NovelToon NovelToon

Temptation : Cinta Yang Rumit

PROLOG

Adelia Puspita Wijaya dan Adena Puspita Wijaya adalah sepasang kakak beradik kembar yang merupakan keturunan Wijaya group, pemilik salah satu jaringan perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia.

Kedua orang tua mereka, Prasetya Wijaya dan Anita Wijaya, mengadopsi seorang anak laki-laki bernama Adrian Mahendra, yang merupakan anak dari teman Prasetya yang meninggal akibat kecelakaan.

Adelia, Adena, dan Adrian yang tumbuh bersama membuat ketiganya mengalami cinta segitiga. Namun, Adrian lebih memilih si bungsu Dena dibandingkan Adelia. Di mata Adrian, Dena merupakan gadis yang manja dan rapuh, yang membuat Adrian ingin selalu melindunginya.

Namun seiring berjalannya waktu, Adrian juga mulai merasakan getaran cinta pada Adelia, apalagi saat ini Adelia dan Adrian sama-sama memegang perusahaan milik Prasetya yang membuat pertemuan keduanya semakin intens dan menimbulkan benih-benih cinta pada diri Adrian.

***

"Adrian aku mencintaimu." kata Adelia diiringi de*ahan dan er*ngan yang menggema di salah satu kamar hotel.

"Kamu luar biasa Del." kata Adrian.

Adelia hanya tersenyum mendengar kata-kata Adrian yang merupakan kekasih dari Dena, kembarannya. Adelia dan Adrian lalu terengah-engah di atas tempat tidur. Tubuh polos mereka kini hanya tertutup oleh sebuah selimut. Adelia lalu memeluk tubuh Adrian.

"Adrian, kita harus mulai memikirkan hubungan ini lagi, satu bulan lagi adalah hari pernikahanmu dengan Dena, mungkin kita harus mengakhiri ini semua, sungguh aku tak ingin membuat dia terluka dengan apa yang telah kita perbuat dibelakangnya."

"Tidak sayang, aku begitu mencintaimu. Aku tak ingin melepasmu dan mengakhiri hubungan ini."

"Juga Dena? Bagaimanapun juga kau harus memilih Adrian, aku atau Dena?" kata Adelia sambil tersenyum sinis. Air mata mulai keluar dari sudut matanya.

"Maaf Adel, aku tidak bisa memilih, aku mencintai kalian berdua, memang aku sudah begitu egois, tapi aku tak bisa menyangkal perasaan cintaku padamu. Aku tak mau kehilangan kalian." kata Adrian sambil mencium tengkuk dan leher Adelia.

"Tapi, aku juga tak mau selamanya seperti ini, cepat atau lambat Dena pasti akan curiga. Lebih baik kita mengakhiri hubungan ini Adrian, kembalilah pada Dena. Aku akan pergi melanjutkan kuliah di London seperti rencanaku dulu!"

"Tidak akan kubiarkan kamu pergi dari hidupku, aku mencintaimu Del, jangan pernah pergi tinggalkan aku, kita tetap bisa menjalani hubungan ini dibelakang Dena meskipun aku dan dia sudah menikah." jawab Adrian sambil memeluk Adelia kian kencang.

Adelia mulai terpancing emosi mendengar kata-kata Adrian, nafasnya mulai tersengal-senggal menahan amarah di dadanya. "Adrian mengertilah, kau tidak boleh egois, kau tidak bisa mempermainkan perasaan dua orang wanita, kau harus memilih Adrian!"

"Tapi, bagaimana dengan perasaan cintaku padamu Del?"

"Kamu pasti bisa melupakan aku Adrian! Ingatlah Dena sudah menjadi cinta pertamamu. Kau sudah mencintainya sejak kita masih kecil!"

"Maafkan aku yang tidak bisa memilih Adel, maaf jika Dena dulu begitu rapuh dan sakit-sakitan sehingga naluriku sebagai seorang lelaki menyuruhku untuk selalu melindunginya."

"Bagaimanapun juga kau tetap harus memilih karena kita sedang menjalani hubungan yang sia-sia, dengarkan aku Adrian, hubungan ini hanya akan membuat kita semakin terluka." kata Adelia, tanpa disadari air mata pun mulai mengalir deras di pipinya.

"Jika kau tak sanggup memilih, aku mohon kembalilah pada Dena, aku hanyalah godaan bagi perjalalan cinta kalian berdua. Aku harus pergi Adrian, aku tak mau Dena curiga padaku." kata Adelia lalu memakai pakaiannya dan meninggalkan Adrian. Sedangkan Adrian hanya termenung dan masih saja duduk terdiam di kamar hotel mendengar kata-kata Adelia.

Adrian Kecil

Adel tampak begitu sibuk bersiap-siap memasukkan pakaiannya ke dalam koper, Dena pun kemudian menghampirinya "Del, apa ga terlalu cepet kamu ninggalin aku? baru kemarin aku nikah, sekarang kamu sudah pergi ninggalin aku."

"Dena, masa kuliahku dimulai dua hari lagi, ini juga udah terlalu mepet." jawab Adel sambil sibuk memasukkan barang-barang ke kopernya.

Kedua orang tua mereka lalu masuk ke dalam kamar dan memeluk Adel. "Belajarlah dengan baik Nak, Papa yakin kamu adalah wanita yang hebat dan tangguh. Kamu adalah kebanggan Papa."

"Terimakasih Pa, jaga kesehatan Papa dan Mama."

Mereka lalu mengangguk dan memeluk Adel kembali. Di salah satu sudut kamar, tampak Adrian memperhatikan Adel dengan perasaan yang begitu sedih, tak terasa cairan bening pun menetes di pipinya. 

"Adrian, kamu di situ sayang? Masuklah Adrian dan ucapkan salam perpisahan pada Adel." kata Dena.

Adrian lalu masuk ke dalam kamar, dada Adel sebenarnya begitu sesak, sekuat tenaga dia menahan air mata. Adrian lalu mendekat pada Adel dan mengusap bahunya "Hati-hati di jalan Del, belajarlah dengan baik, kami semua menunggu kedatanganmu kembali di rumah ini." kata Adrian.

"Terimakasih Adrian." kata Adel sambil menyunggingkan senyum. 

"Ya sudah Pa, Ma, Dena, Adel pamit dulu."

"Iya Del, hati-hati ya." kata Dena sambil memeluk Adelia.

Adel lalu menaiki mobil yang mengantarnya menuju bandara. Adrian hanya menatap kepergian Adel dengan tatapan yang begitu tajam sambil menahan rasa perih di hatinya. 'Semoga kita bisa bertemu kembali secepatnya Del.' gumam Adrian. Sedangkan di dalam mobil, tangis Adel pun pecah sambil memegang perutnya 'Adrian, tak perlu khawatir karena ada Adrian kecil yang ada di dalam kandunganku.' gumam Adelia.

Masih teringat dalam benak Adelia, satu hari menjelang pernikahan Adrian dan Dena. Sebuah kenyataan pahit membuat tubuhnya terhempas ke lantai, hatinya begitu hancur, air mata mengalir deras di pipinya saat sebuah benda pipih yang digenggam di tangannya menunjukkan dua buah tanda garis merah. Hatinya kian hancur melihat kenyataan yang harus dihadapi jika esok adalah hari pernikahan Dena dengan Adrian. 'Tuhan,apa yang harus kulakukan?' gumam Adelia.

***

Adelia menginjakkan kakinya di kota London, dia lalu menghirup nafas dalam-dalam. 'Selamat datang kehidupan baru.' batin Adelia. Dia lalu menaiki taksi ke apartemen miliknya.

Kruyuk.. kruyuk..

Baru saja Adel keluar dari taksi, tiba-tiba dia merasa lapar. "Ups, aku lupa, kini aku berbadan dua. Maaf sayang, Mama cari makan dulu ya."

Adel lalu masuk ke dalam apartemen dan menaruh barang-barangnya lalu keluar kembali untuk mencari rumah makan terdekat dari apartemennya. Karena masih bingung akhirnya Adel memilih restoran cepat saji di dekat apartemen. Saat Adel duduk dan bersiap menikmati makannya, tiba-tiba seorang laki-laki menghampiri dirinya.

"Ibu hamil tidak baik makan-makanan seperti ini." kata laki-laki itu, lalu menukar makanan cepat saji yang ada di depan Adel dengan satu bungkus salad dan ayam panggang miliknya. Adel begitu terkejut, dia bahkan tak mengenal laki-laki itu. "Ba.. Bagaimana kau tahu jika aku sedang hamil? Bahkan, aku juga tak mengenalmu."

"Hahahaha, apakah kau tidak sadar jika kita satu pesawat tadi?"

Adel hanya tersenyum. "Bahkan kau beberapa kali ke toilet untuk muntah-muntah dan saat pramugari menenangkanmu kau yang bilang jika kau sedang hamil." kata laki-laki itu sambil tersenyum.

Adel hanya tersipu malu. "Makanlah, jangan sungkan."

"Terimakasih, siapa nama anda?"

"Farel."

"Oh iya Mas, saya Adel." kata Adel, kemudian menyantap makanannya dengan begitu lahap, karena merasa perutnya sudah sangat lapar. Begitu pula dengan Farel yang kini sibuk menghabiskan makanan milik Adel yang telah ditukarnya.

"Mas Farel, terimakasih banyak, saya sudah selesai makan, senang bisa berkenalan dengan anda, saya harus ke supermarket terlebih dahulu untuk membeli berbagai kebutuhan rumah."

"Silahkan Adel, apa perlu saya temani?."

"Tidak usah Mas, terimakasih."

Farel lalu mengangguk sambil terus memandang Adel yang pergi meninggalkannya berjalan menuju supermarket yang tak begitu jauh dari tempat mereka makan. Adel pun mempercepat langkahnya menuju supermarket karena cuaca yang semakin sore membuat tubuhnya merasa begitu dingin. 

Adel kini berdiri di balkon apartemen, sambil menatap indahnya kota London di malam hari. Tiba-tiba air matanya menetes 'Adrian.' batinnya dalam hati. Malam hari selalu memiliki kenangan tersendiri bagi Adelia karena dia selalu menghabiskan waktu di malam hari bersama Adrian setelah mereka selesai bekerja. Terkadang mereka bermesraan di dalam private room, sebuah kamar di dalam kantor milik Papanya untuk beristirahat. Jika banyak karyawan yang belum pulang, maka mereka memutuskan untuk memadu kasih dengan menyewa hotel. 

'Dena, maafkan aku, maafkan aku yang telah bermain api di belakangmu. Biar aku yang menanggung semua dosa-dosa yang telah kuperbuat karena telah menyakitimu.' gumam Adel.

***

Adel begitu gugup karena hari ini dia bangun kesiangan, semalaman dia memang tidak bisa tidur, karena merasa sangat pusing dan mual, entah kenapa kehamilan ini terasa begitu menyiksanya. Bahkan tadi pagi, Adel memuntahkan semua makanan yang telah dimakannya, hingga tubuhnya kini terasa sedikit lemas.

'Tuhan, aku sungguh tak menyangka jika kehamilan ini terasa begitu berat, apalagi aku tak memiliki suami yang selalu ada di sampingku.' gumam Adel.

Adel yang berjalan begitu tergesa-gesa, tiba-tiba dikejutkan oleh suara klakson mobil yang berhenti di sampingnya. "Del." sapa sebuah suara, sambil menurunkan kaca mobil.

"Eh Mas Farel."

"Kamu mau kemana Del?"

"Mau berangkat kuliah Mas."

"Kamu kuliah dimana?"

"Di UCL."

"Oh kebetulan, saya juga kuliah di sana, saya ambil program magister."

"Oh, sama Mas."

"Ya udah, kita bareng aja yuk. Kita kan satu tujuan."

Adel tidak punya pilihan lain, jika naik kendaraan umum dia bisa terlambat, akhirnya dia pun menuruti kata-kata Farel.

"Terimakasih banyak Mas." kata Adel sambil naik ke dalam mobil milik Farel.

"Suamimu ga marah kan Del, kalau saya anter kamu kuliah?"

"Maaf Mas, Adel belum punya suami."

Sejenak raut wajah Farel menunjukkan kekagetan, namun dia tak mau menyinggung Adel dan seolah-olah bersikap biasa saja.

"Oh, maaf Del."

"Tidak apa-apa Mas." 

Berikutnya suasana dalam mobil pun dipenuhi kecanggungan, sampai akhirnya mereka sampai di kampus mereka.

"Terimakasih banyak Mas Farel." kata Adel lalu turun dari mobil.

"Sama-sama Del." jawab Farel sambil tersenyum.

Saat Farel akan turun dari mobil tiba-tiba ponselnya berbunyi. 'Mami.' gumam Farel.

[Iya Mam.]

[Gimana Farel?]

[Mami, Farel kan baru saja sampai di sini kemarin, jangan tanyakan itu dulu deh.]

[Farel, kamu juga harus ngertiin Mami dong.]

[Iya, iya, udah dulu ya. Farel mau kuliah dulu.]

[Farel, Mami kan belum selesai ngomong, Farel, kamu harus punya pacar secepatnya Farel.]

Farel lalu mematikan teleponnya dan masuk ke dalam kampus. 

Kompromi

Jam menunjukkan pukul 13.30 waktu London, Adel tampak keluar dari ruang kuliah dengan sedikit lemas. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing, dia lalu menyandarkan tubuhnya pada tembok.

"Del." 

"Eh, Mas Farel."

"Kamu kenapa Del?"

"Gapapa Mas, cuma sedikit pusing."

"Kamu lapar ya?"

Adel hanya diam, lalu mengangguk dengan malu-malu. "Hahahaha, orang hamil itu memang mudah lapar Del, aku tahu itu karena kakak perempuanku hampir satu jam sekali makan saat hamil."

"Benarkah sampai seperti itu Mas?"

"Iya Del, ***** makannya begitu meningkat, sekarang ayo kita makan siang Del "

Adel sebenarnya sedikit ragu karena dia belum mengenal Farel. Melihat raut kecemasan di wajah Adel, Farel lalu menepuk pundak Adel. "Tenang Del, aku bukan orang jahat. Percayalah padaku."

"Iya Mas."

Mereka lalu makan siang bersama, selesai makan siang Farel lalu mengajak Adel berjalan-jalan mengelilingi kota London.

"Kamu sudah hapal kota ini ya Mas?"

"Tentu, aku sudah kuliah di sini sejak mengambil program sarjana Del. Semua masih sama dan tidak berubah..." tiba-tiba kata-kata Farel terhenti dan cairan bening menetes di pipinya.

"Mas, kamu kenapa? Apa ada yang salah dengan kata-kataku?"

"Ga Del, tenang saja."

"Oh, Iya."

Tiba-tiba suara ponsel Farel kembali berbunyi. 'Mami lagi.' gumam Farel. Dia lalu mengambil ponselnya kemudian mengangkat telepon dari Ibunya.

[Ya Mi.]

[Farel, kamu sudah selesai kuliah kan? Kamu gimana sih tadi kan Mami belum selesai ngomong kok malah kamu matiin teleponnya.]

[Mi, Farel lagi sibuk.]

Saat Farel asyik berbicara dengan ibunya, tiba-tiba Adel merasa begitu mual dan pusing, raut wajahnya berubah merah, mulutnya dia tutup dengan tangan kanannya kemudian dia mulai menyenderkan tubuhnya di jok mobil. "Del, kamu kenapa?"

"Gapapa Mas."

[Farel, kamu sedang sama siapa? Kok ada suara perempuan.]

[Teman Farel Mi.]

[Bagus Farel, coba kamu dekati dia.]

[Mami, Adel cuma temen.]

"Kenapa Mas?"

"Gapapa, Mami memang reseh."

[Udah ya Mi, Farel mau anter Adel pulang.]

Farel lalu menutup teleponnya. "Del, kamu gimana?"

"Gapapa Mas, tadi cuma sedikit mual, tapi sekarang udah gapapa kok "

"Ya udah kita pulang sekarang ya Del, ini juga udah sore."

Adel lalu mengangguk. Beberapa saat kemudian mereka telah sampai di apartemen Adel. "Terimakasih banyak Mas Farel."

"Sama-sama Del, kamu jaga kesehatan."

"Iya Mas."

"Besok pagi kujemput lagi ya, aku ga mau kamu kenapa-kenapa Del, fisikmu sangat lemah sekarang."

"Ga usah Mas, Adel ga mau ngrepotin Mas Farel."

"Come on Del, jangan pernah berfikir seperti itu."

"Baik Mas, terimakasih."

Adel lalu masuk ke dalam apartemennya, kemudian merebahkan tubuhnya di atas sofa sambil memainkan ponsel miliknya, namun hanya sekilas Adel melihatnya, kemudian dia mematikan ponsel itu. Hatinya terasa begitu sakit saat melihat salah satu postingan Dena yang sedang bermesraan bersama Adrian, lalu ada beberapa foto romantis lainnya saat mereka sedang berkencan.

Adel masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, hatinya terasa begitu sakit. Air mata mengalir begitu deras di pipinya. 'Del, sadar Del, Adrian adalah suami adikmu.' gumam Adel. Akhirnya Adel tertidur karena lelah menangis disertai air mata yang mengering di pipinya.

Adel terbangun saat sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela kamarnya. 'Sudah pagi.' gumamnya. Dia lalu mengusap kasar wajah yang terasa begitu lengket karena sisa-sisa air mata yang telah mengering. Setengah jam kemudian, Adel sudah mandi kemudian menikmati sarapan di balkon apartemen sambil menikmati udara pagi kota London. Adel lalu menyalakan ponselnya, betapa terkejutnya dia saat melihat puluhan chat dari Farel masuk ke ponselnya. 

'Mas Farel.' gumam Adel.

Dia lalu keluar dari apartemen, dan meninggalkan sarapannya begitu saja. Adel sangat terkejut saat melihat Farel sudah menunggunya di lantai bawah apartemen sama seperti isi chat terakhir yang Farel kirimkan.

"Del." kata Farel sambil tersenyum.

"Kamu kenapa sih Mas? Kirim chat ke aku banyak banget." 

"Gapapa Del, aku cuma khawatir, tiba-tiba ponselmu ga aktif."

"Oh itu." kata Adel. Cairan bening pun menetes di pipinya lagi.

"Del, kamu kenapa?"

"Gapapa Mas."

"Jangan sedih Del, lebih baik kamu temani aku sarapan yuk."

Adel lalu mengangguk, dia lalu menemani Farel sarapan di salah satu cafe dekat kampus mereka. Adel tersenyum saat melihat Farel yang begitu lahap menyantap sarapannya.

"Mas kamu udah berapa lama ga makan?"

"Aku terakhir makan kemarin siang saat bersamamu Del." kata Farel. Adel lalu tertawa.

"Del, akhirnya aku bisa melihatmu tersenyum."

Adel lalu terdiam. "Maaf Mas, aku memang masih sedikit terpuruk atas semua yang terjadi padaku."

"Apa ini ada hubungannya dengan laki-laki yang menghamilimu Del? Maaf jika aku bertanya seperti ini Del, tapi sungguh aku hanya ingin membantumu."

Adel lalu mengangguk. "Apa dia sudah tahu kamu hamil anaknya Del?" 

Adel lalu menggeleng. "Apa perlu aku membantumu untuk berbicara dengannya."

"Gak perlu Mas, dia sudah memiliki istri."

"Istri?"

"Ya, dan istrinya adalah adikku sendiri, dia kembaranku Mas."

Farel begitu terkejut mendengar kata-kata Adel yang kini tak bisa membendung air matanya lagi. "Del." kata Farel sambil mendekat pada Adel kemudian memeluk tubuhnya.

"Del, menangislah, luapkan semua rasa sakit di hatimu."

"Mas, aku sudah begitu jahat pada adikku, aku menjalani hubungan di belakang Dena. Ini adalah hukuman untukku."

"Del, ini semua bukan kesalahanmu sepenuhnya."

Farel lalu membiarkan Adel menangis dalan pelukannya. Setelah Adel sedikit tenang, Farel lalu menggenggam tangannya.

"Menikahlah denganku Del!"

"Apa Mas?"

"Menikahlah denganku Del!"

"Menikah?"

"Ya, anggap saja ini sebuah kompromi Del, bukan pernikahan."

"Sungguh aku tak mengerti Mas."

"Del, bukankah kau membutuhkan suami untuk menjadi Ayah dari anakmu?"

Adel hanya terdiam mendengar kata-kata Farel. "Del, aku juga membutuhkan istri Del, keluargaku begitu menuntutku untuk kembali menikah."

"Kembali menikah? Jadi Mas Farel sudah pernah menikah?"

"Ya Del, aku dan mantan istriku, Reina bertemu saat kuliah, kemudian kami berpacaran. Lalu kami memutuskan untuk menikah, namun sebuah kecelakaan pesawat telah membunuh istriku, Reina saat di dalam perjalanan pulang ke Indonesia. Aku begitu terpukul dan hidupku jatuh pada titik terendah selama dua tahun terkahir ini Del. Aku selalu dituntut Mami untuk membuka lembaran baru dalam hidupku, namun semua terasa begitu sulit karena aku sangat mencintai Reina. Itulah sebabnya aku kembali ke sini."

"Mas, benar kata orang tuamu, kamu harus menikah dan memiliki kehidupan baru. Kamu tidak harus selamanya hidup dalam bayang-bayang masa lalumu."

"Iya Del, itulah alasanku ingin menikah denganmu."

"Mas, yang kau butuhkan kehidupan yang baru, bukannya mencari pelampiasan tetapi masih hidup dalam masa lalumu."

"Tapi Del, aku yakin kamu bisa membantuku. Tolong Del bantu aku keluar dari tekanan ini." kata Farel sambil mengiba.

"Baik Mas, aku akan menuruti keinginanmu. Ayo kita menikah."

"Terimakasih banyak Del, bulan depan kita menikah."

"Tidak Mas, jangan bulan depan."

"Lalu kapan? Apa itu terlalu cepat?"

"Tidak Mas, itu terlalu lama. Dua minggu lagi kita menikah." jawab Adel

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!