dipaksa mengapa aku tersenyum bahagia di setiap bagian foto-foto itu?

Ku lihat ada papa yang sedang menjabat tangan Mang Didi, dan itulah satu-satunya  foto keluarga yang kulihat. Karena tak satupun ku lihat foto mama atau saudara yang lain. Padahal mama dan papa punya  keluarga besar yang akan memenuhi setiap bingkai foto sebuah pernikahan.

" Aku bisa gila, aku bisa gila, aku bisa gilaaaaaaa" aku menjerit dan Mang Didi masuk menenangkan.

" Apa maksud semua ini Mang?"

" Apa maksudnya?"

" Kenapa banyak foto-foto kita disini?"

" Kenapa Mang?"

" Jawab Mang!! jawab!!

" Kenapa kamu dari kemarin diam terus tolong jawab Mang."  Aku memberondong pertanyaan padanya, suaraku yang dari tadi meninggi kini berubah jadi bisikan dan tak sanggup lagi aku mengucapkan kata-kata lagi.

Mang Didi menarik nafas panjang dan pergi dari kamar. Meninggalkanku sendiri di kamar dengan lamunan-lamunan yang tak bisa ku kelola dengan baik. Aku merasa harus melakukan sesuatu agar aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku berlari ke dapur dan mengambil pisau, Aku benar-benar buntu dan sepertinya aku memang akan benar-benar nekad memotong urat nadiku jika tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

" Kalau Mang Didi tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi aku akan memotong urat nadiku sendiri aku akan mati dan rasa penasaranku akan jadi hantu yang mengahantuimu setiap detik."

Mang Didi kaget juga anak kecil yang dari tadi duduk di kursi langsung berlari memelukku dan berkata,

" Jangan Bundaaa, nanti Shakhira sama siapa kalau Bunda tidak ada". Aku mendorong anak itu dan bertanya padanya.

" Kamu siapa? mengapa kamu selalu memanggilku bunda? kenapaaa? jawab anak kecil jawab!"

Anak kecil itu menangis dan berkata:

" Aku anak Bunda, bukankah bunda selalu menceritakan dongeng putri duyung setiap malam?"

Aku tak kuat menahan tubuhku sendiri, 10 hari yang lalu aku melahirkan seorang bayi dan sekarang ada anak kecil yang mengaku itu anakku? aku benar-benar ingin memotong urat nadiku dan pergi dari semua mimpi buruk ini.

Tapi mang Didi mengambil kesempatan mengambil pisau itu disaat aku terdiam lesu dan pikiranku berputar-putar dengan semua pertanyaan yang ada di dalamnya.

"Baiklah akan ku ceritakan semuanya, tapi tolong kamu tenang dulu dan redakan emosi mu" ucap Mang Didi dengan genangan air mata di sudut matanya.

Aku tak mampu berucap, tubuhku lemah bersandar pada tembok ruang tamu yang lusuh. Tak mampu ku tatap wajah itu, Aku berharap ada berita baik dari setiap kata yang akan ia ucapkan. Aku beharap akan ada berita

bahagia yang akan ia sampaikan dalam menjelaskan apa yang terjadi. Walaupun hanya setitik, walaupun itu hanya demi kebahagiaan orang tuaku bukan kebahagiaanku. Aku masih menganggap ini mimpi.

Aku akan terbangun dan kemudian bersiap ke sekolah, diantar olehnya bertemu dengan Yuka yang kalem, Haina yang centil, Memer yang tomboy dan Anggita yang selalu ramah. Aku akan bertemu dengan Denis dan makan di kantin bersama. Setelah ini aku akan bangun, aku kan melupakan semua mimpi ini. Mungkin saja mimpi ini terjadi karena kebiasaanku yang lupa membaca doa ketika hendak tidur. Padahal Mama selalu mengingatkanku agar aku membaca doa mau tidur sebelum aku memejamkan mata.

Laras salah ma, dan Laras minta maaf. Mulai sekarang Laras janji, Laras ga akan melupakan semua perintah mama, termasuk selalu berdoa sebelum tidur.......

Bersambung......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!