Bismillah.. Novel ini masih lanjutan dari novel sebelumnya yaitu Harumnya Madu. Hanya fiksi, happy reading 💕
Silvira Rosalina, wanita cantik yatim piatu yang juga ditinggal meninggal suaminya setahun yang lalu. Kembali ke kota asalnya bersama kedua putra kembarnya Fahri dan Farhan. Dia sibuk meneruskan bisnis klinik kecantikan di beberapa kota peninggalan suaminya rahimahullah.
Pertemuannya dengan Ammar kekasihnya waktu kuliah, menjadi babak baru dalam hidupnya. Walau Ammar telah menikah, tapi dia menginginkan Ammar kembali bersamanya. Namun niatannya dia urungkan setelah mengenal kedua istri Ammar yang sangat baik, dia tak sampai hati merusak rumah tangga Ammar. Dan dari situlah hidayah Allah menyapanya, yang dulunya enggan menutup aurat, kini berpakaian syar'i, dan perlahan mendalami ilmu agama.
Silvira meminta Ammar mencarikan suami untuknya agar bisa mengajarinya dan kedua anaknya ilmu agama. Ammar pun sempat khawatir dengan keadaan Silvira, dia tidak punya saudara atau keluarga sama sekali di kota ini. Maka dikenalkanlah dia dengan teman sekantor Ammar yang bernama Azam.
Khoirul Azam adalah seorang sarjana pertanian yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas pertanian bersama Ammar. Dia dan keluarganya memiliki agro wisata petik apel di kota apel yang dikelola kakaknya , namun dia tetap mendapatkan bagian keuntungan dari kebun itu.
Dia seorang duda tanpa anak yang baru bercerai enam bulan yang lalu. Sebelumnya dia tidak percaya diri dengan dirinya, jangan-jangan dirinya yang bermasalah dengan reproduksinya. Namun setelah periksa, dinyatakan normal dan sehat, maka dia berani mengkhitbah Silvira.
Setelah Silvira mengetahui Azam mengkhitbahnya, maka dia bersedia untuk ta'aruf dengan Azam, dengan Ammar dan Arum sebagai perantara mereka, namun Silvira mengatakan bahwa keputusan untuk menikah tetap di tangan anak kembarnya. Setelah bertemu beberapa kali dengan Azam, Fahri dan Farhan tampaknya menyukai Azam. Mereka sangat bersemangat bercerita tentang Azam. Dan mendesak Silvira untuk mengajak mereka bertemu dengan Azam.
Silvira sangat senang mendengarnya, Farhan dan Fahri memang sangat merindukan sosok seorang ayah. Silvira hendak menghubungi Arum untuk mengajak mereka bertemu lagi bersama Azam dan anak-anak. Namun diurungkan niatnya kerena Ammar dan Arum masih berduka, pasalnya istri pertama Ammar, Fitri baru meninggal dunia.
"Mama, kapan kita ketemu Om Azam lagi?" tanya Fahri.
"Iya Ma, Om Azam hafalannya sudah banyak, Farhan mau diajari Om Azam," imbuh Farhan.
"Iya sayang, sabar dulu ya, saat ini kita belum bisa menghubungi Om Azam, karena Om Ammar dan tante Arum sebagai perantara kami sedang berduka sayang, tante Fitri istri pertama Om Ammar baru meninggal," Ucap Silvi.
"Kenapa Mama gak hubungi Om Azam sendiri?" tanya Farhan.
"Iya, tinggal telpon atau chat aja Ma," kali ini Fahri yang menimpali sambil cemberut.
"Tidak boleh sayang, laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom itu tidak boleh berkhalwat, atau berduaan walaupun itu hanya sebatas chat," jawab Silvira.
"Kalau kami yang telpon bisa?" tanya Farhan.
"Hmm iya bisa, tapi Mama gak punya kontak Om Azam, sabar dulu ya sayang, kalau Allah berkehendak kita pasti ketemu lagi," ucap Silvi.
Si kembar hanya diam saja dan cemberut mendengar jawaban mamanya.
"Hmm kok pada cemberut, ada yang mau makan pizza?" Tanya Silvi membujuk mereka.
"Mau!!!" seru si kembar, mereka akhirnya pergi ke mall di mana restoran pizza itu berada.
Sesampainya di parkiran, Silvira dan anak-anak turun dari mobil. Namun Farhan langsung berlari ke arah seberang.
"Om Azam!!" seru Farhan sambil memeluk Azam. Fahri yang mengetahuinya juga ikut menyusul mereka. Silvira hanya terpaku melihatnya.
"Hey boys, kok bisa ada di sini?" tanya Azam.
"Iya Om, kita diajak Mama makan pizza, itu Mama," sahut Fahri sambil menunjuk ke arah Silvi.
Silvira mau tidak mau menghampiri mereka.
"Kok bisa di sini Mas," ucap Silvi pelan dan masih menunduk.
"Iya, habis ngopi sama teman, kopi di cafe mall ini enak," jawab Azam.
"Oh gitu, kalau begitu kami masuk dulu ya," ucap Silvira.
"Yuk sayang kita masuk," katanya kepada anak-anak.
"Om, ikut kita makan pizza yuk," pinta Farhan.
"Hey, Om Azam pasti sibuk sayang," ucap Silvi yang merasa tidak enak dengan Azam.
"Iyakah Om sibuk? Atau Mama yang gak ngebolehin Om Azam ikut?" celetuk Fahri.
Azam tertawa mendengarnya, Azam juga merindukan mereka dan ingin lebih dekat dengan mereka.
"Nggak, Om gak sibuk, tapi tanya Mama kalian dulu, Om boleh ikut atau tidak," ucap Azam.
"Gimana Ma?" tanya Farhan.
"Iya baiklah, tapi kalian gak boleh bandel ya," ucap Silvi mengalah pada akhirnya.
Merekapun pergi ke restoran pizza di dalam mall itu.
Silvira kebanyakan terdiam, dia masih canggung dengan Azam. Tapi si kembar dan Azam yang banyak bicara dan saling bercerita.
Silvira mendapat pesan dari karyawannya, kalau ada tamu penting di klinik kecantikannya.
"Ehm, Mas Azam, bisa minta tolong titip mereka dahulu? Saya harus ke klinik, ada tamu soalnya," tanya Silvi kepada Azam.
"Iya boleh kok, dengan senang hati aku akan menemani mereka," ucap Azam.
"Ok boys, nanti Mama telpon kalau Mama sudah selesai, yang pintar ya, gak boleh bandel, nurut sama Om," pesan Silvira kepada Fahri dan Farhan. Si kembar hanya mengangguk, Silvi segera pergi menuju klinik kecantikannya.
"Boys kalian sering ditinggal mama di rumah?" tanya Azam.
"Iya, keluar kota juga," jawab Fahri.
"Di rumah ga ada siapapun?" tanya Azam.
"Ada sih Bu Wati, tapi kalau sore pulang Bu Wati,"
"Oh, kalau kalian butuh teman telpon Om aja, kalau Om lagi gak kerja, pasti Om temani," ucap Azam kemudian.
"Iyakah?" tanya Fahri.
"Iya, tapi kalian harus minta izin mama dulu kalau mau ketemu Om Azam,"
"Iya Om, boleh kita simpan kontak Om?" tanya Farhan sambil mengeluarkan hp dari sakunya.
"Kalian punya hp?" tanya Azam.
"Iya, satu buat berdua tapi, gak ada game nya, dipake cuma buat telpon Mama," jawab Fahri.
"Iya, kalian gak boleh sering-sering main game," ucap Azam.
Dan mereka bertukar nomor hp, dan menyelesaikan makan mereka, setelah selesai, Azam mengajak mereka ke tempat bermain anak-anak. Azam menemani mereka dengan telaten. Membayangkan betapa kesepian anak-anak ini tanpa ayahnya sementara mamanya sibuk bekerja.
"Sudah mau maghrib, kita pulang yuk," ajak Azam.
"Gak mau pulang, mama belom telpon," kata Fahri.
"Ehm gimana kalau kita ke tempat Om?" tanya Azam.
"Wah iya iya Om mau," ucap Farhan.
"Kalau gitu, kirim pesan ke mama ya kalau kalian mau ke tempat Om,"
"Baik Om," Farhan bersemangat dan mengirim pesan kepada mamanya.
Azam mengajak Fahri dan Farhan mampir ke masjid untuk sholat maghrib berjamaah. Selepas itu kembali ke mobil untuk melanjutkan perjalanan ke tempat kost Azam.
"Om, kenapa kita sholat di Masjid? Gak di tempat Om Azam saja?" tanya Fahri yang duduk di samping kemudi Azam.
"Ehm, iya, karena itu kewajiban lelaki muslim boy," jawab Azam.
"Oh gitu," ucap Fahri sambil mengangguk perlahan memahami.
"Memang kalian kalau sholat gak di masjid?" tanya Azam.
"Kalau sholat di rumah, kalau gak di sekolah sholat dhuhur, ashar, sama sholat jum'at," jawab Fahri.
"Kenapa lelaki yang wajib ke masjid? Kalau perempuan bagaimana? Apa tidak boleh ke masjid?" tanya Farhan.
"Kalau perempuan boleh ke masjid, tidak dilarang, namun ada beberapa yang harus diperhatikan," jawab Azam.
"Apa itu Om?" tanya Farhan. Kedua bocil ini belum genap delapan tahun, rasa penasaran akan sesuatu pasti sangat besar, dan Azam harus sabar menjelaskan kepada mereka agar bisa mengerti dengan baik.
"Yang pertama tidak memakai wewangian yang bisa tercium oleh laki-laki, tidak berdandan berlebihan, datang setelah para lelaki sudah masuk masjid dan segera pulang terlebih dahulu sebelum laki-laki pulang, dan yang paling penting, wanita itu jauh lebih baik sholat di dalam rumahnya," ucap Ammar.
Tidak terasa mereka sudah sampai di tempat Azam. Azam menyewa kamar kost khusus untuk pegawai atau rumah tangga kecil. Tempat kost itu sangat luas, ada sekitar sepuluh kamar berjejer lima kamar di samping kiri dan kanan tempat parkir.
Azam membuka pintu kamar kost miliknya, ruangan itu berukuran cukup lebar, berukuran empat kali enam meter, dengan kamar mandi di sudut kanan ruangan, sebelahnya adalah dapur kecil lengkap dengan mini kitchen set dan wastafel untuk cuci piring, ada kulkas satu pintu, di sebelahnya ada penanak nasi ukuran kecil dan microwave untuk menghangatkan makanannya. Di seberangnya ada spring bed queen size yang tertata rapi dengan sprei dan bedcover warna abu tua menggambarkan sisi maskulinnya. Di samping bed itu ada nakas dengan lampu tidur minimalis dan beberapa buku dan Al Qur'an di atasnya.
Di sisi yang lain ada treadmill untuk berolahraga, dan di dinding sampingnya terpasang smart tv dan di bawahnya ada rak kecil berisi game console xbox one kesukaannya. Kamar itu terlihat sangat bersih dan rapi karena memang Azam sangat suka kebersihan.
Farhan dan Fahri langsung berlari menuju rak di bawah tv itu ingin segera bermain gim.
"Om, kita pengen main gim ini," ucap Farhan sambil menunjuknya.
"Hmm, Om gak yakin sama Mama dibolehin," ucap Azam.
"Mama kan gak ada, bolehlah Om, sekali aja," pinta Fahri.
"Ehmm gini aja, kalian hafalannya sampai surat apa?" tanya Azam.
"Baru selesai juz 30 Om, surat An Naba'," jawab Farhan, Fahri juga mengangguk mengiyakan.
"Kalau gitu kita main sambung ayat dulu ya terus kita main gim deh," ucap Azam.
"Oke, setuju!!" seru kedua anak itu. Azam pun memulai permainan sambung ayat. Azam membacakan potongan ayat, Farhan dan Fahri melanjutkannya bergantian, begitu terus sampai tak terasa azan Isya berkumandang. Kemudian Azam mengajak mereka sholat isya di masjid yang berjarak sekitar tiga rumah dari tempat kost nya.
Azam terkenal alim dan sopan dengan warga sekitar kost nya, dia ramah dan selalu menyapa warga ketika berjalan pulang dan pergi sholat ke masjid. Meski baru beberapa bulan dia kost di sana namun sudah sangat akrab dengan warga.
Sebenarnya dia juga punya rumah dengan mantan istrinya, namun dia jual karena sang mantan minta bagian harta gono gini, dia menurut saja daripada ribut, meskipun rumah itu dia beli sendiri dengan kerja kerasnya.
Selepas sholat Isya, Azam kembali ke tempat kost nya, dengan Farhan dan Fahri yang menggandeng tangannya di kanan dan kirinya.
Fahri dan Farhan langsung naik tempat tidur begitu memasuki kamar Azam.
"Lho kok langsung tidur, ngantuk ya," ucap Azam sambil menghangatkan tiga mug berisi susu uht low fat dalam microwave. Setelah selesai dia membawa ketiga mug itu ke dekat si kembar dan memberikan masing-masing satu mug.
"Apa ini Om?" tanya Farhan sambil menengok isi mug itu, Fahri juga ikut-ikutan menengok ke dalam mug dan mencium baunya.
"Hmm susu ya Om?" tanya Fahri.
"Iya, ayo diminum, jangan lupa baca Bismillah ya," ucap Azam.
"Bismillah," mereka pun minum susu bersama. Fahri dan Farhan menyerahkan mug kosong mereka kepada Azam dan langsung berbaring lagi. Azam menaruh mug-mug itu dalam wastafel, dan kembali menghampiri si kembar.
"Lho kok berbaring lagi, gosok gigi dulu dong," ucap Azam menarik mereka ke kamar mandi.
"Tapi kita gak bawa sikat gigi Om," ucap Farhan.
"Tenang aja, nih Om ada persediaan banyak," ucap Azam, sambil mengambil dua sikat gigi baru dari dalam lemari kecil yang menempel di dinding kamar mandinya. Kedua bocah itu meraihnya, dan segera melakukan ritual gosok gigi mereka bersama Azam.
"Om, bisa gendong kami ke tempat tidur?" tanya Fahri selsai menggosok gigi.
Azam terhenyak dengan pertanyaan Fahri, dia semakin sadar, kedua bocah ini sangat merindukan sosok ayah, apalagi mereka laki-laki, perlu ada role model untuk mereka.
"Hmm, okelah, mau gendong dua-duanya?" tanya Azam kembali.
"Iya.. iya...!!" seru kedua bocil itu kesenangan.
Mereka pun digendong Azam di kiri dan di kanan, lalu berjalan menuju tempat tidurnya. Dan menurunkan mereka di sana.
"Om Azam kok kuat banget, bisa gendong kita berdua," ucap Farhan.
"Om suka olah raga, jadi kuat gendong kalian, makanya kalau kalian ingin jadi kuat seperti Om, harus makan yang banyak dan berolahraga," ucap Azam.
"Mama kenapa lama banget sih, gak telpon- telpon," gerutu Fahri.
"Mungkin tamu pentingnya belum pulang, kalian tidur dulu saja, nanti kalau Mama kalian telpon biar Om yang jawab, ya," ucap Azam.
"Baik Om," sahut mereka berdua. Si kembar pub berbaring di sisi kanan dan kiri Azam. Azam setengah duduk di tengah mereka, dia membuka gawainya, rupanya ada pesan dari kakaknya.
📨 Bismillah, Dik besok datanglah ke sini untuk memeriksa laporan keuangan kebun apel, sekalian ayah dan ibu kangen sama kamu.
📨 Bismillah, iya Mas Amir, in syaa Allah aku ke sana.
Ammar meletakkan hp itu ke atas nakas dan hendak merebahkan tubuhnya dengan benar, namun suara dering hp si kembar membuatnya terbangun lagi, rupanya Silvira menelpon.
📲 "Halo Assalamualaikum sayang...," Ucap Silvira di seberang.
📲 "Waalaikumusalam," jawab Azam.
Silvira terdiam sejenak, dia sangat kaget dan malu karena Azam yang mengangkat telponnya, mana bilang sayang lagi, hadeh..
📲"Halo Assalamualaikum sayang...," Ucap Silvira di seberang.
📲 "Waalaikumusalam," jawab Azam.
Silvira terdiam sejenak, dia sangat kaget dan malu karena Azam yang mengangkat telponnya, mana bilang sayang lagi, hadeh..
📲 "Maaf Mas, aku gak tahu kalau yang angkat telfon Mas Azam, anak-anak bagaimana? Aku jemput sekarang ya," ucap Silvi.
📲 "Mereka sudah tidur, besok hari Ahad, bagaimana kalau mereka biar tidur di sini saja, besok pagi aku antarkan.
📲 "Apa gak malah ngerepotin Mas Azam, aku jemput saja ya,"
📲 "Ini sudah malam, kamu pasti capek, kamu istirahat saja, lagian aku senang ada mereka, aku gak sendiri lagi,"
Silvira kembali terdiam sejenak, hatinya tergetar mendengar Azam merasa senang dengan keberadaan Fahri dan Farhan di sana.
📲 "Baiklah kalau begitu, besok pagi-pagi ya Mas, karena mereka mau aku ajak ke klinik cabang di kota apel," Silvi akhirnya mengalah.
📲 "Iyakah, tadi barusan kakakku juga kirim pesan, besok pagi aku disuruh pulang lihat kebun, misal kita bareng gimana? Sekalian pengen bicarakan kelanjutan kita bagaimana,"
📲 "Ehm, gimana ya, aku gak enak Mas,"
📲 "Iya aku tahu kita harus jaga jarak, kamu ajak mbak yang di rumah saja buat nemani kamu biar lebih nyaman, aku pengen ngajak anak-anak ke kebun apel, terus kalian akan aku kenalkan ke orangtuaku,"
📲 "Iya sudah, tanya anak-anak dulu tapi, kalau mereka setuju aku ikut saja," pungkas Silveira.
Selesai menelpon, Silvi dan Azam mungkin punya pikiran yang sama tentang bagaimana kelanjutan hubungan mereka, mereka harus berani maju duluan, namun tetap menjaga syari'at. Karena jika menunggu Ammar dan Arum sebagai perantara mereka, bisa kelamaan, pasalnya mereka masih berduka.
Silvi dan Azam di tempat berbeda namun bersamaan memejamkan mata mereka. Beristirahat, mengisi energi kembali, karena esok hari adalah hari yang cukup mendebarkan bagi mereka, yaitu bertemu orang tua Azam.
🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏
Keesokan paginya Azam mengantarkan anak-anak pulang sekaligus menjemput Silvira untuk bersama-sama ke kota apel.
Mobil Azam memasuki halaman rumah Silvira. Azam dan si kembar segera turun dari mobil dan masuk ke rumah, di dalam ada bu Wati yang menyambut mereka.
"Assalamualaikum," ucap mereka.
"Waalaikumusalam," jawab bu Wati, sambil memandang kagum pria tampan yang datang bersama si kembar.
Oh ini rupanya calon suami mba Silvi, hihi ganteng juga, anak-anak juga kelihatan senang dengannya. Batin bu Wati.
"Bu Wati kok gak libur? Kan kalau Ahad biasanya libur Bu," tanya Farhan.
"Iya, hari ini bu Wati mau diajak mama pergi katanya," jawab Bu Wati.
"Oh, gitu, mama mana?" tanya Fahri.
"Masih di kamar, kalian ganti baju dulu ya, Pak silahkan duduk, tunggu sebentar di sini, mba Silvi masih bersiap," ucap bu Wati. Azam tersenyum dan duduk sesuai instruksi bu Wati. Anak-anak ke atas menuju kamar mereka untuk berganti baju.
Rumah Silvira tidak terlalu besar namun terlihat luas karena pintar menata rumahnya. Di sebelah ruang tamu ada ruang tv dengan karpet di depannya di tepinya ada dua box berisi mainan anak-anak, iya di situ biasanya Silvira menemani Fahri dan Farhan bermain. Di belakang ruang tamu ada ruang makan. Di antara kedua ruangan itu hanya tersekat buffett kaca tempat Silvi menaruh buku-buku yang dia punya. Ruang makan berhadapan dengan tangga menuju lantai atas. Di belakangnya ada dapur kemudian sebelahnya ada kamar mandi dan tempat mencuci.
Rumah itu dua lantai, namun hanya setengah luas lantai bawah yang dijadikan dua lantai, atap ruang tamu dan ruang makan menjulang tinggi hingga bisa melihat lantai dua. Di lantai dua terlihat tiga pintu, iya, itu kamar tidur. Dan di atas dapur ada mini gym, rupanya Silvi suka berolah raga juga seperti Azam.
Azam memandangi isi rumah itu, dan pandangannya terhenti ketika Silvira terlihat keluar dari kamarnya menuju kamar anak-anak.
Tak lama kemudian mereka semua turun ke bawah.
"Sudah siap semuanya?" tanya Azam.
"Sudah dong," ucap Fahri dan Farhan.
"Kita sarapan dulu Mas, sudah disiapkan bu Wati," ajak Silvi.
"Oh iya, baiklah," ucap Azam.
Azam mengikuti mereka ke meja makan. Meja makan itu berisi enam kursi, Azam diminta duduk di kursi paling ujung, di samping kanannya ada Farhan, dan di samping kiri ada Fahri. Silvira duduk di sebelah Farhan.
"Ini masakan bu Wati?" tanya Azam.
"Bukan, aku yang masak," jawab Silvi.
"Hmm, maa syaa Allah, enak, kamu pinter masak," ucap Azam sambil menyantap nasi dan sup ayam masakan Silvi. Silvi hanya tersenyum mendengarnya. Silvira memang sibuk, tapi sedapat mungkin dia memasak setiap harinya.
"Kalian senang tidur di tempat Om Azam?" tanya Silvi kepada kedua putranya.
"Iya seneng banget," jawab Fahri.
"Iya, pas mau tidur kita minum susu bareng, terus gosok gigi bareng, habis itu kita digendong langsung berdua ke kasur, Om Azam kuat," seru Farhan menimpali.
"Iyakah?" tanya Silvi memastikan anaknya benar-benar nyaman dengan Azam.
"Iya Ma, bener," jawab Fahri sambil mengunyah sarapannya.
"Terus kalian mau sama Om Azam terus?" tanya Azam.
"Iya dong, tapi eh Mama gimana?" jawab Farhan, namun dia masih memikirkan mamanya.
"Gimana kalau Om jadi Papa kalian?" tanya Azam. Silvira tersentak mendengar pertanyaan Azam, tak disangka dia secepat itu.
"Jadi Papa? Om mau menikah sama Mama?" tanya Fahri.
"Iya, boleh?" tanya Azam balik. Fahri dan Farhan saling berpandangan.
"Kalau Om menikah sama Mama, nanti tinggal di sini?" tanya Farhan.
"Bisa begitu, tapi kalau Mama keberatan, Om bisa belikan rumah baru untuk kita semua," ucap Azam. Sebenarnya dia juga deg-degan mengajukan pertanyaan itu kepada si kembar, bagaimana kalau ditolak, ah yang penting maju duluan.
"Kita suka sama Om Azam, kita juga senang tinggal dengan Om, tapi kita terserah Mama saja, kalau Mama mau kita juga mau Om nikah sama Mama," jawab Fahri.
"Oke, sekarang kita tanya Mama yuk, Mama mau gak nikah sama Om Azam?" tanya Azam sambil mengeluarkan kotak kecil dari saku celananya dan menyerahkannya ke Silvi.
Silvi sangat terkejut, sampai tidak bisa berkata-kata. Ditatapnya cincin emas sederhana dangan berlian di tengahnya. Tidak menyangka Azam akan melamarnya secepat itu.
"Ehmm, eh.. Ma maaf Mas, boleh aku jawab nanti saja?" ucap Silvi kemudian.
"Iya baiklah," ucap Azam. Merekapun melanjutkan sarapan mereka. Setelah sarapan Azam dan si kembar bermain di halaman, sedangkan sedangkan Silvira bersama bu Wati membereskan meja makan.
"Terima aja Mba, itu pak Azam kelihatannya juga baik, yang penting disukai anak-anak," ucap Bu Wati.
"Iya sih Bu, tapi belum tau gimana nanti, orang tuanya maukah menerimaku dengan kedua anakku?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!