Halo semua, bagaimana kabarnya? Semoga sehat terus dan selalu dalam lindungan Allah SWT, Amiin......
Jumpa lagi di karya author yang ke tiga.
Tak bosan bosan author meminta dukungan dari readers semua.
Karya ini masih kelanjutan dan berhubungan dengan karya author sebelumnya, Rafa & Ara.
Ikutin ya, jangan lupa tinggalkan jejak dukungannya😍
Next......
Di tempat parkir sebuah SMA Bergengsi.
"Raka.....!" panggil agak keras seorang wanita berumur 37 tahun pada seorang siswa muda berumur 16 tahun.
Yang di panggil langsung menoleh.
Dia sangat kenal dengan suara itu.
"Mama...!" ucapnya begitu melihat siapa yang memanggil. Dia tersenyum dan langsung melangkah sedikit cepat ke arah wanita yang di panggil MAMA. Begitu tiba di depan wanita itu, dia segera mengambil tangan kanan mamanya dan mencium punggung tangannya.
Wanita itu tersenyum menatap wajah tampan putranya.
"Mana adikmu nak?" tanyanya setelah lelaki yang bernama Raka mencium punggung tangannya.
Raka celingak-celinguk melihat ke arah pintu keluar sekolah. Matanya kelayapan mencari sesuatu, yaitu adik perempuannya.
"Tuh dia....!" tunjuk Raka pada seorang siswi yang tampak keluar dari pintu bersama dua orang temannya.
Wanita anggun berparas cantik meski usianya tiga tahun lagi memasuki kepala Empat, mengikuti arah telunjuk putranya.
Ara... AZAHRA Radya Almira tersenyum melihat putrinya.
"Rara....!" panggil Raka sedikit keras.
Siswi yang bernama Rara menoleh. Wajah manisnya mengulas senyum melihat ke arah mama dan kakaknya. Rara melambaikan tangan pada mereka berdua.
Dia pamitan pada kedua temannya, lalu segera mendekati Ara dan Raka.
"Mama....!" ucapnya tersenyum, lalu mencium tangan mamanya.
Keduanya saling bertatapan sejenak. Menatap wajah manis putrinya.
Kemudian menuju mobil, masuk dan meninggalkan tempat itu.
Dalam perjalanan mereka berbincang tentang kegiatan sekolah dan pelajaran hari ini. Serta rencana liburan akhir semester ganjil.
Sesekali saling bergurau dan bercanda.
Ara selalu menjemput anak anaknya jika punya waktu dan kesempatan di sela sela kesibukannya.
Saat melewati jalan yang agak sepi.
Ara menginjak Rem tiba tiba-tiba.
Bugh....
Terdengar bunyi seperti sesuatu yang di tabrak. Di susul pekikan dari depan mobil mereka.
Ketiganya terkejut.
"Suara apa itu?" tanya Rara. Melihat pada mama dan kakaknya bergantian.
"Entahlah, mama gak tahu. Tapi sepertinya mama menabrak sesuatu!" kata Ara tidak tenang. Dia sendiri bingung kok bisa menabrak sesuatu? Karena dia gak melihat ada orang di depan. Dan selama ini dia selalu hati hati dalam mengemudi.
Hah?
Raka dan Rara kaget saling berpandangan.
Mereka melihat ke depan.
"Biar mama periksa dulu!" kata Ara hendak membuka mobil untuk turun.
Tapi gerakannya terhenti ketika Raka menahan tangannya. Raka melihat sebuah mobil berhenti di arah seberang jalan. Dia khawatir penumpang mobil itu akan menyalahkan dan menyakiti mamanya.
"Ada kecelakaan!" teriak sopir melihat tubuh terkapar di depan mobil mereka.
Penumpang mobil tersebut langsung keluar dan menuju ke arah mobil Ara. Empat Pria bertubuh kekar.
Beberapa detik berlalu, muncul mobil yang lain dan ikut berhenti.
Rara jadi takut, begitu juga dengan Ara.
Melihat orang mulai berdatangan.
"Mama tenang....!" Raka menenangkan keduanya melihat ketakutan di wajah mereka. Dia memegang kedua tangan wanita itu.
"Hey, buka pintunya!" terdengar suara keras dari luar di disertai ketukan keras pada jendela mobil.
Mereka tersadar melihat sudah ada beberapa pria yang berkumpul di depan mobil mereka.
"Cepat keluar!" kata salah seorang di antara mereka.
"Aduh....gimana nih? Rara takut!" Rara ketakutan di tempat duduknya.
Ara juga semakin cemas dan tidak tenang.
"Tenanglah, aku akan keluar. Mama dan Rara di dalam saja." kata Raka berusaha kuat meski dia sendiri tidak tenang.
"Tidak Raka...kamu temani adikmu saja di sini! Mama yang akan keluar. Mama....!"
"Aku yang akan menanganinya, percaya deh sama aku!" potong Raka segera. Dia tahu saat ini mamanya juga sangat takut di lihat dari tangannya yang gemetar.
Ketukan keras pada pintu mobil kembali mengangetkan mereka. Ara dan Rara menjerit ketakutan. Keduanya saling berpelukan.
"Cepat keluar!" teriakan dari luar.
Raka hendak membuka pintu mobil.
"Raka....nanti mereka akan berbuat jahat kepadamu. Biar mama saja nak, mama nggak ingin kamu kenapa napa! Mama yang menabrak, maka mama yang bertanggung jawab!" Ara menahan tangannya.
Raka tersenyum berusaha tenang agar mamanya tidak khawatir.
"Mama jangan cemas. Percayalah padaku. Aku tidak akan apa apa!" dia lebih khawatir jika mamanya yang turun. Khawatir orang orang itu akan menyakiti mamanya.
Ara menatap wajah putranya semakin khawatir.
Dia geleng-geleng kepala meminta Raka untuk tidak keluar.
"Di antara kita harus tetap keluar untuk menyelesaikan masalah. Aku harus keluar sebelum mereka semakin brutal merusak mobil dan menyakiti kita semua. Biar aku yang menghadapi mereka. Begitu aku keluar... cepat kunci pintu mobil!" Raka mengecup tangan mamanya. Lalu menatap wajah Rara yang pucat. Dia mengusap lembut wajah pucat adiknya, berusaha tersenyum untuk menenangkan. Lalu segera membuka pintu dan turun.
Ara dengan gerakan cepat mengunci pintu mobil otomatis.
"Ada apa pak?" tanya Raka berusaha tenang. Tubuhnya langsung di tarik kasar beberapa pria ke depan mobil.
Raka terkejut melihat seorang wanita yang terkapar di bawah depan mobil mereka. Di sampingnya ada gadis sebaya dirinya yang menangisi wanita itu. Sepertinya wanita itu adalah ibunya mendengar sang gadis memanggil IBU untuk bangun.
Gadis itu menatap Raka seraya mengedipkan matanya berulang seolah memberi isyarat pada dirinya.
"Bocah ingusan. Mobil kalian menabrak wanita ini. Kau harus tanggung jawab." kata seorang pria di antara mereka kasar.
Raka menurunkan tubuhnya dan mendekati tubuh wanita itu. Dia meriksa denyut nadi.
Seseorang pria menariknya dengan kasar.
"Mobil kalian telah menabrak wanita ini. Kalian harus tanggung jawab!" menatap tajam pada Raka. Yang lainnya ikut mendesak Raka.
"Iya....kami akan tanggung jawab. Tenang dulu. Saya akan segera menghubungi ambulance untuk membawa ibu ini ke rumah sakit!"
Raka merogoh ponselnya di saku celananya.
"Lihat...bukan dia yang menyetir mobil." kata pria lain melihat pada Ara yang duduk di belakang setir.
Mereka ikut menoleh dan mendekati pintu Ara.
"Hey, keluar kau. Kau harus tanggung jawab!" teriak mereka mengetuk keras pintu mobil.
"Pak.... siapapun yang menyetir, kami akan tanggung jawab. Tolong Jangan kasar begitu. Kami akan tanggung jawab. Saya juga akan menghubungi pihak kepolisian!" kata Raka.
"Wanita tidak berperasaan. Menabrak orang malah mengurung diri di dalam. Bukannya turun dan melihat!" kata yang lain, Alih-alih mendengar perkataan Raka.
"Cepat turun!"
"Turun....!"
"Turun...!"
"Turun atau kami akan hancur kan mobil ini!" Menggoyang goyangkan mobil Toyota Alphard mewah tersebut. Lalu mengetuk keras kaca mobil. Bahkan sudah ada yang menggunakan batu. Sebagian dari mereka menahan Raka yang berusaha menenangkan mereka untuk sabar dan berpikir jernih.
Di dalam mobil, Rara menahan Ara untuk tidak turun.
"Mama harus turun nak!" kata Ara.
"Tapi bagaimana jika mereka nyakitin mama? lihat mereka sangat brutal!" kata Rara ketakutan.
"Mama akan bicara baik baik. Mereka menahan kakak mu. Mama khawatir mereka akan nyakitin kakak kamu. Kita juga harus segera membawa ibu itu secepatnya ke rumah sakit!" kata Ara menjelaskan.
"Kamu tetap di dalam sini jangan keluar."
"Tapi ma...!"
"Teruskan menghubungi papa mu!" sejak tadi mereka menghubungi Rafa tapi tidak di angkat. Mungkin Rafa lagi sibuk.Tapi sesibuk apapun Rafa tetap akan mengangkat telepon dari mereka, tapi entah kenapa kali ini tidak.
Ara segera turun.
Begitu turun dia langsung di tarik kasar oleh mereka.
"Hey, jangan kasar seperti itu." Raka langsung menggunakan seluruh kekuatannya melepaskan diri dari pegangan mereka.
Dia tidak terima mamanya di perlakukan kasar seperti itu.
"Tolong jangan kasar pada mama saya!" teriaknya. Raka segera menarik tubuh Ara dari pegangan mereka dan menaruh di belakangnya.
"Saya kan sudah bilang akan tanggung jawab. Saya sudah menghubungi ambulance dan pihak kepolisian. Sebentar lagi mereka akan tiba. Tolong Jangan seperti ini. Atau kalau anda mau, kita bawa ibu ini ke rumah sakit sekarang juga menggunakan mobil kami." sarannya.
"Ah.. banyak bacot lo....!" sala seorang di antara mereka melayang kan tangan ke wajahnya.
Raka meringis merasakan sakit di wajah.
"Raka....!" pekik Ara memegangi wajah Raka
"Tolong jangan seperti ini. Kami sudah katakan akan bertanggung jawab sepenuhnya. Kenapa kalian masih melakukan kekerasan?" Ara menatap mereka satu persatu.
"Dari pada ribut seperti ini, lebih baik kita segera selamatkan ibu ini dan membawanya ke rumah sakit sebelum terjadi sesuatu yang lebih buruk padanya!" katanya kembali.
Mereka tak menggubris perkataan Ara.
Sala seorang di antara mereka melayangkan pukulan ke wajah Raka. Dengan sigap Raka menangkis. Terjadi adu jotos di antara mereka. Raka berusaha melindungi dirinya dari serangan yang datang bertubi-tubi.
Dia bingung kenapa orang orang menyerangnya dan bukan khawatir dengan keadaan wanita yang tergeletak di jalan.
Jeritan ketakutan Rara dari dalam mobil mengalihkan perhatian mereka. Beberapa pria segera membuka mobil dan menariknya kasar.
"Mama.....!!!!" Rara semakin takut.
"Rara.....!!!!"
"Cepat ambil alih kemudinya. Sebelum ambulance dan polisi datang!" seseorang dari mereka memberi isyarat.
"Ada apa ini?" batin Raka mendengar ucapan mereka. Dia melihat pada gadis itu. Gadis itu menggeleng cepat dengan wajah sedih memelas. Lagi lagi Raka tidak mengerti dengan isyarat itu.
"Mama...." jerit Rara memanggil Ara ketika di paksa keluar dengan kasar dari mobil. Gadis itu menangis ketakutan.
"Rara....!" pekik Ara
"Rara....!" teriak Raka.
Tendangan keras melayang di wajah Raka tidak sempat di hindari karena menolong Rara.
"Siapa sebenarnya kalian? apa mau kalian?" sentak Ara melihat sesuatu yang tidak baik dari mereka.
"Cepat urus mereka, lalu segera tinggalkan tempat ini!" kata Salah seorang pria lalu langsung duduk di belakang kemudi dan melarikan kendaraan mewah milik Ara setelah terlebih dahulu menarik paksa tubuh wanita yang terkapar bersama anak gadisnya.
Sekarang Ara dan Raka sadar kalau orang orang itu adalah perampok yang bekerja sama dengan menggunakan modus tabrakan pura pura.
Raka berusaha menghentikan mereka dengan terus melakukan perlawanan pada empat orang perampok yang tertinggal.
Dua orang di antara mereka menyeret Ara dan Rara masuk ke dalam mobil mereka.
"Lepas..... jangan sakiti anak anakku!" sentak Ara berusaha melepaskan diri.
Dari arah depan muncul sebuah motor sport dengan kecepatan tinggi. Dan berhenti tepat di depan mereka. Seorang pemuda tampan pengendaranya menggunakan helm tertutup turun. Dia berlari cepat, lalu melompat dan melayangkan tendangan keras pada perampok yang menahan Ara dan Rara.
Kedua perampok itu jatuh terjungkal ke tanah.
"Berandalan tengik, beraninya kalian menyakiti mama dan adikku!" umpat pemuda itu.
"Kak Riez....!" ucap Rara mengenal pemuda itu yang merupakan kakak tertua nya.
"Rara sayang....mama!" Riez langsung memeluk adik dan mamanya.
"Kalian baik baik saja?"
"Kami baik nak, cepat tolong adikmu!" kata Ara menunjuk pada Raka yang kewalahan melawan empat orang perampok.
"Baik ma, tunggu di sini...." Riez melangkah cepat mendekati Raka.
"Hay dek...apa kau butuh bantuan?" tanyanya seraya menyaksikan pertarungan yang tidak seimbang.
"Kak Riez...!" sapa Raka begitu melihat keberadaan kakaknya. "Kalau kakak tidak keberatan!" sambungnya kembali.
"Dengan senang hati!" kata Riez tersenyum dan segera bergabung. Dia menyerang membabi buta dengan gerakan tubuhnya yang lincah. Akhirnya dengan kemampuan ilmu bela diri yang dimiliki oleh keduanya, para perampok itu berhasil di lumpuhkan dan kabur.
Ara menyuruh untuk membiarkan mereka pergi, tak perlu di kejar lagi.
Terdengar bunyi klakson mobil.
Mobil Ara yang di bawah kabur oleh perampok tadi berhenti tepat di depan mereka.
Lalu keluar lah seorang pemuda tampan dengan senyuman di wajah.
"Ryan...." ucap Ara.
"Maaf ya ma....kami terlambat datang menolong kalian! Nih mobil mama aku kembalikan!" katanya.
Pemuda bernama Ryan itu mendekat dan langsung memeluk Ara dan Rara bergantian.
"Adikku sayang....kamu pasti ketakutan. Makanya denger tuh kata papa untuk belajar ilmu bela diri!"
Rara menatap cemberut.
"Kakak kemana aja sih? para perampok itu jahat dan nyakitin kami! lihat tuh kak Raka....kasihan tubuhnya babak belur gitu. Rara takut mereka akan membunuh kami bertiga!" sungut Rara menatap kesal pada kedua kakaknya, Riez dan Ryan.
Kedua kakaknya itu tertawa kecil melihat wajah kesalnya. Seperti di komando, keduanya mengangkat tubuh adiknya ini tiba tiba. Di lempar ke sana kemari, dan di tangkap keduanya dengan kuat. Membuat gadis itu kaget dan menjerit jerit minta di turunkan karena takut jatuh.
"Sudah sudah....yang penting kita baik baik saja. Bersyukurlah Allah masih menyelamatkan kita hari ini! Sekarang mari kita ke kantor papa." kata Ara menatap wajah tampan ketiga putranya bergantian. Serta wajah manis putrinya yang masih cemberut.
Wajah ke empat anaknya yang hampir sama.
Riez anak tertua dia dan Rafa.
Terus Ryan anak kedua.
Raka anak ketiga dan terakhir adalah Rara.
Ke empat anak mereka saling menyayangi dan melindungi satu sama lain. Meski terkadang sering bertengkar dan saling menjahili.
Dan terlebih lagi ketiga putranya ini sangat menyayangi dan memanjakan adik perempuan semata wayang mereka.... Rara.
Raka dan Rara memilih di sekolah yang sama. Raka memilih satu sekolah dengan adik perempuannya ini untuk menjaganya. Sedangkan Riez dan Ryan memilih di sekolah yang berbeda.
"Benar.... ayo kita ke kantor papa. Rara kangen banget sama papa!" ujar Rara teringat Rafa yang sebulan belakangan berada di Australia karena perjalanan bisnis. Dan baru tiba dua jam lalu di kantor pusat RA Group.
Tak langsung pulang ke rumah, Rafa malah menuju kekantor karena harus mengadakan rapat mendadak dengan para direkturnya dari perusahaan cabang dan anak perusahaan dari seluruh daerah tanah air. Mereka telah menunggu dirinya sejak pagi.
Untuk kejadian buruk yang terjadi hari ini, Ara meminta kepada anak anaknya untuk tidak memberi tahukan kepada papa mereka. Dia tidak ingin menambah beban dan membuat Rafa khawatir. Karena dia tahu suaminya itu lagi pusing dan terbebani dengan begitu banyak pekerjaan. Di tambah lagi Wisnu tidak berada di sampingnya. Setelah menemani Rafa ke Australia, Wisnu tidak ikut pulang. Dia meminta izin untuk mengunjungi keluarganya di Amerika.
Hanya Rara dan Ara yang datang berkunjung ke kantor Rafa. Ketiga pemuda itu langsung pulang ke rumah untuk mengobati luka kecil dan lebam di tubuh Raka. Dan juga menghindar dari papa mereka dengan keadaan Raka yang kacau.
****
Tinggalkan jejak dukungannya ya 😍
Kantor pusat RA Group.
Rafa segera menyelesaikan rapatnya. Dia langsung menuju ruang kerjanya karena tak tahan ingin bertemu dengan istri dan putrinya.
Sebulan di Australia membuatnya rindu pada dua wanita itu.
Terutama dengan Rara yang selalu menghubunginya karena sangat rindu dengannya.
"Akh....anak itu meski sudah besar masih saja manja!" guman Rafa tersenyum mengingat putrinya yang kini sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan manis. Sikap dan sifatnya yang lembut serta mata teduhnya menurun dari Ara.
Begitu tiba di ruangan. Dia melihat dua wanita yang di kasihi nya itu sedang duduk di Sofa sambil menikmati minuman.
"Papa." ucap Rara senang begitu melihat Rafa masuk.
Rara langsung bangkit berdiri. Dia tersenyum senang. Ara juga tersenyum melihat suaminya.
Rara melangkah mendekati papanya. Tak sabar ingin memeluk.
"Sayangnya papa....!" ucap Rafa tersenyum.
Dia juga melangkah menuju pada Rara, tapi langkahnya terhenti dengan masuknya seorang gadis memanggil dirinya. Gadis itu langsung melangkah cepat pada Rafa dan memeluk.
"Daddy....!"
Rafa kaget.
Sementara Rara urung melangkah mendekati papanya. Perlahan dia menurunkan ke dua tangannya yang sudah terbuka untuk memeluk.
"Cia....!"
"Hiks...hiks....Daddy...!" Cia menangis kecil.
"Kenapa sayang?" Rafa langsung memeluknya seraya melirik sekilas pada Rara yang tampak kecewa. Tapi dia tahu putrinya itu selalu mengerti dan mengalah pada kakak sepupunya ini.
Dari kecil sampai di usianya yang sudah menginjak 27 tahun, Cia masih sangat manja pada dirinya dan Ara. Manjanya bahkan melebihi Rara. Maklumlah dari kecil dia dan Ara sangat memanjakan gadis ini. Tapi masih dalam batas yang wajar.
Cia terus menangis kecil. Rafa bingung.
Ara melangkah mendekat mereka.
Sedangkan Rara perlahan melangkah ke sofa dan duduk kembali. Sepertinya Kakak sepupunya ini lebih butuh papanya sekarang.
Entah ada masalah apa lagi hingga membuatnya sedih dan menangis seperti itu. Dan ini bukan kali pertama kakak sepupunya begini.
"Ada apa sayang? Kenapa Cia menangis?" Ara bertanya seraya mengelus punggung Cia lembut.
"Hiks hiks.... kenapa Daddy baru pulang sekarang? Daddy lama amat perginya. Cia sangat butuh Daddy!" ngambek Cia menatap cemberut pada Rafa mengabaikan pertanyaan Ara.
Rafa dan Ara saling menatap bingung.
"Cia kan bisa ngomong sama ante Ara kalau butuh sesuatu!" kata Rafa.
Tangis Cia semakin menjadi. Keduanya tambah bingung. Ara memberi isyarat untuk mengajak Cia duduk.
Rafa mengangkat dan menggendongnya duduk di sofa. Ara mengambil minum dan di berikan pada Cia.
"Cia minum dulu ya...biar tenang!" katanya melihat Cia masih terisak.
Rafa menerima air itu lalu diminumkan pada Cia pelan pelan.
Sedangkan Rara hanya diam di tempat duduk memperhatikan mereka.
Ara segera duduk di samping Cia.
Mengelus punggung Cia yang kembali memeluk Rafa.
"Ada masalah apa sayang? kok gak ngomong sama ante?"
"Saat ini aku butuh Daddy ante. Aku mau Daddy menghajar bajingan itu! Kalau ante pasti nggak bisa." kata Cia.
Dahi Ara mengerut. Begitu juga Rafa. Sekarang mereka mengerti penyebab kesedihan anak ini.
"Siapa yang harus Daddy hajar sayang?" tanya Rafa.
Cia mengangkat tubuhnya, lalu menatap wajah Daddynya.
"Bajingan itu Daddy. Dia menghianatiku. Hiks hiks.....Aku sakit hati Daddy, aku membencinya. Aku ingin memberinya pelajaran! tapi aku tak mampu! hiks hiks!" Cia semakin menangis.
Rafa mengerti penyebab permasalahannya, penghianatan yang di lakukan kekasihnya.
"Baiklah.....! Daddy akan kasih balasan setimpal kepadanya. Beraninya bajingan itu nyakitin dan membuat putri Daddy menangis! Daddy tidak akan mengampuninya." katanya kemudian dengan menahan amarah. Rafa yang sangat tidak suka jika ada orang yang menyakiti keluarganya. Apalagi sampai menangis mengeluarkan air mata seperti ini.
"Benar Daddy?" wajah Cia langsung merekah.
Rafa mengangguk.
Ara melongo mendengar ucapan suaminya.
Dia melirik tajam pada Rafa. Rafa buru buru mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari lirikan tajam istrinya.
"Aku ingin Daddy patahkan kakinya agar tidak bisa berjalan. Potong lidahnya agar tidak menebar rayuan gombal lagi pada setiap wanita." kata Cia dengan emosi menggebu gebu.
"Cia sayang. Apa Cia sudah lupa pesan paman Raka dulu?" kata Ara yang terkejut dengan keinginannya.
Cia menatap wajah Ara. Tentu saja dia selalu ingat pesan almarhum pamannya Raka dulu. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan. Jangan membalas keburukan seseorang. Sejak duduk di kelas dua SD, mereka sadar dan tahu kalau paman baik mereka itu telah pergi meninggalkan dunia untuk selama lamanya. Bukan pergi ke tempat jauh seperti kata mereka.
Cia kembali menangis dan terisak. Dia kembali masuk ke pelukan Rafa.
"Tapi hati aku terlalu sakit ante. Mereka berpelukan, berciuman di depan ku! Huuuuuu, sakit ante! Aku ingin membalas mereka." Cia kembali menangis.
"Brengsek." umpat Rafa dengan tangan terkepal kuat. Dia tahu siapa laki laki itu. Setiap pria yang dekat dengan Cia di diketahuinya. Karena dia selalu mengawasi kehidupan anak anaknya lewat anak buahnya.
Termasuk kejadian buruk yang terjadi hari ini. Dia tidak ikut campur dengan melibatkan anak buahnya yang mengikuti dari jarak jauh, karena dia tahu ketiga putranya bisa menangani para perampok itu.
Ara menatapnya sesaat sambil menggelengkan kepala. Lalu kembali mengelus rambut Cia.
"Cia harus sabar sayang. Ante mau tanya, apa benar kamu sangat bencinya? kali aja kamu lagi emosi saat ini nak!" kata Ara dengan lemah lembut.
Cia berbalik menatap Ara.
"Aku benci banget ante! Aku gak mau lagi sama dia! Aku udah mikir banyak kali! Pecundang itu lebih memilih dan membela selingkuhannya dari pada aku. Sakit Ante, sakit...hiks hiks!" kata Cia seraya menekan dadanya.
"Benar....?"
Cia mengangguk.
"Kalau begitu Ikhlaskan dia. Mungkin dia bukan orang yang terbaik untuk Cia. Tak perlu membalas apa yang dia lakukan." Ara memegang wajahnya lembut.
"Sayang....kamu tuh sangat cantik tanpa kekurangan. Kamu juga anak baik dan cerdas. Di luar sana masih banyak pria baik yang mau sama Cia. Ante yakin, Allah telah menyiapkan seseorang yang lebih baik untuk kamu!"
"Gak usah sedih gitu.... lihat tuh cantiknya jadi berkurang...!" Ara tersenyum seraya menyapu sisa Air matanya.
"Ante mu benar. Rugi amat nangis ngeluarin air mata buat buaya kayak gitu. Emang siapa dia? Cih...!! Cia harusnya senang karena Allah telah memperlihatkan sifat buruk bajingan itu! Bajingan itu gak pantas untuk putri Daddy! Banyak kok pria yang menginginkan dirimu!" sambung Rafa membelai lembut rambut keponakannya yang sampai saat ini masih menganggap dirinya ayahnya. Meski Cia sudah tahu ayah kandungnya yang sebenarnya adalah Revan.
"Sayang, membalas orang yang nyakitin kita bukan harus dengan keburukan. Doakan yang terbaik untuknya. Semoga dia sadar dan berubah. Dan balasannya adalah seribu kebaikan yang akan berbalik pada kamu!" kata Ara kembali.
"Baik ante, Daddy.....! Cia akan tinggalkan dia dan meluapkannya! Cia iklhas!" kata Cia lemas.
Rafa dan Ara tersenyum senang.
"Nah gitu dong, itu baru namanya putri Daddy. Cia harus tetap kuat, jangan lemah begitu! Kemarilah.... Daddy kangen sama kamu!" kata Rafa.
Cia berbalik dan naik ke pangkuan Daddynya. Seperti kebiasaannya sejak kecil, suka duduk di pangkuan Rafa dan ngecup ngecup wajah Rafa walau sudah gede begini.
Rafa memeluknya penuh kasih sayang dalam beberapa saat, hingga akhirnya gadis itu turun dari pangkuannya dengan wajah yang sudah segar di hiasi senyuman.
"Aku mau keluar....tadi udah janjian sama teman teman untuk bertemu!" katanya.
"Apa hatinya Udah baik?" tanya Ara menebak suasana hati gadis ini.
"Udah ante... jangan khawatir. Aku baik baik saja!" jawab Cia mengulas senyum.
"Hati hati di luar, lakukan hal yang baik meski saat ini kamu lagi patah hati. Pergilah untuk menghibur dirimu. Ingat ya, jangan melakukan hal buruk yang bikin Daddy kecewa!" ujar Rafa.
"Iya Daddy!" Cia segera melangkah keluar setelah melambaikan tangan pada Rara yang di tanggapi Rara dengan senyuman.
Rafa mengantarnya sampai ke pintu.
"Kemarilah sayang....!" kata Rafa menatap pada putrinya sambil tersenyum. Dia membuka kedua tangannya lebar. Pelukan yang hendak di berikan tadi tapi tertunda karena kedatangan Cia.
Rara tersenyum, bangkit dari duduknya dan melangkah cepat ke arah papanya dan masuk ke dalam pelukannya.
Rafa memeluk putrinya hangat. Berulangkali dia mencium puncak kepala putrinya.
"Rara kangen sama papa!" memeluk papanya erat.
"Papa juga kangen sama kamu sayang. Maaf ya, papa lama perginya!" Rafa mengecup kening, kedua pipi, hidung dan bibir putrinya. Hal yang biasa selalu di lakukan.
"Papa punya sesuatu untukmu!" Menatap mata teduh putrinya yang menenangkan sama seperti milik Istrinya.
"Rara kan sudah bilang, Rara gak butuh buah tangan. Melihat papa kembali dengan sehat tak kurang apa pun Rara sudah senang dan bersyukur!" kata Rara kembali memeluk papanya.
Rafa terharu mendengarnya.
Rafa memeluk erat putrinya. Keduanya berpelukan agak lama melepas kerinduan.
Ara menyaksikan dengan senyuman keharuan.
Rara melepaskan pelukannya. Karena dia tahu ada orang lain yang juga rindu pada papanya, yaitu mamanya.
Rafa menoleh pada wanita cantik anggun mempesona dengan balutan hijabnya, yang sedang duduk dengan senyuman indah di wajah. Rafa sangat rindu dengan sosok ini. Segera dia melangkah mendekati istrinya.
"Sayangku......!" memegang wajah Ara, mendaratkan kecupan lembut di kening dan bibir istrinya.
"Aku sangat merindukanmu sayang!" lalu memeluknya, menyesap aroma wangi tubuh wanitanya ini.
*****
Happy reading, semoga kalian suka.
Rumah pribadi pagi hari.
Setelah melaksanakan shalat subuh, Rafa kembali mengajak istrinya ke tempat tidur. Meski Ara berulang kali menolak. Tapi Rafa memaksanya dengan mengangkat paksa tubuhnya ke ranjang.
"Aku masih merindukan mu sayang! Aku mau jatahku yang sebulan kepergian ku ke Australia."
Ara melongo. Lalu menatapnya masam.
"Apa kakak nggak capek?"
"Nggak...! Aku kan udah bilang, kamu tuh kekuatan ku, semangat hidup ku." jawab Rafa tersenyum.
Ara mendesis kesal.
"Ingat umur kak, anak anak udah pada gede. Mesumnya masih aja belum hilang."
Rafa terkekeh mendengarnya.
Dengan gerakan cepat dia naik ke atas tubuh istrinya dan menyerang kembali. Melakukan Kembali percintaan seperti semalam sampai wanita ini benar benar terkulai lemas tak berdaya. Meski semalam sudah melepas kerinduan dengan melakukannya hingga sampai jam dua pagi, Rafa masih tetap rindu dengan tubuh istrinya yang seperti candu baginya. Dia tidak akan pernah bosan dengan keindahan di depannya ini. Dia sangat memuja tubuh indah istrinya ini.
Sejam lebih berlalu.
"Kak, aku mau ke kamar mandi." kata Ara lemah.
"Bentar sayang....! Biarkan seperti ini sejenak!" kata Rafa memeluk kuat tubuh Ara yang berada di atas tubuhnya seraya mencium puncak kepalanya. Karena sejujurnya dia sangat rindu dengan istrinya.
"Nanti anak anak pada kesini. Terutama Rara. Anak itu suka nyelonong masuk tanpa ngetuk!"
"Pintunya terkunci sayang! Mereka nggak akan bisa masuk!"
"Kode pinnya kan di ketahui mereka!"
"Aku telah menggantinya semalam. Mereka pasti ngerti kok sama kita! Mereka bukan anak anak lagi!
"Rara tuh masih polos, beda sama ketiga kakaknya!"
"Dan tetap saja kita harus bangun. Aku mau melihat mereka. Juga pergi ke dapur mengecek makanan yang di masak koki! Kakak juga harus ke kantor kan? ini udah jam 7."
Seharusnya jam tujuh begini mereka sudah berkumpul di meja makan.
"Lepas kak....aku mau melihat anak anakku!" Ara kembali kesal karena suaminya malah semakin memeluknya. Dia berusaha keluar dari dekapan suaminya.
Rafa mengalah. Dia segera mengangkat istrinya ke kamar mandi tanpa melepas penyatuan tubuh mereka.
Keduanya berendam di dalam bathtub, saling berhadapan dengan tubuh polos yang tertutup oleh busa hingga dada. Ara duduk di pangkuan Rafa sambil mencukur kumis dan jenggot suaminya yang sudah rimbun. Selama di Australia Rafa tidak pernah mencukur kumis dan jenggotnya.
Dia hanya ingin Ara yang membersihkan wajahnya. Sejak dulu seperti itu.
Ara melakukannya dengan hati hati dan berusaha fokus sambil menahan segala rasa akibat ulah jahil tangan suaminya yang kelayapan menjalar ke bagian bagian tubuh sensitifnya.
Berulangkali Ara menepis tangannya. Tapi tangan itu kembali merayap nakal. Akhirnya Ara membiarkannya dengan menahan sekuat hati untuk tidak mengeluarkan lenguhan yang akan memancing gairah suaminya. Karena sejujurnya dia sudah tidak mampu jika harus melayani suaminya lagi.
"Kak....!"
"Hmmm....!" jawaban Rafa merem melek menikmati sentuhannya sendiri pada tubuh istrinya.
"Aku mau mengatakan sesuatu."
Rafa membuka matanya yang terpejam. Matanya langsung di suguhkan beberapa tanda merah di sekitar dada dan leher istrinya. Wajahnya langsung tersenyum melihat hasil karyanya itu.
"Apa sayang?" tanyanya tanpa berhenti menyentuh dan bermain pada buah kesukaannya. Buah itu tetap kencang.
Karena setelah anak anak mereka berhenti menyusu di usia dua tahun, Ara rajin melakukan perawatan tubuh. Makanya tubuhnya tetap indah dan kencang meski anak anak mereka sudah besar.
"Ini mengenai Rara....!" kata Ara menahan lenguhannya.
"Rara?" ulang Rafa.
Ara mengangguk pelan.
Keduanya saling menatap.
"Ada apa dengannya?"
"Sekolahnya mendapat liburan panjang. Dia ingin menggunakan liburannya dengan pergi ke Eropa." kata Ara pelan pelan.
"Eropa?" ulang Rafa. Untuk pertama kalinya putri bungsunya itu ingin ke luar negeri. Selama ini mereka selalu mengajak Rara untuk liburan ke luar negeri tapi tak mau. Dia lebih memilih tinggal di rumah dan liburan di negeri sendiri.
"Apa kakak ngizinin?" tanya Ara.
"Kamu sendiri ngizinin nggak? apa hatimu rela melepasnya pergi jauh seorang diri ke luar negeri?" Rafa balik bertanya. Karena dia tahu Ara tidak tahan jauh jauh dan berpisah terlalu lama dengan anak anaknya. Makanya ke empat anak mereka itu batal melanjutkan sekolah ke luar negeri dengan alasan mereka masih kecil dan belum bisa mandiri. Padahal yang sebenarnya istrinya ini tidak tahan rindu berpisah. Bahkan ketika di suruh memilih antara suami dan anak, Ara malah lebih memilih berjauhan dengan dirinya tapi tidak dengan anak anaknya.
Ara membuang nafas berat. Dia meletakkan alat cukur.
"Dia terus memaksa. Untuk pertama kalinya dia meminta hal ini! Selama ini Rara selalu menolak saat kita ajak ke luar negeri. Dan sekarang dia sendiri yang meminta. Sementara aku berat melepasnya!" katanya sedih.
Rafa memegang wajahnya lembut.
"Sayang, anak anak kita bukan anak kecil lagi. Mereka sudah besar. Kau harus mulai belajar dan membiasakan diri tanpa mereka. Suatu saat nanti mereka akan pergi meninggalkan kita untuk hidup bersama pasangan mereka!" katanya pelan seraya menatap mata istrinya yang telah basah.
Ara tak tahan untuk menangis.
Air matanya mengalir.
Suaminya memang benar.
Dulu saat Cia curhat sudah punya pacar kepada dirinya, hatinya jadi sedih dan kepikiran terus. Artinya tidak lama lagi Cia akan menikah dan akan ikut pergi bersama suaminya. Meninggalkan dirinya, meninggalkan mereka semua.
Cia meski bukan anaknya, tapi dia sudah menganggap gadis itu seperti putri kandungnya sendiri sama seperti Rara.
Karena selama ini, Cia lebih dekat dengan dirinya dari pada Nesa ibu kandungnya.
Rafa menghapus air matanya, lalu segera memeluknya.
"Sayang..... jangan menangis! Rara akan baik baik di sana. Kita punya beberapa rumah di sana, hotel villa, apartemen juga yang lainnya. Rara tinggal pilih mau tinggal di mana. Ada pelayan yang akan menemani dan melayaninya."
Rafa melepas pelukannya, menatap lembut wajah istrinya.
"Ada Cio juga di sana. Rara bisa tinggal di rumahnya. Cio akan menjaganya. Tanpa diminta pun, kakaknya itu pasti akan menjaganya dengan baik. Hanya saja sekarang ini Cio lagi di Australia. Tapi kalau kita katakan Rara ada di Eropa, dia pasti akan balik ke Eropa."
Ara menatap suaminya.
"Tapi apa Rara mau tinggal bersama Cio? kita sendiri tahu Rara benci pada Cio. Sudah 12 tahun berlalu kebencian itu belum hilang. Rara bahkan nggak mau melihat dan bertemu lagi dengan Cio! Mulutnya nggak pernah menyebut nama Cio dan menanyakan kakaknya itu. Aku yakin Rara pasti sudah melupakan Cio dan tak mengingatnya lagi." kata Ara menatap lekat wajah suaminya.
Rafa membuang nafas berat.
Rara memang membenci keponakannya itu. Saking bencinya pada Cio, Rara tidak mau memakai nama Khanza pemberian Cio kepadanya.... Khanza Ghaniya Artawijaya. Dia membenci nama itu dan menggantinya dengan Rara.
Bahkan orang orang rumah juga kena amarahnya bila masih memanggilnya dirinya dengan nama itu.... Khanza.
Sebelumnya keduanya berhubungan sangat baik layaknya kakak dan adik kandung. Cinta dan kasih sayang yang tulus di antara mereka sebagai saudara.
Tapi semuanya hilang setelah terjadi insiden buruk pada Cio ketika dia duduk di bangku kelas tiga SMP. Insiden yang membuat Cio Amnesia.
Cio yang hilang ingatan membuatnya tak mengenal Khanza lagi. Kebiasaan mereka yang selalu berhubungan lewat telepon setiap saat tak ada lagi. Hal itu membuat si kecil Khanza ngambek dan marah pada Cio. Dia menganggap Cio tak menyayanginya lagi. Khanza yang umurnya masih kecil saat itu belum begitu tahu banyak hal, termasuk yang namanya Amnesia. Saat itu Khanza masih kelas dua SD.
Setiap saat dia menunggui telepon dari kakaknya tapi tak kunjung menelpon. Hingga akhirnya dia menyerah tak berharap lagi bisa berbicara dengan kakaknya. Dia menganggap Cio sudah lupa pada dirinya.
Beberapa bulan kemudian, ingatan Cio mulai pulih. Cio mulai ingat pada adik kecilnya, Khanza. Tapi setelah melihat wajah buruknya, Cio terlalu malu untuk menghubungi apalagi bertatap muka dengan Khanza di telepon. Insiden buruk itu bukan hanya merenggut ingatannya, tapi juga membuat wajahnya cacat dan terlihat seram. Dia menganggap Khanza pasti akan takut melihatnya. Sejak saat itu dia tak lagi menghubungi Khanza. Dia hanya bisa melihat Khanza secara diam-diam, melepas kerinduannya pada gadis itu lewat bantuan mereka dan juga melalui video rekaman CCTV yang terpasang di rumah pribadi Daddynya.
Sementara Khanza yang sudah mengetahui Cio sudah pulih ingatannya, kembali menghubungi kakaknya. Berharap Cio ingat pada dirinya. Tapi sayangnya Cio berkata tidak mengenalnya. Hal itu membuat Khanza semakin sedih dan kecewa. Dia benci Cio. Dan kebenciannya semakin besar setelah melihat insta story Cio di sala satu akun sosmed Cia.
Cio sedang memeluk seorang gadis kecil dengan senyuman bahagianya dan mengatakan kalau anak kecil itu adik kesayangannya.
Khanza menganggap Cio sudah melupakannya karena anak kecil itu. Cio sudah dapat adik baru, Cio sudah tidak sayang dan tak menganggap dirinya adik lagi.
Selama beberapa hari Khanza menangis bahkan tidak masuk sekolah.
Kebencian Khanza semakin besar.
Dia tidak mau di panggil Khanza Ghaniya Artawijaya lagi dan mengganti namanya menjadi Rara Artawijaya.
Dan sampai detik ini, sudah 12 tahun berlalu keduanya sudah tidak berhubungan lagi.
Dan kebencian itu masih terus ada di hatinya.
******
Semoga suka ya, jangan lupa dukungannya 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!