NovelToon NovelToon

Cinta Di Ujung Senja

BAB 1 Anindea

Anindea Humaira Putri Rayindra, biasa dipanggil Dea. Gadis cantik berhati tangguh dan sangat pandai menyembunyikan masalah yang di hadapinya. Dia sangat menjunjung tinggi sebuah komitmen yang telah dibuat. Pantang baginya untuk mengumbar sebuah masalah yang sedang bergulir dalam kehidupannya.

Tak lama lagi dia akan resmi menjadi alumni di SMA Negri Nusa Bangsa. Sekolah terfavorit di kota metropolitan. Bapak Rayindra Pramuja, biasa dipanggil pak Indra adalah ayah dari Anindea. Beliau sudah meninggal semenjak Anindea berumur enam bulan dalam kandungan sang ibu. Bapak Rayindra Pramuja meninggal karna sebuah kecelakaan tunggal.

Menurut informasi yang didengar oleh Dea, kecelakaan yang menewaskan ayahnya itu di karenakan oleh mobil yang dikendarai ayah Dea mengalami Rem blong. Sehingga, ayah Dea lepas kendali dan kehilangan nyawanya langsung di tempat kejadian.

Ibu Dea bernama Gusma Dewi Puspita. Seorang istri yang setia terhadap sang suami. Cintanya tak pernah pupus walau jarak mereka telah di pisahkan jauh oleh takdir.

Semenjak ayah Dea meninggal, bu Dewi tidak pernah menikah lagi sampai sekarang. Semua harta yang di punya oleh sang suami, lenyap entah kemana. Seakan ikut pergi bersama pak Indra meninggalkan bu Dewi. Tak terkecuali, rumah mereka juga didatangi oleh sekelompok orang berbadan kekar yang mengatakan bahwa rumah itu sudah di gadai sebelum pak Indra meninggal dunia. Saat itu juga, bu Dewi harus meninggalkan rumah yang penuh kenang-kenangan bersama suaminya itu.

Untuk menyambung kehidupannya setelah ditinggalkan oleh sang suami tercinta untuk selama-lamanya, bu Dewi bekerja menjadi Asisten Rumah tangga hingga saat ini. Walaupun hidupnya bisa dikatakan dalam keadaan kekurangan dan di bawah kata cukup, namun bu Dewi tetap berusaha yang terbaik untuk anaknya—Anindea.

...****************...

Hari ini adalah hari kelulusan Dea dari sekolahnya—SMA Negri Nusa Bangsa. Dea lulus dengan nilai yang bagus dan membanggakan. Bahgaia, sudah pasti itu yang dia rasakan saat ini.

Setelah pengumuman kelulusan selesai, Dea serta kedua sahabatnya, Eli dan Rina pergi ke kantin untuk mengganjal perut mereka yang sudah berdemo minta di isi. Karena sebelum berangkat ke sekolah, Dea belum sarapan sedikit pun.

Setelah sampai di kantin, mereka duduk sambil bercanda ria dan tertawa, selayaknya anak-anak sekolah lainnya. Mereka tak menyangka, 3 tahun mereka mengenyam pendidikan bersama, sekarang telah tiba saatnya mereka keluar dari sekolah yang telah memberi banyak ilmu untuk mereka gunakan menjadi lebih baik dan bermanfaat dalam kehidupan mereka.

"De, habis ini lo mau lanjutin kuliah dimana?" tanya Rina pada Dea dengan semangat.

Dea hanya tarik nafas, dan menekuk wajahnya. Jauh di lubuk hati Dea yang paling dalam, sebenarnya, dia ingin melanjutkan pendidikan ini kejenjang selanjutnya. Akan tetapi apalah daya, dia tidak punya biaya untuk melanjutkan pendidikan untuk ke universitas. Dea juga sudah pernah mengajukan untuk dapat beasiswa, namun sepertinya itu tidaklah menjadi rezekinya.

"Boro-boro ada uang untuk biaya kuliah, untuk makan gua dan ibu saja bisa cukup, sudah alhamdulillah banget buat gua," batin Dea.

Wajah Dea langsung lesu dan tidak bersemangat lagi seperti pas mereka pertama masuk kantin tadi. Ada raut wajah sedih di sana. Namun, Dea berusaha menyembunyikan dari Rina dan Eli. Ingin rasanya Dea menangis mendapatkan pertanyaan seperti itu, tapi dia mencoba menahan air matanya yang hampir tumpah membasahi pipi nya. Dea tidak ingin terlihat lemah dihadapan kedua sahabatnya. Dia harus tegar dan semangat dihadapan sahabat-sahabatnya. Walaupun Dea menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Namun, sahabatnya itu bisa menangkap apa yang di rasakan oleh Dea saat ini.

"Lo kenapa, De?" tanya Rina.

"Apakah pertanyaan gua menyinggung perasaan lo?" imbuh Rina kembali setelah mberi jeda beberapa saat pada pertanyaannya yang pertama.

"Gak apa-apa, Na. Lo jangan cemas gitu donk. Pertanyaan lo gak menyinggung gua, kok," balas Dea—memaksakan untuk tersenyum.

"Emmm ... sebenarnya, gua mau banget melanjutkan pendidikan ini, Na. Tapi apalah daya, gua gak punya biaya untuk ngelanjutin pendidikan gua ke universitas," imbuhnya.

"Kenapa lo gak coba cari kerja part time, atau minta pekerjaan sama majikan nyokap lo gitu? supaya lo bisa membiayai biaya kuliah lo nanti!" tanya Rina lagi.

"Kan gua udah kerja paruh waktu, Na. Tapi gua rasa untuk mencukupi biaya kuliah tidaklah cukup dengan gajiku yang tidak seberapa itu ... kan biaya kuliah mahal. Tidak cuman itu, kuliah juga butuh perlengkapan. Nah, perlengkapan itu butuh money." Jelas Dea panjang lebar sambil tersenyum getir.

"Jika moni-moninya tidak cukup setelah pembayaran uang kuliah, terus gue beli perlengkapan itu pakai apa donk!" lanjut Dea.

"Iya juga, ya," sahut Rina sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja kantin tempat mereka berkumpul.

"Maka dari itu, gua putuskan saja untuk tidak melanjutkan pendidikan gua, Na," tegas Dea.

"Lo sendiri mau lanjut kuliah di mana, Na?" tanya Dea pada Rina.

"Kalau gua mau lanjut ke universitas Andalas. Doain, ya! Semoga gua lulus di sana," Jawab Rina penuh harap.

"Gua juga mau cari kerja part time untuk tambahan biaya kuliah gua. Itung-itung buat bantuin bokap dan nyokap gua," tambah Rina.

"Semoga apa yang lo inginkan terwujud, ya!" jawab Dea.

"Kalau lo mau lanjutin kemana, Li?" tanya Dea pada Eli.

"Kayaknya, gua cari kerja dulu deh. Soalnya, di masa pandemi seperti ini, usaha bokap dan nyokap gua mengalami penurunan drastis. Orang tua gua lagi kesulitan keuangan. Jangankan untuk biaya kuliah gua, buat bayar kontrakkan aja susah," jawab Eli lesu.

"Gua gak tega liat orang tua gua yang lagi kesusahan. Apalagi harus gua tambah lagi beban mereka jika gua kuliah. 'Kan pengeluaran mereka tambah membengkak," tutur Eli yang begitu sedih membayangkan susahnya kehidupan mereka saat ini.

Rina menghela nafas berat. Dia merasa kasihan kepada kedua sahabatnya. Namun, apa boleh buat, Rina tidak bisa berbuat lebih untuk sahabatnya. "Sudahlah jangan sedih lagi, yang penting kita sudah berhasil lulus dari sekolah ini dengan nilai yang memuaskan," hibur Rina kepada kedua sahabat baiknya.

Rina tidak mau momen terakhir mereka di sekolah jadi sebuah momen bersedih masal. Dia mengalihkan pikiran dua orang sahabatnya dengan mengingatkan akan hasil pencapaian mereka selama mengenyam pendidikan di sekolah itu.

"Takdir baik dan sebuah kesuksesan itu tidak ditentukan oleh tinggi pendidikannya saja. Jalan nasib dan takdir orang itu beda-beda. Manusia hanya bisa berencana, tapi Tuhan yang menentukan keberhasilan tiap umatnya!" nasehat Rina penuh penekanan.

"Mana tahu Tuhan punya rencana buat kalian berdua. Kesuksesan dan keberhasilan telah menunggu kalian dengan cara lain yang telah Tuhan siapkan. Tinggal kalian berdoa dan berusaha untuk mendapatkan takdir baik kalian," tambah Rina kembali untuk memotivasi sahabatnya.

"Aamiin ...." Dea dan Eli menjawab serentak." Semoga keberuntungan dan nasib baik berpihak kepada kita," harap Dea semangat.

"Semoga," jawab Rina dengan tulus.

"Setelah kelulusan ini, kuharap kalian tetap mau jadi best friend aku. Tak pernah berubah, walau jalan hidup masing-masing dari kita sudah berbeda," kata Dea yang dibalas pelukan oleh kedua sahabatnya.

"Sekarang, besok dan nanti ... kita akan tetap jadi sahabat sejati. Aku janji takkan pernah berubah secuil pun pada kalian," ujar Rina tulus dari hatinya.

"Terima kasih, ya. Kalian slama ini slalu jadi sahabat terbaikku. Kalian mau bersahabat dengan aku yang hanya sebagai anak pembantu miskin." Air mata Dea menggenang di pelupuk matanya.

"Bagiku, Apa pun pekerjaan orang tua kita, selagi itu halal tak jadi masalah untuk menjalin persahabatan," ucap Rina lagi membuat Dea semakin terharu.

BAB 2 Perasaan Anindea

Suasana dimeja kantin tempat mereka berkumpul tiba tiba hening mencekam.

lima belas menit telah berlalu.

Rina, Dea dan Eli masih sibuk dengan fikiran nya masing masing.

Nggak ada satupun di antara mereka yang membuka suara kembali.

padahal tujuan utama mereka ke kantin untuk mengisi perut mereka yang dari pagi belum di isi sarapan karna mereka buru buru harus pergi kesekolah untuk menghadiri pengumuman kelulusan sekolah.

"Ada yang lagi kompetisi nih kayaknya." Eli bersuara duluan memecah keheningan diantara mereka.

"Siapa yang kompetisi?" tanya Dea bingung.

"Kompetisi apa?" sahut Rina yang ikut penasaran.

"Kepo," balas Eli pada kedua sahabatnya sambil menjulurkan lidahnya.

"Ya ... Kalau gak mau ngasih tau kenapa lo omongin?" balas Rina kesal.

"Mau tau atau mau tau banget?" goda Eli.

"Nggak mau tau!" jawab Rina dan Dea serentak.

"Ha ha ha ..." Bukannya marah. Eli tertawa puas melihat kedua sahabat nya kesal pada diri nya.

"Ketawa?ada yg lucu??" sungut Rina kesal pada Eli.

"Ada ... Kucing gue di rumah lucu nya pake buangeet nget nget nget ...." jawab Eli semakin memancing kekesalan Rina.

"Nggak nyambung," Sela Dea.

"Nyambung kemana?" balas Eli terus memancing kekesalan teman-teman nya.

"Nyambung ke perut gue ... Puas lo!" jawab Rina yang di balas tawa puas dari Eli.

"Semakin banyak bicara semakin teriak teriak nih cacing minta di isi." Seru Rina sambil memegang perut nya.

" Cacing cacing gw juga udah berdemo dari tadi." Sahut Dea.

"Kalian mau pesan apa?" Tanya Eli.

"Gw soto ayam sama minum nya es teh aja."Jawab Dea.

"Lo mau pesan apa Na?" Tanya eli kepada Rina.

" Hmmm.. Sama kayak Dea aja deh." Jawab Rina.

" Sama apanya??" Goda Eli sambil menaik turunkan alisnya.

"Terserah lo." Sungut Rina.

"Iya deh." jawab Eli.

Eli nggak mau memancing kekesalan kedua sahabat nya lebih lama lagi.

"Gw pesan sama ibu kantin dulu ya." Balas Eli sambil beranjak pergi mendekati ibu kantin yang lagi asyik mengambilkan menu untuk pesanan yang lain.

"Bu, pesan soto ayam tiga dan minuman nya es teh tiga ya bu!" Minta Eli pada ibu kantin.

"Iyaa neng, tunggu sebentar ya...." Balas ibu kantin.

" Siap bu." Jawab Eli sambil mengangkat jempol nya.

"Ada tambahan yang lain neng?" tanya bu kantin lagi.

"Itu aja bu, ntar kalo ada yang lain aku kabarin" jawab Eli.

Ibu kantin mengangguk sambil berlalu mengambilkan pesanan Eli dan kedua sahabat nya.

"Kenapa ya... Cacing cacing di perut gw gak bisa di ajak kompromi untuk tidak berdemo terus menerus" Ucap Rina.

"Yaa... Karna tuh cacing juga mau di mengerti." Jawab Dea asal.

"Seperti cinta Deon pada mu yang butuh di mengerti." Goda Rina sambil tertawa.

"Deeon?? kenapa bawa bawa Deon segala sih, ntar kedengaran sama orangnya." Sahut Dea.

"Kalau kedengaran sama orang nya juga gak apa apa kali. Dia gak bakal marah sama gw." Jawab Rina acuh.

"Deon itu udah lama suka sama Lo" Sela Eli.

"Hanya saja dia gak berani mengungkapkan nya sama Lo, dia takut aja." Sambung Rina.

"Kenapa?? Emang gw makan orang." Balas Dea.

"Takut ditolak, katanya...." Sambung Eli.

"Nggak percaya gw." Jawab Dea gak percaya.

Sebenar nya Dea juga suka sama Deon semenjak pertama dia ketemu Deon di sekolah tempat mereka mengenyam pendidikan.

Tapi dia gak mau mengungkapkan pada Deon karna gak mau harga diri nya jatuh jika setelah dia mengungkapkan rasa suka nya pada Deon malah di tolak karna dia gak tau Deon suka apa tidak sama Dia, mana tau Deon punya pacar fikir nya.

"Kalau gak percaya tanya aja sama orang nya langsung!" Pinta Rina.

"Bettul tul tul." Sambung Eli menyetujui ide Rina.

"Sebenarnya Lo juga punya rasa yang sama dengan Deon, iya kan?" Tuding Eli.

" Apaan sih... Kenapa pesanan kita lama sekali ya?" Kilah Dea mengalihkan pembicaraan.

"Apa ibu kantin nya lupa dengan pesanan kita?" Tambah nya lagi yang sudah mengambil ancang ancang untuk pergi dari tempat duduk nya untuk menemui ibu kantin supaya teman teman nya tidak menanyakan hal serupa lebih lanjut lagi.

" Ooooppz... mau kemana??" Dengan sigap Eli dan Rina secara bersamaan memengang tangan Dea yang hendak pergi.

"Mau menemui ibu kantin. Menanyakan pesanan kita." Jawab Dea.

"Tunggu aja disini. Bentar lagi juga di antar ibu kantin nya." Kata Eli.

"Iyaa... Biasanya kan juga begitu. Pasti di antar ke meja kita kok." Rina membenarkan perkataan Eli.

Dea duduk dengan malas, dia tau karakter kedua sahabatnya. Mereka kalo udah kepo pasti mengorek sampai ke akar akarnya.

Terpaksa Dea duduk dengan menekuk wajahnya.

"Nggak usah menghindar gitu deh, kita kan cuma memastikan aja." Tutur Rina.

"Memastikan apa??" jawab Dea malas.

"Memastikan perasaan Lo pada Deon. Apa cinta Deon berbalas atau malah bertepuk sebelah tangan." Rina menuntut kepastian perasaan Dea.

"Kenapa gw berasa lagi di sidang perkara ya?" Jawab Dea.

Disela pembicaraan mereka, ibu kantin datang membawakan pesanan mereka.

"Silahkan neng. Soto ayam tiga dan es teh tiga?" Ibu kantin memastikan pesanan mereka...

"Iya bu, terimakasih ya" Jawab mereka bersamaan.

Dibalas anggukan dan senyum oleh ibu kantin.

"Jadi gimana De?" Tanya Rina yang keponya minta ampun.

"Gimana apanya?" Dea pura pura tidak tau maksud pertanyaan Rina.

"Yang tadi." Jawab Rina.

"Yang tadi mana?" Dea pura pura lupa.

"Jangan pura pura lupa de, tentang perasaan Lo sama Deon." Jelas Eli langsung pada inti pertanyaan....

"Nih makanan udah datang. Ntar keburu dingin, nggak enak." Dea mengalihkan pembicaraan lagi.

"Kenapa sih De, lo slalu mengalihkan pembicaraan? kayaknya lo gak mau jujur sama kita?" Tuduh Eli.

" Iya... kita ini sahabat lo, kok berasa kayak orang lain." Rina menunjukkan wajah sedih pada Dea.

"Bukan gitu, hanya sajaa..." Dea menggantung kata katanya.

"Hanya saja apa??" Rina dan Eli semakin kepo terhadap perasaan Dea.

Mereka yakin bahwa Dea juga punya perasaan yang sama dengan Deon.

"Gw takut Na." Jawab Dea.

"Takut kenapa?" Tanya Rina.

"Takut dengan perasaan ini. Gw hanya anak pembantu sedangkan Deon anak pengusaha.

Gw dan dia tidak mungkin bisa bersatu walaupun gw punya perasaan lebih kepada Deon, apalagi perasaan gw ini hanya bertepuk sebelah tangan Na." Tutur Dea.

"Tapi Deon juga suka sama lo De, dia sendiri yang bilang sama gw." Pungkas Rina.

"Sejak kapan? Kalau memang dia suka sama gw kenapa dia tidak pernah menyatakan perasaan nya gw? Lo jangan mengada ada. Gak mungkinlah Deon seriusan suka sama gw, sedangkan Tiwi yang primadona di sekolah ini aja sudah di tolak. Apa lagi gw." Dea tersenyum hambar.

Tiwi adalah gadis cantik berkulit putih, tinggi bak seorang model, body nya yang seperti gitar spanyol menambah keanggunannya.

Tiwi anak seorang pengusaha tekstil terbesar di kota itu yang mempunyai banyak cabang perusahaan di kota kota besar lainnya.

Dia jadi primadona di sekolah nya SMA Negri Nusa Bangsa.

banyak laki laki yang tergila gila pada nya namun slalu di tolak karna dia sangat mencintai Deon.

Tapi sayang, Deon menolak nya.

Namun tolakan dari deon tak membuat nya menyerah, dia slalu berusaha mendapatkan cinta Deon.

"Gw gk bohong. Deon pernah bilang sama gw kalau dia suka sama lo tapi belum berani mengungkapkan nya." Jawab Rina jujur.

"Mungkin aja pas bilang sama lo dia lagi bercanda. Mana mungkin Na dia serius, secara gw hanya upik abu miskin anak dari seorang pembantu. Cantik juga nggak.

Noh lihat Tiwi yang udah cantik nya gak ada saingan tambah kaya raya lagi.

Penerus tunggal perusahaan Bokapnya, udah ditolak ratusan kali, apalagi gw." Jawab Dea pesimis.

"Jangan pesimis gitu De, kalo gw liat slama ini dia emang benar suka sama lo.

Gw sering liat dia curi curi pandang sama lo, hanya saja lo aja yang gak peka." jawab Rina.

"Hhmmm... Yuk makan dulu, udah dingin sotonya dari tadi." Potong Dea.

"Gw mah udah hampir habis." jawab Eli.

Mereka menghabiskan makanan mereka tanpa ada yang bersuara satupun di antara mereka.

"Kali ini biar gw yang bayar. Gw traktir untuk makanan kali ini" Ujar Rina setelah makanan mereka habis.

"Terimakasih Rica...." Eli langsung memeluk Rina.

"Apaan tuh Rica?" Tanya Rina.

"Rina cantik...." Jawab Eli.

"Emang gw cantik udah dari jabang bayi." Ujar Rina membanggakan diri.

"Iya deh, Rina yang paling cantik sejagat raya." Ledek Dea.

"Thanks ya udah traktir kita, kalau tau bakal ditraktir gw pasti udah pesan lebih banyak makanan dari tadi." Sesal Dea.

"kalo lo mau pesan lebih banyak lagi gak apa apa. Pesan aja sama bu kantin." Jawab Rina.

"Bener nih? boleh buat dibungkus gak?" Tanya Dea antusias.

"Boleh boleh aja. Tapi bayar sendiri!" Jawab Rina yang diselingi tawa.

BAB 3 Deon

Deon mendengarkan semua apa yang Dea dan ke dua sahabatnya bicarakan.

Sebenarnya Deon tidak berniat untuk menguping pembicaraan Dea, Rina dan Eli.

Dia yang awalnya hanya ingin makan di kantin sekolah melihat Dea, Rina dan Eli sudah berkumpul disana.

Deon mendekati mereka ingin ikut gabung duduk disana sekalian mau curi pandang sama Dea.

Namun setelah dekat dengan meja Dea dan kedua sahabatnya berkumpul, langkah Deon terhenti karna tidak sengaja dia mendengar namanya disebut sebut.

Deon akhirnya memilih untuk mengurungkan niatnya bergabung bersama Dea dan sahabatnya, dia memilih tempat duduk persis dibelakang Dea supaya bisa mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

"Apa yang mereka bicarakan itu adalah gw? tapi kenapa mereka membicarakan gw? Aahhh... gak mungkinlah yang mereka bicarakan itu adalah gw, kan nama Deon banyak." Deon bertanya tanya dalam hati.

Ada rasa senang dihati Deon karna Dea menyebut namanya namun dia juga penasaran untuk memastikan apa yang dibicarakan Dea, Eli dan Rina. Apakah yang mereka bicarakan itu adalah dirinya atau mungkin orang lain.

Deon mendengarkan pembicaraan mereka dengan jelas tanpa sensor sedikitpun karna jarak mereka memang dekat.

Bibir Deon tersenyum sempurna setelah memastikan yang mereka bicarakan itu memang benar dirinya.

Kekwatiran Deon slama ini tentang tolakan cintanya dari Dea seakan terkikis sempurna saat ini, hilang entah kemana.

ternyata Dea juga menyukainya.

Rasa lapar yang awalnya sangat menuntut nya untuk makan kini tak terasa lagi.

Ingin dia berteriak mengatakan "I LOVE U DEA...." Supaya semua orang tau bahwa dia mencintai Dea.

Namun diurungkannya, dia nggak mau Dea menjadi illfeel pada dirinya.

Saat ini Deon sangat senang mengetahui bahwa Dea juga mempunyai rasa terhadap dirinya.

Selama ini Deon tidak percaya diri untuk mengungkapkan rasa suka dan cinta nya kepada Dea.

Deon takut Dea tidak menyukai nya dan akan membenci diri nya.

Sekarang Deon sangat senang, ternyata cintanya slama ini tidak bertepuk sebelah tangan, hanya dia saja yang kurang gentle slama ini.

Sekarang Deon mendapat angin segar dan yakin pada diri nya untuk menyatakan cinta pada Dea.

"Na..." panggil Deon pada Rina yang lagi berdiri didepan pagar sekolah menunggu ojek online pesanan Rina.

"Ada apa?" jawab Rina acuh.

"hari ini lo sibuk gak?" tanya Deon.

"Sibuk nggak sibuk sih, dibilang sibuk ya nggak sibuk sibuk amat. Emang kenapa?" jawab Rina.

"Ikut gw bentar aja ya! ada yang mau gw ceritain sama lo, Penting!!" jawab Deon.

"Bukan nya gw gk mau tapi gw takut cowo gw ngeliat gw pergi sama lo, bisa berabe urusannya. Bisa bisa gw di cerai. Emang ada apa sih?? apa yang mau lo ceritain? cerita disini aja!" tegas Rina.

"Teman lo si Dea udah punya pacar belom?" tanya Deon penasaran.

"Pertanyaan lo gak pernah berubah. Seperti gak ada kata kata lain yang lo kenal." Ledek Dea.

"Dia gak ada pacar, kan gw udah pernah bilang sama lo kalau Dea gak ada pacar, nyatakan cinta lo sekarang atau masih mau tunda tunda lagi sampai lo nanti gigit jari ketika dia udah ada pacar. Jadi cowo kok gak gentle." ledek Rina.

"minta No WA nya donk Na" pinta Deon.

"Gitu donk. Jadi laki itu harus gentle, jangan berdiri di tempat terus. Ntar kalo udah di embet orang baru tau rasa." Gerutu Rina.

"Bentar ... gw cari dulu. Nah ini dia... Cek inbok lo, udah gw kirim ke Wa lo" jawab Rina sambil memasukkan kembali Hp nya kedalam tas.

Deon mengambil Hp yang ada dalam saku celananya dan membuka aplikasi Wa nya.

"Sudah masuk. Makasih ya... Lo emang teman paling baik sedunia" puji Deon.

"Iya... Jangan lupa nyatakan perasaan lo secepatnya, ntar keburu di tikung sama yang lain baru tau rasa nya gimana. Banyak yang lagi antri nungguin cinta nya dibalas sama Dea." Pesan Rina sambil tersenyum meledek.

"Siap maak." canda Deon.

"Gw duluan ya...." Pamit Rina tanpa menghiraukan Deon lagi sambil menaiki ojek online yang dipesan Rina sebelumnya.

Deon seperti orang kerasukan yang tersenyum senyum sendiri mengingat pembicaraan Dea dan kedua sahabatnya di kantin sekolah tadi siang.

Sekarang Deon sudah tau bagaimana perasaan Dea kepada dirinya, ternyata selama ini Dea juga suka sama deon.

"Seandainya dari awal gw tau perasaan Dea yang sebenarnya hati gw gak bakal menanggung panas ketika melihat Dea berdekatan dengan cowok lain. Udah gw jadikan dia Ratu gw tanpa ada satupun laki laki yang bisa dekat dengan nya."

"memang benar perkataan Rina, gw ini pengecut, tidak gentle." Deon merutuki dirinya sendiri.

"Gw akan cari waktu dan tempat yang romantis untuk mengungkapkan perasaan gw sama Dea, semoga saja Dea tidak menolak cinta ku" Harap Deon.

Deon adalah Pria tampan, tinggi dan mempunyai bentuk tubuh yang atletis.

Membuat banyak wanita tergila gila padanya.

Ia merupakan pewaris tunggal atas kekayaan kedua orang tuanya. Namun itu semua tidak membuat dia sombong kepada orang lain.

Bokap Deon Seorang pengusaha hebat yang mempunyai perusahaan dimana mana, baik di dalam Negri maupun di luar Negri.

Kekayaan yang dimilikinya tidak bakal habis tujuh turunan sekalipun.

Nyokap nya seorang Dokter terkenal yang mempunyai Beberapa Rumah sakit besar dan bisnis lainnya.

Namun itu semua tidak membuat Deon berbangga diri.

Dari kecil Deon sudah di didik oleh kedua orang tua nya supaya tidak tinggi hati, besar kepala dan merendahkan orang lain.

Kedua orang tua Deon slalu mengajarkan bersikap sopan dan bagaimana harus bersikap baik dengan orang lain.

..."Kita harus menghargai orang lain....

...Siapapun mereka, bagaimanapun keadaan mereka dan jangan pernah melihat Rupa apalagi status sosialnya....

...Janganlah berbangga diri atas apa yang kita punya tapi syukuri selagi ada, karna itu semua bukan milik kita yang abadi, namun hanya titipan sementara"...

Kedua orang tua Deon slalu memberi nasehat kepada Deon, mereka tidak mau anak semata wayang pewaris kekayaan mereka itu menjadi anak yang sombong dan angkuh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!