🌺🌺🌺
"Hmmm, incaran didepan mata!" senyum seringai sinis menghiasi sudut bibir milik seorang pria yang misterius, mengenakan hoodie dan kepala yang dilindungi oleh topi. Ia berjalan mendekat menghampiri seseorang yang sedari tadi ia pandang.
"Hai." Ia menyapa seorang gadis yang duduk termenung menatap danau dengan pandangan kosong. Ia mendongak keatas, sedikit menyipitkan mata karena teriknya sang mentari langsung menembak panca netranya
"Eh, hai." sahutnya
Pria itu mendudukkan tubuhnya disamping gadis tersebut. "Sendiri? ngapain duduk dibawah terik?" tanyanya, berbasa-basi
"Ya. pengen aja," jawabnya
"Oh, kenalin, Guntur." Ia mengulurkan tangan kanannya kehadapan gadis cantik ini
Perempuan itu menyambutnya. "Bulan."
Pria itu mengulum senyum, menikmati wajah cantik sang gadis yang selama ini ia perhatikan dari jarak jauh, namun tidak untuk pipi disebelah kanan, ada sedikit luka yang membekas disana. "Kamu bawa koper? mau kemana?"
"Nggak tau. aku nggak punya siapa-siapa lagi." ujarnya, Bulan tengah merindukan sang Almarhum Papi yang sudah tenang disana dan adik lelakinya yang sedang kuliah di Amerika. tanpa terasa air matanya menetes, mengalir begitu kencang menyentuh sudut bibirnya.
"Aku kebetulan lagi butuh pembantu, mau bekerja denganku? hitung-hitung kamu bisa tinggal ditempatku. Aku juga akan membayarmu dengan upah yang tinggi." tawarnya
Bulan berpikir sejenak, cukup lama dan akhirnya menganggukkan kepala.
Bagus! kau akan berada diperangkapku, gadis buruk rupa. batin Guntur
**
Apartement xxx lantai 10, disinilah sepasang anak muda itu, Bulan menatap lekat Apartment yang bernuansa kelabu, khasnya seorang lelaki. cukup luas dan terasa nyaman. Namun--ada satu titik yang menjadi objek perhatian Bulan, yaitu serpihan keramik berserakan di lantai dekat ruang tv.
"Oh, maaf ... aku tadi terburu-buru ingin pergi, hingga menyenggol keramik tersebut. Aku akan membersihkannya." Pria itu bergegas mendekati keramik itu. tapi--langkahnya terhenti oleh gadis tersebut.
"Saya saja!" cegahnya, mengambil alih duluan pekerjaan itu. Pria itu tersenyum seringai sinis, sebelah sudut bibirnya tertarik keatas.
Disisi lain, pada kediaman Cakrawala, seorang wanita parubaya dan putri sulungnya telah menginjakkan kaki dilantai marmer kediaman tersebut. Kedua wanita itu baru saja melakukan shopping, berteriak memanggil putri keduanya dengan suara yang terdengar menggelegar. Bibi yang sedang sibuk di ruang laundry, seketika keluar dari tempat persembunyiannya.
"Kenapa kalian yang datang? mana Bulan!" teriaknya, menatap angkuh pada kedua pembantunya
"Ka-kami tidak tahu, Nyonya, mungkin pergi keluar sebentar." jawab salah satu dari mereka
"Anak tidak tahu diri! sudah buruk rupa malah keluyuran. bawa ini ke kamar saya!" titahnya, menyodorkan beberapa paperbag dari tangannya, diikuti pula oleh putri pertamanya, Mentari, dengan gaya yang serupa.
🌿
Sudah hampir dua minggu, Bulan bekerja di Apartement ini, ia merasa cukup lega karena tidak merasakan lagi siksaan yang dilayangkan Mami dan Kakaknya. Pria ini sangat baik padanya, selalu memperlakukannya dengan baik dan layaknya manusiawi. Padahal--sebenarnya ia belum tahu kelanjutan hidupnya kelak berada disini. akankah bahagia, atau--semakin menderita? bagaikan keluar dari kandang macan, lalu masuk keperangkap singa.
Menit demi menit berlalu dengan begitu cepat, jarum pendek bersilih ganti setelah menit berlalu. Bulan menikmati makan malamnya hanya seorang diri, memikirkan Tuan Guntur yang belum juga pulang.
"Mungkin lembur." gumamnya, mengendikkan kedua bahu, lalu melanjutkan makan malamnya seorang diri
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Bulan merasakan kantuk yang sangat hebat. wanita itu bergegas mematikan televisi dan berjalan menuju kamarnya yang berada dilantai bawah. tidak berselang lama wanita itu tertidur lelap dan akan berlabuh ke alam mimpi yang indah.
"Pa-papi ... bawa Bulan, Pi ..."
Bulan mengigau, tangannya terulur ke udara ingin menggapai sang Ayah yang hadir dialam mimpinya. dahi gadis itu telah penuh dengan pelu, ia acap kali bermimpi serupa walau tidak disetiap malam.
"Pi!!" Bulan terbangun, tubuhnya terduduk dengan detak jantung yang berdetak sangat cepat.
Dan sejurus itu pula, indra pendengarannya menangkap suara dari luar sana, perhatiannya teralihkan pada pintu kamar yang tertutup. "Tuan Guntur, kah? baru pulang? aaah ... aku merasa haus." desisnya, Bulan bergegas turun dari ranjang.
Bulan terpaku didepan pintu kamarnya tatkala melihat pria itu membuka jas hitam yang membaluti kemeja putih telah dinodai oleh warna merah. tubuhnya menegang, pikirannya berkelana, dan mengira itu adalah darah. sejurus itu pula sebilah pisau berigi jatuh ke lantai, suaranya menggema dikeheningan malam.
Bulan ternganga, matanya melotot dan mulut ia tutup melihat pisau yang dibaluri oleh darah. disisi lain, pria itu tersenyum devil menatap raut wajah pembantunya.
"Selamat datang di dunia baru." Pria itu tergelak, kedua tangannya terentang ke samping
"Ma-maksudnya??"
"Ka-kamu pembunuh?"
🌺🌺🌺
Tokoh utama, [pengen ngirim fotonya, tapi nggak bisa]
Cek & Follow IG @elceshan2408
Add FB: elce kha
~ Sinar Rembulan Cakrawala (Bulan) 24 tahun
~ Guntur Anderson Perkasa (Guntur) 24 tahun
...Berikan like, koment dan hadiahnya, ya, zheyenk .... welcome di dunia psikopat 🤭...
🌺🌺🌺
"Ka-kamu pembunuh??" Bulan tercengang
"Hahahaha, akhirnya kamu sudah tahu juga." Ia tertawa dan mengaku tanpa ada rasa bersalah. Guntur merogoh sesuatu dari dalam tas kerjanya, selembar kertas ia layangkan kepada Bulan. "Sekarang, tanda tangani ini!"
Dengan tangan yang gemetar, Bulan berusaha meraih selembar kertas itu lalu membacanya dengan seksama.
"Mengurus kebutuhan lahir dan batinku sampai waktu yang ditentukan, jika menolak, kabur dan mengadu pada orang lain, kau dan keluarga kau akan ku lempar ke neraka!" ancam Guntur, memamerkan foto keluarga Bulan. sungguh membuat wanita itu takut dan merinding.
"Saya mohon, jangan!" Bulan mengiba, menjatuhkan tubuhnya, berlutut pada pria ini
"Maka dari itu, tanda tangani surat yang saya berikan!" teriaknya, untung saja Apartement ini kedap suara hingga tidak menimbulkan kebisingan sampai keluar
Bulan mengangguk cepat, ia begitu takut melihat murkanya pria ini. apalagi ekor matanya menangkap sebilah pisau tersebut. seketika saja tubuhnya bergidik ngeri dan tidak berani untuk melawan.
Hiks hiks, Papi ... apa salahku? Bulan menangis, begitu pula dengan suara batinnya
Guntur menatap sinis pada wanita yang bersimpuh dilantai, membubuhkan tanda tangannya dibagian bawah kertas itu
Begitu senangnya punya tawanan selugu dan sebodoh ini, sungguh malang sekali, Batin Guntur.
Sorot mata menyapu setiap lekuk tubuh wanita dihadapannya, cukup berisi dan molek. Bibirnya ia gigit kecil, tatapannya terlihat sensual, imajinasinya membayangkan keseksian tubuh dibalik baju itu seakan menuntunnya untuk melakukan sekarang.
Ya, tiba-tiba saja darahnya berdesir hebat, nalurinya yang menginginkan untuk melakukan sekarang, pria itu langsung menyergap wanita ini dalam dekapannya. Bulan terlonjak kaget, kedua bahunya dicengkeram kuat dan menarik tubuh mungil itu hingga membentur tubuh kekar Guntur.
Bulan ternganga, sapuan hangat menyentuh tengkuk lehernya, kecupan demi kecupan mulai terasa menggelikan. Bulan melenguh, kedua tangannya berusaha memberontak.
"Tidak ada perlawanan, sesuai isi surat itu!!" mata elang itu menghunus tajam menatap sepasang netra mengkilat milik Bulan
"A-aku mohon jangan sekarang, aku belum siap." buliran air mata pun jatuh juga membasahi pipinya, ia takut menatap mata iblis itu, Bulan menunduk membuang pandangannya pada pria ini
"Hanya sebentar." ujarnya, langsung menggendong tubuh mungil ini menuju kamar yang ditempati oleh Bulan
Bulan yang malang, namanya yang menerangi malam kini telah berubah haluan dalam waktu yang singkat, hidupnya semakin suram dan tidak bercahaya lagi. Didalam hatinya hanya menginginkan Papi Cakra, Papi tercintanya yang telah lebih dulu meninggalkannya.
Bulan pasrah, ia menerima perlakuan pria ini yang akan menggerayangi tubuhnya. Sesuai dengan isi surat perjanjian, memintanya untuk mengurus kebutuhan batinnya.
Aku akan membuktikannya, geram Guntur membatin
Pria kejam yang tidak punya hati ini langsung menindih tubuh suci yang belum tersentuh itu, masih bersih dan tampak bergemetar. Guntur berjanji akan membuatnya rileks malam ini, dengan rasa syahdu nan nikmat yang belum pernah keduanya rasakan. Dalam sekali tarikan, balutan benang yang dikenakan Bulan seketika robek, buah baju beterbangan kemana-mana, ia tercengang, pria ini benar-benar sangat liar, berbeda sekali akan keramahannya kala itu.
Bulan melemas, matanya terpejam dengan mulut yang mulai mengeluarkan suara indah. bukit kembarnya yang masih padat dan kencang, disergap dengan begitu buasnya. memainkannya, menyapu dan menyesap, rasa ini kian melebur menjadi rasa yang penuh kenikmatan.
Bulan menggeliat, sapuan bib*r pria ini beralih ke perutnya, memberikan rasa geli disana hingga berpindah ke area terlarang yang selama ini telah ia jaga dengan susah payah. dengan terpaksa ia menyerahkan kehorm*tannya malam ini, demi keutuhan keluarga dan dirinya. Ia tidak ingin mereka kenapa-napa ditangan pria psikopat itu.
Sungguh gembiranya berhasil merangs*ng wanita ini, Guntur bergegas memasukkan miliknya yang pernah dihina hingga membekas disanubarinya, ia akan membuktikannya malam ini bersama Bulan, sang penerang malam.
"Kurang baik apa aku sama kamu, wahai perawan? aku masih punya hati untuk memberikan rangsangan supaya kamu tidak terlalu kesakitan." ocehnya, sembari memasukkan anaconda secara perlahan kedalam goa sempit yang masih suci itu
"Tau apa kamu tentang aku? ooooh!!" Bulan mengerutkan wajahnya menahan rasa perih dibawah sana, kedua tangannya meremat kuat seprai disisinya.
Dua jam kemudian, penguji pertama telah berhasil dengan sempurna, Guntur merasa lega dengan kepuasan yang ia alami bersama gadis ini.
"Cuci kemejaku hingga bersih!" pria kejam ini menunjuk pakaiannya yang berserekan dilantai, Bulan bergeming, dalam tatapan kosong ia memandang langit-langit kamar sembari menangisi nasib hidupnya. wanita itu terisak kuat, air mata mengucur deras membasahi pelipisnya hingga jatuh kesela rambut. Bulan tidak menyangka, hidupnya seperih ini harus tinggal bersama pria jahat berdarah dingin itu.
"Mami ... maafkan Bulan yang sudah kabur dari rumah, Bulan durhaka, Allah memberikan ujian yang tidak pernah Bulan duga. hiks hiks hiks!" Ia menangis kencang, tubuhnya bergetar dengan isakan yang membuatnya sesegukan.
Disisi lain, Guntur yang telah tiba di kamar dalam posisi telanjang, langsung membuka laci dan mengeluarkan sesuatu.
Entah apa itu ...
🌺🌺🌺
...Like, koment, hadiah dan vote, jangan lupa ya, guys 😉 tetap ikuti kisahnya...
🌺🌺🌺
"Bulan!!!"
Suara menggema terdengar sangat kuat memekikkan telinga milik gadis yang sedang berkutat di Dapur. sontak tangannya bergetar mendengar teriakkan yang timbul dari lantai dua. dengan sigap perempuan tersebut berlari terbirit-birit menuju asal suara
"I-iya, Tuan, ada apa?" tanyanya
"Mandikan aku!" perintahnya, mata Bulan membulat mendengarnya
"Isikan air, cepat!" teriaknya, yang masih asyik memandang kota pada pagi hari yang cukup terik itu
Bulan kocar-kacir berjalan ke kamar mandi, melakukan perintah yang entah kenapa spontan ia turuti. mengingat pisau membekas darah dan pula ancaman keluarga dilayangkan padanya. walaupun Mami tidak menyukainya, setidaknya dengan cara melindungi adalah wujud kasihnya kepada Mami.
Air telah terisi beserta aromaterapi yang menenangkan mampu membuat tubuh terasa wangi, Bulan dengan cepat menghampiri Tuannya yang hanya melamun menatap keluar jendela.
"Air sudah siap, Tuan."
Pria itu membalikkan tubuhnya menatap sang pembantu. "Mandikan aku!" titahnya
Bulan bergeming, ia bingung dengan permintaan lelaki ini. melihat Bulan tak bereaksi, membuat Guntur mendengkus kesal dan langsung meraup kedua pipi gadis itu.
"Ingat tugasmu? melayani urusan lahir dan batinku! atau tidak---" Guntur mencengkeram kuat rahang milik Bulan, membuat wanita itu meringis. apalagi melihat wajah mengerikan dari pria itu.
"Eeeggh ..."
"Akan ku hancurkan rahangmu dengan sekali rematan!" bisiknya dengan penuh ancaman, lagi-lagi Bulan menangis menahan sakit itu.
Guntur tersenyum miring, ia puas melihat air mata wanita tawanannya. puas melakukan itu, ia melepaskan tangannya dari wajah perempuan ini.
"Masuk!" teriaknya, giginya bergemeletuk kuat, Bulan mengangguk dan langsung melaksanakan perintahnya
Air hangat yang menenangkan, Guntur merebahkan kepalanya di pembatas bathup, kedua tangannya terentang bersandar pada pembatas itu. Sedangkan Bulan, si pelayan tawanan, menggosok tubuh itu dengan spons jaring. Ia membuang wajahnya ke arah lain, alih-alih ingin menghindari pandangannya dari dada kekar berotot itu, sungguh menggoda dan hampir menggoda imannya.
"Tatap aku!" Bulan terlonjak kaget, refleks langsung menatap wajah tampan yang tak pernah lagi tersenyum itu
"Buka bajumu!" titahnya, sontak saja Bulan ternganga dan menggeleng
"Tidak terima bantahan!" pekiknya, Guntur menegapkan tubuhnya
Bagaikan bersama wanita bisu, gadis ini sampai tidak berani bersuara karena gertakan yang diberikannya. Namun melihat wajah takut itu, menjadi kepuasan tersendiri untuk Guntur. Ia senang, melampiaskannya dengan gadis ini sungguh menyenangkan baginya. Apalagi menikmati keperawanan itu, seketika membuat anaconda miliknya kembali menegang.
"Sudah, Tuan." ucapnya dengan suara yang lesu
Guntur menatapnya, ia mendengus kesal karena tidak sesuai dengan keinginannya. "Semuanya! semuanya!"
"Tapi--"
"Kau jangan macam-macam padaku, Bulan! kau tidak tau siapa aku, jadi menurutlah!" teriaknya, wanita itu mengangguk cepat dan buru-buru membuka seluruh pakaiannya hingga polos
Guntur menggigit bibirnya memandang tubuh molek nan menggoda dihadapannya, V yang mulus, bukit kembar nan masih fresh dan kencang. Tak sia-sia pilihannya selama ini menguntit wanita tersebut.
"Duduk diatasku, dan bermainlah." titahnya dengan lembut
"Ma-maksudnya?" Bulan yang polos, tentu saja masih bingung
"Ah, aku lupa." Guntur memutar bola matanya. "Duduk disini," Ia menunjuk bawah perutnya
Dengan ragu, wanita itu menurut. Guntur yang sudah memegang miliknya, tangan satu lagi menuntun tubuh wanita itu untuk membenamkan miliknya kedalam sangkar itu. Bulan terbelalak, tubuhnya menegang merasakan inti tubuhnya ditusuk dengan kasar.
"Sakit ..." Bulan meringis, matanya mulai berkaca-kaca. Namun lelaki itu tetap tidak peduli, bagaikan tidak punya hati ini adalah hiburan tersendiri. Pria itu mencengkram pundak pelayannya, mulai menggoyangkan pinggulnya keatas hingga gadis ini ikut terguncang
"Aaaakh!" Bulan menggigit bibirnya, ini sesuatu yang lebih menyakitkan
"Bagaimana, nikmat, bukan?" tanya Guntur yang menatap lekat raut wajah mengiba dari wanita suci tanpa dosa ini
"Hentikan, Tuan." pintanya, ia ingin bangkit, tapi cengkeraman tangan itu menahan tubuhnya untuk tidak beralih sedikit saja
"Rileks, Sayang ... sekarang kamu yang bergoyang." titahnya
***
"Maaf, Tuan, saran saya anda jangan seenaknya dengan penanganan perusahaan ini. Saya tahu anda adalah Boss, tapi reputasi perusahaan ini sudah hampir hancur, walaupun hasil kerja kita masih stabil." jelas sang Assisten yang bekerja bersama Guntur
"Hampir hancur bagaimana maksud kamu?"
"Maaf, menurut saya konsentrasi anda telah terpecah dan anda juga lalai." ucapnya dengan nada lemah, Assisten itu menunduk tidak berani menatap kilatan amarah itu, ia tahu ini akan terjadi, tapi demi perusahaan ia siap menerima amukan dari Tuannya.
Perihal hasil kerja yang masih stabil tanpa adanya penurunan, tentu saja itu adalah hasil usaha keras Asistennya dan para pegawai lainnya. banyak mereka yang berasumsi bila atasannya memiliki masalah kejiwaan. hanya demi perusahaan yang telah berdiri lama, mereka berusaha untuk mempertahankan gedung ini.
Prang!!
Terdengar dentuman kuat yang berasal dari barang-barang diatas meja kerja, semuanya berserakan dilantai hingga membuat Assisten itu terkejut.
"Kau menghinaku rupanya, apa kau tidak tau siapa aku, hah!" Guntur mencengkeram kerah kemeja pria ini
"Sa-saya tau, Tuan." ucap gugup pria berusia tiga puluh tahun itu. tentu saja dia tahu bila atasannya ini sangat kejam, emosional dan temprament
"Kau, aku pecat!!"
🌺🌺🌺
...Jangan lupa like, koment, vote dan hadiahnya 😉...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!