NovelToon NovelToon

Gadis Mungil Itu Milikku

One

Setelah menyelesaikan perkuliahannya, Lisa memutuskan untuk pergi merantau ke pulau Jawa, dia akan mencoba meraih masa depannya disana. Lisa mengirimkan lamaran kerjanya melalui e-mail ke berbagai perusahaan berharap dia akan dipanggil.

Seminggu sudah berlalu, namun belum ada panggilan untuk interview. Lisa mendesah kecewa menatap ponselnya belum ada satu panggilan pun. Mentari menatap adik bungsunya itu, kemudian dia mulai mendekati gadis kecil yang sudah beranjak dewasa itu.

“Sabar… Sebentar lagi pasti akan ada panggilan,” Lisa menatap sedih kearah kakaknya itu.

Drtt….

Dering ponsel milik Lisa berbunyi, dengan lemas Lisa meraih ponselnya itu, melihat nomor tidak dikenal.

“Halo!” sapa Lisa dengan malas

“Ini benar dengan saudari Lisa Seryani ?”

Dengan mata melotot, Lisa segera memperbaiki penampilannya, padahal suara diujung telepon sana tak akan melihat Lisa apakah Lisa rapi atau pun tidak, dasar LISA!

“Iya benar, saya Lisa Seryani. Ada apa ya?” Tanya Lisa dengan sopan

“Setelah kami membaca CV yang anda kirimkan ke perusahaan kami, perusahaan Maldives Corp, kami tertarik untuk melakukan interview dengan anda. Apakah anda bersedia datang ke perusahaan kami?” Tanya suara lelaki dari seberang sana.

Dengan semangat 45 tanpa memikirkannya lagi Lisa segera mengangguk “SIAP PAK!” serunya lantang.

“Baiklah kami tunggu kedatangan anda.”

“Terimakasih banyak pak, terimakasih!” seru Lisa dengan senyum yang mengembang

Setelah sambungan itu dimatikan, Lisa memandang kearah Mentari dan memeluk kakaknya itu dengan kuat. Mentari menepuk badan Lisa pelan, dia tersenyum bangga terhadap adiknya itu. Walaupun Lisa masih hanya mengikuti tahap interview.

🍃🍃🍃

Lisa menatap perusahaan yang berada dihadapannya saat ini, sungguh perusahaan ini sangat besar sekali.

Mudah-mudahan aku lulus interviewnya God**.

Lisa melangkahkan kakinya mantap memasuki gedung besar itu. Ada sekitar 20 orang yang terpanggil untuk mengikuti interview.

Telapak tangan Lisa mulai basah karna merasakan gugup. Lisa berusaha untuk biasa aja dan santai menghadapinya, karna bagi Lisa jika suatu pekerjaan dilakukan dengan ikhlas dan santai maka setengah dari pekerjaan itu telah selesai terlaksana. Sampai saat ini prinsip itu masih dipegang teguh oleh Lisa.

“Nomor 15 silahkan masuk."

Argh… ternyata sudah gilirannya. Saat Lisa melangkahkan kakinya memasuki ruang HRD itu, Lisa sempat mendengar gerutu-an dari sesama rekannya yang baru saja melaksanakan interview dari dalam.

“Sial kenapa harus pimpinannya yang langsung ambil kendali. Buat makin gugup saja,” gerutu wanita itu seraya melewati Lisa.

Lisa merasakan kakinya melemas tiba-tiba bagaikan tak sanggup untuk memasuki ruangan itu. Sekali lagi dia menghela napasnya dan mengatakan pada dirinya sendiri semua akan baik-baik saja dan sesuai dengan rencana, Amin. Kata-kata itu selalu Lisa lapalkan sampai sadar dia sudah berhadapan dengan ketiga orang pria yang sedang menatapnya intens.

Lisa tidak duduk, dia masih berdiri menunggu intruksi dari salah satu pria itu untuk memintanya duduk. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya salah satu dari pria itu berbicara dengan suara dinginnya.

“ Duduk!” ucapnya dengan dingin

Dengan jantung yang masih berdetak dengan kencang, Lisa berusaha menenangkan dirinya.

“Baiklah kita kan memulai, saudari Lisa Seryani, apakah anda sudah siap?”

“Siap pak.” jawab Lisa dengan lantang

“Baiklah, ceritakan tentang diri anda.”

“Baik terimakasih atas kesempatan yang diberi kepada saya untuk menceritakan tentang diri saya sedikit…”

“Langsung keintinya!” potong pimpinan yang sekarang posisinya duduk ditengah-tengah itu. Lisa menelan ludahnya dengan susah payah mendengar ucapan dingin itu.

“Baik pak. Saya seorang mahasiswa lulusan salah satu Universitas di kota Medan dengan jurusan Matematika dengan Indeks Prestasi yang saya peroleh 3.51 dan saya baru lulus dan masih fresh graduate dan selama saya kuliah saya mengajar disebuah lembaga les.”

“Kenapa sebaiknya kami merekrut anda?” Tanya lelaki yang berada disamping lelaki dingin tadi.

“Saya punya pengalaman dalam bidang komputer dan saya juga pernah bekerja dalam bidang pendesainan video untuk dijadikan sponsor. Dan saya dapat bekerja individu ataupun team.”

“ Apa kelebihan kamu?” lagi-lagi suara itu sangat dingin sekali, sepertinya lelaki itu pimpinan perusahaan ini.

“ Menulis adalah kemampuan terbaik saya.”

Saat lelaki dengan kemeja pink yang dibalut jas mahal itu ingin mengajukan pertanyaan kembali, tiba-tiba pimpinan perusahaan itu menaikkan tangannya menandakan agar pertanyaannya di berhentikan.

Hal itu masih terlihat jelas oleh Lisa, apa ini artinya Lisa ditolak? Bibir Lisa bergetar menahan tangis. Dia memandang lekat-lekat pimpinan itu, sepertinya dia kenal dengan pimpinan perusahaan itu tapi dia siapa?

“Mbak, mbak, mbak silahkan berdiri,” ujar seorang wanita yang berdiri disamping Lisa.

Sial! Buat malu saja, karna memandang lelaki itu Lisa sampai tidak mendengar kalau dia sudah diminta keluar.

Pimpinan perusahaan itu menatap Lisa sekilas, dan mengalihkan pandangannya menuju kertas yang berisi beberapa orang lagi yang akan di interview.

“Jika anda sesuai dengan proporsi perusahaan, kami akan memanggil anda.” Jelas wanita yang menuntunnya jalan keluar

“Iya terimakasih ya buk.”

Lisa melangkahkan kakinya dengan perasaan khawatir dan mengingat-ingat sesuatu dimana dia pernah bertemu atau melihat lelaki itu sebelumnya. Lelah dengan itu semua, Lisa mengarahkan langkah kakinya menuju café dekat perusahaan. Rasanya lapar sudah berdemo minta diisi.

Lisa memesan makanan, sambil menunggu pesanannya datang getaran ponsel dalam tasnya mengalihkan perhatian Lisa.

Kak Tari

Bagaimana hasilnya?

Lis

Iya kita lihat saja kak, aku juga tidak tau bagaimana.

Lisa memasukkan kembali ponselnya kedalam tas. Bunyi pintu café terbuka sehingga mengalihkan perhatian Lisa mengarahkan pandangannya kearah pintu. Sial! Ternyata itu pimpinan perusahaan Maldives tadi, Lisa segera mengambil buku menu makanan café itu untuk menutupi wajahnya. Dia merasa malu melihat pimpinan itu ketika dia memberhentikan wawancara tadi. Lisa kemudian tersadar “ Diakan belum tentu mengenalku kan?” Tanya Lisa kepada dirinya sendiri.

Dengan kepercayaan yang tinggi dia menurunkan buku menu itu dan melihat pimpinan itu duduk dengan sekretarisnya mungkin atau bahkan sahabatnya. Lisa memperhatikan mereka yang duduk tepat didepan meja miliknya.

“Mbak, ini pesanannya”

“Ah… iya, makasih ya mbak.”

“Sama-sama mbak, saya permisi.”

Lisa tidak lagi memikirkan pimpinan itu dia langsung sibuk dengan makanannya.

Seorang anak lelaki kecil berlari dan tersandung dengan kakinya sendiri sehingga dia terjatuh tepat disamping meja Lisa.

“Ya ampun, adek tidak apa-apa?” Tanya Lisa sambil membantu anak kecil itu bangkit berdiri

“Gapapa tante, makasih ya,”

“Iya.” Ucap Lisa tulus dan memberikan senyumannya kepada anak kecil itu yang kini berlari kearah meja ibunya.

Lisa terdiam saat arah pandangan matanya bertemu dengan pandangan pimpinan kantor tadi dan lelaki yang bersamanya juga ikut menatapnya. Lisa tersenyum kearah mereka, dan dengan cepat pimpinan itu mengalihkan pandangannya tanpa membalas senyuman Lisa. Lisa berdumel dalam hati melihat lelaki dihadapannya ini, ingin rasanya dia mengigit tapi siapa lelaki itu sepertinya Lisa kenal dengan dia. Argh… sudahlah perut lebih penting.

“Daf, lo cutek banget sih?”

“Emang dia siapa?” Reno menepuk jidatnya sendiri.

“Bahkan ingatan lo sangat lemah, dia baru saja interview di perusahaan. Dan lo cepat banget lupa?”

“Yang interview ada dua puluh orang kalo lo lupa, dan gua gk bisa ingat sekali lihat doang.” jawab Daffa cuek sambil menikmati makanannya.

“Iya gua tau, dia cewek asal Medan yang dengan seenak jidat lo berhentiin wawancara tadi.” Reno mencoba mengingatkan Daffa.

“Emang sepenting itu ya dia sampe gua harus capek-capek inget dia?” Tanya Daffa cuek

“Terserah lo deh, gua kira ingatan lo udah makin bagus tapi makin kesini lo makin buruk,” Daffa menatap tajam kearah Reno.

Lisa terdiam ketika mendengar nama lelaki itu, dia mulai mengingat-ingat kembali nama DAFFA. Rasanya dia tidak asing dengan nama itu, deg… Lisa kembali berputar dengan memorinya tentang Daffa.

🌾🌾🌾

Lis'R Story 💏

Two

Sesampai dirumah kakaknya, Lisa segera berlari menuju kamar dan mencari buku diary miliknya namun sayang sepertinya Lisa tak membawa buku kecil itu. Lisa menatap laptop yang berada diatas meja. Dengan cepat tangan Lisa membuka dan menyalakan laptop tersebut. Lisa mulai menelusuri apa saja yang berkaitan dengan Daffa.

Lisa mengetikkan nama Daffa pada pencarian dan terdapat sebuah folder yang Lisa beri nama Daffa Abimael. Lisa membuka folder itu dan mengamati foto-foto disana, tiba-tiba saja Lisa berteriak dan langsung membungkam mulutnya dengan kedua tangan, takut suaranya kedengaran sampai keluar.

“Tuh kan bener, Bg Daffa mirip banget sama pimpinan perusahaan tadi. Astagah… aku gk nyangka banget, tapi dia beneran bang Daffa gk sih?”

Lisa mengamati gambar itu lebih seksama lagi, dan mengingat-ingat wajah pimpinannya tadi. Lisa mencoba mengingat lebih detail sosok Daffa pemimpin perusahaan itu, namun semua usaha Lisa gagal. Lisa memiliki ingatan bagus, hanya saja ingatannya sangat buruk dalam mengingat wajah orang jika hanya sekali dua kali bertemu.

“Sudahlah, aku tak ingin lagi mengingat memori tentang Daffa. Dia pasti bukan pimpinan perusahaan tadi.” Seingat Lisa, Daffa yang dia kenal itu seorang jurnalistik bukan pimpinan perusahaan.

Lelah memikirkannya, Lisa segera pergi menuju dapur untuk memasakkan Mentari makan malam. Lisa yakin Mentari sangat lelah dengan pekerjaan yang sekarang. Lisa mulai bergelut dengan dunia dapur miliknya.

🍃🍃🍃

Daffa duduk dikursi kebesarannya dengan pikiran berkecambuk, dia seperti merasa ada yang aneh dengan sosok gadis yang di interviewnya tadi. Daffa membuka map berisi nama calon karyawan yang akan mereka rekrut.

Tangan Daffa terhenti ketika mendapat CV gadis yang tadi membuatnya bingung. Lelaki itu membaca dengan seksama data gadis itu. Daffa mengetuk-ngetuk jarinya di meja yang penuh dengan berkas itu.

“Dia gak sih cewek yang kemarin nembak gua? Serasa gak asing banget namanya.”

Daffa segera membuka ponsel pribadinya dan memeriksa nomor yang dulu mengaku bernama Lisa dan menyatakan perasaannya kepada Daffa. Seingat Daffa dulu dia tidak memberikan balasan kepada wanita itu, karna Daffa sendiri bingung mau menjawab apa pada wanita itu. Daffa juga heran kenapa wanita itu bisa menaruh hati kepadanya sementara dia belum mengenal Daffa dengan jelas dan bahkan mereka belum pernah bertemu sekalipun, hanya kenal lewat via whatsapp itupun karna berada dalam grup yang sama.

Akhirnya pesan yang dicari Daffa ketemu, Daffa sengaja tidak menghapus pesan itu, karna terkadang Daffa juga membacanya berulang kali dan selalu menumbuhkan rasa bersalah dalam dirinya.

Daffa memicingkan matanya dan melihat biodata Lisa-gadis yang di interviewnya tadi. Dan melihat nomor ponsel itu dengan nomor ponsel yang selama ini menghantuinya, yang dia sendiri tidak tau bentuk gadis itu seperti apa.

“Oh my God, ternyata dia orang yang sama? Jadi gua udah nemuin orang yang membuat gua merasa bersalah selama setahun belakangan ini. Sial! Pantas saja gua gk ngerasa asing sama tuh nama, malah asal kota sama lagi dari Medan.”

Daffa segera menghubungi Reno selaku sekretaris dan sahabatnya itu.

“Halo Ren, gua mau lo masukin nama Lisa didaftar karyawan.”

“Kenapa tiba-tiba? Lo udah mikirin baik-baik?"

“Udah lo nurut aja sama gua, itu pilihan gua. Untuk dua orang lagi gua serahin ke lo yang milih, gua percaya sama pilihan lo Ren.”

“Oke siap pak bos!”

Daffa segera mematikan sambungan panggilan itu. Dia mengamati wajah gadis itu dari foto yang berukuran kecil yang terdapat pada CV gadis itu. Ah… Daffa baru ingat, jika dia pernah mengikuti gadis itu di IG, segera Daffa membuka IG miliknya dan mencari nama Lisa dan benar saja mereka memang saling mengikuti satu sama lain.

Daffa mengamati beberapa foto yang dipost disana, tidak salah lagi dia memang wanita yang sama.

“Akhirnya kita bertemu juga, gua belum sempat ngucapin maaf sama lo,” gumam Daffa sambil mengamati foto Lisa.

🍃🍃🍃

Malam ini Lisa dan Mentari menikmati makan malam berdua di rumah kecil yang baru saja Mentari beli beberapa waktu yang lalu.

“Gimana interviewnya tadi?” Tanya Mentari membuka percakapan.

“Ya begitu deh kak, intinya apa yang mereka tanya ya ku jawab aja semampuku.”

“Ada harapan gk kira-kira?”

“Aku gak tau kak,” ucap Lisa lirih. Lisa tak memberi tahu Mentari jika tadi interviewnya diberhentikan pimpinan itu, Lisa tak ingin melihat Mentari kecewa terhadapnya.

Bunyi ponsel Lisa mengalihkan pandangan mereka berdua, dengan langkah santai Lisa meraih ponselnya yang berada diatas meja kecil dekat meja makan.

“Halo, selamat malam.”

“Halo, selamat malam, benar ini dengan saudara Lisa Seryani?”

“Ya, benar dengan saya sendiri.”

“Selamat ya mbak, anda diterima bergabung dengan perusahaan Maldives Corp,”

“Benarkah?” tanya Lisa tak percaya.

“Ya mbak, selamat sekali lagi. Besok anda sudah dapat mulai bekerja, selamat malam.”

“Terimakasih pak, selamat malam kembali.”

Lisa berteriak histeris dan melompat sana-sini, membuat Mentari menatap adiknya bingung.

“Ada apa? Itu siapa yang nelpon?” tanya Mentari penasaran

“Kak… Aku diterima yes!!” teriak Lisa dan memeluk Mentari erat

“Ah benarkah?” Lisa mengangguk bahagia.

“Wahh… selamat adikku sayang. Semangat untuk bertugas ya,” Lisa menggangguk saja, ini semua seperti mimpi baginya.

“Sepertinya kita harus merayakannya nih!”

“Bolehkah?” tanya Lisa memastikan

“Tentu saja, ini satu langkah keberhasilan adik tersayang aku.”

Lisa dan Mentari segera memesan beberapa makanan dan minuman, mereka melupakan kalau mereka baru saja makan malam. Sepertinya malam ini mereka akan bersenang-senang atas keberhasilan Lisa satu langkah dalam memperoleh pekerjaan.

🍃🍃🍃

Usai menyelesaikan panggilannya terhadap Lisa, Reno mengernyit bingung. Dia semakin penasaran dengan pilihan Daffa.

"Bukannya ini cewek yang Daffa berhentiin interviewnya? Aneh banget, tiba-tiba dia menjadikannya karyawan tanpa berdiskusi," gumam Reno menatap salinan CV milik Lisa

Reno Wijaya

Lo gk lagi mabuk kan Daf?

Tak berapa lama Daffa segera memberi balasan pada Reno.

Daffa Abimael

Mabuk gimana?

Reno Wijaya

Itu cewek kenapa lo terima aja. Gadak badai, gadak hujan tadi lo berhentiin interviewnya. Sekarang malah lo jadiin karyawan. Bingung gua.

Daffa Abimael

Gua gak minta lo buat nanya. Gua hanya minta lo jadiin karyawan.

Melihat balasan Daffa, Reno hanya bisa menggeleng kepalanya. Kesambet setan apa sahabatnya itu. Kalo saja Daffa bukan sahabatnya, mungkin Reno akan memaki lelaki itu. Tapi, tapi emang Reno punya hak memaki? Yang ada dia akan dipecat Daffa. Secara perusahaan itu dibawah pimpinan Daffa.

"Bodo amat dah, gua males nanya walaupun gua masih kepo," dengus Reno menatap ponselnya kesal.

Lelaki itu segera beranjak menuju tempat tidurnya, "Ah... Nikmatnya,"

🌾🌾🌾

Lis'R Story 💏

Three

Secerah matahari pagi ini, secerah itulah wajah Lisa tak berhenti bersenandung dan menari-nari sambil bersiap-siap berangkat bekerja. Ini hari pertama baginya bekerja, sungguh ini seperti mimpi.

Mentari mengantarkan Lisa ke tempat dimana dia bekerja. Lisa menatap gedung pencakar langit itu dengan bangga. Dengan semangat Lisa memasuki gedung itu dan memberikan senyumannya kepada sesama rekan kerjanya. Tak berapa lama Reno dan Daffa berjalan memasuki gedung itu, semua orang menundukkan kepala dan member rasa hormat kepada mereka. Mata Daffa tepat memandang Lisa yang duduk disamping meja informasi, kakinya melangkah mendekati karyawan baru itu.

Lisa yang melihat pimpinannya itu berjalan menuju mereka segera berdiri dan menundukkan kepala memberi rasa hormat. Lisa tak berani menatap pimpinanya itu secara terang-terangan.

“Kalian berdua ikut saya ya,” tunjuk Reno kepada dua karyawan lainnya.

“Baik pak!” jawab mereka serentak

Lisa yang merasa bingung kenapa dirinya tak ikut memberanikan diri bertanya “Pak, saya gimana ya?”

“Oh… kamu Lisa kan?” tanya Reno

“Iya pak.”

“Kamu...”

“Ikut saya.” Potong Daffa cepat sebelum Reno menyelesaikan ucapannya.

“Ha? Ehh… Baik pak.”

Lisa megikuti Daffa menuju Lift khusus pimpinan perusahaan ini. Lisa merasakan jantungnya berdetak sangat cepat, dia belum berani menatap Daffa lebih jelas. Sepanjang perjalanan menuju kantor Daffa, Lisa hanya menundukkan kepalanya. Saat Daffa membuka pintu ruangannya, Lisa menabrak Daffa.

“Eh… maaf pak, saya tidak sengaja,” lirih Lisa

“Kenapa kamu nunduk?” Suara dingin milik Daffa serasa membuat jantung Lisa berdebar lebih cepat

“Maaf pak.”

“Kamu gk bosan ya ucapin kata maaf melulu, yaudah masuk.”

Dengan detakan jantung yang iramanya sangat cepat, Lisa mengikuti Daffa memasuki ruangan milik Daffa. Lisa memandang Daffa, hal itu membuat kedua alis Daffa menyatu, sadar akan itu Lisa mencoba berusaha santai.

"Apa gadis ini gak ingat sama gua ya?" Tanya Daffa pada dirinya sendiri

Sial ternyata memang benar, dia Daffa yang dulu pernah kusuka astagah. Puji Tuhan banget akhirnya aku bisa lihat dia secara langsung walaupun dalam situasi seperti ini. Terimakasih Tuhan.

Daffa dan Lisa sama-sama membisu tak ada yang membuka pembicaraan, seolah mereka berdua saling menyelidiki satu sama lain. Daffa mengamati Lisa dengan seksama, Daffa tersenyum tipis menatap gadis ini. Ternyata gadis ini memiliki tubuh yang kecil dan pipi yang tembem namun itu menambah kesan manis pada gadis ini.

"Mungil sekali wanita ini, "batin Daffa

“Pak, saya mulai bekerjanya kapan?” Tanya Lisa memberanikan diri membuka suara terlebih dahulu.

“Saat ini kamu sudah boleh mulai bekerja.” Jawab Daffa dengan suaranya kelewat dingin.

Lelaki ini, bukan hanya di chat saja cuek ternyata memang wataknya sudah begini dasar.

“Kalo boleh tahu, saya bekerja di devisi apa ya pak?”

“Tunggu Reno, bentar lagi dia akan datang dan membawa kamu ke devisi mu.”

“Reno siapa ya pak?” tanya Lisa ragu dengan suara pelan.

“Sekretaris saya, yang membawa teman mu tadi.” Jawab Daffa cuek dan mulai menyibukkan diri dengan dokumen yang berada di mejanya.

Hah? Tau gitu mending tadi juga aku gabung bareng mereka, aneh banget sih nih cowok. Atau jangan-jangan dia kenal aku lagi ya ampun. Jerit Lisa dalam hati

“Kamu kenapa?” tanya Daffa tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang berada ditangannya saat ini.

“Eh… gak kenapa-napa pak,” jawab Lisa gugup

Daffa hanya menganggukkan kepalanya mengerti dan menandatangani dokumen yang ada ditangannya. Bunyi ponsel milik Daffa mengalihkan perhatiannya dari dokumen-dokumen itu. Daffa melihat isi pesan dari Reno.

Reno Wijaya

Gimana? Gua udah bisa datang belom?

Daffa Abimael

Belum, sekitar 30 menit lagi, lo urusi yang lain dulu

Reno Wijaya

Dia siapa sih? Perasaan lama banget, emang apa yang mau lo selidiki dari dia?

Daffa Abimael

Gak usah banyak nanya.

Segera Daffa menjauhkan ponsel itu dari sisinya, dia menatap Lisa yang masih berdiri. Astagah! Dia lupa menyuruh Lisa duduk.

“Duduk.” Ucapnya

“Terimakasih pak!” Lisa menarik kursi di depan Daffa.

Dari tadi kek nyuruhnya, ngeselin banget. Gak tau apa ini kaki pegal.

Lisa menanti kedatangan Reno, rasanya lelaki itu lama sekali datang. Sudah 15 menit berlalu belum ada tanda-tanda lelaki itu akan datang dan memasuki ruangan. Lisa merasa canggung dan detakan jantungnya masih saja berdegub kencang hanya dengan melihat wajah Daffa. Jika dingat-ingat lagi dulu hanya mendapat pesan dari Daffa saja rasanya dia sudah histeris sekali, padahal kemarin Lisa belum mengenal sosok Daffa, dia hanya melihat Daffa dari foto saja. Namun, ternyata lelaki ini jauh lebih tampan dari fotonya.

Daffa memperhatikan gerak-gerik Lisa yang mulai gelisah menanti kedatangan Reno yang sengaja dia suruh untuk lama datang. Dalam pikiran Daffa pasti gadis ini tidak berani bertanya lebih sehingga gadis ini lebih memilih bungkam saja.

“Kamu ingin menyampaikan sesuatu kepada saya?” tanya Daffa membuka percakapan.

“Sebenarnya ada pak.” Jawaban Lisa membuat detak jantung Daffa lebih cepat, apa gadis ini akan mengungkit masalah kemarin atau dia akan heboh ketika dia tahu kalo Daffa yang sering dia hubungi dulu adalah Daffa yang saat ini duduk dihadapannya.

“Apa?” tanya Daffa penasaran sekaligus deg-deg an

“Pak Renonya kapan datangnya ya pak?” tanya Lisa dengan kepolosannya.

Daffa memaki dalam hati, padahal dia ingin sekali gadis ini membahas perihal kedekatan mereka dulu yang pernah terlupakan oleh Daffa. Daffa mengingat gadis ini hanya karena pesan gadis ini yang menyatakan perasaannya kepada Daffa.

“Dia lagi banyak urusan, tunggu saja sebentar lagi. Atau kamu merasa takut berada diruangan ini dengan saya?”

“Eh… Enggak kok pak,” jawab Lisa terbata

Yang ada aku senang banget! Sorak Lisa dalam hati.

Daffa melanjutkan membaca dokumen-dokumen itu, namun dia tidak fokus dengan kertas yang berada ditangannya itu. Dia ingin sekali bertanya kepada gadis ini, namun egonya mengatakan untuk membiarkan gadis itu yang terlebih dahulu membicarakannya.

Menunggu sampai sepuluh menit tak juga Lisa membuka suara, dia hanya menatap Daffa dalam diam. Daffa bukannya tidak tahu kalo Lisa sedari tadi mencuri-curi pandang untuk melihatnya, namun Daffa membiarkannya saja, mungkin gadis ini masih mencari kepastian.

“Kamu berasal dari Medan kan?” pertanyaan Daffa membuat Lisa terkejut.

“Ii..ii-iya pak,” jawab Lisa terbata

“Kuliah dimana?”

“Universitas Negeri Medan pak.” Daffa mengangguk-anggukan kepalanya.

“Agamamu katolik bukan sih?” tanya Daffa lebih lanjut

“Benar pak, bapak tau darimana?” tanya Lisa heran, dalam hati Lisa berkata bahwa lelaki dihadapannya ini sudah tahu tentang dirinya, astagah… betapa malunya Lisa mengingat dulu dia menyatakan perasaan kepada lelaki ini.

“Dari CV kamu kemarin,”

“Ohh….” Lisa mendesah kecewa, dia pikir Daffa mengingatnya ternyata tidak.

Pintu ruangan Daffa terbuka dan menampilkan sosok Reno yang sudah ditunggu sedari tadi. Reno melangkah mendekat ke meja Daffa. Lisa menatap kagum wajah Reno, ternyata setelah dekat begini baru Lisa tersadar kalau Reno juga tampan, walau dalam hati dia berkata Daffa tetap yang lebih tampan.

Melihat Lisa menatap Reno kagum, Daffa berdehem untuk menyadarkan Lisa kembali ke dunia nyatanya.

“Ren, gua percayaiin dia ke lo,”

“Siap pak!”

“Mari Lisa ikut saya.”

“Baik pak.” Lisa berdiri dari tempat duduknya dan merapikan pakaiannya

“Pak, saya permisi.”

“Hem…” balas Daffa singkat dan sepertinya sifat dinginnya tidak dapat dilepas dari seorang Daffa.

Daffa menatap dingin kearah Lisa yang mengikuti Reno berjalan dari belakang, kenapa gadis itu belum sadar juga, dan tak ingin menjelaskan lebih kepada Daffa tentang mereka. Daffa sangat penasaran dengan apa yang gadis itu tahu tentangnya.

Daffa membuka ponselnya dan scroll percakapannya dengan Lisa, dari percakapan itu Lisa berusaha mengingatkan Daffa untuk mengingat dirinya, namun sampai saat ini Daffa belum mengingat pasti siapa Lisa, yang dia tahu gadis itu gadis yang membuatkan dia sebuah video ulang tahun yang membuat Daffa terkejut sekaligus heran darimana gadis itu mendapatkan semua foto-foto dirinya. Dan beberapa hari setelah pengiriman video itu diikuti dengan pengakuan perasaan Lisa kepada Daffa. Hanya itu yang dapat Daffa ingat dari sosok Lisa.

Daffa menghela napasnya perlahan kembali dia memutar video ulang tahunnya yang dikirimkan Lisa untuknya. Daffa tersenyum menonton video itu, betapa semangatnya gadis itu mengeditkan video untuknya “Dasar gadis mungil,” gumam Daffa.

🌾🌾🌾

Lis'R Story 💏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!