Gemerlap lampu dan hiasan bunga warna warni memenuhi sebuah ballroom hotel mewah yang menjadi tempat pesta malam ini.
Seorang pria muda mengenakan jas mahal tampak memasuki tempat pesta bersama
asisten pribadinya. Fabian Putera. Seorang CEO muda tampan yang seketika
menjadi pusat perhatian seluruh tamu pesta, bahkan pemilik pesta itu sendiri. Teguh
Darmadi, si pemilik pesta segera menghampiri Fabian dengan langkah penuh
wibawanya.
“Selamat datang di pesta saya Fabian, terimakasih atas kedatanganmu malam ini.” Teguh
menyambut Fabian dengan senyum kebapakannya.
“Ya Pak Teguh yang terhormat, semoga anda sehat selalu dengan umur anda yang semakin
tua ini, hahaha.” Fabian dengan kelakarnya mengucapkan selamat ulang tahun
kepada Teguh. Tak ada rasa canggung diantara mereka. Kerjasama bisnis membuat
hubungan mereka begitu hangat. Basa basi dan obrolan bisnis begitu seru mereka
perbincangkan.
“Ayah.”
Suara lembut itu terdengar, seketika membuat Fabian terdiam dan menatap gadis berparas
ayu itu dengan seksama. Hatinya bergetar melihat makhluk manis didepannya.
Bahkan saat mata mereka bertemu Fabian tetap terdiam. Terpana.
“Sayang, kamu sudah datang? Ah kemari nak, kenalkan ini Tuan Fabian rekan kerja Ayah dan
ini asistennya Tuan Bram.” Perkataan Teguh berhasil mengembalikan kesadaran
Fabian. Sedangkan Bram dengan wajah datarnya menatap Teguh dan Putrinya
bergantian.
“Fabian, kenalkan dia Putriku, Ayu.” sambung Teguh . ”Saya Ayu Tuan, selamat datang di
pesta Ayah saya.” dengan senyum manisnya Ayu mengulurkan tangan untuk
berkenalan. Fabian diam sejenak sebelum membalas uluran tangan Ayu. “Fabian.”
balasnya singkat. Ayu juga melakukan hal yang sama pada Bram, yang dibalas
dengan tatapan datar khas Bram.
Sedang Fabian masih terdiam, mengagumi gadis cantik didepannya ini. Dadanya terus berdebar.
"Kenapa ini? Kenapa jantungku berdebar-debar? Apakah aku sakit ?" Itu yang
difikirkan Fabian saat ini. Sedang tatapannya tetap menuju wajah cantik Ayu.
Menatapnya lekat. Sedangkan yang ditatap hanya memandang heran pada pria
dihadapannya. "Apakah ada sesuatu diwajahku? Kenapa Tuan Fabian terus
memandangiku?" Batin Ayu gelisah.
"Apakah ada sesuatu di wajah saya Tuan? Kenapa anda terus memandang saya?" Gelagapan. Fabian begitu gelagapan mendapat pertanyaan dari Ayu. Pipinya bersemu merah. Bram memandang atasannya dengan alis sedikit terangkat. Aneh.
"Ah maafkan saya nona, sepertinya saya sedang melamun." Malu. Itu yang dirasakan Fabian saat ini.
"Fabian, apakah kamu lapar? Sepertinya kamu sedang tidak fokus. Bagaimana kalau kamu makan hidangan yang tersedia? Ayo nak. Bram, Ayu, kita makan saja sekarang." Teguh mengajak ketiga anak muda disana untuk menikmati hidangan. Melerai suasana canggung yang tercipta.
Menikmati alunan musik sambil menikmati hidangan yang tersedia, itulah yang dilakukan keempat orang dalam satu meja itu. Fabian sesekali melirik pada gadis didepannya. Cantik, gadis ini begitu cantik. "Gadis cantik ini apa sudah punya pacar? Aku begitu penasaran dengannya."
"Fabian, bagaimana kabar Ayahmu dan Ibumu? Apakah mereka masih memaksamu agar cepat menikah? Haahhh,, kurasa iya, bukankah mereka keras kepala dan suka memaksa? hahaha."
"Tentu saja masih Om, Mama semakin menjadi-jadi malah." Dengan senyum kecut Fabian membalas pertanyaan Teguh. Tentu saja, umurnya sudah 27 tahun dan dia belum pernah mengenalkan seorangpun perempuan kepada keluarganya. "Kalau Ayu? Apa Ayu sudah punya pacar? Oh ya, masih sekolah kah? atau kuliah?' Tiba-tiba Fabian bertanya kepada Ayu. Yang ditanya mengerjap kaget sedangkan dua orang lainnya menatap Fabian dengan pandangan aneh.
"Belum Tuan."
Dan dua kata tersebut membuat Fabian tersenyum lebar.
Hai semua, Salam kenal dari aku nih Tania I M.
Ini cerita pertama aku, semoga berkenan ya.
Selamat membaca :) :)
Oh ya, kritik dan saran jangan lupa ya, Makasih...
Hari senin telah datang, seluruh masyarakat kota tampak begitu sibuk menyiapkan kegiatan
mereka hari ini. Sepertinya tidak berlaku pada pria berparas tampan yang masih
terlelap dalam tidurnya. Masih pukul tujuh sedangkan dia bekerja pukul delapan,
sisa 1 jam sebelum mulai bekerja hari ini begitu pikirnya.
“Fabiaaannn, sayaaang, ayo bangun nak. Sudah jam berapa ini? Ayok bangun.” Sinta, Mama
Fabian tengah membangunkan putranya yang tampak bermalas-malasan itu. “Kamu
nggak lapar apa? Udah jam tujuh loh,banguuunn.” Sambil mengguncang tubuh
putranya Mama Fabian berteriak.Jengkel, Fabian segera membuka mata dan bangun
dari tidur manisnya.
“Fine Mah, aku bangun.” Dengan rasa malas yang tinggi Fabian menuju
kamar mandi sambil menggerutu. Melihat itu Sinta hanya menggelengkan kepala
pelan dan segera keluar dari kamar putranya.
PUTERA GROUP
Tulisan besar dan megah di gedung pencakar langit itu tampak menyilaukan mata. Siapa
yang tidak tahu Putera Group? Perusahaan property yang cabangnya ada
dimana-mana. Disitulah Fabian bekerja, dibalik meja dengan papan nama
bertuliskan Fabian Putera, S.M.B , M.A.B. Jika hari-hari biasanya Ia nampak begitu
sibuk, berbeda dengan hari ini. Benar didepannya ada laptop yang menyala,
menampilkan grafik saham Putera Group yang stabil. Tetapi pikiran pria itu tertuju
seorang gadis. Ayu. Hanya menyebut nama gadis itu dalam hatinya saja bisa
membuat jantungnya berdebar. Bagaimana jika Ia bertemu dengannya?
“Haahh, gadis itu.”
“Bram, kapan kita meeting dengan Om Teguh? Aku ingin secepatnya bertemu dengan
dengan pria itu.” Tuuuttt. Menelepon seenaknya, mengakhiri juga seenaknya. Itulah
Fabian. Bram terlihat berfikir sebentar sebelum menghubungi sekretaris Tuan
Teguh. Menuruti kemauan Tuannya lebih baik daripada membantah bukan?
“Selamat siang Tu-”
“Saya Bram, Putera Group ingin meeting pembahasan kerjasama baru dilaksanakan besok jam 9
pagi, lokasi akan saya kirimkan lewat e-mail, terimakasih.”
Tuutttttt. Telepon ditutup, meninggalkan kebingungan sekretaris Tuan Teguh itu, Ana. Ia segera
berdiri dan menyampaikan info terbaru dari Putera Grup pada atasannya.Teguh nampak tersenyum dan menggelengkan kepala setelah mendapat info dari sekretarisnya. "Kenapa Fabian jadi begitu tidak sabar? Ck ck anak itu, baiklah kita akan menemuinya besok." Ana mengangguk lalu "Baik Tuan." menjawab dan segera keluar dari ruangan Teguh. Sedangkan Teguh kembali menekuni berkas-berkas yang ada dihadapannya.
Bram melangkah menuju ruangan Fabian atasannya. Diketuknya pintu ruangan dan segera memasuki ruangan bertuliskan CEO itu setelah mendapat jawaban dari Fabian.
"Bagaimana? Apa Om Teguh bisa? Pasti dia mau kan? Tidak mungkin dia menolak ajakanku." Fabian senyum-senyum sendiri dengan pertanyaannya. Dia begitu tidak sabar untuk bertemu dengan Teguh dan membicarakan niatnya. Bukan tentang pekerjaan tentunya. Hanya dia dan Tuhan yang tahu dengan niat terselubungnya. Bram bergidik ngeri melihat atasannya tersenyum-senyum sendiri. Dia menyadari, Tuannya menjadi seperti itu setelah pesta ulang tahun Teguh. Sepertinya Tuannya sedang jatuh cinta. Walaupun dia tidak pernah merasakannya, tetapi melihat tingkah Tuannya yang abnormal mau tidak mau membuatnya berfikir seperti itu.
"Tuan Teguh menyetujuinya Tuan, besok pukul 9 di Restoran Camelia." Info Bram kepada Fabian. Mendengar itu senyum Fabian semakin lebar lebih terlihat seperti cengiran, sebenarnya. "Oke, kerja bagus Bram, hahaha." Bram memilih berpamitan. Dia merasa ngeri sendiri dengan Fabian. *"Apakah efek jatuh cinta memang seperti itu? Atau hanya Tuan saja?" *
Restoran mewah ditengah-tengah kota itu begitu ramai. Pengunjung dan pelayan tampak hilir mudik, keluar masuk dalam restoran yang terkenal dengan makanan Italia itu.Tapi tidak dengan dua orang pria yang sedang berhadapan disebuah ruang VIP restoran tersebut. Keduanya terdiam, pria muda itu tengah tersenyum lebar sedangkan pria
setengah abad itu tampak begitu terkejut. Pertemuan yang diagendakan adalah membahas kerjasama terbaru Putera Group dan Darmadi Group. Bukan pembahasan seperti ini yang difikirkan oleh pria paruh baya tersebut. Lamaran. Ya, pria muda dihadapannya, Fabian. Ia mengatakan ingin melamar putrinya. Ia mengaku menyukai Ayu.
“Om! Aku benar-benar suka sama Ayu. Cantik banget anaknya, manis banget lagi. Aku jatuh cinta sama Ayu Om, pas di pesta Om Teguh waktu itu. Deg-degan ini jantung pas lihat Ayu, apalagi pas salaman merinding ini bulu tangan aku. Hihihi.” Hilang sudah karisma Fabian. CEO Putera Group yang konon katanya irit bicara, pelit senyum dan anti beramah tamah. Yang ada kini hanya Fabian Putera, pria berusia 27 tahun yang sedang berbicara dengan
Ayah seorang gadis yang begitu digilainya. Gila. Anggap saja begitu, Ia begitu tergila-gila dengan sosok Ayu yang sudah di cap oleh Fabian sebagai gadisnya, calon istrinya. Sungguh gila bukan.
“Kamu tahu sendiri kan kalau Ayu masih sekolah? Dan Om tidak akan rela jika Ayu harus menikah muda. Om ingin yang terbaik untuk Ayu. Biarkan dia menikmati masa mudanya. Biarkan Ayu bersekolah dengan tenang. Dan pastinya Ayu juga ingin berkuliah, mengambil jurusan yang disukainya dan bekerja menurut kemampuannya. Om tidak ingin Ayu tertekan dengan hubungan pernikahan.”
Fabian terdiam, meresapi perkataan Teguh yang sebagian besar adalah benar. Tapi, perasaannya begitu menggebu. Fabian benar-benar ingin memiliki Ayu, Ia sudah jatuh cinta begitu dalam pada gadis itu. Tapi, bagaimana dengan masa depan Ayu? Ahh, Fabian benar-benar pusing. Pusing dengan kelakuannya sendiri.
SMA PELITA
Tempat Ayu bersekolah saat ini begitu bising. Banyak siswa-siswi yang berlarian keluar dari kelas. Tentu saja untuk mengisi perut lapar mereka di kantin. Begitu pula Ayu. Tiyas, nama teman sekelasnya. Bersama Tiyas, Ia melangkah pelan sambil mengobrol ringan tentang pelajaran sekolah yang baru saja mereka lalui.
"Gilaaak! pusing banget kepala aku hari ini. Pak Agus ngasih soal mah nggak tanggung-tanggung, 50 soal gaess." Tiyas berjalan menggerutu sambil merangkul Ayu. Sedangkan Ayu hanya menanggapi dengan tersenyum. Tiyas yang otaknya diatas rata-rata saja bisa mengeluh apalagi dirinya? Hanya bisa memandang soal dengan tatapan merana. Tapi Ayu tidak menunjukkan wajah merananya itu pada Tiyas. Dia hanya bisa berdoa semoga tugas kali ini nilainya tidak terlalu memalukan.
"Ehh, tapi-tapi ni ya, kayaknya kamu nggak kesusahan sama sekali tuh. Emang tadi bisa?" Wajah Ayu langsung tertekuk mendengar ucapan Tiyas yang terdengar sindiran ditelinganya. " Kamu ngejek aku ya? Udah tau aku nggak pandai matematika. Nggak usah ngejekin juga dong." Dengan sebal Ayu menurunkan rangkulan tangan Tiyas.
"Yee nggak usah ngambek jugalah Tuan Puteri, Yok Ah! udah laper nih akunya." Mereka kembali berjalan dan memasuki kantin. "Buuukkk, bakso dong dua, es tehnya dua juga yaa." Tiyas setengah berteriak kepada ibu kantin. Sedangkan Ayu mencari kursi kosong untuk mereka berdua. Tak lama Tiyas membawa nampan berisi bakso yang mereka pesan dan memakannya dengan lahap.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!