...༻❀༺...
Seorang gadis melangkah dalam tempo cepat. Kedua tangannya tampak dimasukkan ke dalam saku celana. Rambutnya yang kecokelatan tergerai. Dia mengenakan topi kupluk berwarna biru. Namanya Ruby Angelina, perempuan yang sudah terbiasa mencari penghasilan dengan cara merugikan banyak orang. Seperti mencuri, mencopet dan menipu.
Ruby punya alasan tersendiri terhadap kebiasaannya tersebut. Hal itu dikarenakan sejak umur sepuluh tahun dirinya tidak memiliki keluarga. Dia tinggal di panti asuhan sekitar tujuh tahun lamanya. Jujur saja, kebiasaan mencurinya telah terjadi semenjak Ruby masih berusia dua belas tahun.
Setelah lepas dari panti asuhan, Ruby memilih hidup sendiri. Dia cenderung tertutup terhadap siapapun, dan hanya dekat dengan teman-teman penjahat kelas teri-nya.
Ketika semakin dewasa, Ruby merasa kalau hidupnya bertambah sulit. Dirinya seringkali mengobati rasa kesepian dan kejenuhan dengan alkohol dan obat penenang. Namun beberapa bulan yang lalu sesosok lelaki rupawan dan menawan berhasil merubah hidup Ruby.
Namanya adalah Ryan Martin. Seorang lelaki yang juga mengaku kalau dirinya adalah penjahat kelas teri layaknya Ruby. Keduanya tidak sengaja bertemu saat di Las Vegas. Kebetulan sekali kala itu Ruby tengah mendapatkan keberuntungan tak terduga. Dia berhasil mencuri tas besar berisikan uang jutaan dolar. Kepergiannya ke Las Vegas, bertujuan untuk melipat gandakan uangnya. Akan tetapi bukan untung yang dia dapat, melainkan buntung. Sebab dalam beberapa menit saja, uangnya ludes akibat terlena bermain judi. Dari situlah awal mula Ruby mengenal Ryan.
Ryan adalah pria berbadan tinggi semampai. Atletis, serta memiliki iris mata berwarna biru. Rambutnya gondrong, sepanjang pundak miliknya. Akhir-akhir ini dia memanjangkan janggut beserta kumisnya. Meskipun agak berandal, ketampanannya tidaklah memudar.
Ryan berhasil meyakinkan Ruby untuk menikahinya. Mungkin kesendirianlah yang membuat Ruby menerima lamaran Ryan. Kini usia pernikahannya dan Ryan sudah berjalan tiga bulan lamanya.
Ruby tidak lagi melakukan aksinya sendirian. Gadis itu telah terbiasa mencuri bersama suaminya. Kini keduanya tengah melakukan aksinya di pusat kota Arizona. Sasaran mereka adalah orang-orang kaya yang arogan. Kebetulan Ruby sangat ahli menilai seseorang dari gerak-gerik dan nada bicara.
"Ryan? apa kau di sana?" tanya Ruby, berbicara kepada Ryan melalui ponselnya. Dia berdiri di depan lampu lalu lintas. Warna merah yang menyala membuat semua pejalan kaki berhenti. Dia hendak mencari sasarannya di sebuah bank terdekat. Ruby berniat berpura-pura ikut menjadi nasabah dan duduk di kursi tunggu bersama banyaknya orang.
"Iya, aku sedang dalam perjalanan. Kau mau kopi?" Ryan menyahut dari seberang telepon.
"Ayolah sayang. Kita sedang bekerja sekarang. Kenapa kau malah menawarkan kopi?" balas Ruby. Dia masih sibuk melangkahkan kaki maju. Terus menatap ke arah bangunan bertuliskan Arizona Bank.
Ryan terkekeh, lalu menjawab. "Itu karena aku kebetulan sedang memesan kopi. Cuaca sedang dingin sekarang. Aku yakin kamu agak kedinginan."
"Lupakan itu! ayo kita beraksi di Arizona Bank!" ujar Ruby, kemudian langsung mematikan panggilan telepon. Dia heran dengan suaminya. Ryan selalu bersikap santai ketika melakukan kejahatan. Bahkan ketika dikejar polisi pun Ryan bukannya takut, tetapi malah tertawa girang dan menikmatinya. Namun sebenarnya sikapnya itulah yang membuat Ruby jatuh hati. Ryan adalah lelaki tampan dan juga tidak kenal takut.
Ruby baru saja melangkah masuk ke area Arizona Bank. Dia segera duduk di kursi tunggu bersama nasabah lainnya. Matanya perlahan memindai ke sekitar. Mencoba mencari sasaran yang cocok untuk dicuri uangnya.
Sebelum melakukan aksinya, Ruby menunggu kedatangan suaminya terlebih dahulu. Salah satu kakinya menggedik beberapa kali akibat telah merasa bosan menunggu.
"Kemana dia? kenapa tidak datang-datang..." Ruby bergumam sembari membuka ponsel. Dia mencoba menghubungi Ryan kembali. Namun kali ini tidak ada jawaban sama sekali dari suaminya tersebut.
Tak! Tak! Tak!
Suara langkah kaki berlari terdengar mendekat. Ternyata itu Ryan, yang tiba-tiba memaksa Ruby untuk ikut bersamanya.
"Ayo! kita harus pergi dari sini!" desak Ryan. Dia mencengkeram erat tangan istrinya.
"Ada apa? kamu kenapa?!" timpal Ruby sembari melepaskan genggaman tangan Ryan. Dahinya mengerut kesal.
"Aku akan jelaskan semuanya! sebelum--"
DOR!!!
Suara tembakan pistol sontak memotong ucapan Ryan. Sekelompok orang berpakaian serba hitam dengan topeng badut, sudah menodongkan senjata ke segala arah. Ryan langsung mengajak Ruby untuk berjongkok dan bersembunyi di antara kursi tunggu yang berjejer.
"Ryan, a-a-apa yang terjadi?" tanya Ruby tergagap, akibat mulai dirundung kepanikan.
"Jangan lepaskan tanganku! Maka aku pastikan kita akan baik-baik saja!" ucap Ryan yakin. Dia berusaha menenangkan Ruby.
Ryan perlahan membawa Ruby berjalan menuju pintu keluar. Mereka mengendap-endap dengan mulus. Memanfaatkan kelengahan dari para perampok bertopeng.
"Sekarang!" titah Ryan seraya menarik Ruby untuk ikut bersamanya. Keduanya kini keluar dari bank. Tanpa sepengetahuan komplotan perampok bertopeng.
Ruby menoleh sebentar ke belakang. Dia menyaksikan hanya dirinya dan Ryan yang berhasil melarikan diri. Semuanya terasa aneh bagi Ruby. Bagaimana bisa dirinya dan Ryan bisa kabur semudah itu?
Ryan terus membawa Ruby berlari. Dia tetap melajukan langkahnya meski sang istri melayangkan pertanyaan bertubi-tubi.
"Ryan, kita mau kemana? kenapa kau sangat aneh sekarang?" timpal Ruby. Dia berusaha menarik tangannya sekuat tenaga, tetapi sama sekali tidak mampu. Tenaga Ryan sangatlah kuat dan mampu menyeretnya untuk terus berlari.
Ryan berhenti di jalanan sepi. Dia dan Ruby sama-sama mengatur deru nafasnya.
"Kenapa kita malah ke sini? aku ingin pulang!" keluh Ruby sambil memegangi kedua lututnya. Dia lalu memeluk badannya sendiri karena merasa kedinginan. Karbon dioksida yang dikeluarkan dari hidungnya tampak jelas. Terlihat jelas berupa kepulan asap di udara.
"Ruby, sepertinya inilah saatnya aku memberitahumu," celetuk Ryan, yang tentu membuat dahi Ruby langsung mengerut heran.
"Aku selama ini menyembunyikan identitasku yang sebenarnya..." ungkap Ryan. Dia menatap sendu istrinya.
"Tunggu, tunggu! jangan bilang kamu akan mengaku sebagai ketua komplotan penjahat?!" tebak Ruby, mengarahkan jari telunjuknya ke dada Ryan. Dia terkekeh geli sejenak. Merasa lucu dengan tingkah Ryan yang menurutnya sangat mengada-ngada.
"Aku tidak bisa membantah. Tetapi harus aku akui, kalau tebakanmu ada benarnya," balas Ryan dengan mimik wajah datar. Sebab dia serius dengan perkataannya. Sedangkan Ruby malah semakin geli dengan pernyataan Ryan. Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu malah tertawa terbahak-bahak.
Ryan hanya mendengus kasar. Dia membisu dan membiarkan Ruby puas dengan tawanya. Tidak lama kemudian, muncullah sebuah mobil sedan mewah dari kejauhan. Mobil itu berhenti tepat di depan Ryan dan Ruby.
Mimik wajah Ruby seketika berubah. Dia bingung atas datangnya mobil mewah di hadapannya sekarang. Apalagi seorang sopir langsung keluar dan membukakan pintu untuk Ryan dan dirinya.
"Apa-apaan ini? kau mau membuat kejutan apa?" tanya Ruby. Dia tersenyum kecut. Melakukan tatapan menyelidik terhadap Ryan. Namun suaminya itu tidak menjawab dengan satu patah kata pun. Ryan hanya mempersilahkan Ruby naik ke mobil lebih dahulu.
Karena mempercayai Ryan, Ruby lantas masuk ke dalam mobil. Disusul oleh Ryan setelahnya.
Mobil kini sudah berjalan. Ryan terus membisu sedari tadi. Dia sesekali memeriksa ponselnya. Saat itulah lelaki tersebut mengembangkan senyuman. Seakan telah mendapatkan kabar baik.
"Ryan, ada apa? katakan kepadaku! kenapa kau diam saja?!" Ruby mendesak Ryan untuk menjawab.
"Ruby, aku akan jelaskan--" ucapan Ryan terpotong ketika menyaksikan dua truk besar berhenti di depan. Membuat sopirnya otomatis menghentikan mobil.
Mata Ruby membulat sempurna, saat melihat orang-orang yang keluar dari truk adalah para perampok bertopeng badut. Mereka jelas merupakan komplotan orang yang tadi merampok Arizona bank.
Salah satu orang bertopeng itu berjalan mendekat. Lalu membuka pintu mobil.
"Ryan!" Ruby sontak ketakutan. Dia reflek menghindar dan menjauhkan dirinya. Akan tetapi sosok bertopeng itu terlihat tidak berbahaya, dan malah membuka topengnya. Ternyata dia adalah seorang wanita cantik.
Sosok wanita misterius tersebut menarik kerah baju Ryan, kemudian memberikan kecupan singkat dibibir. Pemandangan itu tentu membuat Ruby kaget bukan kepalang. Kenyataan gila apa yang dia hadapi sekarang? Ryan seorang ketua penjahat? Ditambah, salah satu orang dari komplotan perampok kini berciuman dengan suaminya. Benar-benar gila!
...༻❀༺...
Mata Ruby bergetar saat menyaksikan adegan ciuman Ryan bersama wanita lain. Dia yang dirundung perasaan marah membara tentu tidak tahan lagi. Lelaki yang sudah dinikahinya tiga bulan lalu itu, terlalu banyak menyimpan rahasia darinya.
"Sarah, hentikan! Ruby masih belum aku beri penjelasan!" Ryan mendorong sosok wanita misterius yang ternyata bernama Sarah. Tautan bibir mereka langsung terlepas. Dahi Ryan mengerut sebal. Dia bergegas menenangkan Ruby yang masih duduk mematung di sebelahnya.
"Ruby, dengarkan dulu. Aku akan jelaskan--".
"MENJAUHLAH DARIKU!" pekikan Ruby menyebabkan ucapan Ryan terpotong. Gadis itu sama sekali tidak rela tangan Ryan menyentuh salah satu bagian tubuhnya. Ruby benar-benar merasa jijik. Namun Ryan tetap saja bersikeras ingin memegangi Ruby. Dia bermaksud memegang dengan lembut, tetapi malah berakhir menjadi sentuhan kasar.
Plak!
Ruby terpaksa melayangkan tamparan ke pipi Ryan. Dia melakukannya, agar Ryan berhenti mengganggu.
Setelah Ryan terdiam, Ruby pun memanfaatkan kesempatan untuk keluar dari mobil. Dia mencoba melarikan diri dari suaminya sendiri. Berlari lurus masuk ke padang rumput yang ada di pinggiran jalan. Tetapi baru berlari sekitar lima langkah, sebuah tembakan mengharuskan larinya terhenti.
Dor!
Tembakan itu hampir mengenai salah satu kaki Ruby. Hanya berhasil menghantam rerumputan hijau yang tak bersalah.
Ruby otomatis mematung. Dia gemetaran sambil memejamkan mata. Kedua tangannya menutup rapat lubang telinganya. Saat itulah Ryan menghampiri Ruby dan menyuruh Sarah menurunkan pistolnya. Dialah orang yang tadi hampir melukai Ruby dengan peluru.
Sarah memutar bola mata malas sembari menyimpan kembali pistolnya dengan terpaksa.
"Kamu tidak apa-apa, Ruby? ayo kita kembali ke mobil. Aku akan jelaskan semuanya kepadamu..." tutur Ryan lembut. Dia memegangi pundak Ruby pelan. Namun Ruby dengan cekatan mendorongnya menjauh.
"Pergilah Ryan! Aku tidak mempercayaimu lagi!" tegas Ruby. Wajahnya memerah padam karena saking marahnya. Gadis itu terlihat berupaya mengatur deru nafasnya yang bergerak dalam tempo cepat.
Ryan dengan sigap mencengkeram erat pergelangan tangan Ruby. Kali ini Ryan menyalangkan mata yang seketika membuat Ruby getir.
"Berhentilah bersikap berlebihan! Jika kau melarikan diri dariku, maka aku jamin kau akan mengalami kehidupan yang sengsara!" pungkas Ryan seraya menarik Ruby sekuat tenaga. Hingga istrinya itu, selangkah lebih dekat darinya.
"Apa kau menyumpahiku?" timpal Ruby, tak percaya.
Ryan yang tidak tahan lagi, terpaksa membawa Ruby masuk ke dalam gendongannya. Dia menggendong Ruby ke atas pundaknya. Membawanya seperti mengangkat sebuah karung beras.
Sementara Ruby sibuk memberontak, karena mencoba terus melakukan perlawanan. Dia menggelepar bak sebuah ikan yang lepas dari air.
Ryan kini berhasil membawa Ruby kembali ke mobil. Akan tetapi Ruby masih saja belum menyerah melakukan perlawanan.
"Oh my God..." Sarah yang menyaksikan sudah gemas sedari tadi. Terbukti dari kenekatannya yang tega meluncurkan peluru ke arah Ruby. Sekarang gadis tersebut mengambil pisau lipat disaku celananya. Kemudian merobek ujung bajunya. Dari situ dia mendapatkan seutas kain. Selanjutnya, Sarah meminta obat bius dari anak buah Ryan yang masih memakai topeng badut.
Tanpa basa-basi, Sarah menumpahkan sedikit cairan bius ke seutas kain. Lalu berjalan mendekati Ryan. Dia menyuruh suaminya menyingkir dahulu.
"Kau mau apa?!" timpal Ryan dengan dahi yang mengerut dalam.
"Tentu saja mengatasi istri barumu ini!" balas Sarah ketus. Dia segera melingkarkan tangannya ke leher Ruby. Lalu menutup hidung dan mulut Ruby dengan seutas kain yang tadi sudah diolesi obat bius.
"Mmmmphhh!" Ruby melakukan aksi protes, dengan cara memukulkan tangannya ke lengan Sarah. Namun sayang, obat bius bekerja lebih cepat dibanding perlawanannya. Ruby perlahan kehilangan kesadaran. Penglihatannya yang samar berubah menjadi gelap.
Sarah merebahkan Ruby dikursi belakang mobil. Kemudian berbalik badan untuk menghadap Ryan.
"Bagaimana caraku? mudah bukan?" ujar Sarah sambil melipat tangan di depan dada. Berlagak angkuh dan percaya diri.
"Mudah, tetapi caramu selalu saja ekstrim!" sahut Ryan. Dia segera menyuruh semua bawahannya untuk kembali masuk ke dalam truk. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju pulau pribadi Ryan yang ada di Hawai.
Ruby perlahan membuka mata. Dia merasakan pusing yang menusuk kepalanya. Bola matanya memindai sekeliling. Ruby berada di sebuah kamar yang mewah. Kasur yang menjadi tempat dirinya telentang terasa empuk dan nyaman. Warna putih dan keemasan menjadi tema kamar tersebut.
"Ugh..." Ruby merubah posisinya menjadi duduk. Dia memegangi bagian kepalanya.
Ruby beringsut ke ujung kasur. Dia berdiri dan berjalan ke arah jendela. Membuka tirai yang masih terututup rapat. Matanya terbelalak saat melihat pemandangan di luar hanya pepohonan dan hamparan laut nan luas.
"What the hell!" Ruby terperangah. Dia mulai gelagapan. Sebab ia tidak tahu posisi dirinya sekarang berada. "Ini pasti ulah Ryan!" gumamnya. Lalu bergegas keluar dari kamar.
Ruby sekali lagi disambut dengan kemewahan. Bagaimana tidak? bangunan tempat dirinya berada sangatlah luas. Masih dengan tema keemasan yang terlihat berkelas. Lukisan dan furniture yang ada tampak unik dan langka. Jelas itu bukanlah barang-barang murahan.
Ruby melangkah pelan menuruni anak tangga. Di ruang tengah dia bertemu dengan seorang wanita bersetelan pelayan.
"Halo Miss, perkenalkan aku adalah Sofia. Tuan sudah menunggumu di pavillion belakang," ucap wanita itu ramah.
"Maksudmu Ryan kan? Cepat antarkan aku kepadanya! Aku ingin memukulinya!" balas Ruby sambil mengarahkan tinjunya ke udara, akibat merasa saking kesalnya.
Sofia lantas memimpin jalan menuju pavillion. Mengantarkan Ruby untuk menemui Ryan.
Dari kejauhan Ruby dapat melihat Ryan sedang berjemur dengan santai bersama Sarah. Menyebabkan pitam Ruby kian memuncak. Alhasil gadis itu melajukan langkahnya. Bahkan melingus melewati Sofia yang jalannya terlalu pelan.
"Ryan!" panggil Ruby dengan langkah menghentak. Dia menggertakkan gigi dan berhenti tepat di hadapan Ryan. Ruby juga tidak lupa menatap sinis ke arah Sarah yang kebetulan duduk di samping Ryan. Sarah terlihat mengenakan bikini berwarna merah menyala. Tubuh moleknya membuat Ruby lekas-lekas mengalihkan pandangannya kembali kepada Ryan.
Ruby sempat terpaku melihat Ryan. Sebab suaminya itu sudah mencukur habis janggut dan kumisnya. Rambutnya pun sudah dicukur menjadi lebih rapi. Kesimpulannya, Ryan lebih tampan dari biasanya. Membuat jantung Ruby secara alami berdebaran.
"Kita dimana?! Dan--" ucapan Ruby terhenti ketika Ryan memeganginya dengan lembut. Lelaki tersebut melepaskan kacamata hitamnya lebih dahulu. Lalu menyuruh Ruby duduk di tempatnya tadi.
"Ruby, apa kau pernah mendengar organisasi mafia The Shadow Holo?" tanya Ryan pelan.
"Pernah... aku mendengarnya dari cerita Harold. Kamu tahu kan dia adalah tunawisma yang sering tidur di dekat--"
"Ruby..." Ryan sengaja memotong kalimat Ruby dan meneruskan, "aku adalah ketua mafia The Shadow Holo!"
Ruby terkejut. Terbukti dari kelopak matanya yang melebar. Dia kini tidak bisa tertawa atau membantah. Sebab pengalaman yang dilaluinya semenjak kabur dari bank, telah membuktikan segalanya. Ruby berusaha mencerna apa yang didengarnya baik-baik. Akan tetapi Ryan malah kembali bersuara. Sebuah kenyataan yang membuat Ruby kaget setengah mati.
"Kenalkan dia Sarah. Istriku juga," ungkap Ryan dengan santainya. Menunjuk ke arah gadis berbikini merah. Sarah sontak merubah posisinya menjadi duduk. Tersenyum ramah untuk menyapa Ruby.
Deg!
Jantung Ruby serasa disambar petir. Andai dia memiliki riwayat penyakit jantung, mungkin nyawanya sudah melayang sekarang. Tetapi kenyataannya, dirinya harus mampu menghadapi fakta yang kini ada di hadapannya.
Ruby tidak bisa berkata-kata lagi. Dia menatap nanar Ryan. Lima cap jari langsung melayang ke pipi Ryan. Bagaimana bisa lelaki itu berucap dengan santainya, kalau dirinya memiliki istri lain selain Ruby.
"Enyahlah Ryan!" hardik Ruby. Dia beranjak pergi dengan perasaan kesal. Melangkah menuju pintu keluar rumah. Dia harus berjalan melewati 200 meter halaman rumah Ryan.
Ruby melangkah maju menuju pantai. Di sana dia memandangi hamparan lautan yang luas. Tangannya segera mengusap peluh yang menetes dipelipis. Ruby kelelahan karena sudah berjalan terlalu jauh.
Angin yang berhembus menerpa rambut panjang Ruby. Membuat mata gadis itu reflek terpejam. Berusaha menenangkan dirinya sejenak. Dia mencoba mencerna segala kenyataan yang sudah diketahuinya.
Semuanya tak terduga dan terasa benar-benar gila bagi Ruby. Menerima kenyataan Ryan sebagai bos mafia saja sudah sulit, apalagi mengetahui adanya wanita lain selain dirinya.
Dimata Ruby, Sarah tampak luar biasa. Pemberani dan tegas. Bahkan tubuhnya pun berwarna kecokelatan dan molek.
"Aku yakin Sarah bukan penjahat biasa," gumam Ruby pelan. Namun dia lekas-lekas menyadarkan diri, dengan cara menggeleng tegas. "Astaga, kenapa aku malah memikirkan itu. Harusnya aku pikirkan cara untuk berpisah dengan Ryan!" dia melanjutkan gumamannya.
"Itu tidak akan terjadi!" suara Ryan membuat Ruby sontak menoleh. Dia menyaksikan suaminya tersebut sudah berdiri di sampingnya. Memasukkan kedua tangan ke saku celana. Tatapannya tertuju ke depan. Ke arah lautan lepas yang tampak berkilau karena pantulan cahaya matahari.
"Kenapa begitu? Aku bebas melakukan apapun yang kumau!" sahut Ruby. Dahinya mengerut dalam.
"Tetapi tidak akan bisa, jika aku tidak mengizinkannya!" tegas Ryan seraya melakukan pose berkacak pinggang. Raut wajahnya yang masam perlahan dirubah menjadi sendu. "Berilah aku kesempatan, Ruby. Aku tidak mau membiarkanmu hidup sendirian. Itulah alasanku mencegahmu untuk pergi," tambahnya. Tangannya memegang lembut jari-jemari Ruby.
"Tetapi kehadiran Sarah membuatku..." Ruby tidak kuasa melanjutkan kalimat akhirnya. Dia jelas hendak mengatakan kalau dirinya merasa terganggu dengan keberadaan Sarah. "Kenapa kau tidak memberitahuku dari awal?!" tukasnya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.
"Karena aku sibuk jatuh cinta kepadamu." Alasan Ryan membuat Ruby seketika membisu. Dengan kalimat pernyataan itu, hati Ruby tanpa sengaja merasa terenyuh. Apalagi Ryan mengatakannya dengan binaran mata yang dalam. Seolah dirinya benar-benar tulus mencurahkan perasaannya.
"Saat bersamamu aku merasa sangat bahagia. Melupakan semua masalah yang mengganggu kepalaku. Kamu adalah gadis luar biasa, Ruby. Dan aku tidak mau menyia-nyiakanmu begitu saja," tutur Ryan lembut. Dia memegang wajah Ruby dengan satu tangannya. Semakin mendekatkan wajah, lalu memagut bibir Ruby dengan mulutnya.
Entah kenapa Ruby terbuai dengan ciuman Ryan yang terasa candu. Menggelitik tajam perutnya hingga dia tak kuasa untuk menolak. Apalagi tampilan Ryan sekarang sangat tampan dengan potongan rambut barunya.
Perlahan tangan Ruby melingkar dipinggang Ryan. Mendekatkan dirinya lebih dekat. Ciumannya dan Ryan semakin intens. Nafas mereka mulai menderu-deru.
Karena merasa Ruby mulai bergairah, Ryan perlahan melepaskan tautan bibirnya dan berucap, "Aku pikir kita harus melanjutkannya di kamar."
Ruby lekas-lekas mengangguk, dan mengikuti langkah Ryan yang tengah menarik tangannya penuh semangat. Mereka cukup lama berderap melewati halaman rumah. Perjalanan yang terlalu panjang bagi keduanya. Gairah Ruby mungkin sudah dimakan oleh lelah.
"Sial, rumahmu sangat luas Ryan. Aku lebih suka rumah kecil kita dahulu," keluh Ruby. Ucapannya membuat Ryan menengok. Lelaki itu segera menggendong Ruby dengan ala bridal style. Dia tahu Ruby kelelahan.
"Ryan, apa yang kau lakukan? ini sangat memalukan, anak buahmu melihat!" protes Ruby dengan wajah yang memerah malu. Meskipun begitu dia tidak bisa menahan rona tawanya. Endorfin dalam tubuh Ruby kian memuncak.
"Aku tidak peduli. Aku hanya peduli dengan apa yang akan kita lakukan di kamar nanti!" ucap Ryan. Dia sudah melangkah memasuki huniannya. Bergegas memasuki kamar terdekat. Ketika pintu kamar telah tertutup, suara lenguhan yang saling sahut-menyahut terdengar samar dari luar. Para bawahan dan pelayan, hanya bisa menggeleng maklum terhadap tingkah bos mereka.
"Tidak ada yang bisa menolak permainan Ryan di atas ranjang," celetuk Sarah. Dia sedari tadi berdiri di lantai dua. Bersandar di pagar pelindung sambil memegang gelas berisi wine. Di sebelahnya ada lelaki berbadan kekar. Namanya adalah Darwin, orang yang ditugaskan Ryan untuk menjadi pengawal pribadi Sarah.
"Hahaha, apa se-luar biasa itu, Nona?" respon Darwin sambil menuangkan wine ke dalam gelas Sarah yang telah habis.
"Itu adalah salah satu alasanku masih setia disisi Ryan," balas Sarah. Lalu meminum wine yang ada dalam gelasnya.
"Anda tidak cemburu?" tanya Darwin, penasaran.
"Tentu saja tidak. Aku sudah mendapat jatah lebih dulu tadi malam," jawab Sarah seraya tersenyum tipis. Tangannya memainkan gelas yang dipegangnya. Gerakannya membentuk kurva dalam berulang kali.
"Pantas saja anda terlihat santai." Darwin menggelengkan kepala. Dia segera menuangkan wine ke dalam gelas untuk dirinya sendiri. Kemudian menikmatinya bersama majikannya.
"Ayo, kita lebih baik bersiap-siap!" Sarah mengajak Darwin beranjak pergi. Mereka harus mengurus bisnis ke luar kota sebentar.
Keringat membasahi rambut Ruby disekitaran pelipis. Dia sekarang berusaha mengatur deru nafasnya. Sebab dirinya dan Ryan baru saja mengakhiri kegiatan intim mereka. Ryan tampak menenggelamkan kepalanya ke dada Ruby. Mulutnya sedikit menganga, karena sensasi dari gairahnya masih terasa.
Setelah terdiam dalam selang beberapa menit, Ryan perlahan mengangkat kepalanya. Dia menatap lekat Ruby. Tangannya mulai membelai kepala istrinya tersebut dengan lembut. Sebelum beringsut ke ujung kasur, Ryan menyempatkan dirinya untuk mengecup kening Ruby lebih dahulu.
Ruby terlihat memejamkan rapat matanya. Tanpa sengaja dia tertidur pulas. Ryan diam-diam memakai pakaiannya kembali, kemudian keluar dari kamar.
Dua jam berlalu, Ruby akhirnya terbangun dari tidurnya. Dia bergegas membersihkan diri ke kamar mandi. Menikmati bath up yang entah sejak kapan sudah tersedia dan siap dinikmati olehnya.
Sebenarnya saat Ruby masih tertidur, Ryan menyuruh dua pelayan untuk menyiapkan bath up khusus, yang di isi dengan air serta sabun beraroma mawar. Bath up itu kini dipenuhi dengan busa.
Ruby yang sempat kesal sekarang merasa lebih baik. Berendam di bath up membuat pikirannya lebih rileks. Dia segera keluar dari bath up, setelah merasa puas. Lalu memakai dress selutut yang telah tersedia dalam lemari.
"Warna orange. Ryan memang selalu tahu kesukaanku!" gumam Ruby ketika melihat pantulan dirinya dicermin. Dia memuji dress baru yang sedang dikenakannya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan mengalihkan atensi Ruby. Gadis itu pun membuka pintu. Ternyata yang mengetuk adalah Sofia. Dia memberitahukan kalau Ryan menunggunya di meja makan.
Tanpa pikir panjang Ruby langsung berlari kecil menyusul Ryan. Akan tetapi langkahnya terhenti, tatkala menyaksikan wanita berambut pirang duduk di samping Ryan. Wanita tersebut sangat cantik. Berkulit putih bersih, berhidung mancung serta memiliki badan ideal. Dia lebih cantik dan seksi dari Sarah.
Ryan dan wanita berambut pirang terlihat berbicara serius. Sesekali wanita itu membelai rambut Ryan.
"Ryan..." Ruby berjalan mendekat. "Siapa dia?" tanya-nya dengan nada enggan.
"Emm..." Ryan tampak ragu untuk menjawab. Tetapi tidak untuk wanita rambut pirang yang duduk di sampingnya. Wanita tersebut berdiri dan mengulurkan tangan ke arah Ruby.
"Kenalkan aku Megan. Istri pertama Ryan!" ujar Megan dengan rekahan senyumnya.
Deg!
Jantung Ruby menyengit. Matanya membulat sempurna. Dia sekarang merasa sangat syok. Kemarahan Ruby yang sempat padam, kini kembali memuncak.
"Maksudmu? la-lalu Sarah?" Ruby bertanya tergagap untuk memastikan.
"Oh Sarah. Dia istri kedua, dan kau yang ketiga. Welcome beautiful girl!" Megan menyalami Ruby secara paksa. Mengembangkan senyuman lebarnya.
Sementara ekspresi Ruby terlihat cemberut. Dia tentu marah besar. Saking marahnya, Ruby mendorong Megan menjauh. Dirinya bahkan tidak segan-segan menjatuhkan peralatan makan yang ada di meja. Piring dan gelas berjatuhan, lalu berubah menjadi serpihan kaca yang tajam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!