NovelToon NovelToon

Seranjang 3 Nyawa

Bab.1. Hancur

Senyum semringah terbit dari bibir Marinka saat menenteng beberapa belanjaan ditanggannya. Wanita itu baru saja pulang dari sebuah pasar tradisional dan membeli berbagai macam ikan dan sayuran, yang akan dia olah untuk menyambut kedatangan suaminya yang akan pulang setelah melakukan perjalanan bisnis selama dua pekan.

Wanita berambut hitam legam itu tidak perduli, meskipun tubuhnya tercium aroma yang tidak sedap, karena dia lebih suka berbelanja dipasar tradisional daripada belanja disebuah supermarket.

Marinka menuruni sebuah bajaj, sebagai seorang istri pengusaha, gaya hidup Marinka sangat sederhana. Bahkan dia sangat jarang menyuruh para pelayan dirumahnya untuk berbelanja, dia lebih suka melakukannya sendiri.

"Bi. Bantu aku membersihkan ikan dan sayur ya? hari ini mas Galang akan pulang dari Swiss,"

Marinka meminta bantuan Maryam sang asisten rumah tangga, yang menjadi kepala pelayan dirumahnya.

"Nyo-Nyoya," Maryam tampak gugup saat ingin memberikan informasi penting pada Nyonya yang dikaguminya itu.

"Ya ada apa Bi?"

Marinka bicara tanpa menoleh, dia masih asyik memasukkan barang belanjaannya kedalam kulkas empat pintu.

"Tu-Tuan sudah pulang dari Swiss."

Tangan Marinka berhenti bergerak seketika, saat mendengar suami yang dicintainya itu sudah kembali dari perjalanan bisnisnya. Rasa rindu yang membuncah didadanya, membuat rona bahagia diwajahnya begitu kentara.

"Benarkah? kenapa Bibi tidak bilang dari tadi?" tanya Marinka.

Marinka bergegas mencuci tangannya menggunakan sabun, karena takut tercium aroma yang tidak sedap setelah bersentuhan dengan ikan dipasar.

"Aku akan naik keatas dulu, Bibi tolong masak seperti biasa ya? aku akan turun membantu setelah selesai bertemu suamiku."

"Ta-Tapi Nyonya, a-anu...."

Maryam tak kuasa meneruskan kata-katanya, terlebih Marinka sudah bergegas menaiki anak tangga dengan cepat.

Baru saja Marinka akan mendorong handle pintu kamarnya yang sedikit terbuka, dia terpaksa mengurungkan niatnya itu karena mendengar ada suara seorang wanita didalam sana. Suara yang sedang bersenda gurau dan terdengar sangat tidak wajar untuk ukuran seorang wanita yang memasuki kamar pribadi orang lain.

"Sayang. Tidakkah kamu merasa puas memainkannya? bahkan kita melakukannya selama dua minggu di Swiss,"

"Aku tidak pernah merasa puas saat melakukannya, bahkan aku ingin sekali mengulanginya lagi saat ini. Aku benar-benar sudah ketagihan."

Tubuh Marinka menegang saat mendengar obrolan yang sangat menghancurkan hatinya itu. Pria yang dicintainya segenap jiwa dan raga sudah berbohong padanya, bermain api dibelakangnya, bahkan dengan tega membawa wanita lain diatas ranjangnya.

Brakkkkkk

Marinka mendorong pintu kamarnya dengan keras. Dapat Marinka lihat, posisi gadis itu saat ini sedang berada diatas tubuh suaminya. Posisi yang sangat menguntungkan bagi pria itu untuk mengakses kepemilikkan gadis itu yang sudah terpampang indah.

"Tidak sopan. Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk?" hardik Galang.

"Buat apa aku mengetuk pintu, untuk memasuki kamarku sendiri."

Marinka memindai tatapan matanya kearah gadis yang sangat dia kenal itu. Air mata Marinka sudah berkumpul dikelopak matanya, yang sebentar lagi akan terjun bebas. Gadis itu terlihat santai, saat kembali membenarkan pakaiannya yang sudah berantakan, dan segera beranjak dari pangkuan galang.

"Apa maksudnya ini mas? kamu menghianatiku?"

Air mata Marinka sudah meluncur deras dipipinya.

"Hah...tujuanku membawanya kesini, karena aku merasa memang tidak perlu lagi menyembunyikannya darimu."

"Marinka. Aku sudah mengatakannya padamu lebih dulu, aku memiliki seseorang yang aku cintai sejak lama. Aku memang bahagia saat tahu keluargaku akan menjodohkanku dengan anak dari keluarga Sugara, tapi aku tidak menyangka yang akan dijodohkan denganku adalah dirimu." Sambung Galang.

"Sementara gadis yang aku cintai adalah Karin. Kami sudah menjalin hubungan selama dua tahun. Tapi karena dia meneruskan pendidikkannya diluar Negeri, kami jadi jarang bertemu."

"Tapi dia adikku mas? tega kamu mas,"

"Tapi aku bukan adik kandungmu. Kamu harus ingat dan sadar diri dari mana kamu berasal. Kamu itu hanya seoarang anak yang dipungut keluargaku dari panti asuhan," timpal Karin dengan sarkas.

"Karin. Kakak mohon tinggalkan mas galang, dia sudah menjadi suami kakak. Kamu sangat cantik, kamu bisa mendapatkan pria manapun yang kamu inginkan."

"Kenapa jadi kamu yang mengatur disini? aku sudah bilang, aku tidak pernah mencintaimu. Aku terpaksa menikahimu, karena keluargaku yang memaksaku. Terlebih kamu juga tidak bisa mengusir Karin dari hidupku, karena dia saat ini sudah menjadi istriku."

"Ap-Apa?" bibir Marinka bergetar.

"Maaf Marinka. Aku sudah menikah dengan Karin dua minggu yang lalu, dan kami berbulan madu di Swiss."

Rasanya ada sebuah palu besar menghantam jantung Marinka saat ini, tubuh wanita itu bahkan bergetar hebat dengan air mata yang bertambah mengucur deras.

"Sekarang semua pilihan ada padamu. Sesuai perjanjian kita, aku tidak bisa menceraikanmu sebelum kamu sendiri yang meminta. Aku juga tidak melarangmu, jika kamu masih ingin bertahan."

"Tapi Marinka. Didepan Karin aku ingin menegaskan padamu, selamanya tubuh dan hatiku hanya untuk Karin seorang, dan aku tidak akan pernah membaginya dengan wanita manapun."

Perkataan Galang sungguh menghancur lulurkan hati Marinka. Sementara Karin tersenyum puas.

"Aku pastikan kamu akan meminta perceraian itu sendiri. Dan aku akan menggantikanmu menjadi Nyonya Sah Galang Suwiryo," batin Karin.

Marinka menyeka air matanya, meski terhina, dia ingin berjuang mempertahankan rumah tangganya yang baru berjalan 3 bulan lamanya.

"Aku akan bertahan Mas. Aku yakin suatu saat kamu akan mencintaiku, meskipun aku harus menerima Karin sebagai maduku."

"Itu terserah padamu. Tapi seperti yang kukatakan padamu, jangan pernah berharap aku mau menyentuhmu,"

"Sayang. Kita tidur dikamar yang mana?" tanya Karin dengan suara manjanya.

"Tentu saja dikamar ini." Jawab Galang tanpa perasaan.

"Apa yang Mas katakan? ini kamar kita berdua mas? bagaimana bisa Mas ingin mengeluarkanku dari kamarku, dan memasukkan Karin yang baru mas nikahi selama dua minggu?"

"Ini rumahku, ini kamarku, terserah aku mau membaginya dengan siapa saja." hardik Galang.

"Kalau kakak mau, kita bisa berbagi ranjang bersama. Aku tidak keberatan kok, tapi jangan sedih kalau tiap malam kakak merasakan gempa bumi dan mendengar suara merduku," timpal Karin.

"Aku yakin kamu tidak setega dan segila itu menyakiti perasaan kakakmu berkali-kali,"

"Ya maaf saja, aku memang bukan wanita berhati mulia. Sebagai madu, aku sudah bersikap baik loh mengajak kakak seranjang bertiga."

"Pokoknya aku tidak mau pindah dari kamarku," ujar Marinka.

"Terserah."

Galang menarik tangan Karin untuk pergi dari kamar itu. Tubuh Marinka sesaat kemudian merosot kelantai. Hatinya benar-benar merasakan sakit yang luar biasa.

"Hikz...pantas saja, pantas saja dia belum menyentuhku meski kami sudah tiga bulan menikah. Ternyata dia mencintai wanita lain,"

"Tapi kenapa harus adikku? kenapa kalian kejam sekali padaku? apa aku harus melaporkan ini pada keluarga suamiku? hikz..."

Marinka terisak, dadanya merasakan sesak luar biasa. Marinka berlari kearah jendela dan melihat mobil suaminya pergi keluar pagar. Marinka bisa menebak, saat ini suaminya pasti sedang bersenang-senang bersama madunya.

Bab.2. Tidak Tahu Malu

Krieettt

Krieettt

Krietttt

Marinka merasakan tempat tidur berukuran king size itu sedikit bergelombang. Marinka yang menunggu kepulangan suaminya, tidak sengaja tertidur lebih cepat dari biasanya. Namun kali ini tidurnya merasa terganggu, saat dia merasakan pergerakan yang tidak biasa dari tempat tidurnya, terlebih sayup-sayup dia mendengar ada suara aneh yang mengusik gendang telinganya.

Blammm

Mata Marinka terbuka seketika, gendang telinganya juga bisa mendengar dengan jelas saat ini, bahwa suami dan madunya sedang main gila dibelakang tubuhnya. Marinka mengepalkan tangannya dengan erat, sebagai seorang wanita yang belum terjamah, tubuhnya bereaksi panas dingin saat mendengar suara-suara erotis yang bersahutan itu. Bahkan dengan sengaja Karin meneriakkan nama suaminya berkali-kali dan ingin meminta hal lebih dan lebih dari suaminya itu.

Tes

Tes

Tes

Air mata Marinka membasahi bantal tidurnya, sebisa mungkin dia menahan isak tangisnya agar tidak terdengar oleh pasangan kejam itu. Semakin lama, ranjang itu semakin bergetar hebat, maka semakin hebat pula tubuh Marinka bergetar menahan tangisan.

Marinka tidak menyangka, ucapan Karin benar-benar dia realisasikan hanya karena ingin menyingkirkannya dari pertarungan cinta segitiga yang menyakitkan bagi Marinka.

Derit ranjang itu mereda, saat keduanya meneriakkan nama masing-masing. Nafas keduanya seakan berlomba dan sesekali terdengar suara decap dari keduanya yang saling bercumbu.

Hosh

Hosh

Hosh

"Kamu sangat luar biasa sayang," bisik Galang.

"Kamu menyukainya?"

"Aku menyukai apapun dari dirimu. Aku bahkan menginginkannya lagi,"

"Sayang. Kita istirahat dulu ya? tadi siang kita sudah puas melakukannya di hotel, tubuhku benar-benar lelah saat ini," rengek Karin.

"Baiklah, Tidurlah kalau begitu."

"Emm." Karin mengangguk.

Cup

Galang memberikan kecupan dikening Karin, kecupan yang sama sekali tidak pernah Marinka dapatkan selama dia menikah.

Saat mendengar Galang sudah mendengkur, dengan teganya Karin membisikkan sesuatu ditelinga Marinka.

"Aku tahu kamu medengar semuanya, bertahanlah selagi kamu bisa bertahan. Tapi aku akan pastikan Galang hanya mencintaiku seorang," bisik Karin.

Marinka tidak menanggapi bisikkan itu. Dia mengepalkan tangannya dengan erat dari balik selimut, untuk menyalurkan rasa sakit di hatinya.

"Kejamnya kamu Karin, semoga Tuhan membalas perbuatan tidak tahu malu kalian," batin Marinka.

Malam ini Marinka terpaksa menjadi benda mati, seolah tidak mendengar maupun melihat apapun. Meski harga dirinya terasa dicabik-cabik, tapi Marinka berusaha bertahan. yah...paling tidak untuk malam ini saja, fikirnya.

Marinka terbangun dari tidurnya yang diperkirakan hanya satu jam saja. Kepalanya terpaksa menoleh kebelakang, untuk memastikan sepasang suami istri itu masih mempunyai hati nurani dan pergi kekamar lain untuk beristirahat.

Tapi keinginan tidak selalu sesuai kenyataan, sepasang pengantin baru itu malah tengah asyik berpelukan untuk saling menghangatkan satu sama lain, karena saat ini tubuh mereka masih dalam keadaan polos.

Marinka memasuki kamar mandi dan terisak disana. Sungguh dia tidak pernah membayangkan nasib percintaannya akan setragis ini. Padahal Galang adalah cinta pertamanya disekolah menengah atas, setidaknya itu hanya anggapan sepihak bagi Marinka. Meski pada kenyataannya cinta itu bertepuk sebelah tangan, karena Marinka dan Galang tidak pernah menjalin kasih.

Setelah membersihkan diri, Marinka segera melaksanakan ibadah sebagai seorang hamba. Setelah itu dia bergegas turun untuk membuat sarapan pagi.

"Nyonya," sapa Maryam.

Marinka menoleh saat Maryam memanggilnya. Dapat Maryam lihat, mata Marinka sedikit membengkak, dan membuat wanita parubaya itu merasakan trenyuh dihatinya.

"Apa Nyonya baik-baik saja?"

Marinka menganggukkan kepalanya dengan cepat, tapi matanya sudah berkaca-kaca.

"Menangislah sepuasnya, jika itu bisa membuat perasaan Nyonya menjadi lega."

"Hikz...."

Marinka berhambur kepelukkan Maryam, tubuh itu terlampau bergetar, sehingga Maryam tidak tahan untuk tidak ikut menangis.

"Bersabarlah Nyonya. Jika masih bisa bertahan, maka bertahanlah. Tapi jika memang sudah tidak sanggup lagi, Nyonya juga berhak mencari kebahagiaan Nyonya sendiri."

"Nyonya masih muda dan cantik. Hanya orang-orang berhati kotor yang tidak bisa melihat kecantikan dan ketulusan hati Nyonya. Aku pastikan suatu saat Tuan akan menyesal, sudah menyia-nyiakan berlian dan malah memilih tembaga."

"Ini sangat menyakitkan Bi. Kenapa dia tidak memberikan kesempatan untukku, untuk merebut hatinya. Pernikahanku baru tiga bulan, dan dia telah menikahi wanita lain. Dan yang lebih menyakitkan lagi, wanita itu adalah adikku sendiri."

Maryam tercengang mendengar pengakuan Marinka. Maryam memang tidak pernah melihat sosok Karin selama ini, tapi bukan berarti seorang adik bisa tega dengan kakaknya sendiri.

"Dia memang bukan adik kandungku, tapi aku menyayanginya melebihi apapun. Kenapa dia tega sekali padaku. Hikz..."

Maryam menjauhkan tubuh Marinka untuk menatap wanita rapuh itu.

"Nyonya. Jangan pernah memperlihatkan kesedihan apalagi merasa tertekan didepan saingan cintamu. Itu hanya akan membuat dia merasa menang, dan mempunyai alasan untuk menginjak-injak harga diri Nyonya. Bersikaplah selayaknya seorang Nyonya yang terhormat. Walau bagaimanapun, Nyonya adalah istri Sah Tuan Galang. Maukah Nyonya berjuang sedikit lagi?"

Marinka menganggukkan kepalanya, sembari menyeka air mata dengan punggung tangannya.

"Basuhlah wajah Nyonya. Jangan perlihatkan mata bengkak ini,"

"Emm." Marinka mengangguk.

Maryam menatap punggung rapuh itu saat Marinka sedang mencuci wajahnya di washtafel. Maryam hanya bisa menghela nafasnya, dan berharap suatu saat Marinka bisa menemukan kebahagiaannya.

Tap

Tap

Tap

Sepasang sejoli menuruni anak tangga, sembari bergandengan tangan. Pemandangan ini berbanding terbalik sejak tiga bulan belakangan. Maryam dan pelayan yang lain tidak pernah melihat Galang bersikap mesra pada Marinka, dan itu membuat wajah Marinka terasa disiram air comberan.

"Mas mau sarapan dengan apa?"

Marinka berusaha melayani suaminya dengan baik.

"Nasi goreng seafood."

"Pilihan yang bagus honey. Kak inka memang paling jago masak nasi goreng seafood kalau dirumah," timpal Karin.

Marinka tidak menggubris perkataan Karin. Marinka menuangkan dua sendok besar nasi goreng seafood kedalam piring suaminya.

"Aku juga dong kak!"

Karin dengan tidak tahu malunya minta dilayani oleh Marinka. Tapi Marinka diam saja dan tidak menggubris ucapan Karin. Wanita itu duduk berseberangan dengan suaminya dan menikmati makanannya sendiri.

Marinka mengepalkan tangannya, saat Galang dengan penuh perhatian menyendokkan nasi goreng seafood kedalam piring Karin.

Cup

Didepan Marinka dan para pelayan Karin mencium pipi galang.

"Makasih Honey. Kamu memang yang terbaik sejak dulu,"

"Makanlah," ucap Galang sembari mengusap puncak kepala Karin.

Tanpa Galang tahu, Karin mengedipkan satu mata kearah Marinka.

Greeetttt

Marinka mengepalkan tangannya dibawah meja, dan itu tertangkap oleh mata bibi Maryam.

"Ya Tuhan...andai aku yang berada diposisi Nyonya Marinka, tentu aku juga tidak akan sanggup. Semoga suatu saat ada keajaiban untuk Nyonya Marinka," batin Maryam.

"Mas. Setelah makan aku perlu bicara penting denganmu,"

"Ya." Galang menjawab seadanya.

Setelah makan dan mencuci peralatan makan, Marinka menemui Galang yang tengah bersenda gurau didalam kamar bersama Karin. Melihat kedatangan Marinka, Galang menghentikan tawanya dan kembali berwajah datar.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?"

"Aku tidak ingin ada orang lain mendengar pembicaraan kita."

"Karin bukan orang lain, kalau mau bicara ya bicara saja. Kalau tidak mau bicara ya lebih baik tidak usah."

Sungguh Marinka berusaha menahan ledakan amarah didadanya. Pria didepannya ini benar-benar tidak memberikan muka sedikitpun padanya. Bahkan didepan madunya pun, dia tega mempermalukannya.

Bab.3. Mengadu

"Apa keluargamu sudah tahu tentang ini?" tanya Marinka.

"Tentang apa?"

"Tentang dirimu yang sudah menikah lagi, saat pernikahan kita baru tiga bulan lamanya."

"Apa kamu fikir aku tipe pria yabg ingin mencari mati?"

"Jadi kenapa kamu mengambil resiko sebesar ini, jika memang tahu keluargamu tidak akan pernah menyukainya?" suara Marinka sudah naik beberapa Oktaf.

"Aku yakin mulutmu tidak terlalu licin, kalau kamu memang tidak suka aku menikah lagi, kenapa kamu tidak ajukan saja perceraian?"

"Jadi Marinka. Aku harap kamu bisa bekerja sama, aku tentu sudah buruk dimatamu, jadi aku tidak akan segan menambah satu keburukkan lagi dengan melanggar perjanjian kita."

"Bagaimana kalau aku tetap mengadu?"

"Maka kamu tidak akan pernah membayangkan apa yang akan aku perbuat padamu. Kamu menganggapku kejam bukan? maka kamu akan melihat, sekejam apa yang bisa aku lakukan padamu."

"Sudahlah kak. Kakak kenapa sih? aku saja yang kekasihnya direbut olehmu, rela loh jadi istri kedua? kenapa kakak tidak berbesar hati saja. Kita bisa menjalani rumah tangga ini dengan damai," timpal Karin.

"Tutup mulutmu karin. Dasar wanita ular!"

"Kamu bicara apa? Karin adalah istriku, tidak akan kubiarkan orang lain menghinanya didepanku."

"Orang lain? jadi sekarang aku sudah dianggap orang lain Mas?"

"Sejak awal kamu sudah tahu, kamu memang kuanggap orang lain, meskipun statusmu sebagai istri Sahku."

"Kenapa kamu seperti ini padaku Mas? apa salahku padamu?" mata Marinka kembali berkaca-kaca.

"Sudahlah kak. Nggak usah lebay deh, kamu kenapa buat suami kita marah terus? ntar dosa loh," ujar Karin.

"Sayang. Tidak usah perdulikan wanita tidak tahu diri ini, bicara lama dengannya membuat aku ingin sekali menamparnya."

Marinka menurunkan koper dari atas lemari, pasangan itu sama sekali tidak perduli apa yang Marinka lakukan. Marinka memutuskan untuk pindah kamar, dia tidak ingin harga dirinya kembali terinjak-injak.

"Kakak mau kemana bawa koper? mau pindah rumah, apa mau pindah kamar?"

Pertanyaan Karin sarat akan olokkan.

"Kalau Mas butuh sesuatu, panggil aku dikamar tamu. Hari ini aku putuskan, kamar ini sudah jadi milik kalian berdua," ucap Marinka tanpa berbalik sedikitpun.

"Hari ini aku berhasil menendangmu keluar dari kamar ini, selanjutnya aku akan menendangnu keluar dari rumah ini," batin Karin.

Brakkkk

Marinka menurup pintu dengan lumayan keras, tubuhnya kembali bergetar karena terisak. Marinka menyeret kopernya dan pergi turun kebawah, untuk menghuni kamar tamu.

"Nyonya,"

"Bik...Hikz..."

Marinka kembali berhambur kepelukkan Maryam. Dalam waktu dua hari, dirinya sudah terusir dari kamarnya sendiri, dan itu sangat menyakitkan baginya.

"Bersabarlah Nyonya. Bertahanlah sedikit lagi,"

"Aku terusir dari kamarku sendiri bik. Hikz..."

"Jika jodoh kalian panjang, kalian akan dipersatukan kembali dengan cara apapun."

"Itu cuma berlaku didalam mimpi saja," sahut Karin diambang pintu.

Marinka secepat kilat menghapus air matanya, dia tidak ingin Karin melihat sisi kelemahannya.

"Tidak perlu dihapus, karena aku sudah melihat air matamu yang seember itu."

Karin melangkah masuk kedalam kamar itu tanpa dipersilahkan. Wanita berpakaian ketat itu duduk disebuah sofa dan menyilangkan kakinya.

"Aku sarankan sebaiknya kakak menyerah saja. Sejak awal Galang memang milikku, dan akan selamanya selalu begitu. Aku bukannya ingin berbuat kejam padamu, justru aku tidak ingin melihat kakak menangis setiap hari karena melihat kemesraan kami."

"Aku memang tidak pernah merasakan rasanya diabaikan seorang pria, terlebih itu Galang. Dia selalu mencurahkan kasih sayangnya padaku, maaf aku tidak bermaksud membuatmu iri, aku hanya ingin kakak tahu diri,"

"Apa kamu sudah cukup mengolok-olokku? satu hal yang ingin kutanyakan padamu, apa Papa dan Mama sudah tahu kamu menikah sirih dengan Mas Galang?"

Karin terkekeh saat mendengar pertanyaan polos Marinka. Karin tidak habis fikir dengan kakak angkatnya itu, apa wanita itu selama ini tidak menyadari dirinya hanya dijadikan sebagai tameng dikeluarganya?

"Kakak. Aku tidak tahu apa saat Tuhan membagikan otak manusia, kamu hanya kebagian seperempatnya saja? apa kamu sama sekali tidak menyadari, apa artinya dirimu selama ini dikeluarga kami?"

"Apa maksudmu?"

"Tidakkah kamu sadar, selama ini kamu hanya kami jadikan sebuah tameng? sejak kamu dipungut dari panti asuhan berusia 8 tahun, kami memang sengaja memilihmu menjadi perisai keluarga."

"Kenapa? kamu masih bingung ya? biarku jelaskan padamu. Kamu memang memiliki otak sedikit lebih cerdas daripada aku, itulah aku selalu memanfaatkan kecerdasanmu itu untuk membantu nilaiku disekolah, hingga kita menyelesaikan sekolah menengah atas."

"Papa dan Mama tidak ingin menyekolahkanmu keperguruan tinggi, bukan karena tidak memiliki uang. Itu hanya alasan bagi mereka, agar kamu tidak pernah berhasil dalam hidup melebih aku. Apa kamu tidak sadar? dirumah kamu hanya dijadikan pembantu? Mama beralasan tidak memiliki uang untuk menyewa jasa ART, padahal kami hanya ingin pembantu gratis dirumah kami. Kamu yang selalu gila pujian, sangat bersemangat didapur dan masak dengan hati gembira. Padahal kamu tidak tahu, dibelakangmu kami semua menertawakanmu."

"Dan yang terakhir soal pernikahanmu dan Galang. Saat itu aku memang tengah menjalankan ujian skripsiku, jadi aku tidak bisa pulang untuk memenuhi perjodohan itu. Karena keluarga Suwiryo menginginkan menantu secepatnya dan menyukaimu, Papa dan Mama terpaksa menyetujuinya. Kami fikir akan lebih mudah merebut Galang dari sisimu, daripada merebut Galang dari wanita lain yang tidak kami kenal."

"Kakak. Aku tahu kamu berhati malaikat, jadi untuk sekali lagi berkorbanlah lagi untukku. Bukankah kamu sudah sering melakukannya untukku? jadi tidak masalah kalau kakak berkorban sekali lagi untukku bukan?"

Tubuh Marinka gemetar, gemetar karena menahan amarah yang ingin segera diledakkan. Kini dia baru tahu yang sebenarnya, dirinya benar-benar dianggap sampah oleh semua orang, termasuk keluarga yang sangat disayanginya.

"Ya Tuhan, ada orang-orang sejahat itu? yang tega menyakiti anak yang tidak bersalah ini?" batin Maryam.

"Tapi ya sudahlah, kalau kakak tidak mau mengalahpun tidak apa-apa. Aku bisa mendapatkan Galang dengan caraku sendiri. Jadi bersiap-siaplah, kedepannya kakak akan lebih sering menangis," ucap Karin dengan tersenyum sinis.

Karin melenggang pergi, dengan tersenyum Smirk. Setelah keluar kamar dan menutup pintu, Karin tiba-tiba menampar wajahnya sendiri, dan sedikit membuat goresan pada wajahnya dengan kukunya. Rambut Karin dia buat sedikit acak-acakkan, dengan baju dres yang sengaja dia buat robek pada lengan bajunya.

"Hikz..."

"Sayang. Kamu kenapa seperti ini?" tanya Galang saat melihat penampilan Karin yang terlihat acak-acakkan.

Galang menyingkapkan rambut Karin, untuk melihat kondisi wajah istrinya itu.

"Astaga, ini kenapa berdarah? apa ini terkena cakaran kuku?"

Karin hanya menganggukkan kepalanya dan terisak.

"Siapa yang melakukannya? apa ini perbuatan Marinka?"

Karin kembali menganggukkan kepalanya.

"Kurang ajar, beraninya dia melakukan ini padamu? aku akan mencakar wajahnya lebih parah dari ini,"

Galang beranjak dari tempat tidur dan ingin keluar dari kamar.

Tap

Karin mencengkram lengan Galang sembari menggeleng lemah.

"Honey jangan. Aku bisa mengerti, ini karena kak Inka cemburu padaku. Aku kekamarnya hanya ingin meminta maaf padanya, tapi aku tidak menyangka dia akan bereaksi berlebihan seperti ini."

"Itulah sebabnya aku ingin memberinya pelajaran yang setimpal padanya."

"Tidak Honey, kalau kamu melakukannya, maka dia akan bertambah membenciku. Aku hanya ingin kita menjalani rumah tangga ini dengan damai, aku tidak masalah jika harus menjadi istri kedua."

"Oh...Honey, sungguh hatimu sangat baik. Aku tidak tahu mengapa Marinka tidak bisa melihat ketulusanmu ini,"

Galang memeluk erat Karin, sementara dari balik punggung Pria itu, Karin tersenyum penuh kemenangan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!