NovelToon NovelToon

Introvert Melankolis

Chapter 1: Spoiler

 

Hai kenalin nama gua Gladish, biasanya teman-teman mengoloki gua dengan julukan. “Kamu masih gadis atau sudah janda?” Heleeeh khintil, ada-ada aja.

Saat ini gua bersekolah di SMA Tunas Bangsa, kelas 2 jurusan IPA , di sekolah gua, Gua temasuk cewek yang tomboy banget, hobinya makan, duduk ngangkang di sembarang tempat, rambut panjang lurus yang kadang lupa disisir, baca komik, berkelahi (iya donk anak silat euy~ muehehehe), kadang suka kepergok ngupil sembarangan, kentut sembarangan, ups~ pasti kalian jijik banget kan liat gambaran diri gua yang hancur habis ini?

Suatu hari, ketika gua sedang menikmati bakso (mangkok kedua gua) di kantin sekolah.

“Gladish, Gladish!!!” Teriak Prisil, sahabat gua yang centil abis, kenapa gua bilang centil? Karena dia suka dandan dan aku tidak huhuu~

Btw, gua dan Prisil bagai bumi dan langit, gua b*bi dan dia angsa… Dia cantik dan gua jorok, Dia otak kancil dan gua otak udang. Tapi kelebihan dan kekurangan kita itu membuat kami saling melengkapi satu sama lain, awalnya gua deketin dia biar selalu dapat contekan PR metik, fisika, kimia dan kawan-kawannya. Eh, lama-lama dia jadi jatuh cintrong ke gua, maksud gua jatuh cintrong sama duit gua yang selalu traktir Dia habis minta contekannya, muehehehehe… dasar matre loh Sil!

“Ada apa Pensil?” Tanya gua, sambil menyipitkan mata kearahnya, hampir saja bakso gua tumpah, karena tangannya meraba-raba sanggar pundak gua. (BTW pensil panggilan cinta gua untuk nie anak centil).

“Gua baru dapat spoiler, baru dapat spoiler, seneng banget... seneng bangeeeeeettt gua gila!” Seru Prisil, sambil menggeliat kegirangan kayak cacing kepanasan.

“Spoiler?” Gumamku, alis kananku pun terangkat keatas. “Spoiler Film Beranak Karena Bucin? (Film yang akan diputar di Bioskop kesayangan kita)” Tanyaku heran.

“No No No, Spoiler Nya~ emm, jadi gini sepertinya kita bakal bucin… tapi jangan dulu lah beranak nya…” Jelas Prisil dengan mata berbinar-binar, yang sumpah nggak nyambung banget.

“So?” Tanyaku lagi, penasaran.

“So, jadi sekolah kita akan kedatangan anak baru yang tadi, barusan gua lihat sumpah, sumpah ganteng banget… sumpaaaaaah!!!” Jawab Prisil, yang bagaikan belum pernah melihat cowok ganteng seumur hidupnya.

“Masa?" Tanyaku santai, sambil memutar bola mataku.

“Iya!” Jawabnya dengan mata berbinar-binar.

“Nggak nanya, BWE~” Sindir gua.

“Kok kesel yah!” Gumamnya nahan emosi.

“Awas loh kalo nggak ganteng, lu traktir gua jajan 1 minggu di kantin!” Ancam ku pada sahabatku, yang saat ini sedang bucin pada pandangan pertama.

“OKE.” serunya, setuju.

“But, kalo elo sampe jatuh cinta sama DIA, elo jadi budak gua selama satu minggu. Bagaimana pemirsa?” Tawarnya, penuh ancaman juga.

“Kenapa nggak traktir di kantin aja?” Aku pun langsung mengangkat sebelah alisku, mendengar tawarannya yang sangat memberatkan.

“Gua jaga body, nggak kayak elo, Badak!" Sindirnya.

ASEM!!!

“Badak? Gua loh ideal!” Bela gua.

BTW meski selera makan gua seperti gentong, badan gua tetap ideal kok, mungkin faktor gua ikut kegiatan Silat kali yah, jadi gua jajan sebanyak apapun, body gua tetep terlihat asik~

 

 

₩₩₩₩₩₩

 

Sepulang sekolah…

Huh… akhirnya setelah lelah mendengarkan kotbah para guru tercinta di sekolah, gua bisa kembali beristirahat sejenak di kandang b*bi Gua.

Kandang b*bi?

Pasti elo-elo pada bingung ya, apakah gua tinggalnya di kandang b*bi?

Bukan rumah?

Maksud gua, kandang b*bi di sini-rumah gua kali…

Jujur setelah Nyokap dan Bokap gua bercerai. Rumah gua yang gede dan indah kayak istana mulai menjelma menjadi kandang b*bi raksasa, bokap gua yang maniak kerja, dan gua yang malesnya melebihi kebo… merupakan kolaborasi sempurna bagi kami berdua untuk menciptakan rumah istana kami menjadi sebuah kandang b*bi raksasa, HAHAHAHA…

Baju yang bergelantungan di mana-mana, sarang laba-laba yang menggantung di setiap dinding dengan sempurna, debu-debu cantik menghiasi sudut-sudut rumah, piring-piring kotor yang nantinya akan dibersihkan saat mau dipakai saja, sampah-sampah kecil yang menghiasi sudut-sudut peralatan rumah.

Udah nggak usah dibayangin, nanti kamunya pusing, gua saja pusing yang tinggal disana, untung gua tahu diri, jadi gua harus menerima semua dengan ikhlas dan penuh rasa syukur.

Alhamdulillah, tenang saja kandang b*bi, gua selalu menganggap-Mu rumahku adalah istanaku… Huhuhuhu

"Assalamuallaikum.” Salam ku basa-basi, ketika membuka pintu kandang b*bi ku. Yah meski basa-basi lah-meski di kandang b*bi ku tidak ada orang (Bapak jam segini pasti kerja).

Sapa ku mungkin saja terjawab oleh penghuni-penghuni halus yang lain. serem yeh?

“Waalaikumsalam.” Jawab seseorang.

“Astagfirulloh…” Kagetnya gua, ternyata ada yang menjawab salam gua, suara seorang wanita lagi.

Ku elus dadaku berkali-kali sambil melantunkan ayat kursi Al-Quran, di dalam hati. Ku lihat di sekitar ruang tamu rumah gua.

“Mana kandang b*bi gua? Kok bersih sih disini?” Gumamku takjub, mencari sesuatu yang kini telah hilang dari hidup gua, kini semua berubah, rumah gua jd bersih.

Wangi harum dari lantai putih yang kini terlihat kinclong, sofa-sofa ruang tamu yang kini bersih dari debu, seperti baru dilap.

Taplak meja yang baru dan vas bunga hijau yang baru, dengan berisikan bunga-bunga mawar merah plastik baru yang cantik.

“Eh kamu Gladish ya?” Tanya wanita bergaun putih itu, keluar dari persembunyiannya, rambutnya panjang, wajahnya tirus, matanya sayu dan tampak cantik meski pun umurnya sudah terlihat paruh baya.

Aku pun membelalakkan mataku, dan spontan menjatuhkan tubuhku. “Ampuni aku Mak Kunti, jangan ganggu aku, kumohon!” Pintaku, dengan nada bergetar.

“Hehehe…” Tawanya sopan, sambil menutupi mulutnya-anggun sekali.

Kulihat ke arah kakinya… wah, ada kakinya, aku sudah suuzon nih. “Ibu manusia yah?” Tanyaku polos, tanpa rasa berdosa.

Dia pun mengangguk, sambil menahan tawanya.

Kulihat sekeliling ruang tamuku bersih, bisa diartikan dia… “Ibu pembantu baru yah?” tanyaku cepat.

Diapun hanya menyipitkan matanya.

“Sembarangan!!!” Teriak suara ngebass ala bapak-bapak yang suaranya sudah tidak asing lagi bagiku-yaiyalah suara bapakku. “Hei Gladish, kenalin calon Bini Bapak yang baru. Sekaligus calon Ibu kamu yang baru!”

“Masya allah, bapak mau kawin lagi?” Seruku kaget, sambil membelalakkan mataku.

“Yaiyalah, masa Bapak kamu, kamu suruh Jones terus?! Hahaha.” Bisik Bapak ke arah telingaku.

“Iya Gladish, kenalin nama Tante Milea, panggil saja Tante Lia yah!” Sahut Tante yang bernama Lia itu dengan ramah. Sambil mengulurkan tangannya kearah ku untuk menjabat tanganku.

Aku pun terkesima dengan wajahnya yang cantik, pinter juga Bapak ku pilih nyokap baru-eh tunggu, mukanya Tante Lia ini sepertinya tidak asing, muka tirus nan indah ini, dia mirip-mirip siapa ya??

#To Be Continued

Chapter 2 : Taruhan

 

“Gladish, Gladish.” Terdengar samar-samar sebuah suara tegas ala bapak-bapak, yang berkali-kali membangunkanku. Akan tetapi mataku enggan terbuka dan tubuhku enggan beranjak dari lenganku yang tergeletak di atas meja kelasku. “GLADIIIIIIIISSSH!!!!” Teriak suara itu lagi-kali ini lebih kencang. Aku pun yang kaget dengan teriakan tersebut, spontan aku pun membuka mata dan berdiri dari bangku yang kutempati.

Kulihat sosok Pak Burhan, guru Fisika terkiler se-SMA Tunas Bangsa sedang menatapku dengan tajam, seolah-olah ingin menyantapku.

“Kenapa kamu ketiduran lagi di jam Bapak? Hah!” Sidiknya sambil membelalakan matanya yang tajam kearahku. Aku bingung kali ini-ingin beralasan apa lagi, akhir-akhir ini latihan silatku mengahruskanku pulang larut malam.

Minggu kemarin aku beralasan, diare tengah malam hingga mengaharuskan aku untuk bergadang, sekarang alasan apa lagi yah?

Tiba-tiba saja Ibu Kepsek (Kepala Sekolah) masuk dengan membawa seorang cowok.

Hah cowok?!

"Anak-anak, Ibu minta perhatiannya sebentar!" Seru Bu Kepsek.

“Ya Allah, sumpah ganteng banget…”

“Masya allah, rahimku anget.”

Bisik-bisik dua cewek yang duduk di sebelahku.

“Itu anak baru yang kemarin digosipkan cewek-cewek itu yah?” terdengar samar-samar suara cowok, yang duduk di meja belakangku. “Katanya ganteng, ternyata biasa aja kok.”

“Iya, gantengan juga gua.” Bisik mereka dengan nada penuh kedengkian.

“Wajah yang tirus itu, kulit putih bak boneka, rambut lurus tebal dan sorot mata yang dingin itu, apakah dia… Apakah dia?" Pekik ku dalam hati, dengan wajah memucat. "Itu tidak mungkin kan?”

Pak Burhan yang sedari tadi mengintrogasi ku, kembali duduk di mejanya, menghormati Kepsek yang sedang masuk di dalam kelas kami. 

“Nak Arga, tolong perkenalkan dirimu, kepada teman-temanmu!” Pinta Kepsek yang berdiri didekat pintu, di samping cowok yang beliau sapa Arga itu. 

“Baik Bu.” Jawab Arga, dengan ekspresi datar. “Perkenalkan nama saya Arga, Arga Bima Prasetya. Pindahan dari Jakarta. Senang berkenalan dengan kalian, terimakasih.” Ucap Arga memperkenalkan diri secara singkat, padat dan jelas. Tanpa adanya basa-basi dan langsung mengakhiri perkenalan. BTW (By The Way) kita pada saat ini berada di kota hujan, Bogor.

Karena banyak anak-anak cewek yang kepo, langsung saja mereka bertanya hal lebih.

“Asal sekolah mana?”

“Sudah punya pacar belum?”

“Nomor hape-nya berapa?”

“Alamat rumahmu dimana?”

Tanya cewek-cewek itu secara bergantian, akan tetapi Arga tidak menghiraukan, dan langsung izin pamit kepada Kepala Sekolah untuk mencari tempat duduk.

Banyak cewek-cewek yang mengusir teman sebangkunya untuk duduk bersebelahan dengan Arga. Akan tetapi Arga pun lebih memilih duduk di dekat jendela di samping Rafi, cowok kutu buku berkacamata.

“Dingin banget, gila!” Pekik Prisil yang duduk disebelah ku. “Tapi nggak papa, yang penting dia ganteng, iya nggak Gladish?” Tanyanya, meminta pendapatku, sambil menyenggol kasar bahuku.

“A… apa?” Pekik ku yang terbangun dari lamunanku.

“Dia ganteng nggak?”

“Nggak kok. B aja (biasa aja)” Jawabku datar, sambil mencuri pandang ke arah Arga yang duduk baris kedua, tepat di depanku. “Semoga lo nggak ember ya, Ga?” Pekik ku dalam hati.

 

₩₩₩₩₩

 

Bel istirahat pun berbunyi, jam istirahat pun tiba… 

  Banyak anak-anak yang berlalu lalang, ada yang menuju perpus untuk membaca buku, ada yang menuju lapangan untuk berolahraga, ada yang ke toilet untuk membuang sesuatu, dan ada yang ke kantin untuk mengganjal perut. 

Dan aku? 

Aku dan Prisil sedang menuju kantin.

“Wah hebat Elo Dhis, Elo sama sekali nggak tertarik sama Arga.” Prisil pun mengangkat dua jempolnya kearah ku. “Apakah ini karena iming-iming jatah kantin seminggu dari gua ya?” Duga Prisil, sambil menyipitkan matanya ke arahku.

Aku pun menanggapinya dengan senyuman sinis. “Aku nggak enak badan Sil, aku ke Toilet dulu yah.” 

“Hai, nggak mau ditemenin nih?!” Tawar Prisil.

“Nggak usah, makasih yah.” Tolak Ku halus.

Aku pun segera berlari ke arah toilet. Sesampainya di toilet, aku pun memasuki salah satu ruangan di toilet tersebut. Aku pun mengunci pintu toilet tersebut rapat-rapat.

Tiba-tiba saja air mataku, yang sedari tadi ku tahan, tumpah kearah pipiku, aku pun menangis sejadi-jadinya di dalam toilet tersebut.

 

#Flashback

 

Dua tahun lalu di SMP Pelita Harapan, terlihat ada gerombolan anak cowok berkumpul di lapangan sedang bermain Basket.

Di pinggir lapangan terlihat penuh penonton wanita sedang bersorak dan  mengagungkan agungkan nama Arga.

“Eh Dhis, Arga popular banget yah…” Gumam Reva, sahabat SMP ku yang kini duduk di bangku taman, tepat di sebelahku. Sahabatku Reva ini dikenal mempunyai tubuh yang tambun dan berjerawat disekitar pipinya, yang kini duduk di sebelah kananku.

“Iya.” Jawabku singkat, sambil memandangi makhluk indah ciptaan tuhan yang sedang sibuk mengelap keringatnya. Dengan baju basket yang memperlihatkan lengan berotot dengan garis-garis urat disekitarnya-terbentuk karena olahraga, terlihat sangat seksi.

“Dia ganteng sih.” Sambung Nadia. Sahabatku juga, yang memiliki postur kurus kerempeng dan tinggi menjulang-yang kini duduk di sebelah kiri Ku.

“Banget!” Sambung Reva lagi. 

“Cewek biasa yang seperti kita mah nggak bisa dapetin dia.” Tambah Nadia. Dengan nada merendah mengingat postur kami di bawah rata-rata untuk dibilang seperti gadis cantik. Si Reva yang gendut, tubuhnya Nadia yang kerempeng, dan tubuhku yang berpostur agak kecowokan (yang saat ini posisi dudukku pun, dalam posisi mengangkang).

“Siapa bilang?” Sanggah ku, “Aku bisa!”

“Yakin?” Pekik Nadia dan Reva berbarengan, tak percaya. Sambil mengerutkan kening mereka.

“Berani taruhan?” Tawar ku, sambil tersenyum simpul.

 

₩₩₩₩₩

Sepulang sekolah.

Aku, Nadia dan Reva janjian menunggu pria yang terkenal ganteng, akan tetapi tak ramah seantero SMP Pelita Harapan.

“Dhis, Dhis!” Panggil Reva, sambil menarik-narik ujung seragam putihku. Kami bertiga saat ini menunggu sosok Arga di depan pagar luar Sekolah.

“Apaan sih?” Pekik ku, sambil mengibas tangannya yang sibuk menarik-narik ujung seragam putihku.

“Lu yakin Dhis, mau nembak Arga?” Tanyanya, meyakinkanku. 

“Yaiyalah, kamunya nggak lupa kan sama taruhan kita?” Jawabku santai.

“Yaelah Dhis, kamu gara-gara duit Satu Juta aja nekat hancurkan harga dirimu kayak gini?!” Sindir Nadia, sambil menyipitkan matanya. “Memang kamu wataknya cuek sih, tapi aku masih nggak percaya kalau kamu ini Gladish yang kukenal.”

Kamu pasti bertanya-tanya, kenapa Gladish yang terkenal berumah besar dan berekonomi menengah keatas ini rela menghancurkan harga dirinya demi uang yang bernilai sedikit, yakni satu juta saja-tentunya lima ratus dari Nadia dan Lima ratus lagi dari Reva.

Satu juta?

Satu juta saja cukup kok buat aku kabur dari rumah. 

Yah, saat ini Ibu dan Bapakku diambang perceraian, dan tepat hari ini ibu dan Bapakku sedang menghadiri sidang perceraian mereka di pengadilan.

“Eh Dhis Arga keluar!!!” Seru Reva. melihat Arga keluar dari gerbang sekolah.

“Mana-mana?!” Sahut Nadia.”

Mmp*s gua, mamp*s?!

 Gua sendiri juga nggak yakin mau nembak Arga atau nggak, gua pun perlahan-lahan memundurkan langkahku-ingin kabur.

“Eits~" Reva yang bertangan besar pun, berhasil menangkap pergelangan tangan kiri ku. “Dhis, kamu nggak lupa taruhan kita kan?”

Nadia pun ikut memegangi pergelangan tanganku yang sebelah kanan. “Come on, Baby! Satu jeti menanti.” Bisik-nya, dengan iming-iming duit-seakan merendahkan harga diriku dengan duit.

“Kalian parah, gila. Bukannya tadi kalian menghalang-halangi ku yah, kenapa sekarang.” Jawabku panik, dengan tubuh yang gemetaran-berkeringat dingin.

 Langkah Arga pun semakin dekat menuju ke arah kami.

Tubuhku pun semakin panas dingin. “Reva, Nadia, lepasin gua, please!” Pekik ku, dengan nada memohon. Tubuhku pun semakin gemetaran.

Langkah Arga pun tinggal beberapa langkah lagi, menuju kearah kami. 

Wajahku pun semakin pucat.

 

Dan

“Bruuuuukkkk!!!”

Mereka bukannya melepaskan ku untuk berlari ke belakang, akan tetapi mereka mendorongku kearah depan… dan apesnya, tubuhku yang berat ini pun tertabrak di dada Arga yang bidang. Posisi kami kini seperti berpelukan…

OMG!!!

Mamp*s gua!!!

Sumpah deg-degan gua!!!

“Aduh~” Pekik ku, kesakitan. Aku pun mengarahkan kepalaku kearah atas dan mendapati wajah Arga yang… yang…

Eh?

Ke… kenapa matanya memerah?

 

To be continued…

Chapter 3: Pingsan

 

“Bruuuuukkkk!!!”

Mereka bukannya melepaskanku untuk berlari ke belakang, akan tetapi mereka mendorongku kearah depan, dan apesnya, tubuhku yang berat ini pun tertambak di dada Arga yang bidang. Posisi kami kini seperti berpelukan…

OMG!!!

M*mpus gua!!! 

“Aduh~” Pekikku, kesakitan. Aku pun mengadahkan kepalaku kearah atas dan mendapati wajah Arga yang… yang…

Eh?

Ke… kenapa matanya memerah?

“Arga, Matamu kenapa?” Tanyaku khawatir.

Tanpa menjawab, ia hanya mengucek matanya, dan berlalu dari hadapanku…

Berlalu?

Tunggu misiku belum selesai!

“Hei, Tunggu!” Teriakku, sebelum berlalu-langsung saja aku menangkap pergelangan tangan kanannya. 

Arga pun langsung menyipitkan matanya ke arahku, dengan tatapan sinis-seakan tak suka. 

Tapi… akh~! aku tidak peduli-aku harus dapatkan uang tersebut!

“Ma... Ma... Ma... Maukah, kau menjadi pacarku?” Tanyaku pelan. Dengan tubuh gemetaran.

“Apa?” Pekiknya, seakan tidak mendengar suaraku.

M*mpus gua, ini baru pertama kalinya gua nembak cowok.

“Maukah kau menjadi pacarku?” Tanyaku lagi, dengan nada yang sedang.

“APA?” Teriaknya.  

Buset dah ini cowok ganteng-ganteng tapi bud*k.

Bismillah~

Nekat aja udah!

“ARGA MAUKAH KAU MENJADI PACARKU?!” Teriakku nekat, langsung saja seluruh anak yang sempat mendengar teriakanku, mendekat-berkeliling disekitar kami berdua.

“Ih, itu si Gadis atau Janda a.k.a Gladish yah?” Terdengar suara tanya dari salah satu Netizen yang mulai penasaran.

“Parah yah dia, nggak sadar mukanya cem apa?!” Terdengar lagi suara dari salah satu Netizen yang mulai Men-Gibah.

“Oho~ Pede banget sih dia, sama gua aja loh jauh.” Terdengar lagi suara dari salah satu Netizen yang mulai merasa lebih cantik.

“Alah... Paling juga ditolak, mana mau cowok seperfect Arga mau sama dia!” Terdengar suara dari salah satu Netizen yang mulai su’uzon dan pesimis dari hasil usaha gua. 

Dan itu semua merupakan komentar-komentar Netizen +62 di sekolah gua yang berjenis kelamin betina. 

Heddeeehhh.

“TERIMMAAAA!”

“TERRIMMAAAAA!!”

“TERIMMMMMAAAA!!!”

Teriak teman-temanku, warga +62 berjenis kelamin jantan, yang mendukungku, duh~ mereka memang yang terbaique, aku sampai terharu…

“TOLAAAAAKKK!”

“TOLAAAAAAKKK!!”

 “TOLAAAAAAAKKKKK!!!”

Tiba-tiba suara teman-teman buriq ku, warga +62 berjenis kelamin betina, yang terang-terangan tak mendukungku, termasuk suara Reva dan Nadia yang ikut-ikutan bersuara penolakan-entah karena sayang sama Arga atau sayang dengan duit 500 ribu mereka.

 

Wajah Arga pun memerah…

What!!

Memerah??!!

Duh aku bingung harus gimana… jangan-jangan dia suka juga sama aku…

Iyalah pasti dia suka sama aku, bukannya sombong yah, waktu masih kelas 3 SD aku pernah menyelamatkan nyawanya.

“Aku nggak mau.” Jawabnya singkat.

“A… Apa?” pekikku kaget.

“Maaf.” Gumamnya singkat, sambil berlalu dari hadapanku-tanpa rasa berdosa.

Terdengar hawa kemenangan dari kaum hawa, mendengar penolakan yang ditujukan Arga kepadaku. nn Penolakan Arga bagai angin segar bagi mereka.

Aku pun nggak bisa terima dengan penolakan Arga. langsung mengambil tangan kanannya lagi.

“Arga kamu ingat nggak waktu kita masih kelas 3 SD?” Bisikku mengingatkan. “Aku pernah nolong kamu!"

Sial, sebenarnya aku males mengungkit-ungkit seseorang yang pernah aku tolong… Tapi, sudahlah… Aku butuh uang…

Arga pun diam sejenak, tampak berusaha mengingat.

Aku pun berbisik lagi ke telinganya. “Bisakah kau tolong aku?” Pintaku dengan nada memohon.

Dia pun tanpa pikir panjang langsung melepaskan tanganku yang sedari dari memegang tangannya, dan berlari … berlari sekencang-kencangnya, meninggalkanku sendirian.

Sendirian?

Maksudku sendirian, ditatap oleh puluhan mata siswa dan siswi yang belum pulang ke rumah mereka-masih Stand By di sekolah.

Sendirian, dicibir oleh beberapa mulut siswa dan siswi yang kini kini sengaja mengolok-olokku karena

 penolakan tersebut.

Dan ngenesnya, bahkan ada yang merekam kejadian tersebut, untuk mereka share di akun sosmed mereka masing-masing.

Tiba-tiba saja mataku berkaca-kaca, dan butiran-butiran akir mata menetes ke pipiku. Mau melawan mereka pun percuma, tubuhku teralalu lemah untuk itu.

Datanglah Reva dan Nadia mengahampiriku dan memelukku.

“Yang sabar ya Dhis.” Bisik Reva kepadaku.

“Sudahlah Dhis, toh cowok bukan dia saja.” Gumam Nadia, sambil menepuk-nepuk bahuku.

“Oi, aku melakukan ini bukan karena dia, tapi karena uang!” Rengekku.

Lengkap sudah penderitaanku, di hari ini. Pertama ayah dan ibuku hari ini bakal resmi bercerai, dan yang kedua, aku di tolak dan dipermalukan seperti ini… Dan ketiga, aku tidak jadi kabur dari rumah…

Tapi yang paling menyakitkan ialah orang yang pernah kutolong dan pernah kuselamatkan nyawanya, tidak mau peduli terhadapku.

Senin, 29 Oktober 2018. Merupakan hari yang paling menyedihkan bagiku…

#Flashback end

“Doooorrr... Doooorrr… Doooorrr!!!”

Tiba-tiba saja suara tangan yang mengedor-gedor pintu toilet menyadarkan lamunanku.

“Wooiii… siapaa di dalaaaam??!!” Teriak seorang siswi di balik pintu. “Gua kebeleet b*ker nih!!!” Lirihnya, sambil menahan mules.

Buseet, gua habis nangis di WC nih, pasti kalau gua keluar dari WC ini, bakal ketahuan wajah gua pasti habis nangis. Ku geledah hp gua di kantong, dan mendapati mata gua yang memerah, di layar kamera hape tersebut.

“WOOOIII, CEPPPEEEEETTT WOOOIII!!!” Teriak siswi tersebut, nggak sabaran. Gua pun langsung membalikan semua rambut gua kearah depan-pas ke arah wajah gua, dan segera membuka pintu WC tersebut.

“Kyaaaaaaakkkk… Ku… Kuntilanaaaaaaaaaaaaaakkk!!!!” Teriak siswi tersebut di depan pintu, ketakutan.

Gua pun langsung menaruh rambut-rambut gua kebelakang, seperti semula.

“Gladish!” Serunya, sambil terkantut kantut karena kaget.

“Brrrrooooottt… Brroroooooooottt!!!” Suara indah yang keluar dari dalam tubuhnya. Menyadarkan hidungku kalau dunia ini begitu kejam.

“Bau!” Lirihku, sambil menutup hidung. Kulihat pemilik suara nista tersebut, ternyata merupakan suara Rebecca teman satu kelasku. “Gila Loe bau banget, masuk sudah sana!!!” sambil menarik tubuhnya dan memasukannya ke dalam ruang WC.

“Eh tunggu Gladhis atau janda, kenapa matamu merah seperti itu?” Tanyanya khawatir, sempat memergoki mata merahku. Tanpa menjawab, aku pun langsung segera menutup pintu WC tersebut, dan pergi meninggalkan ruang yang penuh nista tersebut.

 

₩₩₩₩₩₩₩

 

Masih jam istirahat dan merah di mataku belum juga hilang.

“Bruuukkkkk!” Tiba-tiba saja sebuah bola basket melayang dan mendarat dengan sempurna tepat di kepalaku.

“Adddduuuhh!!!” Pekikku kesakitan. Tubuhku hampir saja oleng dan terjatuh, untung saja bisa kutahan, dan aku masih bisa berdiri tegak di pijakanku.

“Gladhis atau janda… Sorry gua nggak sengaja!!!” Teriak Niko dari arah kejauhan-tepat di lapangan basket. Kulihat dia bersama teman-teman cowok lain, sedang bermain basket dengan seragam putih abu-abu lengkap dengan percikan-percikan keringat di ketiak mereka.

Awas saja nanti masuk kelas, membawa bau-bau yang tak sedap ya kalian!

Aku melihat ada penampakan sosok murid baru, Arga Bima Prasetya sedang ikutan ngumpul bermain basket di lapangan tersebut. “Tumben tuh cowok Alien cepat dapat temannya!” Lirihku tipis, hingga tak terdengar. BTW aku tahu tentang Arga dari SD, dia itu anaknya terlalu pendiam, hingga sangat sulit bersosialisasi, karena teman-teman yang lain sering menganggapnya bisu. Dia dapat teman paling lama sebulan atau dua bulan, itu pun paling hanya karena teman-teman sadar kalau dia pintar dalam pelajaran dan juga olahraga… dia juga ganteng sih…. Tapi dia selalu memasang tembok yang tinggi apabila ingin didekati oleh seorang gadis.

“HEI GLADHIS!!! CEPEETT LEMPAR KESINI BOLANYA!!” Teriak Niko, dengan suara yang lebih kenceng dari yang tadi.

“B*ngkeeee lu, sudah lempar nyuruh lagi!” Teriakku kesal, kearah Niko. Aku pun langsung mengambil bola basket tersebut, dan membidiknya kearah Niko, eh enggak ding, ke arah Arga ajah.

“SYUUUUUTTTTT!!!” Bola tersebut melayang, dan mendarat dengan sukses ke kepala cowok Alien yang pernah menolakku tiga tahun yang lalu tersebut.

“BRRRRUUUUUUUKKKK!!!” Bunyi indah bola tersebut, ketika mendarat tepat di kepala Arga.

“Mampus loh!” Gumamku pelan, penuh senyum kemenangan.

“Eh gila, Arga pingsan” Teriak Niko, panik.

 

#To be continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!