NovelToon NovelToon

Berbagi Cinta : Maduku Saudara Tiriku

Awalan

Lalala laaaa laaaa" Pagi itu aku dan juga keyra sedang menari balet dan bernyanyi. Kami sangat bahagia. "Ibuuu. Kenapa ibu tidak menari sesuai dengan iramanya? Nanti aku akan dimarahi sama ibu guru. Aku mau menari sama mama aja nanti" gerutu keyra kesal karna aku selalu saja salah dalam gerakan dan tempo lagunya.

"Yuhuuuu... Keyra sayaaaaaang mama sudah datang sayang, dimana keyraku?" teriak yuni memecahkan keheningan. "Hey, kenapa wajah kalian kusut begitu" tegurnya lagi saat melihat kami yang memberi response dengan wajah jengah pada kedatangannya. "Mama ibu gak asyik, masak dari tadi menari salah terus" adu Keyla pada Yuni dengan wajah imutnya yang sangat menggemaskan.

Ya, selama ini kami hidup bertiga dengan sangat bahagia, dengan toko kue yang aku dan yuni buka dan jalankan bersama dari dulu, namun aku tak sepenuhnya berada di toko karna aku juga bekerja di sebuah perusahaan dan aku menjadi seorang arsitek seperti mimpiku dulu di perusahaan itu.

Keseharianku adalah aku selalu berangkat kerja pada pagi hari dan pulang pada sore hari. Setelah itu waktuku bersama dengan Keyla dan kadang aku mengerjakan pekerjaanku yang harus selesai dengan cepat, jika tidak maka aku akan memberikannya pada mas Anang yang juga sebidang dengan ku.

Pagi itu aku berangkat pagi-pagi sekali karna aku ada kerjaan untuk membuat sebuah bangunan dengan gaya sederhana namun terlihat elit di sebuah kantor perusahaan besar yang telah menjadi kelien dari perusahaanku, jadi Bu Prapti mengirim aku sendiri untuk menghadiri rapat dengan pihak peminta karna penanggung jawabnya adala aku.

Sesampainya aku di perusahaan itu, aku menuju meja resepsionis dan ku tanyakan tentang pak Irwan yang telah membuat janji temu denganku. Aku yang menunggu di ruang tunggu tanpa sengaja melihat sosok yang ku kenal dan ingin ku hindarai, namun demi memastikannya aku pun mengikuti orang itu tanpa sadar.

"Non Aira, nona mau kemana?" teriak seseorang memanggil namaku membuat ku terkejud. "Aira!?" teriak seseorang lagi yang membuat ku terkejud lagi dan aku langsung menoleh. "Deg.!" betapa terkejudnya aku saat aku tau bahwa orang yang ku ikuti tadi ternya benar orang yang ada di kepalaku, dan yang selama ini aku hindari. Aku pun langsung lari tanpa menghiraukan apa pun lagi.

"Aira berhenti. Aira Maharani!" teriak orang itu memanggilku, dan aku tak mau lagi bertemu dengan dia, aku terus berlari menghindari orang itu, air mataku pun mulai mengalir dengan deras. Aku langsung masuk ke dalam taxi yang terparkir dan meminta pada supirnya untuk cepat jalan. "Aira, aira keluar. Aira!" orang itu terus berteriak memanggil nama ku, dengan menutup telinga aku meringkuk dikursi belakang taxi itu dan tubuhku pun mulai bergetar hebat. Mungkin supir taxi itu merasa takut karna melihat tubuhku yang bergetar, akhirnya dia langsung melajukan mobinya dengan cepat.

"Non kita mau kemana? Non apa anda tidak apa-apa? Apa kita perlu kerumah sakit atau ke kantor polisi" panggil supir taxi tersebut yang melihat khawatir pada ku. "Tidak pak, turunkan saya di jalan Gayam saja" jawabku dengan suara yang bergetar.

Tak bisa di pungkiri, bertemu lagi dengan orang itu membuat aku kembali teringat akan masalaluku yang sangat rumit dan menyakitkan.

11 tahun yang lalu

"Aaah.! Bagaimana bisa begini, kenapa semua tidak berjalan dengan lancar" teriak frustasi dari ayah ku. Ya, semenjak ibu ku meninggal dunia aku tinggal bersama dengan ayahku, ibu tiriku dan juga kakak tiriku, karna ayahku telah menikah lagi dengan seseorang dan dibawah masuk ke rumah sama ayah, dan orang itu memiliki anak perempuan yang usianya 3 tahun diatasku. Namun aku lebih sering menghabiskan waktuku diluar bersama temanku untuk bekerja paruh waktu disebuah toko roti.

"Ayah Aira tidak mau lanjut kulya, Aira mau mencari kerja saya dulu. Aira mau mendapat pengalaman, nanti Aira akan kulya kalo sudah bisa mengumpulkan biaya sendiri dan dapat pengalaman yang banyak" alasanku pada ayahku, karna sebenarnya aku ingin membantu ayahku dan akan mencari kerja tetap supaya uang gajiku lebih banyak dari kerja paruh waktu, dan akan ku berikan pada ayahku nanti. Namun ayah tak merespon, ayah hanya menatapku kosong dan mengelus kepalaku. "Aira, kamu anak ayah yang terbaik. Kamu semakin mirip dengan ibumu, begitu juga dengan kecantikanmu yang semakin kesini semakin terlihat sama persih dengan ibumu" kata ayahku yang membuat aku jadi sedih dan teringat pada alm. Ibu.

Ayahku tak lagi seperti dulu, ayah lebih terlihat pendiam dan tertekan dengan masalah keluarga, dan juga masalah kantor. Aku tau kalo ayahku memiliki banyak hutang pada seseorang. Pagi itu aku tanpa sengaja mendengar ibu tiriku menyarankan kepada ayah untuk melunasi hutang yang menjeratnya dengan cara menikahkan salah satu anggota keluarga dengan keluarga orang yang telah membantu ayah dengan meminjami uang. "Aku tak mau mengorbankan siapapun demi melindungi aku" kata ayahku pada ibu tirikiku. Setelah mendengar itu aku pun pergi untuk kerja paruh waktu di sebuah toko kue bersama dengan sahabatku Yunita.

Tapi tiba-tiba sore itu sepulang aku dari kerja sambilan ayah memanggilku dan mengatakan pada ku kalo atas saran dari ibu tiriku aku akan di nikahkan dengan seseorang yang kaya raya, dan terkenal. "Ayah, kenapa begitu mendadak Aira gak mau menikah yah, Aira masih ingin cari pengalaman dan lagi Aira gak kenal sama orang itu, jadi Aira gak mau yah" kataku pada ayahku. "Aira kamu sudah dewasa, jangan kayak anak kecil. Dengar ya, sekarang ini sudah saatnya kamu menolong ayahmu, membantu ayahmu dan juga keluarga ini, anggap saja ini sebagai balas budimu pada ayahmu yang selama ini sudah merawat dan membesarkanmu dengan sangat baik, dan mencukupi segala keperluanmu selama ini. Tidak bisakah kamu berkorban demi ayahmu dan keluargamu ini" kata ibu tiriku panjang lebar. "Ayah. Tapi Aira gak mau yah, kenapa ayah melakukan ini pada Aira?!" kataku dengan sedikit rasa kesal. "Aira yang dikatakan oleh ibumu benar, berkorbanlah sedikit untuk ayah dan keluarga ini. Lagi pula kamu cantik mereka pasti suka sama kamu, dan ini ayah lakukan untuk kebaikan kamu juga" kata ayahku. "Tapi kenapa ayah tak merundingkan semuanya dengan Aira, kenapa ayah memutuskan semuanya sendiri? Harusnya ayah tanya sama Aira yah, ini sama dengan ayah memaksa Aira. Aira juga gak kenal sama orang itu yah?!" belahku berharap ayah akan membatalkan pernikahan itu.

Namun pembelaanku tak berhasil, semua itu sia-sia, karna pasalnya semuanya sudah direncanakan oleh ayah atas pengaruh ibu tiriku itu, dan juga pihak keluarga pria itu mereka sudah menyetujuinya dan sudah menetapkan hari pernikahannya. Dengan terpaksa aku pun telah menikah dengan orang yang sama sekali belum pernah aku lihat dan aku kenal sebelumnya. Aku telah menikah dengan usiaku yang masih 19 tahun dan masih belum tau apa pun, bahkan aku tak punya pengalaman apa-apa.

Pernikahan

"Aira semua sudah ditentukan dan disetujui oleh pihak keluarga pria, kamu tak bisa mundur dan ayah tak bisa membatalkannya. Karna harinya sudah ditentukan pada minggu depan" kata ayahku yang membuat aku jadi membencinya.

Aku berjalan tertatih menuju kamarku dengan derai air mata yang tak mampu aku bendung, rasa kesal dan takut meliputi seluruh lubuk hatiku.

Aku terduduk di sudut kamarku, dengan meringkuk memegangi kedua lututku. "Ibu, Aira rindu sama ibu"

Dua hari kemudian hadiah seserahan dari pihak pria datang kenrumah, semuanya terlihat sangat mewah. Namun tak satu pun yang sampai ditanganku, karna ibu tiri dan juga kakak tiriku sudah merampas dan menyimpan untuk mereka sendiri.

"Aira mau kemana kamu? Masuk.!" triak ibu tiriku yang melihat aku mau keluar rumah.

"Aira mau kerja, karna Aira sudah libur tanpa kabar selama dua hari" jawabku saat langkahku ditahan oleh ibu tiriku.

"Tidak, masuk kamu sekarang. Dengar kamu sudah akan menikah dan menjadi menantu orang kaya, jadi tak perlu bekerja lagi, masuk ke kamarmu sekarang juga" printahnya padaku, yang tak dapat ku lawan, karna aku masih menghormatinya sebagai istri ayahku.

Hari-hariku semakin tak tentu, aku merasa kebebasan hidpku terampas. Dengan berbekal ketabahan dan kesabaran aku berusaha untuk menannya.

Tak terasa hari yang ditunggu pun telah tiba. Hari itu aku dirias bagai seorang dewi yang sangat cantik, namun tak sedikitpun aku merasakan kebahagian dalam hatiku, aku merasa diriku telah dikorbankan dan dijual oleh keluargaku sendiri.

Aku berjalan disela-sela keluarga yang hadir dalam acaraku. Ku amati satu persatu dari wajah mereka, dan semuanya tampak bahagia, terutama ibu tiriku yang begitu bahagia, hingga dia tersenyum dan menunjukkan barisan putih giginya yang tertata rapi.

Dengan langkah yang terasa berat aku mendekati sosok yang duduk bersimpuh didepan penghulu. Acara pernikahanku tak dirayakan seramai acara pernikahan pada umumnya.

"Bagaimana saksi, sah?" kata yang ditanyakan oleh mudin setelah mengumandangkan ijabkabul.

"Sah.!" seru semua orang yang hadir dalam acara tersebut

Aku meremas tanganku dan berusaha menahan air mataku yang mencobak mencari jalan untuk keluar.

Setelah acara pernikahanku itu, aku langsung pergi dari rumahku menuju rumah keluarga dari orang yang telah bersetatus sebagai suamiku.

"Rasa kesal, sedih, sakit, semua bercampur aduk dalam benakku. Ingin rasanya aku lari dari acara dan meninggalkan semuanya ditengah kerumunan keluarga yang tak ada satu pun dari mereka mengerti deritaku.

"Tuan Gustaf saya sudah melunasi segala hutang saya hari, saya mohon pada tuan kiranya mau membantu disetiap kesulitan saya nantinya" kata ayahku pada kakek suamiku.

"Baiklah tuan Agung, saya ucapkan terima kasih. Karna tuan mau memberikan putri tuan yang sangat cantik ini pada keluarga kami. Kerja sama kami pasti akan berjalan dengan sangat baik kedepannya" jawab orang itu sambil menjabat tangan ayahku.

Setelah itu orang itu membawahku pergi bersamanya, aku tak melihat suamiku. Entah dimana dia, karna setelah selesai acara ijabkabul tadi dia langsung pergi meninggalkan acara dengan alasan ada rapat.

"Aira, kamu akan masuk dalam keluarga kami. Ku harap kamu bisa bersantay tak usah tegang begitu" kata kakek dari suamiku itu.

Dengan nada getar dan tubuh yang juga bergetar aku menjawab setiap pertanyaan darinya. Seperti saat ini, saat dia mengatakan padaku untuk bersantay agar aku tak tegang. Namun kalimat itu terdengar seperti perintah bagiku.

"Iya, ba-baik tuan" jawabku dengan suara dan nada yang bergetar dan terputus-putus.

Sesampainya di rumah besar itu, aku dipandu ke arah atas dan masuk kedalam sebuah ruangan yang sangat besar dan bernuansa gelap.

Setelah aku mengganti bajuku, aku pun merebahkan tubuhku di atas tempat tidur, dan tak terasa aku mulai terlelap. Dan aku terbangun saat aku dikejutkan oleh hentakan seseorang yang membangunkanku dengan kasar.

"Ah, ma-mas? Maaf aku tertidur tadi, karna aku cap.. Hemp" kataku terputus karna tiba-tiba mulutku dibungkam dengan bibirnya.

"Lakukan tugas mu, karna kau adalah alat. Dan jangan coba-coba melawanku" katanya sambil menatapku dengan tatapan yang menakutkan.

Isak tangisku tak dihiraukan, permohonan dan pengampunanku tak didengarkan, dia mengabaikanku. Dia sangat kasar bagainbinatamg buas yang telah mendapatkan mangsanya. Tubuhku terasa tercabik-cabik, rasa sakit disekujur tubuhku serasa tubuh seperti terbelah menjadi dua, bahkan disetiap hentakannya membuatku merasakan diriku telah remuk dan menjadi kepingan.

"Kau hanyalah alat penebus hutang, jadi jangan menganggap dirimu sendiri berharga. Kau taknlebih dari seorang pengh***r, tugasmu hanya memberikan ke****n padaku, kau paham itu!" bisiknya di telingaku, disela-sela aktifitas malam itu.

Aku hanya bisa menahan sakit dan perih. Dia benar-benar mesiksaku malam itu dan tak membiarkan aku istirahat sampai pagi, walo tau aku pingsan hingga berkali-kali pun dia tetap tak peduli, dan terus saja menuntut haknya sebagai suami.

Saat aku merasakan ada sebuah tangan yang menyentuhku, aku pun tersadar dan pelan-pelan membuka mataku. Ku amati ada seorang wanita paruh baya yang tersenyum padaku.

"Maaf, apa saya bangun kesiangan?" tanyaku pada wanita itu yang tak ku ketahui namanya.

Dia tak menjawab pertanyaan ku, dia hanya diam menatapku, sampai akhirnya aku terbangun karna ada seseorang yang menyiramku dengan air.

"Bangu! jangan jadi pemalas" teriaknya padaku setelah dia menyirap mukaku dengan air.

Saat ku tatap ternyata mas Daniel sudah rapi, lengkap dengan pakean dan jasnya. Aku Yang mencobak untuk bangkit dari tempat tidur langsung terjatuh kelantai karna kedua kakiku terasa lemas dan juga sakit yang amat sangat di daerah sensitifku.

Dengan susah payah akhirnya aku sampai di kamar mandi jug, aku mandi dengan duduk dilantai dan menangis disana karna merasakan tubuhku yang sakit semua.

"Ibu, aku ingin ikut ibu. Kenapa ibu tak membawah ku serta dulu, kenapa ibu meninggalkan aku di sini sendiri bu" ucapku disela tangisku.

Daniel

"Apa ini?"

"Jadi dia benar-benar masih gadis dan perawan, darah ini darinya?"

"Bagus, setidaknya dia tak memberiku barang rosokan, aku jadi ingin terus memai kannya"

"Hey, kau mau mandi atau mau berendam didalam? Capat keluar?!" teriak mas Daniel membuyarkan semua lamunanku.

"Iya sebentar mas" teriakku dari dalam kamar mandi. Dan aku langsung mengeringkan tubuhku dan memakai baju langsung di dalam kamar mandi, dan keluar dengan tertatih.

"Cepat ikuti aku, kita akan pindah dari sini" katanya sambil melangkah keluar kamar.

"Kita akan pindah kemana mas?" tanyaku sambil mengikutinya dari belakang.

"Kalian sudah siap rupanya. Aira apa kamu sakit kenapa jalanmu susah begitu?" Tanya kakek dengan nada khawatir padaku.

"Ti-tidak tuan, saya tidak apa-apa" jawabku sambil melirik mas Daniel yang menatapku dengan tajam.

Setelah itu aku dan mas Daniel berangkat ke rumah baru kami, dan alam peejalanan aku tak berani bertanya atau pun bergerak. Aku duduk di depan di sebelah supir dan mas Daniel duduk di bangku belakang.

Pulang ke rumah suami

Setelah hari pernikahan yang dilakukan tanpa adanya pesta ataupun perayaan aku langsung diboyong ke rumah keluarga dari suamiku.

Disana aku telah mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari suamiku sendiri. Malam pertama yang selalu ku impikan dengan sangat indah, telah hancur berkeping-keping bagaikan serpihan yang tak lagi bisa diperbaiki.

"Dengarkan aku baik-baik, kau telah menjadi wanitaku mulai hari ini, tapi jangan berbesar hati dan menganggap bahwa kau telah menjadi seorang istri dari Daniel Bagus Saputra. Karna aku tak akan pernah menganggapmu sebagai istriku" kata Daniel sambil mencekram daguku

Dengan rasa takut yang menguasai seluruh tubuhku aku hanya bisa menganggukkan kepala tanpa bisa melawan.

Aku berjalan mengikuti dia dibelakangnya, sambil tertatih karna menahan rasa sakit dan perih di area sensitifku, karna ulah dia semalam, yang terus menyisaku tanpa ampun.

Disepanjang perjalanan menuju rumahnya, kami hanya diam membisu satu sama lain dalam mobil. Sampai-sampai aku bisa mendengafkan sendiri degup jantungku dan helaan nafasku sendiri, karna keheningan sangat hening. Yang terdengar hanyalah deru suara mesin mobil.

Begitu sampai di depan rumah yang terlihat begitu besar dan megah, aku berjalan mengikuti langkah kaki Daniel memasuki rumah besar itu.

"Ikuti aku sekarang.!" Daniel menarik tanganku serta menyeretku tanpa peduli aku yang tak bisa mengikuti langkahnya, sehingga aku meninggalkan koper yang tadi aku bawah masuk.

"Tung, tunggu dulu. Kamu mau membawahku kemana?" kataku yang mencoba melawan, dan mengikuti langkahnya dengan sedikit berlari kecil.

Dia tak menjawab dan hanya terus menyeretku. Hingga sampai di depan pintu sebuah kamar, dia membawahku masuk ke dalam kamar itu.

"Ini kamarmu, dan ingat jangan macam-macam selama kamu tinggal disini. Kamu paham!?" bentaknya padaku dengan nada suara yang sangat tinggi.

Dengan gemetar ketakutan aku menganggukkan kepalaku dengan sangat cepat, supaya dia cepat pergi dari hadapanku.

"Ya Allah, cuma mau menunjukkan kamar saja kenapa dia sampai menarik dan menyeretku seperti tadi, pergelangan tanganku sampai sakit dan membekas begini" gerutuku setelah dia pergi dan keluar menjauh dari kamar itu.

Dengan sedikit takut-takut aku keluar kamar untuk mengambil koperku, namun sudah ada orang yang mengantarnya sampai di depan kamar.

"Aira.!" teriaknya dengan suara keras, yang bisa langsung aku kenali siapa pemiliknya walo aku baru mendegarkanya 2 hari ini.

Dengan terburu-buru aku keluar dari dalam kamarku dan langsung mendatangi sumber suara itu. Kulihat dia sedang mabuk berat dengan baju yang sudah berantakan tak karuan.

"Ya Allah, jam berapa ini? Kenapa dia bisa mabuk begini sih" aku mendekat dan memapahnya.

"Apa kau tuli hah!? Kenapa tak segera datang kalo aku panggil?!" bentaknya padaku sambil memcekram tanganku dengan kuat.

Aku tak menjawab lagi, dan hanya memapanya ke dalam kamarnya. Setelah sampai dia tertidur, aku melepas sepatunya, jasnya dan juga melonggarkan dasinya.

"Aaah!" tiba-tiba dia menariku yang mau keluar dari kamarnya, alhasil aku terjatuh di tempat tidurnya.

"Ma-mas, apa yang mau mas lakukan?" tanyaku ketakutan, karna aku masih merasakan sakit akibat perbuatannya kemaren malam.

"Diam! Kau hanyalah sebuah alat, dan aku suxah bilang bahwa kau tak punya hak untuk menolak" dia melepaskan semua bajunya dengan cepat dan juga bajuku.

"Mas, jangan mas. Ku mohon jangan lakukan lagi, itu masih sakit mas aku mohon?" aku berusaha untuk memohon agar dia tak melakukannya lagi.

Tanganku yang berusaha untuk menahan pergerakannya, membuat dia marah dan justru melalukanya dengan kasar, bahkan dia menyatukannya tanpa ada pemanasan terlebih dahulu, sehingga itu membuat ku semakin maresakan rasa sakit yang amat sangat lagi bagai terbakar. Untungnya karna mabuk jadi dia hanya melakukannya sekali saja.

Keesokan harinya, aku bangun dan berusaha untuk masak buat sarapan. Namun mas Daniel tak melihat bahkan tak mau makan.

Hari-hari ku lewati dengan segala rasa sakit dan perih atas perlakuan mas Daniel padaku. Terkadang terbersit dalam hatiku untuk membalas segala perbuatan mas Daniel padaku, namun semua itu ku urungkan karna aku ingin mengabdi pada suamiku seperti yang pernah dikatakan oleh alm. Ibuku.

"Aira! Apa kau tuli, dari tadi ku panggil tak yahut" tetiak mas Daniel padaku dari balik pintu ruang kerjanya.

"Ah, iya maaf mas gak dengar. Apa ada yang mas butuhkan?" tanyaku sambil berjalan ke arahnya berdiri.

"Yang aku butuhkan?" jawabnya sambil seringai menatapku yang berjalan ke arahnya.

Aku memiliki firasat buruk saat dia menyunggingkan bibirnya begitu, "Aku rasa, aku tadi aku salah bertanya" gerutuku dalam hati

"Kau benar-benar tau sekarang ya, kalo kau itu siap?" kata mas Daniel yang langsung menariku ke dalam ruang kerjanya begitu aku sudah dekat.

Dia langsung meloloskan semua baju yang ku kenakan dan juga bajunya. Dia mengangkat aku ke atas meja kerjanya dan langsung melalukan aksinya.

Ya suamiku ini tak pernah melihat waktu dan tempat, dia benar-benar memperlaluka ku seperti wanita ja***, bahkan dia pernah melakukannya di depan supirnya saat kami dalam perjalanan pulang dari acara makan malam bersama rekan kerjanya.

Hari-hari yang ku lalui di sini benar-benar tak ada kebaikan. Ayahku yang bilang kalo pernikahan ini adalah untuk kebaikanku semuanya tak benar, karna aku tak bisa mewujudkan cita-citaku, dan aku selalu dimarahi serta disalahkan disetiap tindakanku.

"Ya Allah, tolong kuatkan aku untuk menahan segala rasa sakit hati atas perlakuan dan tindakan Mas Daniel suamiku" kelukuh disetiap waktu malamku.

"Aira apa kau tak bisa melayani suamimu dengan benar?! Kenapa setiap hari selalu saja salah hanya untuk menyiapkan bajuku, hah!?" teriaknya padaku setiap kali aku salah dalam menyerasikan setel bajunya.

"Maafkan aku mas, aku tak tau mas Daniel ingin memakai baju yang mana, aku hanya asal ambil saja. Akan aku siapkan mas Daniel ingin pakek baju apa?" kataku dengan hati-hati dan menunduk karna takut dia akan marah besar.

"Dengar ya, mulai sekarang kau yang melakukannya, jika sampai kau salah maka aku akan menghukummu, kau tau itu?!" kata mas Daniel yang lagi-lagi dengan mencekram daguku sangat kuat.

Dengan susah paya aku menganggukkan kepalaku, dan pergi ke ruang gantinya untuk mengambilkan lagi setelah baju yang pas untuknya.

Mungkin bagi mas Daniel aku bukan siapa-siapa, dia hanya memperlakukan ku dengan layaknya pembantu di rumah ini.

Seperginya aku mencatat dan mempelajari semua kebiasaannya, agar aku tak salah dana tak dimarahi lagi. Dalam pernikahan ini aku hanya berusahan untuk bertahan hidup, tak lebih dari itu.

Rasa sakit hati hanya bisa ku telan lagi dan ku tahan sebisa mungkin, karna aku ingin melayani mas Daniel dengan baik sebagai suamiku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!