Kanina Yang Ternoda Bab 1
Oleh Sept
Rate 18 +
Kanina berjalan di gang sempit seorang diri. Sudah jam sebelas malam, ia baru pulang dari toko. Hari ini banyak sekali pekerjaan, membuatnya harus lembur sampai jam 9 malam. Sambil melipat tangan di dadaanya, Kanina terus melangkah. Memeluk tubuhnya sendiri, hawa dingin dan sepinya suasana di jalanan itu membuat gadis 20 tahun itu merasa bergidik ngeri.
Sesekali ia melirik dan menoleh ke belakang, itu karena ia merasa seperti sedang ada yang mengikuti. Ingin cepat sampai, Kanina pun mempercepat langkah kakinya.
Tiba di depan sebuah lapangan kecil dengan pohoh besar di salah satu sisinya. Jalanan setapak itu tiba-tiba terasa suram, mencekam, apalagi lampu di sekitar sana sudah mati beberapa hari ini. Kanina terus saja melangkah, meski jujur dalam hati ia sangat was-was sekali.
Malam sudah sangat larut, sama sekali tidak ada orang yang lewat. Pangkalan ojek pun terbilang sepi, ini gara-gara beberapa jam yang lalu hujan lebat. Sepertinya semua orang sudah memancal selimut di kamar masing-masing.
Meong ... meong
Kanina terhenyak kaget saat melihat seekor kucing hitam melompat dari pohon dan menimbulkan sedikit suara. Ia yang sejak tadi ketakutan langsung kaget. Sambil menelan ludah dengan kasar, Kanina kembali berjalan.
Chiitttt
Mendadak sebuah motor berhenti di depan Kanina, mobil itu berhenti tepat hanya beberapa senti dari kakinya.
Kanina panik, ia mencoba untuk berlari. Tapi, pria memakai jaket kulit itu malah mencengkram tangan Kanina.
"Lepasin! Tolong ... Tolonggg!" Gadis itu mencoba minta tolong pada siapa saja yang mendengarnya. Tapi, tiba-tiba tangan pria itu membekap mulut Kanina.
Ingin berontak tapi kalah tenaga. Namun, ia tidak menyerah. Kanina terus mencoba menendang dan terus meronta.
Merasa gadis itu terlalu melakukan banyak perlawanan, pria berjaket kulit warna hitam itu pun memukul tengkuk Kanina sampai pingsan. Ketika sang gadis sudah tidak sadarkan diri dan tidak berdaya, si pria langsung membopong Kanina menuju lapangan. Pria tersebut membaringkan tubuh kanina di bawah pohon yang dikelilingi bersemak.
Ia menyeringai pada Kanina yang sudah jatuh pingsan, tanpa perasaan ia merobek baju gadis tersebut. Mencabik dan mengoyak pakaian sang gadis. Di tengah malam yang sepi itu, di saat kondisi tak sadar Kanina direngut kesuciannya dengan kejam.
***
Pukul 1 dini hari, Kanina mulai membuka mata. Ia meringis menahan sakit, ditatapnya langit gelap dengan mendung yang mengantung. Sepertinya akan kembali turun hujan.
"Ah ...!" Gadis itu meringis, memejamkan mata menahan perih.
Kanina menoleh ke sana ke mari, kemudian menatap tubuhnya di tengah gelap malam. Sadar, petaka apa yang sudah menimpa padanya, Kanina langsung menangis tanpa suara. Dadanya terasa sesak, seperti ada yang menghantap jantungnya saat itu juga.
Dengan tangan gemetar, ia mencari semua pakaiannya yang berserakan di rerumputan. Dengan hati yang sudah hancur berkeping-keping, Kanina memakai pakaiannya satu per satu. Pakaian yang sudah tidak layak, karena compang-camping tak berbentuk lagi.
Setelah sudah memakai pakaiannya, ia mencoba pergi dari tempat yang menakutkan itu. Kanina terseok, berjalan sambil terisak. Ia berjalan di tengah malam yang sepi, pria jahanam yang sudah merengut mahkotanya bahkan sudah lenyap.
Gadis itu terus berjalan, sembari mengusap wajahnya yang sudah basah karena bulir bening yang tak berhenti jatuh dari matanya. Ditambah gerimis yang turun membasahi bumi. Malam ini, Kanina benar-benar mengalami mimpi paling buruk di dalam hidupnya.
Sampai di depan sebuah kos-kosan, kecil dan sempit. Ketika ia akan membuka pintu, karena tangannya yang masih gemetaran, alhasil kunci itu pun jatuh di atas keset. Tak kuasa menahan beban kesedihan dan atas apa yang menimpanya, Kanina memejamkan matanya dalam-dalam, Gadis itu merosot di depan pintu kos.
Kanina meringkuk, menangis dan meratapi nasib. Mengapa Tuhan memberikan cobaan yang Maha berat seperti ini? Gadis itu terisak, menangis dengan tubuh yang terus bergetar.
Beberapa saat ini, Kanina sudah sedikit tenang. Ia lantas masuk ke rumah dan menuju kamar mandi.
"Agrhhhh!" jerit Kanina di bawah guyuran air shower yang mengalir membasahi sekujur tubuhnya. Dengan kasar ia mengosok semua kulitnya. Kanina kembali menjerit, menangis dan menarik rambutnya sendiri. Gadis itu nampak begitu prustasi.
Tidak peduli berapa lama air menguyur tubuhnya, Kanina tetap merasa kotor dan jijik pada dirinya sendiri. Sampai beberapa jam kemudian, ia masih tersedu, bahkan setelah mandi yang cukup lama itu, ia masih terus menangis sampai tertidur.
Kukuruyuk ....
Suara ayam milik tetangga berkokok, menandakan hari sudah pagi. Kanina masih tertidur, gadis itu entah tidur atau malah pingsan. Karena saat pintu tempat tinggalnya diketuk, gadis itu sama sekali tidak menyahut.
Pukul sembilan.
Rekan kerja Kanina di toko datang kembali, ia ingin memastikan semalam Kanina tidak kenapa-kenapa karena pulang larut malam.
"Nin .. Nina ... Kanina?"
Tok tok tok
Dita nampak cemas karena Kanina ditelpon pun tidak diangkat.
"Nin ... Ninaa?"
Sementara itu, di dalam kamarnya, Kanina meringkuk memeluknya tubuhnya. Gadis itu sepertinya sakit.
Merasakan firasat yang buruk, Dita yang sering menginap di sana, ia lantas berjalan ke samping. Rekan kerja Kanina tersebut mengetuk kaca jendela kamar Kanina. Ia mengintip lewat cela, dilihatnya Kanina ada di dalam sana.
"Kanina ... Kanina!" teriak Dita yang mulai panik.
Di tempat yang berbeda, di dalam kamar yang luas dan megah. Dengan furniture yang serba mewah, eksklusif dan wah. Seorang pria masih terkapar di atas ranjang ukuran king size, dan di sebelahnya tergeletak jaket kulit berwarna hitam.
Bersambung.
Baca juga novel Sept yang lain
Dinikahi Milyader
suami Satu Malam
Dipaksa Menikah
Wanita Pilihan CEO
Dea I love you
Kanina Yang Ternoda
cinta yang terbelah
menikahi pria dewasa
Pernikahan Tanpa rasa
The Lost Mafia Boy
Menikahi pria Cacat
suamiku Pria Tulen
dokter Asha and KOMPOL Bimasena
crazy Rich
Kekasih Bayaran
selengkapnya kalian bisa klik profile Sept
Terima kasih
Mencari Daddy Bag. 2
Oleh Sept
Rate 18 +
"Tuan ... Tuan," Bibi mengetuk pintu kamar Alung.
"Belum bangun dia, Bik?" tanya Meichan Kakak perempuan Alung.
"Belum, Non."
Meichan berdecak, kemudian meneruskan langkahnya. Ia sempat terhenti karena melihat Bibi membangunkan adik laki-laki satu-satunya itu.
Tap tap tap
Terdengar derap langkah kaki yang menuruni tangga.
"Tumben berangkat siang?" tanya sang mama. Sudah jam sembilan, biasanya Meichan berangkat pagi-pagi.
"Meetingnya dicancel, Ma. Nanti siang, sekalian Mei juga mau ketemu klien."
"Ajak tuh, si Alung. Jangan main-main terus, entah semalam dia pulang jam berapa."
"Duh, Mama ... dia masih muda. Nanti kalau sudah waktunya, pasti berhenti main-main. Dah ya, Ma. Mei berangkat dulu."
Meichan mengecup pipi wanita bermata sipit tersebut.
Beberapa jam kemudian. Ketika Bibi sedang menyiapkan makan siang, Mama kembali bertanya pada si Bibi.
"Bik, apa Alung belum bangun?"
"Belum, Nya. Tadi sudah saya bangunkan berkali-kali. Tapi sepertinya Tuan muda masih tidur."
"Ya ampun, tidur apa pingsan? Memangnya semalam dia pulang jam berapa, Bik?"
Bibi seperti ragu-ragu saat akan menjawab, "Anu Nyonya ... itu ... jam 2."
"Astaga ... mau jadi apa si Alung itu."
Bibi hanya menundukkan wajah.
Di dalam kamar. Alung perlahan mengerjap, matanya nampak samar menatap langit-langit kamar. Perlahan ia memegangi kepalanya yang terasa pusing.
"Ish ... mengapa pusing dan sakit sekali?" Alung mencoba duduk dan meraih gelas di atas nakas. Tenggorokan rasanya sangat kering. Setelah membasahi kerongkongan, Alung nampak diam sesaat. Ia tertegun, mengingat kejadian semalam.
Diliriknya jaket yang tergeletak di sebelahnya, dan detik berikutnya Alung meremas wajahnya dengan kasar.
"Apa yang sudah aku lakukan?" Alung menarik rambutnya sendiri, jelas sekali ia terlihat prustasi dan menyesal atas apa yang ia lakukan pada seorang gadis asing.
Ini gara-gara ia habis kumpul bersama teman-temanya, melakukan hal yang tidak-tidak. Pesta minuman keras dan lain-lain yang menjurus ke kehidupan remaja yang bebas hambatan. Sebuah pergaulan tanpa batas. Membuat Alung Narendra Hutama menjadi lupa diri dan merengut kesucian seorang gadis yang malang.
***
"Siapa laki-laki jahanam itu, Nin?" Dita bertanya sembari memeluk tubuh Kanina yang lemas. Ia sangat emosi, tapi juga sedih melihat keadaan Kanina seperti ini.
Dengan suara serak disertai tangis, Kanina menceritakan semua yang terjadi semalam pada temannya itu. Hanya pada Dita ia berani bercerita.
"Ayo ke kantor polisi, kita nggak boleh biarin pria bejat itu bebas begitu saja setelah apa yang ia lakukan sama kamu, Nin."
Tangis Kanina semakin pecah, lalu bagaimana dengan nasibnya? Pergi ke kantor polisi, artinya semua orang akan tahu. Semua akan tahu, petaka apa yang sudah menimpa dirinya. Lalu bagaimana dengan keluarga di kampung? Memikirkan saja Kanina lebih baik mati.
"Aku malu, Dit. Aku Kotor! Aku jijik pada diriku sendiri!" Kanina makin terisak. Ia mengosok tubuhnya, seolah sedang membersihkan noda yang terlanjur melekat kuat pada tubuhnya.
"Bagaimana bila ibu tahu, bagaimana bila dia tahu, Dit?" Gadis itu memukuli tubuhnya, Kanina benar-benar membenci dirinya sendiri.
Dita tidak tahan, ia juga ikut menangis bersama teman baiknya itu. Kanina benar, bila lapor polisi, semua akan tahu. Bahwa Kanina sudah ternoda, bahwa Kanina sudah tidak suci lagi. Lalu bagaimana nasib Kanina kedepannya? Dita tak kuasa menahan kesedihan. Ia memeluk Kanina, menangis bersama. Meratapi nasib buruk yang menimpa sahabat baiknya tersebut.
***
Kediaman keluarga Hutama.
"Jam berapa ini? Jangan main-main terus Lung, kamu itu laki-laki. Dewasalah sedikit! Lihat tuh Kakak kamu, kamu nggak malu? Dia perempuan, tapi lebih bertanggung jawab dari pada kamu!" sindir Mama Ami sembari membuka korden jendela kamar Alung.
Dicibir sang Mama, Alung yang kepalanya masih pusing. Diam saja, seolah ucapan sang Mama bagai angin, cuma numpang lewat.
"Lung! Mama bicara sama kamu. Kamu dengar nggak mama ngomong apa?"
"Udahlah, Ma! Jangan banding-bandingin Alung lagi sama Mbak Mei! Kami beda, oke Mama bangga sama dia! Junjung sana anak kesayangan Mama dan papa itu setinggi langit!" sentak Alung yang pikirannya sedang sangat kacau.
"Astaga Alung! Bicara apa kamu ini! Kami nggak pernah banding-bandingin kalian," tepis Mama Ami. Meskipun pada kenyataannya ia memang selalu membanggakan Meichan dan merundung Alung. Hanya karena anak perempuanya lebih membanggakan, lebih berprestasi dan lebih bersinar.
Tidak seperti Alung, dia anak pembuat onar. Biang rusuh selama di sekolah. Anak itu sampai harus pindah SMA berkali-kali. Karena salah pergaulan, Alung jadi susah dikontrol sampai sekarang.
Akan tetapi Alung tidak menyadari, betapa minusnya kelakuannya selama ini. Ia marah karena orang tuanya pilih kasih. Bukannya mencari sesuatu agar mereka bangga. Alung malah menjadi semakin tak terkendali, liar dan merusak.
"Sudahlah ... Mama lelah bicara sama kamu, Lung!" Mama Ami memilih keluar. Melihat Alung yang terus berontak, hanya membuat tekanan darahnya melonjak naik.
***
Malam hari, masih di kediaman keluarga Hutama.
"Mau ke mana kamu, malam malam begini?" tanya Tuan Hutama yang duduk di ruang tamu.
Alung tak menjawab, ia malah memainkan kunci motornya.
"Papa bicara sama kamu! Jangan kelayapan tak jelas tiap malam!" sentak Tuan Hutama, membuat Mama Ami yang dari belakang tersentak kaget. Kenapa suaminya mendadak emosional begitu?
"Pa ... jaga emosi Papa, nanti tekanan darah Papa naik!" Mama Ami duduk di sebelah suaminya. Memegangi lengan Tuan Hutama agar tidak tersulut emosi.
Alung memasang wajah tidak peduli, tanpa sopan santun ia berlalu.
Mbremm
Mbreeem
Mbremm
Suara knalpon modify terdengar memekakkan telinga. Keras dan sangat menganggu. Dasar Alung, ia memang sedang menguji kesabaran orang tuanya.
Rupanya Alung sedang menuju tempat kejadian semalam. Samar-samar bayangan pergulatan semalam sangat menganggu pikiran pria tersebut. Entah sesal atau apa, yang jelas ia merasa sangat terusik.
Pria itu kini memarkir motornya di tepi lapangan. Alung berdiri di dekat tiang lampu yang mati. Ia menunggu gadis yang semalam ia nodai. Bersambung.
Mencari Daddy Bag. 3
Oleh Sept
Rate 18 +
Malam yang gelap, tanpa cahaya lampu tanpa sinar dari rembulan. Seorang pria bersandar pada tembok usang dan sedikit berlumut. Matanya menatap tiang lampu, memperhatikan dari atas sampai bawah. Perlahan, kenangan perbuatan biadapnya mulai menyeruak memenuhi pelupuk mata. Memenuhi kepala pria tersebut. Kejadian semalam seolah diputar kembali di depan matanya.
Perlahan tapi pasti, Alung mengingat rupa gadis itu. Gadis yang ia bekap dan seret sewaktu ia mabuk semalam. Tak hanya mabuk, rupanya semalam ia juga mengkonsumsi obat-obatan. Alung semalam benar-benar tak terkendali karena banyak faktor yang mempengaruhi alam sadarnya. Hingga ia membuat seorang gadis kehilangan kesuciannya.
Cukup lama Alung terdiam di sana, sesekali ia berjalan ke sana ke mari. Mengapa gadis itu tidak kunjung lewat? Apa sesuatu yang buruk terjadi? Alung terlihat memikirkan sesuatu. Karena sudah dua jam ia menunggu, dan ketika rintik hujan perlahan mulai turun membasahi bumi. Alung pun memilih pergi, besok malam ia akan ke sini lagi.
***
Di sebuah kamar kontrakan Kanina yang begitu sempit, gadis itu masih terbaring dengan Dita yang menemani sejak tadi.
"Kita ke dokter, ya? Badanmu demam, Nin?" Dita cemas, takut kondisi Kanina makin buruk. Temannya itu tidak makan sama sekali. Hanya menangis, mata Kanina sampai bengkak.
"Kamu pulang saja, aku mau sendiri." Kanina menepis tangan Dita yang mencoba memeriksa suhu tubuhnya.
"Aku kan sudah bilang, malam ini aku nginep di sini. Tadi aku sudah telpon bu Dewi manager toko yang baru. Aku ijin, dan ... aku juga bilang kamu lagi sakit."
Mendengar penjelasan Dita, Kanina terdiam. Kemudian bulir bening kembali menetes dari sudut matanya.
"Dit ... aku lelah, aku mau tidur. Kalau kamu mau pulang, tutup saja pintunya." Suara Kanina terdengar putus asa. Gadis itu sepertinya masih sangat terguncang.
***
Hari ke tiga pasca tragedi yang menimpa Kanina. Seperti sebelumnya, Dita akan datang dengan memakai motor matic miliknya. Biasanya ia memberi tumpangan pada Kanina, tapi sudah tiga hari Kanina tidak masuk kerja. Dan sore ini, setelah pulang kerja. Dita mau memeriksa kondisi temannya itu.
"Kanina ... Nin."
Dita berteriak di depan pintu yang catnya sudah mengelupas tersebut. Ia menunggu Kanina yang tak kunjung membuka pintu untuknya.
KLEK
Dita langsung masuk saat pintu dibuka dari dalam.
"Bagaimana kondisi kamu, Nin? Makan ini, aku tahu kamu nggak mau makan. Tapi demi ibu kamu di kampung, kamu harus tetap kuat dan bertahan."
Mendengar kata Ibu, Kanina mendadak merasakan rasa perih di mata. Bagaimana bila ibunya tahu tentang aibnya kini? Tidak sanggup memikirkan apa yang akan terjadi, Kanina kembali menitihkan air mata.
"Sudah, tolong jangan nangis lagi, Nin. Kamu gadis kuat. Kamu pasti bisa melewati semua ini." Dita memeluk sahabatnya, setelah meletakkan bungkusan makanan untuk Kanina.
Beberapa jam kemudian, matahari yang semula bersinar kini sudah digantikan oleh rembulan malam. Bulan yang cantik sudah mengantung indah di atas langit.
Seperti dua malam lalu, Alung kembali menunggu di sekitar tiang lampu dekat lapangan. Semalam, pria itu bermimpi buruk. Alung seperti dihantui rasa bersalah. Namun, ia tidak mungkin cerita pada mama serta papanya, apalagi saudari perempuannya itu. Ia memilih memendam sendiri, dan mencoba mencari informasi tentang siapa wanita itu.
Ini adalah malam ketiga ia menunggu dan menanti sampai larut, sayang sekali, aksinya tidak membuahkan hasil sama sekali. Alung harus pulang dengan tangan kosong. Mau bertanya pada orang sekitar, tapi takut dimasa dan digebukin. Akhirnya ia hanya mematai-matai diam-diam. Mengamati area sekitar sana, barangkali ia akan menemukan sedikit jejak tentang wanita itu.
***
Satu bulan kemudian.
"Nin, kemas yang rapi. Jangan sampai hiasannya rusak, ya."
Kanina mengangguk pelan pada rekan kerjanya, hari ini orderan kue sangat ramai. Kanina sudah pindah kontrakan, dan juga pindah tempat kerja. Masih bos yang sama, hanya saja cabang yang berbeda.
"Selamat datang, Nona," sapa Dita yang juga masih satu toko dengan Kanina. Rupanya gadis itu sengaja minta pindah, ia ingin bersama Kanina. Sama-sama anak perantauan, setidaknya mereka harus saling menjaga dan melindungi di mana pun berada.
Meichan tersenyum ramah pada Dita. "Mana kue pesanan saya, Mbak."
"Maaf sebelumnya, kalau boleh tahu atas nama siapa?"
"Meichan, saya kemarin pesan kue ultah untuk mama saya."
"Baik, tunggu sebentar ya."
Dita masuk ke dalam, mencari pesanan kue yang dimaksud.
"Nin, pesanan atas nama Meichan di mana ya?" tanya Dita sambil memindai meja yang panjang di depannya.
"Yang itu." Dita menunjuk kue yang paling ujung.
"Eh ... bentar, Nin. Kok pingin ke kamar kecil. Tolong kamu gantiin jaga di depan ya. Sama kasih kue pesanan ini ke mbak yang menunggu di depan."
Dita langsung meninggalkan Kanina, gadis itu sudah tidak tahan ke kamar kecil. Sedangkan Kanina, ia membawa kue pesanan itu dengan hati-hati menuju etalase depan.
"Lama sekali!" Alung mengerutu ketika disuruh menunggu di dalam mobil. Karena gerah, ia memilih masuk ke dalam toko. Sekalian mau membeli minuman dingin.
"Nggak sabaran banget sih!" cibir Meichan yang melihat adiknya terus mengerutu. Tahu begini ia tadi berangkat sendiri.
"Pesanan atas nama Nona Meichan," ucap Kanina sambil menatap ke depan.
Meichan lalu berbalik, kemudian memanggil adiknya untuk mendekat.
"Lung, ini ... bawaiin kuenya!"
Alung masih belum mengetahui, siapa wanita yang berdiri di balik etalase tersebut. Ia berjalan dengan santai, dan saat ia akan meraih kuenya, sekilas Alung melirik wajah Kanina. Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!