NovelToon NovelToon

Assistant Love

Pengenalan tokoh

Alan Alfiansyah, 27 tahun

Kehilangan kedua orang tua dan juga calon adiknya ketika berumur 7 tahun, hingga dianggap anak oleh pasangan suami istri keluarga Adhinata.

Menjadikannya sebagai tangan kanan sang Ayah angkat, hingga menjadi asisten dari pewaris satu satunya keluarga Adhinata. Farrel Adhinata.

Menjadi sosok yang dingin dan tak banyak bicara, irit senyum dan hanya orang terdekatnya saja yang bisa melihat dirinya tersenyum.

Tujuan hidupnya adalah mengabdi pada keluarga Adhinata. Karena dari mereka lah dia mendapat kasih sayang.

Mempunyai hak istimewa didalam perusahaan hingga selalu maju duluan memasang tameng untuk tuan muda yang beranjak dewasa.

Akira Dinda Pramudiya 26 tahun

Lebih dikenal dengan nama Dinda, Sahabat dari Mettasha Kalyna, perempuan ceroboh, heboh, tapi perhatian.

Anak kedua dari Pramudya wardani dan Sisilia primaraya yang mandiri, seorang pecinta novel dan penghalu sejati. Mengidolakan Alan sejak pertama kali melihatnya, hingga berusaha mencari perhatiannya atau sekedar melihatnya dari jauh.

Meski bicaranya kadang ngelantur, Dinda perempuan yang manis. Walau kadang otak nya sedikit miris.

"Hei thor kenapa menjelek jelekkan aku"

Miris otak geser 😂😂

Tafasya kirani Feremundo, 19 tahun

Perempuan dari kalangan borjuis yaa gaes, pintar, riang, dan energik. Blasteran italia dan indonesia

Anak Tunggal dari Fierro Feremundo dan Sandyana Dewi. Akan melakukan apa saja asal keinginannya tercapai, tidak peduli itu akan merugikan orang lain, akibat dari perbuatannya.

Namun kesalahan fatal telah mengubah hidupnya, kesalahan yang menyebabkan dia terikat takdir dengan Alan.

Cintya Tandjaya, 26 tahun

Sang sekretaris dari seorang Alan, perempuan satu satu nya yang sering berinteraksi dengan Alan, hingga kerap memanfaatkan posisinya hanya untuk kesenangannya. Mengincar Farrel namun Alan juga di embatnya jika ada kesempatan.

.

.

Alan bukan lah casanova, bukan pula pujangga, meski kerap bersikap dingin dan kejam, Alan selalu menjadi pusat perhatian perempuan cantik dimana pun dia berada.

Mempunyai daya tarik tersendiri yang membuat perempuan manapun untuk mencuri perhatiannya. Termasuk ke 3 perempuan cantik yang berada disekitarnya.

Akan kah Alan menyadari dan mengenali perasaan cinta, atau mengabaikan nya begitu saja. Takdir terhubung antara ke 3 nya membuat hidup Alan rumit.

Menurutnya cinta itu adalah kehilangan, maka dari itu Alan tidak ingin terlibat perasaan cinta dalam hidupnya.

Hingga 1 kesalahan terjadi antara dia dan salah seorang gadis, namun menurutnya itu adalah pengorbanan, sekali lagi pengorbanan yang dia lakukan untuk melindungi tentu saja bos sebenarnya yang sedang beranjak dewasa.

Tidak ada perasaan didalamnya apalagi cinta.

.

.

.

✍✍

Halo semua, selamat datang di novel kedua aku yang dibuat hanya dengan modal nekat🤣 dan banyak kekeurangan dari Author kentang ini.

Author memang ingin membuat sudut pandang dari seorang Alan yang ternyata membuat author sendiri penasaran. Suer deh beneran.

Jika berkenan ikuti terus perjalanan Author menghalu ini kemana dengan cekeran ayamnya. 🤣 jangan lupa like dan komen serta dukungan yang lainnya. Semoga tidak mengecewakan, dan mohon maaf atas segala kekurangan, kesempurnaan hanya lah milik Author pemes 🤭

...^Selamat membaca^...

.

.

Sore itu dengan sengaja Tasya bersembunyi saat Tante Ayu memergoki putranya sedang berciuman didalam lift,

"Double kill"

Gumam nya meninju udara, rencananya berhasil bahkan diluar ekspetasinya. Namun Tasya merasa dirinya tengah diawasi dari kejauhan. Dia lantas semakin bersembunyi dibalik mobil yang tengah terparkir.

Tiba tiba sosok berpakaian hitam hitam menarik lengannya dengan keras.

"Siapa kamu?"

Tasya sontak kaget serta meringis, lengannya perih karena cengkraman kuku jari pria bertubuh tegap serta wajah tegas yang tengah menyorotinya dengan tajam.

"Siapa kamu?"

"Mau apa, lepaskan aku"

Tasya meronta ronta sekuat tenaga, tangan kirinya dia pakai memukul dada Alan dengan brutal, namun Tubuh Alan tak bergeming sedikitpun. Alan malah mengangkat tubuh Tasya dengan satu tarikan, hingga kaki nya ikut berjinjit.

"Lepas, lepas, aw, sakitt"

Tasya menendang tulang kering di kaki Alan, namun malah kakinya sendiri yang sakit.

"Kurang ajar, siapa kamu"

"Kau sedang bermain main denganku nona?"

"Apa yang kau rencanakan terhadap keluargaku?"

Suara bariton yang keluar dari wajah tanpa ekspresi itu sontak membuat Tasya kaget,

"Menyeramkan"

Alan menarik Tasya dan mendorongnya kasar kedalam mobil, lalu menutup pintunya dengan kasar.

Bug

Alan berjalan memutar untuk masuk kedalam mobilnya, tanpa satu katapun terucap dia merampas tas yang dikenakan Tasya.

Menghamburkan segala isi tas nya saat itu juga, memeriksa barang yang dibawa oleh gadis bertubuh tinggi itu.

"Apa ini?" bentak Alan.

Tasya ketakutan, dia menundukkan kepalanya tidak berani melihat sosok menakutkan yang tengah marah itu.

"Jawab" Alan mencengkeram kedua pipi Tasya dengan kasar.

"Jawab atau aku habisi" menghempaskan wajah Tasya hingga membentur sandaran kursi.

"Iiit..ituuu obat untuk" Dengan terbata bata Tasya menjawab, dirinya begitu ketakutan.

"Obat apa?"

"Obat untuk.."

"Kau bermaksud jahat pada adikku? begitu?"

Tasya tidak mampu menjawab, bulir bening meluncur bebas dari matanya. Cacian dan makian terlontar dari mulut Alan, dengan sorot mata bak mengincar mangsa dan siap untuk menerkam.

"Menjijikan"

Alan kemudian melajukan mobil nya secepat kilat, membelah jalanan yang sedikit ramai, berkelok menghindar saat ada mobil dari arah berlawanan, menyalip mobil mobil di depannya.

Tasya begitu ketakutan, dia memegang seat belt yang melingkar di dadanya, dengan nafas tersengal dan dada yang turun naik. Begitupun suaranya yang tiba tiba tercekat di tenggorokan.

Alan menyeringai saat melirik sekilas ke arah Tasya yang begitu ketakutan, dia menambah kecepatan laju mobilnya dengan sengaja.

"Ini belum seberapa dengan hukuman yang nanti aku berikan"

.

Alan membuka pintu dan menarik lengan Tasya dengan kasar saat keluar dari mobil. Menariknya paksa sampai ke depan pintu apartemennya.

Alan membuka pintunya lalu menghempaskan tubuh Tasya hingga tersungkur ke lantai. Tasya meringis, dia tak berhenti menangis.

"Bangun"

Tasya berdiri tertatih dengan ketakutan yang teramat sangat.

"Kau pikir aku peduli dengan air matamu itu? Cewe brengsex"

Alan mendorong Tasya masuk ke salah satu kamar dan menguncinya. Tasya tersungkur dan dahinya membentur tepian ranjang. Dengan isak tangis yang tidak pula mereda, dia memegang dahinya yang terasa dingin. Dan darah pun mengalir melewati pelipis matanya.

"Permainan baru saja dimulai, wanita brengsex"

.

.

Let's play baby

Tasya meringkuk ditengah ranjang, memeluk lututnya sendiri dan terisak tanpa suara. Sementara dari arah pintu terdengar suara handle pintu terbuka, Alan masuk dengan menenteng ikat pinggang yang di lingkarkan di tangannya.

BRAKK

Alan mendorong pintu dengan keras, Tasya yang tengah meringkuk terhenyak karena kaget.

"Tidak usah berlagak so paling menderita, ada orang lain yang menderita akibat ulahmu"

Tasya semakin meringkuk, entah apa yang akan Alan lakukan padanya. Alan mengambil gelas yang berada di nakas, mengisinya dengan air lalu mencampurkannya dengan obat yang dia temukan di tas Tasya kemarin.

Dengan kemarahan yang membuncah, Alan menendang tepian ranjang

"Bangun"

"Tidak usah berpura pura dihadapanku"

Tubuh Tasya kembali bergetar, menandakan tangis hebat yang ditahannya.

"Aku bilang bangun"

"Atau kau ingin aku seret sekarang juga?"

Tasya beringsut, tubuhnya lemah sebab belum di isi apapun, jangan kan makanan, air pun belum ada yang masuk semenjak ia di kurung.

Tasya terlihat menggelengkan kepalanya.

"Tolong lepaskan aku"

"Lepaskan?hahhaha"

Alan mencengkeram pipi Tasya,dan mengenadahkannya, hingga pandangan mereka pun beradu.

"Kenapa aku harus melepaskanmu hem"

Menghempaskan wajah penuh air mata itu dengan kasar.

"Minum" Alan menyodorkan gelas yang sudah dicampurnya itu ke hadapan Tasya.

Metta menggelengkan wajahnya.

"Minum atau kuhabisi sekarang juga"

Dengan wajah penuh derai air mata dan tangan bergetar, Tasya meraih gelas yang berada pada tangan Alan yang terulur. Tasya meminumnya hingga gelas itu tandas, sementara Alan berseringai.

"Let's play baby"

Tak lama kemudian Tasya merasa tubuh nya panas, keringat mulai bercucuran, hawa panas semakin menjalar di tubuhnya, aliran darah semakin cepat berpusat pada titik intimnya, membuat Tasya mengelinjang tak karuan didalam ranjang.

Alan menghempaskan tubuhnya di sofa, melihat Tasya yang sudah bereaksi.

"Tolong aku" rintihnya.

Tasya bahkan mendekati Alan yang tengah duduk, namun Alan tak sedikitpun merespon, hingga Tasya menarik kerah Alan namun Alan menghempaskannya.

"Ini yang kau ingin lakukan pada Farrel?"

"Agar dia memohon seperti ini padamu?Cih, menjijikan"

Tasya terus menggeliat, bahkan gerakan gerakan yang membuat kepala Alan mulai berdenyut.

"Atau kau ingin memberikannya pada pacarnya Farrel? begitu?"

Tasya menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Tolonglah, bantu aku"

Alan kemudian berdiri mendekati Tasya, ia menyambutnya dengan wajah yang kembali datar.

"Kemari lah"

Tasya yang sudah tidak bisa mengontrol dirinya berhambur dalam pelukan Alan, menarik tengkuk Alan, dan melu'mat bibir nya dengan rakus. Namun Alan menghempaskan tubuh Tasya hingga mundur beberapa langkah.

"Tolong bantu aku, Aaaaah"

Alan kembali mendekati Tasya, kali ini dia menarik kedua tangannya lalu di ikatnya dengan menggunakan ikat pinggang yang dia bawa tadi, lalu Alan menghempaskan Tasya ke atas ranjang.

"Rasakan penderitaan ini sendirian, hingga kau menyesali apa yang tengah kau lakukan"

"Tolonglah, Aahahhhh"

"Eeeemmmmpphhh, sssshhhh"

"Kenapa tak kau bunuh saja aku sekalian"

Tubuh Tasya menggelinjang, "Hentikan ini, aku sudah tidak tahan"

Alan mencondongkan tubuhnya, lalu berbisik tepat pada telinga Tasya "Kematian terlalu indah untukmu"

Alan kemudian berlalu pergi begitu saja, menutup pintu dan menguncinya dari luar. Dia pergi menuju dapur, membuka lemari es dan mengambil minuman.

Membiarkan Tasya merasakan penderitaan atas perbuatannya sendiri. Alan menenggak isi gelas hingga tandas, kemudian menyulut api untuk benda kecil dalam sakunya.

Berkali kali dia menghembuskan asap yang melambung ke udara, resapan demi resapan dia cicipi dari Wine kwalitas tertinggi miliknya.

Hidup sendirian didunia ini membuatnya kuat, hanya berdiri pada kaki sendiri. Membuat dirinya tidak bergantung pada orang lain,

sementara Tasya semakin merintih menahan hasrat yang semakin bergejolak didalam tubuhnya, disertai kedutan dibagian tertentu.

"Lebih baik aku mati tapi pada tersiksa begini"

"Sh'it aaaahh, aku tidak kuat lagi menahannya"

Beberapa saat kemudian Alan masuk kembali, masih dengan wajah datar dan sorot mata yang sulit diartikan, mendekati tepi ranjang dengan seringaian jelas diwajahnya.

"Bagaimana, Hem"

"Kau merasakannya bukan"

"Bedebah, sialan I hate you"

"Hahaha, tidak masalah kau membenciku, tidak ada artinya juga kebencianmu itu"

Alan masuk kedalam kamar mandi, terdengar suara air memenuhi bathtube. Lalu kembali keluar dengan kemeja yang sudah digulung sebatas lengan.

Tasya semakin meronta, bahkan farpum dari tubuh Alan membuat tubuhnya kembali menggelinjang, menyiksa dengan perlahan lahan tanpa pelepasan yang berarti.

Alan mendekati Tasya yang merintih, meliuk liuk bak cacing kepanasan, kemudian mengangkat tubuhnya dengan sekali hentakan.

"Aaahhh, terus lah begini sebentar saja, aku benar benar sudah tidak kuat" ucap Tasya dengan mengesek gesekkan bagian dadanya pada tubuh Alan.

"Menjijikan"

Alan menurunkan tubuh Tasya kedalam bathtube yang sudah penuh dengan air, lalu membenamkan tubuhnya hingga sebatas leher. Mengguyur kepalanya hingga menggigil.

"Hentikan bajingan, kau benar benar menyiksaku"

"Hahaha, kau benar benar keras kepala ya"

"Masih bisa mengumpat ku begitu hah"

Alan kembali mengguyur Tasya, hingga menjerit jerit.

"Hahhaha...terus lah menjerit tidak ada seorangpun yang akan mendengarmu disini"

BRAKK

Alan menutup pintu dengan keras.

"Bos, apa kau butuh bantuan?"

"Tidak perlu, biar kuurus sendiri"

"Bos yakin, bukankah biasanya itu tugasku"

"Jangan banyak bicara"

"Maaf bos saya lancang"

"Pergilah, kau libur hari ini" Alan memberikan beberapa lembar uang pada Mac.

"Pergilah, bawa anak dan istrimu berlibur"

"Tapi bos"

"Laksanakan saja ini perintah"

"Baik bos kalau begitu, permisi"

"Hem"

Alan kembali menuangkan wine kedalam gelasnya, dengan mengangkat kakinya keatas kursi lalu menyenderkan punggungnya dibantalan kursi.

.

.

Hai...selamat datang di novel kedua aku yang masih belum ada apa apanya ini(kalo ada apa apa nya takut juga yaa😂) Terima kasih buat yang sudah mampir dan memasukkan novel ini ke dalam Fav kalian..

Terima kasih atas dukungannya,😘

Hipotermia

Alan memijit pelipisnya yang berdenyut, sebagai pria normal, bohong jika mengatakan dirinya tidak terpengaruh melihat Tasya yang begitu menggoda. Membuat gejolak dalam tubuhnya begitu menggelora, bagaimanapun juga dia itu pria dewasa yang membutuhkan sesuatu untuk pelepasannya.

"Sial.."

Alan beranjak dari duduknya lalu melangkah masuk kedalam kamarnya sendiri, menutup pintu lalu menuju kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya sendirian.

Suara Tasya kian lama kian pelan, teriakan demi teriakan berubah menjadi gumaman pelan, bibir tipisnya pun sudah berubah menjadi kebiruan, seiring tubuhnya yang semakin menggigil. Perlahan kesadarannya melemah, mata yang dipenuhi bulu lentik itu kian meredup, Tasya lalu tak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian Alan keluar dari kamar mandi, dengan menggunakan celana pendek dan kaos oblong, memperlihatkan otot otot di lengannya, tubuhnya yang tegap semakin menawan. Wajah dengan rahang tegas tanpa ekspresi dengan sorot mata yang tajam bak mata elang,

Cekrek

Alan membuka pintu kamar mandi, dia melihat Tasya yang sudah tak sadarkan diri didalam bathtube, dia mematikan air yang memenuhi bathtube.

"Bodoh"

Alan mengangkat tubuh ramping itu kemudian membawanya keluar lalu meletakkan nya dikasur.

"Sial, bagaimana aku mengganti bajunya yang basah"

Alan sempat kebingungan, bagaimana tidak Tasya pingsan dan masih mengenakan baju yang basah kuyup, dia membuka ikatan di tangannya. Matanya tertuju pada lekuk tubuh yang terlihat jelas didalam pakaiannya yang basah, dengan dada yang naik turun dari hembusan pelan nafasnya.

Alan dengan tergesa keluar dari kamar itu, menghela nafas dan kembali membuang fikiran kotornya. Dia meraih ponsel diatas meja lalu menelepon pengelola apartemen.

"Kirimkan aku seorang perempuan"

"Maksud anda perempuan? untuk short time atau long time?"

"Astaga" Alan memijit keningnya.

"Penyedia layanan kebersihan" Bentak Alan,

"Ah, itu maaf tuan Staf kami sedang tidak ada yang bertugas dibagian itu"

"Tapi jika anda membutuh.."

"Kirim siapa saja yang bisa membantuku mengganti aku seorang perempuan" Sela Alan dengan kesal.

"Oh, itu baik tuan"

Alan kembali memijit keningnya, "Merepotkan" lalu mematikan ponsel dengan kesal lalu membanting ponsel itu keatas sofa dengan kasar.

Biasanya Mac yang akan membantunya dalam hal apapun, namun dalam hal Apartemen, Alan mengurusnya sendiri, bahkan tidak menyewa asisten rumah tangga meski dia mampu.

Baru kali ini dia merasa kesusahan seperti ini " Sial El, lo harus membayarnya nanti"

.

.

Ting Tong

Bel berbunyi, Alan membuka pintu dengan tergesa dilihatnya seorang perempuan separuh baya dihadapan nya

"Ayo bu cepet tolong bantu aku mengganti baju temanku"

"Baik"

Perempuan paruh baya itu mengikuti Alan dari belakang, "Ini kamarnya, bajunya sudah kusiapkan"

"Baik tuan, kalau begitu saya langsung masuk saja"

"Hem"

Perempuan itu mendekati Tasya yang sudah tergolek lemas, dengan wajah membiru dan tubuh yang dingin.

"Astaga, dia sangat dingin" tangan nya merapikan rambut Tasya yang menutupi wajahnya.

"Ya tuhan, kasian sekali kamu nak"

Dengan cepat dia mengganti pakaian yang dikenakan tasya, sesekali di bibirnya terdengar bergumam tidak jelas.

"Apa yang dia lakukan padamu nak?" ucapnya seraya membersihkan tubuh Tasya dan memakaikan kembali pakaian yang telah di siapkan Alan.

Alan kembali ke kamarnya sendiri, bergelung dengan pekerjaan yang sudah menantinya dari tadi. Pekerjaan nya semakin banyak ketika dia dipercaya oleh Arya mengurus beberapa perusahaan, meski dia sudah mempunyai perusahaan sendiri, peninggalan kedua orang tuanya yang sudah tiada.

Sebagai bentuk pengabdian, dia mencurahkan semua kehidupan nya untuk keluarga Adhinata, keluarga yang selama ini begitu menyayanginya.

"Tuan, pekerjaanku sudah selesai" Perempuan paruh baya itu mengetuk pintu kamar Alan.

"Hem" Alan pun menyerahkan beberapa lembar uang pada perempuan yang sudah membantunya.

"Ambil ini, sebagai ongkos"

"Maaf tuan tapi saya rasa ini terlalu banyak"

"Ambil saja"

"Baik kalau begitu, terima kasih"

Dengan ragu perempuan itu melangkah menuju pintu, namun kembali berbalik saat Alan hendak menutupnya.

"Tuan, sebaiknya anda segera melihatnya, kurasa perempuan itu terkena hipotermia."

"Saya permisi tuan"

Perempuan paruh baya itu mengangguk, lalu berlalu meninggalkan Alan yang masih tertegun didepan pintu apartemennya.

Alan masuk kembali kedalam kamar yang ditempati Tasya, melihatnya sekilas untuk memastikan. Namun Alan sontak terkejut karena tubuh Tasya menggigil dengan hebat. Perlahan dia menempelkan telapak tangannya di lengan dan dahi Tasya.

"SH'it"

Alan melirik jam yang melingkar ditangannya, lalu meraih ponselnya.

"Ah, sudah tidak banyak waktu"

Dengan cepat Alan membuka kancing yang terpasang dikemeja yang dikenakan Tasya, melu'cutinya hingga semua hingga tak berbusana, pakaiannya dia lempar dengan asal hingga berserakan di lantai. Tidak lupa diapun melakukan hal yang sama, melepas semua pakaiannya dan ikut masuk kedalam selimut.

Alih alih membawanya ke rumah sakit, Alan melakukan skin to skin pada Tasya. Waktunya tidak banyak jika harus pergi ke rumah sakit.

Alan mendekap Tasya dengan erat, membiarkan tubuh tanpa sehelai kain itu kian merapat untuk mendapatkan hawa panas dari tubuhnya.

Sesekali Tasya masih terdengar meracau, dengan bibir yang semakin kebiruan dan suhu tubuh yang menurun drastis.

"Bertahanlah"

Bisiknya pada telinga Tasya, hingga beberapa saat lamanya mereka dalam posisi saling memeluk dibawah selimut.

Hembusan nafas sudah mulai menghangat, tubuh sudah memperlihatkan perubahan. Hingga mereka berdua pun larut dalam mimpinya masing masing.

.

.

Keesokan paginya Tasya terbangun setelah merasa sesuatu mengganjal diperutnya. Dia membelalakkan matanya saat melihat sepasang tangan kekar melingar diperutnya.

"Astaga, apa yang dia lakukan"

Tasya membuka selimut yang menutupi dirinya, dia semakin membulatkan kedua manik bentuknya saat melihat tubuhnya dalam keadaan polos tanpa sehelai kainpun.

"Ya tuhan"

Tasya memejamkan matanya, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Namun dia tidak mengingat apapun selain dirinya berada di bathtube yang penuh dengan air.

Tasya memijit kepalanya yang pusing, lalu menatap Alan yang tengah terlelap. Begitu damai, dan nyaman dia rasakan. Hingga pergerakan dari Alan yang menggeliat membuatnya berpura pura tidur kembali.

"Tidak usah berpura-pura,"

"Dan jangan salah paham, aku melakukan ini hanya untuk menolong nyawamu yang hampir saja melayang"

Alan beranjak bangun, namun Tasya menarik lengannya, dengan satu lengan menutupi bagian dadanya.

"Jangan pergi"

Baru saja Alan akan menoleh, satu tarikan ditengkuknya membuatnya tak berdaya. Dengan gai'rah yang membuncah Tasya melu'mat bibir Alan dengan rakus, menyusuri bagian dalam hingga menggigit sedikit bibirnya karena Alan tak juga membuka mulutnya.

Semakin lama semakin panas dirasakan oleh Alan, jiwa kelaki-lakiannya meronta-ronta tak dapat di halangi. Hingga Tasya dengan leluasa membalikkan tubuh Alan, kini posisi Tasya berada diatas tubuhnya. Membuat Alan yang belum pernah sama sekali melakukannya itu kewalahan.

.

BRAK

"Brengsek"

.

.

Jangan lupa like dan komen, dan terus dukung aku yaa

Makasih😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!