Sebuah taksi berhenti tepat di depan pintu keberangkatan domestik bandara setempat. Seorang gadis cantik berkulit putih turun dari taksi tersebut. Wajahnya terlihat panik. Ia berlari-lari kecil sambil menarik koper di tangan kirinya. Surai panjang hitam legamnya tampak menari-nari mengikuti langkahnya. Perlahan kakinya berhenti di depan counter check-in.
Suara pengumuman yang berkumandang di area tersebut membuat gadis itu gelisah. Pasalnya, pesawat yang akan ia tumpangi telah tiba di landasan pacu. Apalagi antrian di loket check-in masih panjang.
"Maaf, apa saya boleh menyela? Pesawat saya sudah mendarat," pinta gadis itu kepada pria di depannya.
Pria berkacamata hitam dan bertubuh tinggi itu tidak menjawab. Ia tetap berdiri di depan sang gadis dan membuat gadis itu kesal bukan kepalang.
"Tuan, saya—"
Gadis itu hendak meminta pria itu memberikan jalan untuknya, tetapi dengan ketusnya pria itu menyela, "Di sini bukan hanya Anda yang punya kepentingan, Nona. Kita semua punya hak dan kepentingan yang sama."
Wajah gadis itu merona merah seketika. Ia tidak menyangka pria itu akan menceramahinya di muka umum dan membuatnya menjadi pusat perhatian. Akhirnya gadis itu memilih untuk diam.
'Huh, dasar pelit!' geram sang gadis di dalam hati.
Gadis itu adalah Amira Lin, 22 tahun, putri tunggal dari Lin Corporation, mahasiswi semester terakhir di bidang Desain Interior.
Saat ini ia sedang dalam perjalanan pulang dari Kota Beijing ke kota asalnya, Shanghai. Gadis itu diminta oleh ibunya untuk segera pulang karena kondisi kakeknya yang sedang kritis.
Untungnya gadis itu masih memiliki kesempatan untuk naik ke atas pesawat tersebut. Ia segera mencari bangkunya sesuai dengan nomor yang tertera pada boarding pass miliknya.
Sebelumnya ia telah memesan tempat duduk di kelas bisnis dan mendapat posisi duduk tepat di samping jendela pesawat. Di sampingnya telah duduk seorang pria berkulit putih, bertubuh tegap dan tinggi. Pria itu sedang menyenderkan punggungnya ke kursi dan menutup wajahnya dengan topi.
'Bukankah dia cowok yang tadi?' Netra Amira terbelalak syok. Ia tidak menyangka akan duduk bersebelahan dengan pria yang mempermalukannya tadi. Akan tetapi, ia tidak memiliki pilihan lain selain duduk di sampingnya. Dengan hati-hati, ia melewati kaki panjang yang menghalangi langkahnya.
Ia menghela napas panjang setelah berhasil mendaratkan bokongnya di bangku miliknya. Ia memilih untuk tidak mengusik pria di sampingnya tersebut.
'Shanghai, I'm coming!'
Senyuman sempurna menghiasi wajahnya. Akan tetapi, perlahan senyuman tersebut menghilang ketika ia membuka tas selempang kecil miliknya. Keningnya berkerut ketika tidak menemukan benda yang ia cari di dalamnya.
'Astaga! Apa aku ketinggalan? Aduh, kenapa aku bisa sampai lupa?' batin Amira cemas dan memukul keningnya pelan.
Sebenarnya gadis itu memiliki trauma naik kendaraan bersayap besi ini. Ia pernah mengalami kecelakaan pesawat ketika ia masih kecil. Saat itu pesawat yang ditumpanginya mengalami pergolakan yang luar biasa karena cuaca yang sangat buruk.
Ayahnya yang memiliki serangan jantung akhirnya harus meninggal di atas pesawat karena syok. Oleh karena itu, Amira pasti menyediakan obat tidur setiap kali ia berangkat menggunakan pesawat agar ia tertidur dan tidak mengingat tragedi tersebut. Akan tetapi, sialnya sekarang ia lupa membawanya karena ia terburu-buru tadi.
Pada saat kapten pilot menyapa para penumpang bahwa pesawat akan segera lepas landas, Amira mulai merasa cemas. Ia memejamkan matanya dengan kuat dan mencari pegangan untuk kedua tangannya.
Tangan sebelah kanannya tanpa sengaja memegang lengan pria yg tertidur di sampingnya. Gadis itu mencengkeramnya dengan kuat.
Pria yang tertidur tersebut tersentak, kaget dengan genggaman dari gadis di sebelahnya yang begitu tiba-tiba. Ia langsung terbangun dan melihat lengannya yang digenggam, kemudian menoleh ke samping.
"Hei, apa yang Anda lakukan?" tanyanya pada Amira dengan ekspresi wajah yang kesal karena tidurnya yang terganggu.
Pria itu melihat Amira masih memejamkan mata dan menggenggam lengannya. Akhirnya ia mengangkat tangannya yang tidak digenggam Amira dan menepuk lengan Amira dengan pelan.
Amira yang kaget melihat ke samping dan bertatapan dengan mata pria tersebut. Manik mata Amira yang besar dan bulat menatap mata pria tersebut yang tajam dan sinis. Pria tersebut menunjuk tangannya yang digenggam Amira. Akhirnya gadis itu tersadar dan melepaskan genggamannya.
"Maaf, Tuan" ucap Amira pelan sambil menggigit bibir bawahnya.
"Aduh ... malu-maluin aja aku! Kok bisa-bisanya memegang tangan dia sih," gumam Amira sendiri sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Pria di sampingnya memegang lengannya yang kesakitan dan memijit dengan tangan satunya lagi. Ia mendengar gumaman Amira dan tersenyum.
"Apa kamu naksir padaku?" tanyanya dengan percaya diri.
"Hah?" Amira terkejut dengan ucapan yang dikeluarkan pria tersebut.
"E-Enak saja, siapa juga suka sama kamu! Sok kecakepan, huh!" balas Amira sambil mendelikkan matanya.
"Aku ingat. Tadi kamu juga kan yang mengajakku bicara." Pria itu memandang Amira dengan lekat.
Amira segera memalingkan wajahnya dan berpura-pura tidak tahu.
"Sekarang kamu malah megang tanganku kuat-kuat. Cantik-cantik tapi tenaganya kok kayak badak," ucap pria tersebut sembari berdecak pelan.
Amira ingin membalas ucapan pria itu, tetapi tiba-tiba ia teringat kembali bahwa dirinya sedang berada di dalam pesawat. Ia mulai merasa cemas kembali. Tubuhnya gemetar dan ia memejamkan matanya. Tanpa gadis itu sadari, lagi-lagi ia menarik lengan baju pria di sampingnya itu dan menenggelamkan wajahnya di lengan pria itu.
"Hei! Apa-apaan kamu, lepasin! Lepasin gak! Haish!"
Pria tersebut berusaha menarik lengan kemejanya yang ditarik Amira, tetapi ia melihat Amira yang mulai menangis sesengukan.
'Jangan-jangan wanita aneh ini takut naik pesawat?' terka pria itu.
Pria itu berdecak kesal. 'Ada-ada aja! Sial amat aku duduk di sebelahnya, haish!' batin pria tersebut dengan wajah frustasi.
Amira sama sekali tidak menggubris ucapan pria itu. Ia hanya berharap agar pesawat tersebut segera mendarat di Kota Shanghai. Pria itu hanya bisa pasrah saja dengan lengan kemeja miliknya yang masih ditarik oleh gadis di sampingnya.
To be continue ....
Note : Nama kota Serenity nanti mau aku ubah jd Shanghai aja ya dan Amigos jadi Beijing. tapi, aku belum sempat edit semuanya 🤣 semoga yg baca tidak pusing
'Aduh, lenganku pegel banget nih. Mau gerak gak bisa lagi! Ini cewek tenaganya kayak badak aja,' batin Vincent Zhang, pria yang menjadi korbannya Amira Lin.
Bagaimana tidak pegal, sudah 30 menit Amira dalam posisinya tidak bergerak sama sekali dan teru mencengkeram lengannya. Membuat Vincent tidak tahu harus berbuat apa.
Vincent Zhang, 28 tahun, seorang CEO Royal Group Corp yang bergerak di berbagai bidang, mulai dari properti, entertainment, rumah sakit, supermarket, restaurant, hingga mall di berbagai wilayah di dalam dan luar negeri.
Siapa yang tidak kenal dengan Vincent Zhang (Ya, kecuali Amira sih). Wajahnya selalu menghiasi berbagai majalah bisnis dalam dan luar negeri.
Dia merupakan pria yang berhati dingin dalam mengerjakan segala hal di dalam perusahaannya. Selain itu, sifat jeleknya yang lain adalah selalu membuat wanita patah hati dengan sikap dinginnya itu.
Vincent melirik sedikit ke gadis di sampingnya, berusaha menarik lengannya, tapi usahanya sia-sia.
Gadis itu masih menangis sesengukan, sehingga lengan kemejanya menjadi basah dengan air matanya.
Vincent menghela napas kasar, lalu tiba-tiba terbesit ide di dalam kepalanya. Ia pun mengeluarkan ponsel miliknya dari saku celananya dengan menggunakan tangannya yang satu lagi, kemudian dia memasang headset di ponselnya dan memakaikan headset tersebut di telinga gadis di sampingnya. Gadis itu masih tidak bergeming, bertahan di posisi awalnya, mencengkeram lengan kemeja Vincent dengan posisi mata yang terpejam.
Dengan jemarinya, Vincent menggeser layar ponselnya yang dalam keadaan sinyal tidak aktif dan masuk ke menu musik, kemudian memutarkan lagu yang ada di dalam galeri musiknya.
Setelah musik berputar, gadis di sampingnya itu perlahan mulai rileks dan cengkeraman tangannya pun mulai melemah. Gadis itu juga tidak menangis lagi, tetapi matanya masih terpejam.
Vincent melirik sekilas ke arah gadis itu, tampaknya ia mulai terlelap. Vincent ingin mendorong kepalanya ke arah jendela pesawat, akan tetapi diurungkan niatnya itu. Ia tersenyum sejenak melihat wajah polos gadis itu yang lambat laun mulai tertidur lelap.
Netranya memperhatikan gadis itu dari atas kepala hingga ke bawah kaki dengan seksama. Ia akui jika gadis itu memiliki postur tubuh Vincent yang cukup seksi. Gadis itu mengenakan rok mini nya di atas lutut sehingga mengekspos sedikit pahanya. Vincent meneguk salivanya dengan kasar, lalu segera mengalihkan pandangannya.
'Sial!' umpatnya dalam hati. Vincent segera meminta selimut kepada pramugari yang berada di dekatnya dan menutup paha wanita itu dengan selimut.
Selang beberapa menit kemudian, seorang pramugari cantik melewati tempat duduk mereka dan ingin menawarkan minuman kepada Vincent dan Amira. Vincent mengangkat telunjuknya dan meletakkan di bibirnya menandakan agar pramugari tersebut agar tidak berisik. Pramugari tersebut tersenyum mengerti dan meninggalkan mereka.
Vincent mengambil salah satu headset-nya dan memasangnya di telinga, dia pun akhirnya terlelap dan mereka saling menyenderkan kepalanya berdampingan.
Dua jam kemudian, kapten pesawat memberikan info bahwa pesawat sebentar lagi akan mendarat di bandara tujuan. Amira yang sedang terlelap mulai terusik.
Vincent juga mulai terbangun karena merasakan geliatan di samping lengannya. Dia mengucek matanya dan melihat ke samping. Amira tertidur sambil mengences.
'Astaga! Haisss ... apa-apaan nih cewek, berani - beraninya dia ... Aarrghh!'
Karena merasa kesal dan jijik, Vincent mendorong kepala Amira dengan telunjuknya dan menggeser kepalanya ke arah jendela pesawat sehingga kepala Amira membentur jendela.
"Aduh! Apa-apaan sih!" teriak Amira sambil meringis memegang kepalanya yang sekarang kesakitan. Amira membelalakan matanya dan melihat ke Vincent yang berpura-pura cuek.
"Hei, kamu apa-apaan, hah! Kenapa mendorong kepalaku segala? Lihat nih sekarang kepalaku jadi benjol. Kan jadi gak cantik lagi," teriak Amira kesal sambil menunjuk ke arah kepalanya yang sakit. Vincent yang diteriakin sama Amira pura-pura tidak mendengarnya.
Amira semakin kesal dan memukul lengan Vincent, "Hei, kamu tuli apa, jangan pura-pura tidak tahu!" teriak Amira lagi.
Vincent meringis sambil memegang lengannya yang dipukul Amira. Lengannya yang mati rasa karena menjadi senderan wajah Amira tadi malah dipukul gadis itu.
Vincent langsung memberikan tatapan dingin kepada gadis itu. Amira yang melihat tatapan tersebut hanya bisa menelan salivanya dengan gugup.
"A-apa maumu, huh?" ucap Amira terbata-bata. Gadis itu pura-pura tegar, padahal dia sudah ketakutan menatap mata dingin itu.
Vincent menatap manik mata wanita itu yang sudah mulai berkedip-kedip menahan takut. Akhirnya Vincent memalingkan wajahnya dan tidak mempedulikan wanita itu.
'Sabar Vincent, sabar! Cuekin saja cewek badak itu, anggap aja dia hanya badak!' batin Vincent berusaha meredam emosinya.
Amira yang merasa dirinya menang melawan tatapan Vincent merasa senang sendiri dan mengibaskan rambutnya yang panjang ke samping sehingga mengenai wajah Vincent.
Amarah Vincent mulai memuncak, kesabarannya dari awal naik pesawat hingga mendarat sirna sudah. Dia sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan gadis satu ini. Baru saja Vincent ingin memarahi gadis di sampingnya, gadis itu langsung berdiri dari tempat duduknya dan melewati dirinya.
Wajah Vincent sekarang sudah benar-benar murka, dia mengeratkan giginya dan mengeraskan rahangnya.
'Hari apa ini! Sial sekali aku bisa bertemu dengan cewek aneh dan gila seperti itu!' batin Vincent mengumpat. Ia mengepalkan tangannya sendiri dengan erat.
'Aku harus membalasnya, kalau tidak, namaku bukan Vincent Zhang!' Vincent memukul pegangan kursi tempat ia duduk dengan kepalan tangannya.
To be continue...
Di bandara Kota Shanghai.
Amira melakukan peregangan pada kedua lengannya, sambil mengayunkan badannya ke kiri dan ke kanan karena kelamaan duduk di dalam pesawat. Perjalanan di pesawat selama kurang lebih dua jam lima belas menit membuat badannya cukup pegal. Apalagi kalau mengingat dia lupa membawa obat tidurnya sehingga dia harus merasakan traumanya waktu kecil. Sungguh melelahkan.
"Tapi apa yang terjadi ya tadi di pesawat?"
Saking takutnya dan trauma, Amira sampai lupa kenapa dia bisa tertidur di pesawat tadi.
"Apa karena pria itu? Dan lagi pada saat aku bangun tadi, ada headset di telingaku yang memutarkan lagu, apa pria itu berusaha menenangkanku?" gumam Amira sambil mencubit dagunya dengan gaya sedang berpikir keras.
"Terus selimut di paha tadi, apa dia juga yang menutupnya? Aargh! Kok aku malah jadi mikirin pria itu sih? Dia juga ga baik-baik amat. Malah membuat kepalaku benjol begini," gumam Amira kesal sambil mengelus kepalanya yang masih terasa sakit.
Ponsel di tas Amira berdering membuyarkan lamunan gadis itu tentang pria tadi. Ia pun merogohnya dari dalam tasnya.
"Halo Tif," jawab Amira.
"Ami!" jerit suara di seberang telepon. Refleks Amira menjauhkan ponselnya dari telinga.
Ya itu suara teriakan dari teman baiknya, Tiffany Kim, teman satu apartemennya dan satu kampusnya di kota Amigos.
"Aduh Tif, ngapain teriak-teriak? Memangnya aku tuli apa? Sakit tau telingaku!" seru Amira kesal.
"Hehehe ... Maaf, maaf, aku kira kamu kenapa-kenapa tadi di pesawat. Soalnya pas aku lagi beberes di apartemenmu, aku ketemu obat tidurmu nih. Jadi gimana, kamu gak kenapa-napa kan? Tadi di pesawat gimana? Apa masih trauma?" cecar Tiffany yang memang tahu kondisi Amira.
"Thank you, Tif. Aku baik-baik aja kok. Tadi di pesawat juga aku tidur," jawab Amira menenangkan sahabatnya agar tidak kembali heboh.àq
"Tenang aja, thanks ya sudah mengkhawatirkan aku. Mungkin aku di sini sekitar satu minggu. Nanti aku kabarin lagi, oke? Kamu bisa kan mintain izin sama dosen-dosen kita?" lanjut Amira dengan nada memohon.
"Sip, asal jangan lupa dengan oleh-olehku, hehehe ...," jawab Tiffany terkekeh-kekeh.
"Iya ... Apa sih yang nggak untukmu," balas Amira tersenyum lebar, kemudian ia mendengar bunyi nada telepon masuk yang lain. Ia melihat nama yang tertera di layar, kemudian berucap, "sudah dulu ya, Tif. Ada telepon masuk nih dari Kak Leon."
"Cie ... Cie ... Oke deh. Bye," goda Tiffany.
"Bye," balas Amira dan langsung mematikan ponselnya, kemudian menjawab panggilan dari Leon.
"Halo Ami," ucap suara di seberang sana, Leon Kim. Amira tertegun mendengar suaranya yang lembut di telinga. Rasanya Amira ingin langsung bertemu dengannya.
"Halo ...?" ucap Leon lagi karena belum mendengar respon dari Amira.
"Eh ... I-iya. Halo, Kak," jawab Amira gugup.
"Kamu sudah sampai?" tanya Leon.
"Iya, Kak. Baru aja sampai. Lagi nunggu jemputan, ada apa, Kak?" tanya Amira penasaran karena tidak biasanya Leon menghubungi Amira duluan kalau tidak ada masalah penting.
"Hmm ... Enggak ada apa-apa, cuma ... mau tanya aja kapan kamu balik lagi ke sini? Ada hal yang mau kubicarakan," jawab Leon.
"Belum tau sih, Kak. Mungkin satu minggu, tapi nanti liat keadaan kakek dulu. Ada hal apa memangnya, Kak? Bicara di telepon saja," ucap Amira penasaran.
"Ya sudah. Bukan masalah penting kok. Nanti aja tunggu kamu balik. Oke deh kalau gitu. Bye," jawab Leon kemudian memutuskan teleponnya. Amira terheran sendiri sambil menatap ponsel di tangannya.
'Tumben Kak Leon nelpon, biasanya juga aku yang nelpon duluan, apa dia kangen padaku ya, hihihihi ....' Amira cekikikan sendiri sambil memikirkannya.
Leon Kim, 30 tahun, kakak dari sahabat baiknya Tiffany Kim, seorang dokter bedah umum di salah satu rumah sakit di kota Amigos. Amira sudah lama mengenalnya, dulu dia juga senior di kampusnya Amira dan merupakan idola kampus. Selain tampan, dia juga baik, banyak anak perempuan di kampus yang mengejarnya termasuk Amira. Tapi sampai sekarang, Amira belum berani menyatakan perasaannya.
Penyebabnya karena dia pernah melihat sendiri Leon menolak beberapa gadis yang menyatakan perasaannya dan dia tidak ingin bernasib sama karena itu lebih baik menyukainya dalam diam. Lebih baik seperti itu daripada ditolak dan tidak bisa dekat dengannya lagi. Itu pemikiran Amira.
Vincent POV
"Bos," sapa asistenku, Lucas.
"Hmm ...," jawabku dingin seperti biasa.
Lucas melihat ke arahku, "Bos, apa yang terjadi? Lengan kemeja anda kenapa kusut dan lusuh begitu?" tanyanya bingung karena biasanya aku selalu memperhatikan penampilanku.
Aku hanya diam dan berkata, "Kita balik dulu ke apartemenku."
"Baik, Bos," ucap Lucas sambil membukakan pintu mobil untukku.
Pada saat mau masuk ke kursi penumpang, aku melihat dari kejauhan wanita yang sangat kukenal, yang sudah membuat moodku hari ini berantakan. Ya dialah orangnya, si cewek badak!
Aku melihat dia sedang melamun sambil memegang ponsel, kemudian aku menyengir dengan licik.
Aku tidak jadi masuk ke kursi penumpang, "Sini kunci mobilnya," perintahku pada Lucas.
Lucas menyerahkan kunci mobilnya dengan tatapan bingung, "Kamu duduk di kursi penumpang aja, biar saya yang setir," perintahku lagi.
"Tapi Bos ...." Lucas masih bingung, aku tidak merespon ucapannya dan segera masuk ke kursi pengemudi. Lucas buru-buru masuk ke kursi penumpang.
Kulajukan mobil sport hitamku dengan cepat dan menghampiri si cewek badak itu. Kebetulan sekali ada genangan air di samping tempat dia berdiri. Sengaja kuberhentikan mobilku di sampingnya dengan melakukan rem mendadak, sehingga terdengar bunyi cipratan air dan roda mobilku yang berdecit diikuti suara teriakan cewek badak itu.
"KYYAAA!" teriak si cewek badak itu dengan histeris karena terkena cipratan dari genangan air di sampingnya. Sekujur tubuhnya basah kuyup. Aku tersenyum puas.
Dia menatap kesal ke arah mobilku dan mengumpat. Cewek badak itu menunjuk-nunjuk ke arah mobilku dan berteriak, "Hei, turun kamu! Bisa bawa mobil apa gak sih! Memangnya gak bisa lihat ada genangan di sini?!"
Senyuman menyeringai terukir di wajahku. Aku tidak menggubris ucapannya dan langsung melajukan kembali mobilku meninggalkan tempat itu menuju apartemenku.
"Bos ... itu ...." Lucas melihatku dengan bingung, mungkin dia heran dengan perbuatanku hari ini. Namun, ia akhirnya hanya diam saja dan tidak melanjutkan ucapannya.
To be continue...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!