NovelToon NovelToon

Pengganti Yang Dinanti

SATU ATAP

Rayana Pradipta seorang gadis yang manis dan periang. Usianya baru dua puluh dua tahun dan baru saja menyelesaikan pendidikan S1 nya.

Harusnya ia merayakan kelulusannya itu dengan pesta dan kebahagiaan. Namun, bukan pesta kelulusan yang ia rayakan justru pesta pernikahannya. Pesta pernikahan yang identik dengan kebahagiaan dan suka cita, tapi lain halnya yang dirasakan oleh Raya. Justru pesta penikahannya ini membawanya kedalam kesengsaraan. Bagaimana tidak? Kakaknya yang seharusnya menjadi pengantin wanita justru lebih memilih pergi mengejar karirnya, sehingga Raya terpaksa menjadi pengantin pengganti supaya keluarganya tidak menanggung malu karena sudah terlanjur mengundang beberapa keluarga dan juga penghulu sudah siap.

Raya duduk di depan cermin besar. Wajahnya sedang dipoles menambah kecantikan pada wajah ayunya.

"Senyum dong Sayang, jangan cemberut gitu ah," ucap sang Bunda pada putri keduanya itu.

"Kenapa harus Raya sih Bunda yang jadi korban. Kalau Mbak April belum siap ya udah tunggu Mbak April siap aja," ucapnya memelas.

"Bunda sama Ayah enggak enak sama keluarga Juna Ray."

Raya hanya bisa menghembuskan napas pelan. Dirinya sudah selesai dirias. Raya memandang wajahnya melalui cermin. Andai saja ia menikah dengan pria yang dicintainya sudah pasti wajahnya akan tampak berkali-kali lipat lebih cantik. Bagaimana kehidupannya nanti yang harus satu atap dengan orang yang tidak dicintainya. Harus menjadi istri calon Kakak iparnya sendiri.

"Alhamdulillah," ucap Mira dan Risma bersamaan.

Sontak Raya terkesiap. "Selamat Nak, kamu sekarang sudah menjadi menantu Mamah," ucap Risma yang merupakan Ibu dari Arjuna Wisesa yang sekarang sudah sah menjadi suami Raya.

"Selamat ya Sayang," ucap Mira memeluk anaknya yang sekarang sudah menjadi seorang istri.

"Ayok kita temui pengantin pria," ucap Ningsih pada ketiga wanita yang masih berada di kamar rias.

Raya keluar untuk menemui pengantin pria sekaligus meminta doa restu pada kedua orang tua masing-masing, dengan diapit oleh kedua wanita paruh baya yang tersenyum bahagia.

Raya sudah duduk di sebelah Juna. Sungguh ia merasa canggung, karena jujur saja meskipun Juna sudah berpacaran selama dua tahun dengan sang Kakak yang bernama Aprilia Pradipta, tetapi Raya baru satu kali bertemu yaitu saat lebaran lalu. Dan kini pria itu sudah menjadi suaminya.

"Ayok disalami dulu suaminya Nduk," perintah sang penghulu.

Raya seketika menahan napasnya, lalu menghembuskan secara perlahan. Kemudian ia duduk menyamping menghadap sang suami, lalu meraih tangan pria yang kini sudah berstatus menjadi suaminya itu. Ia cium punggung tangan suaminya dengan khidmat. Ia pikir itu akan selesai, tetapi ternyata suaminya memegang kepalanya dan membacakan doa untuknya disusul dengan ciuman panjang di keningnya. Jantungnya seakan berlompatan meminta keluar.

***

Raya kini sudah berada di apartemen Juna yang notabene sudah menjadi suaminya. Setelah hari pernikahannya dua hari yang lalu, Raya di boyong ke rumah mertuanya, tapi hari ini ia harus mengikuti keinginan Juna agar mereka tinggal di apartemen.

Raya menyeret koper besarnya seorang diri. Sungguh terlalu suaminya itu tidak ada rasa kemanusiaannya sedikit pun melihat wanita menyeret koper besar seorang diri.

"Apartemen ini ada dua kamar, kamu bisa pake kamar yang itu," ucap Juna sambil menunjuk kamar yang dimaksud.

"Ok," jawab Raya singkat. Raya hendak menuju ke kamarnya, namun tangannya dicekal oleh Juna. Raya segera menepis tangan itu.

"Kita mesti buat kesepakatan," ujar Juna melangkah menuju sofa.

Raya mengikuti Juna dan duduk di sofa di depan Juna.

"Ada surat perjanjian yang harus aku tandatangani?" tanya Raya. Karena menurutnya mungkin Juna sudah menyiapkan surat perjanjian seperti di novel-novel yang Raya baca, mengingat ia juga merasakan hal yang sama menikahi orang yang tidak dicintainya.

"Tidak ada perjanjian hanya saja kita dilarang mencampuri urusan pribadi masing-masing. Tetapi kalau di depan orang tua kita, kita harus berperan layaknya pasangan pengantin baru," ucap Juna yang menyenderkan punggungnya di sofa dan kedua tangannya direntangkan di kepala sofa.

"Kamu juga boleh menggunakan fasilitas yang ada di apartemen ini sesuka hatimu, dan kamu juga bisa memakai kartu ini untuk keperluan kita," ucap pria tampan itu sambil menyerahkan golden card pada Raya.

"Keperluan kita?" tanya Raya bingung.

"Ya, meski bagaimanapun kamu tetap istri sah aku, jadi kamu tau kan tugas istri? Termasuk memasak, mencuci baju, merapikan apartemen termasuk kamar pribadiku," jelas Juna sambil melipat tangannya di depan dada dan kakinya ia naikan satu ke kaki yang lain.

"Ah, gampang itu mah. Yang penting aku bebas keluar kapan aja kan?"

"Heemm. Asal semua pekerjaan rumah sudah beres," jawab Juna yang disambut dengan decakan dari bibir mungil Raya.

Gadis manis itu mengulurkan tangan pada mantan calon Kakak iparnya yang sekarang sudah menjadi suaminya. "No s3x no love," ucapnya mantap.

Pria tampan itu menerima uluran tangan gadis di depannya itu dengan semangat. "With s3x without love," jawabnya sambil tersenyum semirk.

"Sembarangan," ujar Raya yang langsung melepaskan tangannya yang digenggam Juna.

Juna terkekeh. "Deal."

Raya berdiri lalu menjulurkan lidahnya pada Juna, kemudian berlalu ke kamarnya dan menguncinya dari dalam.

"Manis juga," gumam Juna.

Raya mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru kamar. Lumayan rapih dan wangi untuk ukuran kamar yang pemiliknya makhluk berjenis kelamin laki-laki. Ia menuju ke lemari, membukanya dan meletakan pakaian yang ia bawa dalam koper. Setelah menyusun rapi pakaian di dalam lemari, ia lalu menuju ke kamar mandi, karena ia berniat untuk berendam untuk merilekskan tubuh terutama pikirannya.

Setelah berendam yang memakan waktu hingga satu jam, Raya keluar kamarnya. Sepi, itu yang Raya rasakan. Karena merasa lapar, ia menuju dapur, kemudian membuka kulkas.

"Hemm lengkap juga," gumamnya.

Raya mengambil sosis, bakso, sawi hijau, wortel, dan telur. Entah kenapa malam ini ia ingin makan nasi goreng. Karena tidak ada nasi, terpaksa ia harus memasak nasi terlebih dulu. Sambil menunggu nasi matang, ia menyiapkan sayuran dan bahan lain untuk dipotong-potong.

Lima belas menit kemudian Juna keluar dari kamar menghampiri Raya yang sedang membuat nasi goreng. Belum matang saja, nasi gorengnya sudah tercium rasa yang nikmat, hingga mengakibatkan cacing dalam perut Juna berdemo ingin segera diberi makan.

"Bikin nasi goreng yah?" tanya Juna sambil mengambil minuman dalam kulkas lalu menenggaknya hingga tandas.

"Haus bro?" ledek Raya.

"Lapar benget nih. Terpaksa minum air yang banyak buat ganjel perut."

"Tenang, bentar lagi mateng kok," ucap Raya yang masih berkutat dengan wajan dan spatula.

"Enak enggak nih? jangan-jangan entar aku keracunan masakan kamu," ledek Juna.

"Kalau enak, Mas Juna mau kasih apa?"

Juna tersenyum mendengar panggilan Raya kepadanya. Selama pacaran dengan April, ia selalu dipanggil nama, tidak ada panggilan khusus. Jadi saat mendengar Raya memanggil dengan sebutan Mas, hatinya tiba-tiba menghangat.

Juna mendekat ke Raya. Tepat berdiri dibelakang istri cantiknya itu. Raya yang menyadari Juna berdiri tepat di belakangnya yang jaraknya sangat dekat langsung waspada.

"Mas! Jangan macam-macam ya!" ancamnya.

Juna terkekeh, ia memajukan kepalanya. "Kalau makanannya enak, aku kasih cium mau?" bisiknya tepat di telinga Raya.

Arjuna Wisesa (Juna)👇

Rayana Pradipta (Raya)👇

Aprilia Pradipta (April)👇

Hola.....

Ini karya kedua ku, fyuh.... semoga suka ya 😍

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa like, komen, vote, dan hadiah sebanyak-banyaknya

Tekan favorit juga ya, supaya kalau novel ini update kalian tau

Terima gaji😍😘😍😘

PIJAT

Setelah menyelesaikan makan malam dan mencuci piring serta gelas bekas makan malamnya, kini Raya berada di dalam kamarnya. Ia sedang mengirim pesan pada Ana. Ana merupakan orang yang bekerja di depot bunga milik Raya. Meskipun baru lulus kuliah tapi Raya sudah menjalankan bisnisnya yaitu membuka depot bunga sejak satu tahun yang lalu. Raya lebih senang berjibaku dengan bunga dan juga berkotor-kotoran dengan tanah dari pada menjadi model seperti kakaknya atau menjalankan bisnis kantoran seperti Ayahnya.

To : Mbak Ana

[Mbak, untuk pesanan sepuluh buket bunga mawar putih sudah siap kan?]

[Besok mau diambil jam delapan pagi.]

Tak perlu menunggu lama, pesan yang ia kirimkan pun segera mendapat balasan.

[Sudah siap Kak.]

[Ok!]

[Selamat menempuh hidup baru ya Kak Raya.]

[Maaf, Mbak belum sempat datang ke rumah]

[Kak Raya nikahnya mendadak, jadi belum siapin kado]

Raya mendengus setelah membaca pesan yang dikirimkan perempuan yang sudah dianggap seperti kakak sendiri baginya. Ana tau kalau Raya sudah menikah, karena setelah menikah sampai hari ini terhitung sudah tiga hari, Raya belum datang ke depot miliknya. Biasanya setiap hari Raya tidak pernah absen mengunjungi depot miliknya, walaupun kadang cuma sebentar. Hal itu membuat Ana berkunjung ke rumah Raya, karna dia khawatir Ana sakit. Saat berkunjung, Ana sedang berada di rumah mertuanya. Dari orang tua Rayalah Ana mengetahui kalau Raya sudah menikah. Dan baru kali ini ia berkesempatan mengucapkan selamat pada gadis manis yang periang itu.

[Iya, terima kasih Mbak.]

[Enggak perlu repot-repot siapin kado]

[Besok siapin bubur kacang hijau aja spesial buat aku]

Raya sangat suka bubur kacang hijau buatan Ana. Kalau bubur kacang hijau pada umumnya, dicampur dengan santan atau kalaupun di pisah tapi santannya encer seperti bubur kacang hijau khas Madura. Nah, kalau bubur kacang hijau buatan Ana itu sangat kental, kacang hijaunya hancur lalu disiram dengan santan yang kental. Bubur kacang hijau yang manis dicampur dengan santan yang gurih menjadikan Raya tidak dapat berhenti menyuap saat memakannya.

[Ok, besok Mbak buatin yang spesial buat Kak Raya]

Tiba-tiba pintu kamar Raya terbuka. Timbul kerutan di dahinya. "Mau apa Mas Juna datang ke kamar ini?" tanya Raya dalam hati.

Juna yang datang dengan tiba-tiba, langsung menuju ke arah Raya yang sedang duduk di atas kasurnya. Juna kemudian membuka kaosnya dan juga celana jeans yang dipakainya.

"Eh! Mas mau ngapain!" Teriak Raya panik melihat sang suami berjalan ke arahnya sambil membuka baju dan celananya.

Setelah berhasil melepas celananya, Juna langsung naik ke atas ranjang. Sedangkan Raya sudah ancang-ancang turun dari tempat tidurnya, tiba-tiba berhenti karena salah satu tangannya di cekal oleh Juna.

"Mas Juna, lepasin!" teriak Raya terus meronta berusaha membebaskan tangannya dari cekalan Juna.

"Mau kemana kamu?!"

"Lepasin Mas! Aku enggak mau ngelakuin itu!" Raya masih berusaha melepaskan tangannya yang ditahan oleh Juna.

"Pelit banget. Sebentar saja Ray. Aku janji tidak akan lama," pinta Juna sambil meringis seperti menahan sesuatu.

"Ngaco. Emang Mas Juna bisa ngelakuin itu sama orang yang enggak Mas Juna cintai? Meskipun Mas Juna sudah jadi suami aku, tapi aku enggak cinta sama Mas Juna. Jadi jangan harap aku mau ngelakuin itu. Lepas!"

"Memangnya minta dipijat harus saling cinta dulu ya?"

"Apa!? Pijat?"

Juna terkekeh. "Memangnya kamu mikirnya apa?"

"Owh, hehehehe."

"Pikiran kamu tuh yang kemana-mana. Jangan bilang tadi kamu lagi mengkhayal ngelakuin itu sama aku ya? Ayo ngaku!"

"Ih, mana ada!" jawab Raya dengan ketus.

"Makanya, cepat pijitin dong. Badanku pada pegal semua nih, tadi sempat jatuh di kamar mandi," ucap Juna yang langsung tidur tengkurap di atas kasur.

"Lagian pakai acara jatuh segala," ucap Raya yang mengambil cream obat gosok di laci nakas.

"Lantainya licin. Besok kamu bersihkan ya," perintah Juna dengan entengnya.

"Memangnya aku pembantu," gerutu Raya.

"Cepatlah Ray!"

"Iya, iya. Kenapa enggak panggil tukang urut saja Mas, Kan mereka lebih ahli." Raya mulai mengoleskan cream pada punggung Juna dan mulai memijat mengikuti feeling-nya.

"Di sini enggak ada tukang urut. Lagi pula sudah malam. Besok saja minta tolong Mamah carikan. Sekarang dipijat kamu dulu. Percuma punya istri kalau tidak diperdayakan."

"Memangnya aku pekerja kamu." Raya sangat kesal dengan ucapan asal Juna. Pijatan yang tadinya lembut lama-lama semakin kencang bahkan kasar.

"Awsh! Pelan-pelan Ray."

"Ini sudah pelan. Aku belum ngeluarin tenaga nih buat memijat, bagaimana kalau sudah aku keluarkan semua tenaga. Dasar, lemah," ucap Raya semakin menaikan tempo pijatan.

"Turun ke pinggang Ray. Nah di situ. Ya seperti itu lebih baik," ucap Juna merasa nyaman oleh pijatan Raya.

"Turun lagi Ray. Tadi pantatku terbentur lantai cukup keras."

Raya yang diminta memijat bagian itu pun langsung melotot dan tidak sengaja menekan sangat keras bagian pinggang Juna.

"Aaawww! Raya kamu sengaja mau nyakitin aku ya?!" ucap Juna sambil meringis dan menggosok-gosok pinggang yang sakit.

"Ma ... Maaf Mas, enggak sengaja," ucapnya dengan menyesal.

"Ah, sudahlah. Dipijat bukannya sembuh malah tambah sakit," ucap Juna turun dari ranjang dan memunguti baju serta celananya kemudian keluar dari kamar Raya. "Tidur. Sudah malam. Besok kamu harus buatin sarapan untukku," imbuhnya kemudian.

"Males!" ucap Raya dengan ketus kemudian menjulurkan lidahnya pada Juna yang masih berada di depan kamar.

Juna membalas dengan memonyongkan bibirnya, seolah-olah akan mencium Raya. Raya yang melihatnya langsung bergidik ngeri. Kemudian berjalan ke arah pintu dan menutup pintu itu tak lupa menguncinya.

"Orang gila!" gerutunya.

***

Keesokan harinya, setelah menunaikan sholat subuh, Raya kembali bergelung di bawah selimut. Berniat ingin kembali tidur karena hari ini ia akan pergi ke depot sekitar jam sepuluh. Jadi masih ada banyak waktu untuk dirinya melanjutkan mimpinya.

Baru saja Raya memejamkan matanya, pintu kamarnya diketuk dengan keras. Raya tau siapa pelakunya. Ia pun memilih membiarkan Juna mengetuk pintu sampai tangannya pegal.

"Wah, Raya benar-benar minta dihukum rupanya," kesal Juna karena pintu kamar Raya tak kunjung dibuka. Akhirnya ia pun meninggalkan kamar Raya lalu masuk ke kamarnya untuk segera mandi.

Niatnya tadi ingin kembali tidur supaya tidak perlu menyiapkan sarapan untuk Juna, tapi karena tidak tega ia pun akhirnya bangun lalu mandi kemudian bergegas ke dapur untuk membuat sarapan.

Namun, saat sampai dapur ia melihat sesosok pria tampan yang memakai appron sedang bercumbu dengan wajan serta panci yang justru terlihat **** dan tampan.

"Wah! Suami yang pengertian. Bangun pagi-pagi nyiapin sarapan untuk istri," ledek Raya.

"Wah! Istri durhaka! Udah bangunnya siang, bukannya bantuin malah ngeledek," balas Juna.

"Mana yang perlu dibantu?" tanya Raya basa-basi.

"Enggak perlu! Lihat sendiri kan, sudah beres semua," ketus Juna.

Raya tertawa geli. Padahal semalam Juna yang memperingatkan dirinya untuk membuatkan sarapan, nyatanya malah kebalikannya. Juna yang repot-repot membuat sarapan untuknya.

TBC

Gimana gaes bab ini? Suka?

Kalau suka jangan lupa kasih like, komen, vote, dan hadiah dong .....😍😍😍😍

Jangan lupa tekan Favorit supaya kalian tau kalau cerita ini update

Maafkan segala kekurangan

Jumpa lagi di bab selanjutnya

Terima gaji 😍😘😘😍

KASIH JEDA JUN!

Juna sudah berangkat ke kantor. Tinggallah Raya seorang diri di apartemen yang cukup besar dan mewah ini. Sebelum berangkat ke depot, ia berniat untuk menjalankan sebagian kecil tugasnya sebagai istri.

Dimulai dari mencuci peralatan bekas Juna memasak dan juga piring dan gelas yang mereka gunakan untuk sarapan. Beranjak ke kamar Juna. Raya terdiam sejenak di depan pintu kamar. "Aku tidak perlu minta izin kan, buat masuk ke kamarnya? Dia sendiri yang nyuruh bersihin kamar mandi," gumamnya. Lalu ia segera menekan handle pintu dan mendorong. Saat pertama masuk, Raya langsung disuguhkan dengan satu lemari kaca yang besar. Di dalamnya terdapat berbagai macam ... Robot?

"Umur aja yang banyak, koleksinya kayak anak kecil," cibir Raya. "Ck. Mas Juna masih mainan robot gitu?"

Raya mulai merapikan tempat tidur yang menurutnya sudah cukup rapih hanya perlu sedikit sentuhan dari seorang makhluk yang bernama wanita. Setelahnya ia membersihkan debu-debu yang mungkin menempel di lemari atau meja, lalu menyapu dan mengepel kamar itu. Kemudian ia masuk ke kamar mandi untuk membersikan tempat yang telah membuat suaminya jatuh semalam.

Kamar Juna sudah rapih dan wangi, kini Raya beranjak untuk menyapu ruang tamu, ruang tengah serta dapur tak lupa setelahnya ia mengepel semua lantainya hingga mengkilap, bahkan bisa untuk bercermin seperti iklan-iklan di tv.

"Fyuh. Lumayan juga. Bisa encok kalau setiap hari begini," keluh Raya. Kini ia sedang duduk di kitchen island setelah menghabiskan satu gelas besar air.

"Perlu mandi lagi nih, keringetan gini. Kenapa Mas Juna enggak sewa orang untuk bersih-bersih apartemen aja. Enggak mungkin kan enggak sanggup bayar?"

Setelah mengomel sendiri, Raya jalan menuju kamarnya untuk melakukan mandi yang kedua kalinya pada pagi ini.

***

"Assalamualaikum." Raya masuk ke depot langsung disambut oleh si tampan Zein.

"Wa'alaikumsalam," sahutnya.

"Ih ... anak sholeh, Mama mana Sayang?" tanya Raya karena tidak melihat Mbak Ana. Sedangkan Zein sedang makan sendiri. Zein adalah anak dari Ana. Usianya masih tiga tahun tapi sudah mandiri seolah mengerti keadaannya yang hanya tinggal berdua dengan ibunya karena ayahnya semenjak Zein lahir sudah pergi entah kemana. Raya mempekerjakan Ana selain butuh karyawan saat baru membuka depot juga merasa kasian mendengar cerita Ana yang harus mencari uang untuk menghidupi dirinya serta anaknya yang masih batita. Sedangkan ia sudah tidak mempunyai orang tua maupun saudara.

Ana beserta Zein tinggal di salah satu kamar yang tersedia di depot milik Raya. Ana juga orangnya sangat bertanggungjawab dan mudah mengerti saat diberitahu pekerjaannya.

"Mama lagi di belakang," jawab anak laki-laki itu. Tak lama Ana pun datang sambil membawa semangkuk bubur kacang hijau yang baru saja ia buat.

"Mbak Ana tau aja nih kalau aku lapar, habis kerja keras," ucap Raya mengambil mangkuk dari tangan Ana, kemudian dibawa ke mejanya untuk segera disantap.

"Tau dong. Pengantin baru emang mudah lapar karena tenaganya terkuras. Tapi harus ada jedanya. Biar cepet jadi," ujar Ana sambil mengerlingkan mata.

Raya yang mendengar ucapan Ana jadi tersedak. Ana segera mengambilkan air minum untuk Raya.

"Mbak Ana ini kalau ngomong suka ngaco," ucap Raya mengelap bibirnya dengan tisu.

"Ngaco bagaimana Kak? Emang bener kok begitu ilmunya."

"Aku tuh capek karena habis bersih-bersih apartemen Mbak, bukan karena yang lain," jelas Raya. "Lagian aku kan cuma pengantin pengganti Mbak, jadi enggak akan ngelakuin itu," imbuhnya.

"Gini Kak Ray. Mau pengantin pengganti atau bukan, pernikahan itu tetap sah di hadapan Allah dan negara. Jadi baik Kak Raya maupun Mas Juna mempunyai hak dan kewajiban sebagai suami dan istri sebagaimana mestinya. Jadi kalau hak dan kewajiban ada yang tidak terpenuhi dan tidak dilaksanakan jatuhnya dosa Kak."

Raya urungkan niatnya saat akan menanggapi ucapan Ana, karena terlebih dulu Ana menyapa pembeli yang datang.

Meskipun disibukan dengan pembuatan buket bunga dan juga kegiatan lain seperti pemberian pupuk pada tanaman atau penyemaian bibit bunga, tidak bisa menghilangkan ucapan Ana yang bercokol di pikiran Raya.

Raya melihat jam tangan yang melingkar di lengan kirinya, sudah lama juga ia berada di depot hingga tidak terasa sudah jam lima sore.

Berniat untuk pulang, Raya segera pamit pada Ana dan Zein. "Pulang dulu Mbak. Aunty pulang ya ganteng," ucapnya sambil mencubit gemas pipi Zein.

"Naik apa Ka? Taxi?"

"Iya."

"Hati-hati."

Saat Raya sedang menunggu taxi, tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti di depannya. Pengemudi membuka kaca helm. "Ayo naik."

"Mas Juna ngapain ke sini?" tanya Raya melihat suaminya ada di hadapannya.

"Jemput istri sendiri enggak boleh? Udah cepat naik!" Juna menyerahkan helm pada Raya.

Raya pun akhirnya menurut. Ia langsung memakai helmnya lalu duduk di belakang dengan kedua tangan diletakan di atas pahanya.

"Pegangan Ray."

"Udah."

Tangan Juna langsung memegang tangan Raya , kemudian diletakkannya kedua tangan raya melingkar di pinggang sampai ke perutnya.

"Begini kalau pegangan," ucapnya yang langsung ditanggapi dengan decakan dari bibir Raya.

"Pemaksaan ini."

Juna langsung melajukan motornya dengan kencang sehingga Raya memeluk Juna dengan erat dan memejamkan matanya karena takut.

Akhirnya mereka sampai di rumah orang tua Juna. Tapi Raya rupanya masih betah memeluk suaminya.

"Ehm. Pelukannya bisa dilanjut di kamar Mbak," ledek Juna.

Raya yang baru menyadari bahwa motor yang ia tumpangi sudah berhenti, segera melepas pelukannya dan turun dari motor.

"Lho. Kok pulang ke sini?" tanya Raya karena baru sadar bahwa ia bukan sedang berada di halaman apartemen.

"Aku mau pijat dulu. Lagian minta pijat kamu, bukannya lebih baik malah tambah sakit." Juna melenggang ke dalam rumah dan meninggalkan Raya sendiri di depan rumah.

Kedatangan mereka disambut suka cita oleh Risma dan Anwar yang sudah tau bahwa mereka akan datang.

Juna dan Raya menyalami keduanya. "Sehat Sayang?" tanya Risma pada Raya.

"Raya sehat walafiat Ma. Juna yang sakit nih." Bukanya Raya malah Juna yang menjawab.

"Udah sana, Bi Sumi udah nunggu itu. Makanya jangan digempur terus Jun. Kasih jeda, biar enggak encok," ucap Risma.

"Boro-boro menggempur. Ngeliat aja belum," ucap Juna dalam hati. Juna lalu ke ruangan yang sudah Risma siapkan untuk ia dipijat.

"Kamu mandi dulu ya, pakai baju Jani saja. Ayok Mama antar ke kamar," ajak Risma pada menantunya.

Setelah mandi, Raya membawakan minuman dan camilan untuk disuguhkan pada Bi Sumi. Saat memasuki ruangan, terdengar sangat jelas teriakan Juna. Kadang berteriak, kadang menggeram.

"Rupanya Mas Juna sakit beneran," batin Raya.

"Tahan dong Juna. Masa segitu aja enggak tahan," ucap Risma karena mendengar anaknya berteriak kesakitan.

"Sakit banget Mah," jawab Juna.

Raya meringis mendengar teriakan suaminya.

"Tahan Den, makanya jangan nyolok tiap malem. Semalem juga cukup sekali aja jangan bolak balik dicolok," ujar Bi Sumi dan disambut teriakan Juna.

"Aaahhh!"

"Perlu diingat ya Raya. Kalau Juna minta terus-terusan nglemburin kamu, kamu ingetin biar enggak encok kayak gini lagi," ucap Risma.

Pipi Raya langsung merona, meskipun apa yang mertuanya omongin itu tidak pernah terjadi, tetap saja ia merasa malu.

"Malam ini menginap saja ya, biar Juna bisa langsung istirahat. Mama udah siapkan kamarnya."

Raya hanya bisa pasrah saja. Kalau malam ini menginap artinya ia akan satu kamar lagi dengan Juna, sama seperti ia baru saja menikah tiga hari yang lalu.

"Huh! Alamat tidur di sofa lagi," batin Raya.

TBC

Hai....jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa like, komen, vote, dan juga hadiah ya

klik favorit supaya kalian tau kalau cerita ini update

Mohon maaf atas segala kekurangan 🙏🙏🙏

Terima kasih 😍😍😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!