NovelToon NovelToon

Jarak (Dikejar Hot Duda)

1 Canaya - Rinai Hujan

Hujan sore ini sangat deras, mengingatkan seorang perempuan muda akan peristiwa beberapa tahun yang lalu. Masa lalu yang membuat jalan hidupnya banyak berubah. Segelas teh madu menemani sorenya.

Setelah secangkir teh madu itu habis, Naya segera masuk ke kamar mandi, melepaskan semua yang dia kenakan dan masuk ke dalam bathub yang berisikan air hangat juga sabun aroma apel dan aroma terapi. Tubuh putih mulusnya kini semakin seksi di usia yang lebih matang dari empat tahun yang lalu.

Dia menggosok dengan lembut seluruh tubuhnya.

Rasa lelahnya seketika menghilang, tergantikan kenyamanan yang membuatnya mengantuk.

Di luar sana, hujan masih turun dengan deras, membuat orang-orang enggan beraktifitas di luar. Setelah selesai mandi dan mengenakan piyamanya, Naya segera merebahkan tubuhnya di kasur, menarik selimut hingga lehernya dan tak lama kemudian terlelap.

Keesokan paginya

"Morning."

"Morning."

"Morning."

Ucapan selamat pagi dari Kirei, Monic dan Letta menyambut kedatangan perempuan muda itu.

Hujan kembali turun, ingatan Naya kembali di tepat dua hari setelah kedatangannya ke negera ini.

"Hei, bengong saja," tegur Kirei membuyarkan lamunan Naya.

Kirei adalah senior Naya saat SMA dulu. Saat itu mereka tak terlalu mengenal dekat, namun juga tidak bermusuhan. Sama seperti Naya yang mendapatkan beasiswa di SMA-nya, Kirei juga menjadi murid dengan jalur khusus.

Karena suatu hal, Kirei tak langsung melanjutkan pendidikannya, namun satu tahun kemudian dia melajutkan pendidikannya dan bertemulah kembali dia dengan Naya dan mereka menjadi sahabat.

Naya, Monic, Zilda, Letta, Kirei.

Lima orang sahabat yang sama-sama menjadi koas di salah satu rumah sakit terbesar di kota ini. Di usia yang masih tergolong muda, kelima perempuan muda itu akan segera menyandang gelar dokter, tentu saja karena kepintaran mereka yang tak main-main, terutama Naya.

"Kita harus segera menyandang gelar dokter lalu mengambil spesialis," ucap Naya.

Naya sendiri ingin menjadi seorang psikiater. Apalagi penyebabnya kalau bukan karena masa lalunya. Meskipun sebenarnya dia ingin menjadi seorang dokter spesialis bedah. Dia sering dilema karena hal ini.

Kirei, dia ingin menjadi dokter spesialis penyakit dalam (Sp. PD) atau istilah kedokterannya Internis. Ini juga berhubungan dengan masa lalunya.

Monic ingin menjadi dokter spesialis anak (Sp. A) atau Pediatris. Lagi-lagi karena berhubungan dengan masa lalu.

Zilda yang ingin menjadi spesialis kandungan dan ginekologi (Sp. OG).

Letta yang menjadi dokter gigi, namun ingin melanjutkan pendidikannya dan mengambil spesialis bedah mulut.

"Kalau kamu sanggup, ambil saja dua jalur spesialis, Nay."

Monic sangat tahu apa yang dipikirkan sahabatnya itu.

Di usia yang masih sangat muda, Naya sudah melakukan banyak hal dalam hidupnya. Bekerja siang malam, entah karena ambisi atau sekedar menghibur diri, tak ada bedanya.

"Pagi rekan-rekan kerjaku yang cantik," sapa Zilda yang baru datang. Dia langsung duduk di samping Kirei dan menyeruput teh hangat milik Kirei.

"Hei, itu minuman aku."

"Minta dikit."

Tak lama kemudian sarapan pesanan mereka datang. Memang sudah menjadi kebiasaan mereka jika tidak sempat sarapan di apartemen, maka mereka akan sarapan di cafe depan rumah sakit.

Ngomong-ngomong, mereka tinggal di satu apartemen. Sebenarnya masing-masing dari mereka memiliki satu unit apartemen yang posisinya hanya bersebelahan saja.

Lima unit yang ada di satu lantai itu akan menjadi tempat tinggal mereka secara bergilir. Bukan karena mereka takut untuk tinggal sendiri, hanya saja untuk memudahkan mereka saling menjaga dan mengingatkan.

Pernah suatu hari Zilda tak dapat dihubungi. Ponselnya mati, namun setelah pintu apartemennya dibuka oleh Letta, ternyata gadis itu tidur seperti ayam mati karena kelelahan. Untung saja mereka saling tahu password apartemen. Akibatnya Zilda mendapat teguran dari dokter pembimbingnya karena terlambat datang ke rumah sakit.

Menjadi koas memang tak mudah dan sangat melelahkan. Mereka akan mendapat shift malam dan berjaga semalaman.

Apalagi jika ada kecelakaan beruntun dan itu terjadi malam hari, di mana dokter yang ada di rumah sakit hanya beberapa orang saja.

"Katanya sebentar lagi FJ akan mengeluarkan produk baru?" ucap salah satu pengunjung cafe.

"Dengar-dengar sih produk itu akan dijadikan perhiasan yang digunakan dalam acara ajang kecantikan."

"Kapan ya, aku bisa membeli perhiasan di sana?"

"Aku pun ingin. Harga yang paling murah saja bisa menghabiskan satu tahun gajiku."

"Andai saja pemiliknya suamiku, aku bisa terus-terusan memakai perhiasan mewah."

"Mimpi saja kamu!"

"Suka-suka aku, dong. Namanya juga mimpi, siapa tahu saja jadi kenyataan."

Kelima dokter muda itu hanya diam mendengar pembicaraan para wanita yang duduknya bersebelahan dengan mereka.

"Ayo kita mulai bekerja, sebelum para dokter memberikan hukuman lagi karena kita terlambat."

Menjadi seorang dokter membutuhkan waktu yang lama, namun sekali lagi, berkat kepintaran kelimanya, mereka bisa menjalankan semuanya dengan lebih cepat.

Kelimanya berjalan memasuki loby rumah sakit yang langsung menjadi pusat perhatian. Banyak yang iri kepada mereka. Bukan hanya karena cantik, kecerdasan mereka membuat para dokter senior sering memuji bahkan ingin menjadikan mereka kekasih atau menantu.

Mereka langsung menuju ke ruang dokter pembimbing mereka masing-masing, namun sebelumnya saling memberikan tos untuk memberi semangat.

Beberapa orang perawat melirik sinis pada kelimanya. Begitu juga dengan dokter perempuan yang menyimpan iri.

Profesi boleh bagus, tapi bukan berarti hati tak bisa dengki.

"Sok cantik banget sih, mereka!"

"Tapi kan, memang cantik," jawab salah satu perawat yang cukup sadar bahwa kelimanya memang cantik.

Masa mau sok jelek.

"Apa sih bagusnya mereka?"

"Banyak, lah. Muka cantik, otak cerdas, body seksi. Sudah punya banyak modal tuh buat dapat pria kaya. Apalagi kalau mereka juga sebenarnya anak orang kaya. Awas, bisa-bisa kalian iri menerima kenyataan itu," ucapnya lagi.

Perawat itu bernama Alina, perawat yang lebih pantas dengan profesinya dari pada ketiga rekan kerjanya yang lebih sering bergosip.

"Kamu jadi ambil spesialis, Nay?" tanya dokter Hendrick, dokter pembimbingnya yang sudah berusia lima puluh tahun. Jadi aman bagi Naya karena tidak akan digosipkan jika pembimbingnya masih muda.

Dokter Hendrick sendiri adalah dosennya saat kuliah, sedangkan istri dokter Hendrick menjadi dosen yang mengajar Letta di fakuktas kedokteran gigi.

"Saya akan merekomendasikan kamu ke sahabat saya. Jangan khawatir, saya yakin kamu bisa menjadi seorang psikiater dan dokter bedah."

Naya sendiri tak pernah menyangka bahwa dia benar-benar bisa menjadi seorang dokter, mengingat masa lalunya yang kelam. Terpaksa dewasa sebelum waktunya.

Namun sekali lagi, ambisi dan keyakinannya mengalahkan kekhawatirannya.

Dia ingin mewujudkan impiannya, agar jalan yang telah dia ambil selama ini tidak menjadi sia-sia.

.

.

.

.

Note: Untuk yang belum tahu, disarankan membaca 👉 Akibat Pernikahan Dini 👈 terlebih dahulu. Kalau enggak, ya gak apa sih, wkwkwkkk. Tapi kalau bingung enggak ditanggung ya.

2 Erlangga - Pria Dingin

Pria berwajah tampan dengan tubuh atletis memasuki loby perusahaannya. Wajah dingin tanpa senyum dengan sorot mata tajam membuat orang-orang segan untuk sekedar menyapa.

Pria itu tidak suka banyak bicara, apalagi berbasa-basi.

Di belakangnya, pria yang menjadi asisten pribadinya melihat berita di media online tentang FJ yang produknya akan digunakan dalam ajang kecantikan internasional.

Juga tentang perusahaan lain milik sang CEO yang semakin melebarkan sayapnya ke berbagai negara.

"Evan?"

"Ya, Tuan?"

"Apa yang aku inginkan sudah kamu lakukan?"

"Ya, Tuan."

Lift terbuka, Erlang langsung masuk ke dalam ruangannya tanpa mempedulikan sapaan yang diberikan oleh sekretaris cantiknya itu.

Tidak lama kemudian, Jasmine masuk ke ruangan Erlang dan membacakan jadwalnya hari ini.

⚡⚡⚡

"Happy birthday to you ... happy birthday to you ... happy birthday happy birthday happy birthday to you."

Chiro meniup lilin berbentuk angka empat itu sambil berdoa dalam hatinya.

"Chiro mau hadiah apa dari daddy?"

"I want mommy, Daddy!"

Deg

"Iya, nanti, ya. Sekarang mommy masih jalan-jalan keliling dunia."

"Kenapa Chiro tidak diajak jalan-jalan keliling dunia?"

"Kan Chiro waktu itu masih kecil, jadi sekarang Chiro keliling dunianya sama daddy dulu."

"Tapi nanti kita keliling dunianya bertiga sama mommy ya, Dad?"

"Oke, Son. Tapi Chiro janji harus jadi anak baik, ya."

"Yes, promise, Dad."

"Ayo sekarang potong kuenya."

Chiro memberikan potongan kue dan menyuapi sang daddy.

"Apa kamu tidak mau menikah lagi? Kasihan Chiro, dia masih kecil dan membutuhkan sosok ibu."

"Jangan mulai lagi deh, Mi."

Erlang langsung meninggalkan maminya yang hanya bisa menghela nafas. Sejak kepergian Freya yang menghilang tanpa jejak, semua hal berubah.

Kemana kini mantan menantunya itu berada, sampai sekarang tak ada yang tahu.

Erlang menatap nanar ke luar jendela sambil memeluk tubuh kecil Chiro. Kegiatan yang biasa dia lakukan saat hatinya risau, juga saat ingin menenangkan anaknya dalam pelukan eratnya. Bukan hanya sekali dua kali, tapi setiap hari selama bertahun-tahun. Hatinya kosong, dan dia hanya bisa memendam semua itu. Memberikan kasih sayang pada anak semata wayangnya, tapi dia tahu bahwa itu saja tidak pernah cukup. Anaknya membutuhkan kasih sayang lain, dari seseorang yang tidak pernah hadir selama ini.

Erlang tidur sambil memeluk Chiro. Sejak kepergian Freya, mereka berdua selalu tidur bersama. Apartemen yang ada di pusat kota ini menjadi tempat tinggal untuknya dan Chiro. Dia tak lagi tinggal bersama orang tuanya, karena tak ingin mengingat masa-masa pernikahan dirinya dengan Freya yang lebih sering diisi dengan pertengkaran. Bahkan selama menikah, Freya selalu memanggil papi dan maminya dengan sebutan om dan tante.

Dia juga tidak tinggal di rumah pemberian orang tuanya untuk mereka berdua. Padahal dulu rencananya mereka akan tinggal di sana, tapi rencana tinggallah rencana.

⚡⚡⚡

"Halo, Chiro," sapa Jasmine kepada Chiro.

Tidak banyak orang luar yang tahu bahwa Erlang telah memiliki anak di usia yang masih muda. Bukannya Erlang malu untuk mempublikasikan anaknya pada masyarakat. Hanya saja dia tidak ingin anaknya menjadi konsumsi publik. Akan menjadi pertanyaan kapan Erlang menikah, siapa mommy-nya Chiro, di mana keberadaan mommy-nya, dan sebagainya. Apalagi Erlang pernah menjadi tranding topic beberapa tahun silam yang diberitakan pernah menghamili gadis di bawah umur namun wanita tersebut keguguran dan gosip-gosip tak sedap lainnya.

Dia tidak ingin anaknya dipandang sebagai anak di luar pernikahan, walaupun pernikahannya dengan Freya sah dan hanya diketahui oleh kerabat kedua belah pihak dan keluarga saja.

Jasmine tahu akan keberadaan Chiro karena tidak sengaja. Saat itu dia harus mengantarkan berkas yang ketinggalan di meja Erlang dan membawanya ke apartemen hot daddy itu. Di situlah dia tahu bahwa bos tampan yang sudah membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama itu telah memiliki seorang anak laki-laki yang tak kalah tampan. Mengingat umur Erlang yang masih muda namun telah memiliki anak yang sudah berumur tiga tahunan, tentu saja menimbulkan pertanyaan dalam benak Jasmine. Apakah bosnya itu menikah muda atau memiliki anak tanpa status pernikahan.

"Jangan katakan pada siapa pun tentang Chiro!" tegas Erlang padanya.

Jasmine mengangguk mantap, dia juga tak ingin pria pujaannya itu diberitakan buruk oleh media.

Kalau dia sudah tak punya istri, aku pun mau menjadi mama untuk anaknya.

"Jas, nanti saat saya rapat, kamu ajak dulu Chiro bermain."

"Yes, Sir."

Saat Erlang membawa Chiro ke kantornya, dia akan selalu menggunakan lift khusus yang hanya diketahui oleh Jasmine dan Evan saja, namun lift itu hanya bisa digunakan oleh Erlang saja.

Evan sendiri merupakan teman satu kampus Erlang, namun sama sekali tak pernah tahu tentang masa lalu Erlang, bagaimana bos sekaligus sahabatnya itu bisa memiliki anak di usia yang masih sangat muda. Mungkin kebablasan saat berpacaran, pikirnya.

Jasmine mengajak Chiro bermain di ruangan khusus, karena Erlang tak ingin ada orang lain yang berlama-lama berada di ruangannya kecuali Chiro.

Jasmine pun terlihat sangat menyayangi Chiro, karena dia memang suka pada anak-anak.

Pesona yang dimiliki seorang Erlangga memang luar biasa. Rekan bisnisnya, Jeremy, mengajak anak perempuannya untuk menemaninya rapat dengan Erlangga. Lebih tepatnya lagi, dia ingin agar mereka berdua bisa dekat.

Kesepakatan telah ditanda tangani oleh tiga orang. Fashion show yang akan digelar oleh seorang designer terkenal akan menggunakan perhiasan dari FJ, dan modelnya dari pihak agensi milik Jeremy.

"Tuan Erlangga, saya sangat menyukai semua produk yang diluncurkan oleh perusahaan Anda."

Ericca tersenyum cerah. Dia ingin sekali bisa dekat dengan pria tampan yang ada di hadapannya itu.

Erlang diam saja, dia tidak pernah menanggapi komentar orang-orang, meski itu sebuah pujian tentang perusahaannya.

"Evan, sekarang kita ke A Group."

"Ya, Tuan."

Erlangga segera menuju ruangannya untuk membawa Chiro. Dilihatnya Jasmine sedang mengajak Chiro bermain mobil-mobilan dan kertas-kertas bergambar berserakan di lantai.

"Daddy, tadi Chiro melukis mommy. Akan Chiro berikan saat mommy pulang dari keliling dunia. Aku juga melukis daddy, aku dan mommy bersama."

Erlang diam saja, diraihnya tubuh kecil Chiro dan dipeluknya dengan erat.

Evan dan Jasmine tak pernah tahu bagaimana rupa mommy Chiro. Namun dilihat dari wajah Chiro, tentunya wanita itu berwajah cantik.

Apa mereka bercerai, apa mommy-nya meninggal, apa mereka tak pernah menikah ... itulah pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam benak Evan dan Jasmine.

"Ayo, kita bertemu dengan opa."

"Ayo, dad."

"Apa tadi Chiro menangis?"

"Tidak, dia anak yang baik," jawab Jasmine.

Tak ada yang berubah sejak Chiro bayi. Dia memang hanya dekat daddynya saja. Tidak mudah dekat dengan orang lain.

Selama ini, jika Erlang harus bepergian ke luar negeri, dia akan selalu mengajak Chiro bersamanya. Chiro tak pernah memiliki baby sitter, dia lebih memilih mandi dan makan sendiri dari pada dimandikan atau disuapi oleh orang lain.

"Daddy, apa kira-kira yang bisa membuat mommy segera pulang?"

Deg

Erlang tak tahu garus menjawab apa. Apakah Freya akan pulang? Apakah mereka akan bertemu lagi?

Namun pertanyaan yang paling penting, apakah dia masih mencintai mantan istrinya itu?

Dia tidak ingin menjawabnya.

3 Canaya - Cerita Malam

Naya tersenyum sambil menatap layar ponselnya. Hiburannya di saat rasa letih sebagai koas hanyalah ponsel.

"Kamu nanti mau ke cafe?" tanya Zilda.

Naya mengangguk. Ya, Canaya memiliki sebuah cafe yang dia dirikan sendiri. Sesuatu yang dia lakukan tanpa campur tangan orang-orang di masa lalunya.

Menjadi dokter, apakah karena memang keinginannya sendiri atau karena doktrin dari sang oma, yang jelas dia telah mewujudkannya.

Menjadi pengusaha dan mendirikan perusahaan sendiri, entah itu karena doktrin dari diberikan opanya sejak bayi, meski harus merangkak dari nol, namun telah berhasil dia wujudkan.

Opa dan oma, dua sosok yang memberikan pengaruh besar dalam hidupnya, namun dua sosok itu yang tak pernah dia ingat hingga kini.

Sebelas bulan kemudian

Mereka telah dilantik, telah melakukan sumpah jabatan sebagai seorang dokter. Tanggung jawab mereka kini semakin besar, mengobati pasien dan melakukan sebaik mungkin untuk kesembuhan sang pasien. Bahkan, mereka harus tahan banting dengan amukan pasien atau keluarganya jika mendengar hal-hal yang tak ingin mereka dengar.

"Kamu enggak lelah, Nay?" tanya Letta.

"Lelah, tapi aku suka."

Naya, entah apa yang perempuan itu kejar. Dia menjadi guru untuk anak-anak TK. Tidak setiap hari, hanya di waktu-waktu tertentu.

Semuanya bermula di bulan pertama dia tiba di negara ini. Dia mendapatkan kerja sambilan di salah satu play group ternama. Semakin sering dia berinteraksi dengan anak-anak, semakin dia merasa nyaman. Namun, itu juga mengusik hal terdalam yang selama ini dia pendam.

Dia bekerja di TK itu bersama Monic dan Kirei. Sedangkan Letta dan Zilda bekerja sambilan di salah satu cafe dekat dengan apartemen. Itu dulu sebelum Naya memiliki cafe sendiri.

Memang banyak kesamaan antara Naya, Monic, dan Kirei. Sama-sama memiliki masa lalu yang tak menyenangkan.

"Ayo kita buat pesta kecil-kecilan, merayakan gelar baru kita sekaligus permulaan untuk mendapat gelar dokter spesialis," ajak Monic.

Mereka telah menentukan langkah selanjutnya, siap mengambil spesialis.

"Papamu enggak marah, Let? Dia kan mau kamu meneruskan perusahaannya," tanya Zilda.

"Ya tinggal terusin aja. Aku tuh pusing harus mantau harga saham, hitung laba rugi, dan hal yang berbau tentang perusahaan."

"Emang kamu enggak pusing hapalin jenis obat, organ tubuh, nama penyakit, dan yang berhubungan dengan dunia kedokteran?"

"Ya pusing juga, sih. Mau jadi penyanyi, suaraku pas-pasan. Mau jadi model, takut dipecat jadi anak. Main film, aku malas pura-pura nangis padahal lagi happy, pura-pura happy padahal lagi galau."

Mereka tertawa. Mungkin itulah sebabnya Letta memilih kedokteran gigi, kalau pun tak jadi mengambil spesialis, gelarnya tetap dokter gigi. Sedangkan Naya, Monic, Zilda dan Kirei, jika tak ambil spesialis, ya hanya menjadi dokter umum.

Mereka melakukan pesta barbeque di balkon apartemen Naya.

"Enggak ada wine?"

"Ada, ambil aja di lemari."

Mereka memakan sosis dan daging panggang dengan ditemani wine.

"Sebentar lagi musim dingin, kita harus punya banyak stok makanan. Tahu sendiri kan kalau lagi badai salju kaya gimana, susah mau ke mana-mana."

"Kalau begitu besok kita shopping, mumpung hari Minggu."

"Dokter Steven ngajak aku makan malam," ucap Letta.

"Terus?"

"Aku tolak."

"Kenapa?"

"Takut ketahuan istrinya."

Mereka langsung tertawa.

Hidup di negara bebas, apalagi tanpa keluarga, tentu saja akan memberikan pengalaman sendiri bagi mereka.

Di sana, mereka tak perlu heboh saat ada pria dan wanita yang bebas berciuman. Bahkan ada teman kuliah mereka yang free s*x dan tinggal bersama tanpa status pernikahan. Minuman keras juga hal yang biasa.

Mereka sampai sekarang masih ingat bagaimana mereka memergoki pasangan yang sedang melakukan proses produksi di dalam mobil parkiran apartemen mereka, apalagi kaca jendela yang sedikit terbuka menyebabkan suara *******-******* itu terdengar jelas. Kelima perempuan itu langsung lari terbirit-birit sampai dalam loby.

Itulah pengalaman pertama mereka tentang dunia luar yang sesungguhnya.

🍂🍂🍂

"Kudengar akan diadakan seminar internasional dokter spesialis dan calon dokter spesialis."

"Kapan, di mana?" tanya Letta dan Kirei.

"Belum tahu."

"Terus, kamu tahu dari mana?" kali ini Naya yang bertanya.

"Dari dokter Mark."

🍂🍂🍂

"Naya, perkenalkan, ini dokter Marquez, beliau adalah dokter bedah, ini dokter Malik, beliau dokter anestesi dan yang ini dokter Felipe, beliau spikiater senior. Mereka akan membimbingmu."

"Good morning, Docter. Nice to meet you."

"Morning, nice to meet you."

"Kami sering mendengar tentangmu dari dokter Hendrick. Senang bisa membimbingmu."

"Saya yang merasa tersanjung karena bisa dibimbing oleh dokter Marquez, dokter Malik dan dokter Felipe."

Bagaimana mungkin Naya tidak senang, ketiga dokter itu adalah para dokter senior yang pengalamannya dalam dunia kedokteran sudah tersohor.

Ketiga dokter itu pun, saat melihat Naya, bisa merasakan kecerdasan dokter muda itu. Bagaimana tidak, di usia yang masih sangat muda telah mampu mengambil spesialis di saat seniornya bahkan ada yang belum lulus kuliah.

"Kamu mengingatkan saya pada teman satu profesi saya," ucap dokter berdarah Indonesia dan Turki itu.

"Benarkah? Kalau boleh tahu siapa itu, Dok?"

"Namanya Thania."

Seketika kepala Naya berdenyut, namun ditahan olehnya.

"Oya, tahun depan direncanakan akan diadakan seminar internasional untuk dokter spesialis dan calon dokter spesialis yang terpilih. Saya sudah merekomendasikan kalian berlima untuk menghadiri acara tersebut," ucap dokter Hendrick.

"Benarkah, Dok?"

"Tentu saja. Jadi kalian berlima jangan mengecewakan saya. Seriuslah dalam belajar dan bekerja."

🍂🍂🍂

Mereka berlima loncat-loncat kegirangan saat Naya menceritakan tentang kabar baik itu.

"Itu seminar internasional. Akan banyak dokter spesialis dari berbagai dunia yang datang."

"Benar, kita akan mendapat banyak ilmu di sana."

"Gila gila gila, ini bukan mimpi, kan?"

"Pasti banyak dokter tampan yang hadir di sana, kan? Tidak semuanya berkepala botak, kan?"

Letta langsung mendapat toyoran dari sahabat-sahabatnya, itu.

"Ish, dokter kok kasar."

"Heleh."

Mereka tertawa.

Memang, melihat dokter atau pasien tampan sudah biasa bagi mereka. Mereka anggap itu sebagai anugerah di tengah rasa lelah dan tekanan pekerjaan.

"Ada saja pasien yang memaki-makiku karena dia sakit gigi. Apalagi kalau pasiennya anak-anak. Melihat alat pencabut gigi dia sudah menangis histeris dan mengatakan 'Mama pulang, mama pulang ... huaaaa, pulang mamaaaa ... huaaaa.'"

Naya, Monic, Zilda dan Kirei langsung tertawa saat mendengar Letta bercerita, apalagi sangat ekspresif.

"Terus?"

"Ada lagi yang langsung kabur saat tahu bahwa gusinya akan disuntik."

Mereka kembali tertawa.

"Seharusnya kamu jangan jadi dokter gigi, Let."

"Terus jadi apa?"

"Dokter spesialis kulit dan kelamin."

Mendengar kata-kata kelamin wajah Letta langsung bersemu merah.

"Hayoo, ngebayangin apa?"

"Dasar mesum!"

Kelimanya kembali terkikik geli.

Ya, setiap malam mereka akan berbagi pengalaman dalam pekerjaannya. Yang penting tetap menjaga kode etik dan tidak membocorkan riwayat medis pasiennya.

.

.

.

Jangan minta buru-buru untuk mempertemukan para tokohnya, karena enggak akan aku pertemukan semudah itu. Itu juga kalau ketemu😂

Bacanya bawa santuy, ya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!