NovelToon NovelToon

Istri Pengganti Ceo

Kecelakaan Hari itu,

Devita dan Kanaya adalah gadis kembar yang identik. Mereka berdua terlahir 21 tahun yang lalu dari keluarga pengusaha Rayhan Adi Wiguna. Walaupun mereka kembar. Mereka berdua memiliki karakter yang sangat berbeda. Tidak hanya dari tampilan fisiknya saja, tetapi dari sifat mereka masing - masing.

Devita Zivara Aurellia, sang kakak memiliki sifat yang sangat terbuka dan mudah bergaul, penampilan fisiknya pun selalu seksi dan bergaya. Ia juga banyak sekali bergaul dengan orang - orang populer di lingkungan mereka, baik di sekolah maupun lingkungan rumah.

Sedangkan Kanaya Zivara, lebih suka menyendiri dan tidak banyak bergaul dengan orang. Penampilan Kanaya lebih sederhana dan ia menyukai pakaian yang tertutup dan sopan.

Di hari yang mendung yang seperti ini, Kanaya memilih untuk tinggal di rumah dan mengerjakan skripsinya, di bandingkan dengan pergi keluar.

Kanaya adalah seorang mahasiswa Akutansi tingkat akhir yang sedang menyelesaikan skripsinya. tiba - tiba terdengar suara ketukan pintu dari kamarnya dan sang Kakak lah yang ternyata mengetuk pintu kamar tersebut kemudian mulai menghampiri Kanaya yang sedang mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Dan berkata, "Kanaya? Ayolah..., hari ini saja aku punya waktu untuk bisa seharian bersamamu! Karena sebentar lagi aku akan menikah, dan kita pasti tidak bisa melakukannya lagi." bujuk Devita pada saudara kembarnya Kanaya.

Devita memang akan menikah minggu depan dengan Elvano seorang pengusaha yang sukses dan penerus satu - satunya kerajaan bisnis Alvarendra.

"Tapi kak Vita, hari sudah hampir hujan, lain waktu saja ya," ujar kanaya menolak kakaknya untuk pergi ke taman hiburan saat itu.

" Ini belum hujan, Kanaya. Hanya mendung saja! Ayolah, aku kangen bermain berdua saja denganmu! ujar Devita masih berusaha membujuk adiknya.

"Kak, bukankah papah dan mama melarang kakak untuk keluar rumah?" tanya Kanaya. sekalian mengingatkan Devita.

" Sudahlah, Ay. Lagian apa sih yang akan terjadi? Kita kan hanya pergi ketaman hiburan saja," ujar Devita. Namun kanaya terlihat masih ragu.

"Biar aku yang bertanggung jawab jika terjadi sesuatu," ujar Devita berusaha meyakinkan adiknya.

Akhirnya Kanaya pun menyetujui untuk pergi ketaman hiburan itu.

Hari itu, cuaca memang mendung, tetapi tidak hujan, sehingga cukup menyenangkan untuk bermain tanpa terpapar terik matahari.

" Kanaya, Aku tahu kamu menyukai Elvano," tiba - tiba Kak Devita berkata seperti itu, saat mereka sedang duduk di taman sambil menikmati ice krim.

Kanaya terkejut mendengar perkataan Devita. Ia tidak menyangka kakaknya akan mengetahui hal itu.Kanaya memang jatuh hati pada Yohanes Elvano Alvarendra jauh hari sebelum acara perjodohan kakaknya itu dengan Elvano. Karena Ia memang mengagumi dan memuja Elvano.

Sebelum pertunagan Devita dan juga Elvano, Kanaya sudah beberapa kali bertemu dengan Elvano saat ia tengah ikut papah dan mamahnya ke acara - acara sosial yang di selenggarakan oleh penjabat daerah mereka. Seminar dan banyak acara lain yang sering di hadiri oleh pengusaha di kota mereka seperti ayahnya, Rayhan Adi Wiguna dan Elvano. Tetapi sayangnya Elvano tidak menggubris atau menyadari kehadirannya. Walaupun saat itu Kanaya berdiri di dekat Ayahnya yang sedang berbicara dengan Elvano sekalipun.

Namun, Kanaya tahu diri, Ia merasa dirinya tidak menarik, tidak seperti kakaknya yang sangat mudah menarik para laki - laki manapun yang mengenalnya. Bahkan Elvano pun terlihat antusias saat berbicara dengan Devita. Saat mereka baru pertama kali bertemu. Hingga saat kedua orang tua membicarakan perjodohan di antara mereka. Baik Devita maupun Elvano tidak menolaknya.

Kanaya mengira kakaknya tidak mengetahui mengenai apa yang di rasakannya terhadap Elvano, sampai saat ini. Karena Kanaya benar - benar sangat menyayangi Devita. Oleh sebab itu, walaupun berat, Ia menerima perjodohan Kakaknya dengan Elvano. Dan mulai Menekan perasaannya, agar Kakaknya dan Elvano bisa berbahagia.

Kanaya menoleh ke arah lain dan menghela napas, Kemudian menoleh kembali pada Devita.

"Aku memang sangat menyukai dia, Kak. Tetapi aku tau Kakak dan Ka Elvano saling menyayangi dan aku ingin terbaik untuk Kakak," ucap Kanaya pada Devita. Sambil tersenyum.

"Benarkah? Apakah kamu ikhlas aku menikah dengannya?" tanya Devita. Sambil memandang ke arah Kanaya.

"Ya Kak, Aku ikhlas." jawab Kanaya sambil tersenyum, walaupun di hatinya ia masih menyimpan rasa pada Elvano.

Devita pun memeluk sang adik dengan erat.

"Terima kasih Kanaya, Aku berharap kau pun akan berbahagia. Di suatu hari nanti dengan jodoh pilihanmu sendiri," ujar Devita mendoakan agar adiknya juga bisa berbahagia.

"Makasih Kak," balas Kanaya.

"Setelah itu mereka mencoba hampir menaiki semua wahana yang ada disana, sampai mereka melewati sebuah Ferris Wheel. Dan berfoto sebentar.

Anggap aja begini ya cheu, Hahaha

"Naik ini yuk, Ay!" ajak Devita.

"Tapi, Ini sudah mulai gerimis, Kak. Ayo kita pulang saja. Aku pun sudah capek dan masih mau mengerjakan skripsiku," ujar Kanaya. sedikit cemberut.

"Sebentar saja Kanaya, Setelah ini kita pulang," ujar Devita sambil menarik tangan Kanaya ke arah pintu masuk Ferris Wheel.

Dan mereka berdua pun akhirnya menaiki wahana itu bersama - bersama dalam satu kereta. Saat mereka menaikinya, tiba - tiba yang tadinya gerimis mendadak kini berubah menjadi hujan yang deras, dan mereka pun tidak bisa bergerak kemana - kemana, hanya bisa berteduh di bawah canopi kereta mereka.

Petugas hiburan mulai mengevakuasi penumpang Ferris Wheel satu persatu. Namun, karena kereta mereka berada di posisi paling atas, mereka harus menunggu. Dan kini hujan menjadi bertambah derasnya dan petir pun saling bersahutan.

"Kak!" teriak Kanaya saat petir menggelegar, dan tiba - tiba Ferris Wheel itu berhenti bergerak.

" Tenang Kanaya, Ada Kakak," ujar Devita menenangkan Kanaya.

Petugas taman bermain berteriak agar mereka tetap tenang di kereta mereka masing - masing, namun orang - orang yang berada di Ferris Wheel tersebut terlanjur menjadi panik dan sebagian dari mereka keretanya tidak terlalu jauh dari tanah, mulai turun satu persatu - satu dengan panik membuat Ferris Wheel bergoyang dan tidak stabil.

Tiba - tiba wahana bergoyang dan condong ke arah luar, Sehingga Devita yang berada di tepi pun terpleset. Kanaya berteriak dan seketika itu juga berusaha untuk menangakap Devita. Semua orang yang berada di bawah melihat kejadian itu berteriak histeris.

Kanaya berhasil menangkap tangan Devita, namun dengan kondisi hujan yang deras seperti itu sangat sulit untuk menarik Devita agar bisa masuk kedalam kereta mereka.

"Bertahanlah Kak!" teriak Kanaya. Meminta Kakaknya agar tidak melepaskan pegangan tangan mereka.

Tangan Devita yang memegang tangan Kanaya terus merosot secara perlahan.

"Argghh..!" Geram Devita berusaha menarik dirinya naik ke atas.

Kanaya pun hanya bisa memegangi Kakaknya itu dengan satu tangan karena tangan satunya memegang besi ferris wheels untuk menahan Kakak dan dirinya agar tetap stabil.

Kanaya pun sudah hampir tertarik ke bawah karena berat badan mereka dan derasnya air hujan.

" Kak, aku mohon bertahanlah!" Teriak Kanaya sambil meneteskan air mata. Ia sangat kesakitan menahan berat badan Kakaknya sementara ia pun ikut tertarik pada Devita.

"Kanaya, dengarkan Kakak," ujar Devita sambil menatap mata Kanaya.

"Kakak tidak apa - apa, lepaskan," ujar Devita sambil tersenyum.

"Tidak Kak! Aku tidak mau melepaskannya, aku masih bisa menahannya, ku mohon bertahanlah sebentar lagi, Kak!" jawab Kanaya sambil menggelengkan kepala. Karena ia tidak mau kehilangan Kakaknya.

"Tapi aku sudah lelah, Ay. Tolong jaga Papa, mama dan Mas Elvano ya," ucap Devita dan mulai melepaskan pegangan tangannya pada Kanaya.

Kanaya menggelengkan kepala pelan dan menangis sesegukan. Ketika ia tidak bisa melakukan apapun saat melihat Kakaknya meluncur bebas di tengah derasnya air hujan, kecuali memanggil namanya.

"Kak Devitaaaaaaaa!"

Bersambung...

Terima kasih sudah membaca. Maaf kalau masih banyak typho.

Jangan lupa like, komen, vote dan hadiahnya.

Trauma Kanaya Dan Dukungan Devan.

"Kak Devitaaaa! Tidakk!" Teriak Kanaya dalam tidurnya.

"Kanaya, bangun sayang! Bangun!" panggil Ratna, mama Kanaya. Yang mencoba membangunkan Kanaya dari tidurnya.

Kanaya terduduk denga kening yang berkeringat. Kedua matanya membelalak dan nafasnya terengah - engah.

"Kanaya!" panggil Ratna, sambil memeluk anak gadisnya yang yang selalu bermimpi buruk sejak kejadian tragis hari itu. Tepatnya 6 bulan yang lalu di taman bermain.

"Ikhlaskan Kanaya, ikhlaskan kepergian kakakmu, dia sudah damai di sana." ujar Ratna sambil meneteskan air mata. Meski ia sendiri merasa berat kehilangan seorang putrinya, tetapi ia tidak ingin kehilangan salah satu putrinya lagi yang sangat di cintainya.

Kepergian Devita yang sangat tragis telah membuat trauma yang sangat mendalam pada diri Kanaya. Ia bahkan selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu. Walaupun tidak mudah untuk melupakan kejadian hari itu. Tapi, Kanaya tidak akan pernah lupa kejadian tragis itu akan selalu terus - menerus menghantuinya.

Kanaya melepaskan pelukan mamanya dan mengusap keningnya yang basah karena keringat.

"Kanaya tidak apa - apa, Ma?" ujar Kanaya sambil memaksakan sebuah senyuman yang manis.

Kemudian Kanaya melirik jam yang berada di dinding kamarnya dan beranjak dari ranjang.

"Kanaya baik - baik saja. Sekarang Kanaya mau siap - siap kuliah dulu." ujarnya. lalu bergegas menuju ke kamar mandi.

Ratna memandang punggung anak gadisnya dan menghela napas pelan. Ia pun keluar dari kamar Kanaya dan membiarkannya untuk bersiap - siap pergi untuk kuliah.

Di dalam kamar mandi, Kanaya menatap wajah tirusnya. yang terlihat tidak bersemangat di depan sebuah cermin. Ia pun menghela napas berat sebelum membasuh wajahnya dengan air.

samar - samar di dengarnya suara telpon genggamnya berbunyi, dan ia pun segera keluar ke kamar mandi dan mengambil telepon genggamnya yang ia letakkan di meja.

"Ya, Devan?" jawab Kanaya saat ia mengangkat panggilan telepon dari Devan.

Devan Permana adalah sahabat karibnya sejak kecil. Devan tinggal di sebelah rumah mereka sejak berusia 12 tahun. Walaupun Devan lebih tua dua tahun dari pada Kanaya, namun mereka sangat cocok dan akrab.

Devan sendiri telah bekerja pada sebuah firma hukum. Ia lulus fakultas hukum dua tahun yang lalu dan sedang melanjutkan kursus pendidikan Advokat, agar ia bisa menjadi pengacara yang handal seperti cita - citanya.

"Halo Kelinci Cantikku!" Panggil Devan pada Kanaya.

Kanaya memutar bola matanya malas. Rasanya ia ingin sekali menjitak kepala Devan setiap kali ia memanggilnya dengan sebutan 'Kelinci Cantikku'.

"Ada apa sih, Van?! Aku mau mandi, Nih!" ujar Kanaya dengan nada suara yang terdengar kesal.

"Apa?! Kamu baru mau mandi? Memangnya kamu nggak jadi ketemu dosen hari ini?" tanya Devan heran, karena hari sudah agak siang.

"Jadi, Tapi nanti jam 10 lebih," jawab Kanaya singkat.

"Ya sudah, cepetan mandi. Nanti aku kesana sebentar lagi." ujar Devan.

"Iya, ya sudah ya," ujar Kanaya.

"Bentar, Ay....." panggil Devan

"Apalagi sih, Van?!" tanya Kanaya kesal.

"Menurut kamu, aku bagus pake baju yang warna apa, Ay? Biru atau hitam?" tanya Devan meminta saran.

Kanaya pun membuka kaca jendelanya dan melihat keluar, ke jendela tetangga di sebrang kamarnya.

Dari jendela kamarnya itu, Kanaya melihat Devan sedang memegang 2 buah kaos yang satu berwana biru dan satu kaosnya lagi berwana hitam.

"Hitam" jawab Kanaya langsung lalu menutup percakapan teleponnya dan masuk ke kamar mandi.

Ya..., Devan sering melakukan hal seperti itu karena jendela kamar mereka saling berhadapan yang memungkinkan mereka untuk bisa melihat satu sama lain.

Sebenarnya Devan masih ingin berbicara namun ia berdecak kesal karena melihat Kanaya sudah langsung memutus sambungan teleponnya. Kemudian ia langsung memakai kaos hitam yang sudah di pilihkan oleh Kanaya, dan mulai menyisir rambutnya.

Ya, hari ini Devan sudah berjanji akan mengantar Kanaya pergi ke kampusnya untuk bertemu dengan dosen pembimbing skripsinya.

Sejak kehilangan Devita, kuliah Kanaya sempat terbengkalai. Dan baru sebulan lalu Devan berhasil menyemangati Kanaya untuk kembali kuliah dan menyelesaikan skripsinya. Devan pun tak segan - segan mengantar jemput Kanaya ke kampus di antara jam kerjanya. Semua itu ia lakukan agar Kanaya bisa kembali beraktivitas dan melupakan kejadian tragis yang telah merubah hidup Kanaya.

Ia ingin Kanaya kembali seperti dulu, yang selalu bersemangat dan selalu tersenyum.

Devan tidak perlu mengetuk pintu jika ia masuk rumah keluarga Kanaya. Karena keluarganya sudah sangat mengenalnya. Ia pun sering bertandang kesana, untuk bertemu dengan Kanaya. Rumah Adi Wiguna adalah rumah kedua baginya, begitu pula rumahnya untuk Kanaya.

Devan hanya tinggal berdua dengan ibunya setelah ayahnya meninggal tiga tahun yang lalu. Dan kehadiran Kanaya yang sering bermain ke rumahnya membuat Bundanya dekat dengan Kanaya.

"Pagi, Om dan Tante" sapa Devan pada kedua orang tua Kanaya.Dengan senyum manisnya.

"Pagi juga Devan. Kanaya masih di atas tuh, Kamu langsung naik aja temui Kanaya." ujar Ibu Kanaya padanya.

"Baik tante, Aku langsung ke atas dulu ya." jawab Devan sambil berjalan setengah berlari ke kamar Kanaya.

Ratna dan Rayhan saling pandang melihat Devan berjalan ke lantai atas. Mereka bersyukur karena ada Devan yang selalu memperhatikan dan menjaga Kanaya, terlebih sejak kepergian Devita. Devan lah yang paling giat memberikan semangat dan membantunya melewati masa - masa duka.

"Kanaya.., Ay!" panggil Devan sambil mengetuk - ngetuk pintu kamar Kanaya.

"Bentar, Van! Kamu jangan masuk dulu!" Teriak Kanaya dari dalam kamar.

Kanaya pun tergesa - gesa memakai pakaiannya. Kemudian membukakan pintu bagi Devan.

"Bentar ya, Van." ujar Kanaya sambil membiarkan pintu kamarnya terbuka dan berbalik ke arah meja rias.

Devan langsung masuk ke dalam kamar Kanaya, dan dengan santainya duduk di ranjang Kanaya.

"Ay..., Kira - kira apakah kamu bisa wisuda bulan depan?" tanya Devan tiba - tiba sambil memperhatikan Kanaya yang sedang memoles make up tipis di wajahnya.

"Ya, mudah - mudahan. Memang kenapa Van?" tanya kanaya. Dan mengernyitkan dahinya sambil melihat Devan dari pantulan cermin di depannya.

Devan merebahkan dirinya di ranjang Kanaya.

"Gak ada apa - apa. Aku juga akan lulus kursus Advokatku bulan depan," ujar Devan.

"Oh, Ya. Bagus itu, Van!" ucap Kanaya sambil tersenyum lebar pada Devan.

Kanaya ikut merasa senang karena Devan bisa lulus Kursus Advokatnya. Itu artinya Devan juga akan melaju selangkah lagi untuk menjadi pengacara seperti Cita - citanya selama ini.

"Iya, dan aku ingin melamar bekerja pada kantor Advokat Asegaf Star (AS). Temanku mengatakan di AS mereka sedang merekrut Advokat baru," ucap Devan. Sambil menoleh ke arah Kanaya.

"Maksudmu Asegaf Star yang terkenal itu?" Tanya Kanaya. Sambil mengernyitkan dahinya.

Devan kemudian duduk dan mengangguk.

" Tapi, Bukankah kantor Advokat itu berada di pusat Kota B?" tanya Kanaya lagi.

"Iya, Ay." jawab Devan singkat.

"Lalu, Kamu akan pindah, Van?" tanya Kanaya sambil membalikkan tubuhnya ke arah Devan. dan terlihat sedikit sedih.

"Belum tentu, Ay. Kan, aku baru mau melamar kerja disitu. Dan aku juga belum tentu di terima, kan?" ujar Devan sambil tersenyum canggung.

"Ayo, Kita berangkat, Ay.!" Ajak Devan sambil bangkit dari ranjang dan berjalan keluar dari kamar Kanaya. Ia tidak ingin membahas dulu mengenai kemungkinan ia akan pindah dari kota D, kota mereka sekarang.

Kanaya mengikuti Devan dan berjalan di belakangnya. Ia masih memikirkan apa yang dikatakan Devan tadi.

Akankah Devan benar - benar akan pindah ke kota B dan meninggalkan Kanaya.?

Nantikan kisah mereka selanjutanya ya...!

Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.

Jangan lupa like, komen dan vote. Kalau berkenan tekan tombol like...like..like

Kebencian Elvano pada kanaya

Kanaya tahu Devan seorang yang berbakat dan passionnya memang di dunia hukum. Ia pun lulus dari Fakultas hukum dengan Cum Laude, Sehingga mudah saja baginya mencari pekerjaan di kota mereka. Cita - cita Devan adalah menjadi pengacara yang handal. Dan dengan bekerja di kantor Asegaf Star yang sangat terkenal itu, Pasti akan cepat memuluskan langkahnya untuk menjadi pengacara yang handal, Karena dengan begitu ia bisa belajar banyak dan berkarir disana.

Kanaya sangat percaya, Jika Devan akan sukses disana. Tapi, jika Devan benar akan bekerja disana. ia akan sangat kehilangan Devan.

"Ay, Ayo cepat naik!" seru Devan pada Kanaya yang masih menerawang dengan pikirannya.

Kanaya pun tersadar dan segera naik ke atas mobil Devan yang terpakir di depan rumahnya.

" Abis ini, kita nonton yuk Ay, Film yang kamu tunggu udah di rilis tuh," ujar Devan sambil menyetir mobilnya.

"Beneran Van. Udah di rilis? Jam berapa? jawab Kanaya penuh semangat.

"Siang kayanya. Nanti aku lihat lagi jadwalnya, Ay." balas Devan sambil fokus menyetir.

Tak lama mereka sudah sampai di depan kampus Kanaya. Dan Devan memarkirkan mobilnya.

"Doain ya, Van. Mudah - mudahan ini revisi terakhirku," ucapa Kanaya.

"Pasti, Ay. Semoga sukses ya. Aku tunggu kamu di sini," jawab Devan.

Kanaya mengangguk dan keluar dari mobil Devan.

Devan menatap Kanaya yang melangkah menjauhi mobilnya dan memasuki bagunan fakultas itu.

Setelah menunggu selama kurang dari satu jam, Devan melihat Kanaya berjalan ke arah mobilnya.

"Gimana, Ay?" tanya Devan setelah Kanaya masuk ke dalam mobilnya.

Kanaya tersenyum lebar dan berkata, " Minggu depan aku bisa ujian, Van."

"Yes!" seru Devan dengan gembira.

"Selamat ya, Ay. Akhirnya Skripsi kamu di Acc juga!" ujar Devan langsung memeluk Kanaya.

"Makasih, Van. Dan doain juga semoga minggu depan aku bisa lolos ujian. ucap Kanaya.

"Pasti Ay. Aku tahu kamu pasti bisa," jawab Devan masih memeluk Kanaya.

Kini Devan sudah lega karena Skripsi Kanaya sudah di Acc, sehingga besar kemungkinan Kanaya bisa ikut wisuda bulan depan.

"Kita harus rayain ini, Ay," ujar Devan sambil melepas pelukannya.

"Nggak usah Devan, Kan aku belum ujian. kok udah merayakan?" ujar Kanaya sambil tertawa kecil.

"Nggak pa - pa, Ay. Nanti, aku yang traktir. Yuk kita berangkat sekarang!" ujar Devan sambil memundurkan mobilnya keluar dari parkiran mobil, kemudian menuju ke mall terbesar di kota itu.

Beberapa saat kemudian Kanaya dan Devan keluar dari bioskop dengan senyum di wajah mereka dan membahas film yang baru tadi mereka tonton.

"Tapi semua itu cuma ada film, Van." ujar Kanaya yang menanggapi cerita di film yang mereka tonton.

"Menurut aku, Cerita seperti itu memang ada, Ay, yang tetap bertahan sampai kapanpun," ujar Devan berpendapat.

"Devan..Devan... ternyata kamu romantis juga!" celoteh Kanaya sambil tertawa hingga ia tidak melihat jalan dan menabrak seseorang.

Bugh!

"Aduh.." pekik lara sambil memegang hidungnya yang menabrak sesuatu yang keras.

Kanaya terkejut saat mengetahui ia menabrak seorang laki - laki dan hidungnya terbentur dada bidang orang itu. Namun yang membuat Kanaya semakin terkejut. orang yang di tabrak Kanaya adalah Yohanes Elvano Alvarendra. Mata Kanaya membalalak dan mulutnya terbuka karena kaget dan terkejut.

"Maaf" kata - kata itu reflek meluncur saja dari mulut Kanaya.

Elvano tidak bergeming ia hanya menatap Kanaya dengan dingin, kemudian melirik sekilas pada Devan yang menarik Kanaya mundur.

Lalu tanpa berkata - kata, Elvano langsung pergi meninggalkan mereka.

"Kamu nggak apa - apa, Ay?" tanya Devan pada Kanaya yang masih memandang Elvano berjalan meninggalkan mereka.

Kanaya mengangguk walaupun masih terkejut dengan apa yang telah terjadi baru saja. ini kali pertama Kanaya bertemu dengan Elvano lagi setelah beberapa bulan tidak bertemu dengannya.

Kanaya terakhir bertemu dengan Elvano sekitar 6 bulan yang lalu di tempat pemakaman Kakaknya yaitu Devita. Saat itu pun Elvano memandangnya dengan dingin, dan hanya sekilas saja. Kanaya tidak terlalu memperhatikannya. Karena saat itu, Kanaya teramat sedih dan berduka dengan kehilangan Devita, saudara kembarnya.

"Jangan dipikirkan lagi, Ay. Ayo kita pulang," ujar Devan sambil menggandeng tangan Kanaya.

Ternyata Elvano memperhatikan Devan dan juga Kanaya berjalan di mall itu. Tangannya terkepal.

Ia tidak rela. Melihat gadis yang menghancurkan hidup dan kebahagiaanya sekarang tampak sangat berbahagia.

Elvano sangat membenci Kanaya. Ia menyalahkan Kanaya atas kematian Devita yang tragis pada hari itu. Jika bukan karena Kanaya, mungkin Devita masih hidup.

"Ck! Ternyata secepat itu dia melupakan apa yang telah di lakukannya pada Devita? Jika bukan karena dia, Devita tidak akan pergi ke taman bermain pada hari itu!" batin Elvano.

Meski polisi telah mengatakan kejadian itu adalah murni kecelakaan. Tetapi, walaupun begitu Elvano tidak tinggal diam. Dengan uang yang di milikinya, ia memastikan taman bermain itu di tutup selamanya dan untuk Kanaya?

Elvano memang belum melakukan apapun pada Kanaya.

Pada hari pemakaman Devita, ia melihat Kanaya berdiri di sana, di samping makam Devita, tepat di sebrang Elvano berdiri. Ia menangis tersedu - sedu dengan wajah yang sembab.

Elvano hanya menatapnya, dan merasa heran mengapa kanaya bisa menangis begitu sedih. Padahal ia lah penyebab kematian Devita. Karena menghormati pemakaman Devitalah Elvano tidak langsung mendamprat Kanaya.

"Jangan harap kau bisa berbahagia seperti itu, Kanaya Zavira!" gumam Elvano sambil memandang kedua orang itu berjalan keluar Mall.

****

"Mampir dulu Ay, Bunda pasti nanyain kamu?" Ajak Devan saat Devan memarkirkan mobil di depan rumahnya.

"Besok aja deh Van. Hari ini aku mau istirahat saja, salam aja buat Bunda," jawab Kanaya.

Kanaya masih teringat pandangan dingin Elvano padanya tadi. dan rasanya ia ingin cepat - cepat pulang kerumahnya

Kanaya memang tidak pernah memikirkan Elvano lagi sejak ia sudah mengikhlaskan Elvano bersama kakaknya di taman bermain hari itu.

Namun, saat ia bertemu lagi dengan Elvano tadi, ia masih dapat merasakan ketertarikan dirinya pada Elvano. Bagaimanapun Kanaya harus memendamnya. Biarlah kenangan akan Elvano hilang bersama kenangannya akan pada Kakaknya Devita.

"Ya sudah aku antar sampai depan pintu, Ay," ujar Devan sambil melangkah keluar.

"Nggak usaha, Van. kayak rumahnya jauh aja." canda Kanaya sambil tertawa.

Namun, Devan tetap mengantar Kanaya sampai ke rumah.

"Makasih ya Van, dah nganterin dan udah trakrir aku makan," ujar Kanaya.

"Kaya sama siapa saja," jawab Devan membalas candaan Kanaya.

Kanaya tersenyum bahagia, karena mempunyai sahabat seperti Devan, yang selalu ada untuknya. Bahkan dalam saat - saat. terpuruknya

Terima kasih sudah membaca. Maaf kalau masih banyak typho.

Nantikan kisah mereka selanjutnya ya....!

Jangan lupa like, komen dan vote. Di tunggu komentarnya ya~~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!