pengenalan
Rahael gadis berusia 17 tahun ,tinggi, berkulit kuning dengan rambut sebahunnya. saat ini Rahel merupakan murid di SMA swasta yang cukup ternama di kota M.
Bab 1.Pengumuman
Jam masih menunjukkan pukul 06.30 wib masih pagi, tapi Rahael sudah siap-siap untuk ke sekolah, hatinya terus berdebar karena mengingat hari ini pengumuman kelulusannya. Setelah mematut dirinya di kaca Rahael bergegas turun, melihat Bi Jum yang masih sibuk ini dan itu membuatnya tersenyum dan menghampiri.
"Bi, aku berangkat ya" sembari meraih punggung tangan Bi Jum. "Ya Non, hati-hati " jawab sang bibi dengan menatap Nona kecilnya.
Di tatapnya nona kecilnya, hingga mobil yang di naikinya hilang di balik pagar 'kasian kamu non' ibanya dalam hati.
Dengan di antar sang Mamang, setelah lima belas menit perjalanan akhirnya Rahel tiba di sekolahnya.
Setelah keluar dari mobilnya "Mang, nanti Rahael gak usah di jemput ya?Aku mau pulang bareng Silvi" ucap Rahael pada Mamangnya.
Mendengar ucapan Nona kecilnya sang Mamang hanya menjawabnya sembari mengajungkan ibu jarinya "siap non, tapi jangan lama-lama non mainnya, kasian bi Jum kalau terlalu lama menunggu.
"Siap ... mamangku" jawab Rahael sembari berjalan masuk, ke gerbang sekolah.
Setelah sampai di gerbang sekolah, Rahel berhenti sesaat memindai setiap tempat mencari sosok sahabatnya.
'Kemana juga silvi, kok gak keliatan batang hidungnya' gumannya dalam hati.
Tak berapa lama kakinya melangkah terdengar suara memanggil "Hel .... Rahel" mendengar namanya di panggil Rahel sekali lagi berhenti dan mencari ke sumber suara yang memanggilnya, setelah mengetauhi sang pemilik suara sepintas Rahael tersenyum karena orang yang di carinya sudah berada di ujung kelas.
"Silvi ... tunggu!!" teriak Rahael dengan suara sedikit keras, sembari sedikit berlari menghampiri Silvi.
Hingga langkahnya hampir tiba di ujung kelas "Brugh ...." mungkin itu kata yang tepat saat Rahael bertabrakan dengan seorang cowok.
Berhenti sejenak menatap cowok yang sudah menabraknya "Hati-hati Rahael kalau jalan" suara Mawan teman satu kelasnya.
"Eh ... Mawan, maaf ya!" ucapnya sembari berlalu pergi.
Silvi, jangan di tanya gimana reaksinya terlihat di ujung kelas Silvi terlihat dia tertawa terkikik dengan puasnya "Hahaha .... itu yang terdengar saat Rahael sudah sampai.
"Ish .... "Kau itu malah tertawa tolongin apa?! omel Rahel, sembari bersungut-sungut, "Sepertinya kamu puas Vi, liat aku tabrakan tadi."
Di liriknya Silvi sesaat "Sudah, ayo masuk,
lihat Pak Mahmud sudah jalan kemari" ucap Silvi sembari menyeret lengan Rahel.
Setelah sampai di meja mereka, tak berselang lama Pak Mahmud datang dan memasuki ruang kelas. Berdiri sejenak menatap ruangan kelas, kemudian meketakkan tas dan setumpuk surat pengumuman.
Hingga beberapa kemudian "selamat pagi anak-anak, seperti biasa silakan berdoa sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing" ucap pak Mahmud.
Seketika kami terdiam beberapa menit untuk berdoa, setelah berdoa selesai pak Mahmud kembali melanjutkan lagi.
"Seperti yang kita ketauhi sistem *** kelas 12 telah selesai, pihak sekolah sengaja mengundang anak-anak kembali ke sekolah untuk menerima pengumuman kelulusan dan ada satu surat untuk orang tua kalian ."
"Tapi sebelum surat edaran saya bagikan tak bosan-bosan saya berpesan, nanti setelah menerima surat pengumuman kelulusan tolong jaga sikap dan nama baik sekolah, gak ada konvoi, corat coret apalagi pilok memilok paham ....."
"Ya .... pak" jawab para murid serentak.
Bab 2. Pengumuman
Tak berselang lama pak Mahmud sudah membagi surat pengumuman dan surat edaran untuk orang tua masing-masing. Satu persatu dari kami menerima surat edaran itu dengan tangan sedikit gemetar aku dan Silvi membuka surat pengumuman itu.
Seakan tak percaya dengan yang kami baca, sesaat aku dan Silvi saling menatap, senyum kami seketika tersungging, tanpa aba-aba kami langsung berpelukan. Rasa haru tak bisa di ungkapkan aku dan Silvi serta semua siswa di nyatakan lulus.
Rahael langsung meloncat kegirangan saat ia tahu lulus dengan nilai yang bagus, sementara
Silvi tak kalah heroik meloncat-loncat sambil menangis.
"Rahael .... "Akhirnya, apa yang kita cita-citakan sebentar lagi tercapai Rahael" ucap Silvi di tengah-tengah tangisnya dengan senyumnya yang terus mengembang.
Kedua sahabat ini masih dalam suka cita nya
Rahael dan Silvi berpelukan sembari meloncat-loncat merasa bahagia atas kelulusannya. Setelah pesta keberhasilan sedikit mereda, kini aku membuka surat edaran
"Silvi" panggil Rahael sembari membuka surat undangan dari Pak Mahmud dan membacanya. "Gimana perpisahan sekolah nanti kamu datang? tanya Rahael tiba-tiba.
" Datanglah ...." jawab Silvi cepat sembari membaca surat undangan.
"Gimana dengan kamu Hel, ikut gak?" tanya Silvi. Rahael memandang Silvi sejenak hingga beberapa saat "Vi, aku kok takut ya? untuk datang" ucap Rahael sembari menutup undangannya.
"Sudah, datang saja ada aku juga
jangan kuatir, aku jagain nanti" ucap Silvi memastikan.
Mendengar ucapan Silvi, Rahael sedikit tersenyum "Silvi, tapi kalau ibu ngijini ya?! lagian ibu juga masih di luar kota."
"Ya sudah, nanti kalau sudah dapat ijin dari ibumu telfon saja aku, " Ok" ucap Silvi lagi-lagi memberi kepastian.
Setelah di pastikan pengumuman sekolah sudah selesai kini Rahel dan Silvi memilih untuk pulang bersama. Namun, saat memasuki area lapangan tiba-tiba Mawan menghadang mereka "Silvi ... Rahel" teriaknya memanggil.
Terlihat Mawan tersenyum dan menghampiri kami "kau, itu selalu saja mengejutkanku Wan" oceh Silvi sembari memukul bahu Mawan. Merasa kena damprat Mawan langsung menggaruk kepalanya dan tersenyum.
"Kau menghentikan kami ada apa Wan?" tanya Silvi.
"Kalian mau gak bareng aku ke pesta pisah kelas kita nanti?!"
Sesaat aku dan Rahael saling menatap hingga
dengan cepat Rahel langsung menjawab "Maaf Wan aku dan silvi rencana berangkat bersama, tapi .... berhubung rumah kamu gak searah dan jauh Wan, maaf kami tak bisa mengajak untuk berangkat bersama."
Mendengar ini, aku langsung menatap Rahael begitu juga dengan Mawan yang masih menggaruk kepalannya. Hingga beberapa saat Mawan terdiam, 'mau alasan apalagi memang benar apa yang di katakan Rahel' ucap batin Mawan.
Namun, Mawan masih ingin mencobanya sekali lagi, "Gimana Vi, mau gak barengan? tanya Mawan lagi.
"Jangan maksa Wan, lagian Rahael gak mau."
"Ayolah ... habis ini kita bakal gak ketemu, gimana mau-mau kan?" pinta Mawan sekali lagi.
Rahael hanya diam sembari mengencangkan pegangan tangannya ke Silvi, "Maaf, Wan kami gak bisa jawab Silvi."
Mendapat penolakan yang sedemikian rupa membuat Mawan sedikit jengkel tatapannya ke Rahael semakin tajam dan wajahnya sedikit memerah.
"Ya, sudah kalau begitu" ucapnya sembari berlalu, tapi senyumnya menyeringai 'tunggu Rahael kamu akan jadi milikkku selamanya' batin Mawan berkata.
Setelah perbincangannya dengan Mawan barusan membuat Rahael ragu untuk datang ke acara itu. Sesaat Rahael terdiam menatap kepergian Mawan dengan lamunannya
Sebenarnya Rahael memang takut dengan Mawan, Rahael sering mendapati Mawan nongkrong bersama teman-teman nya di belakang sekolah.Tak jarang surat yang di berikan Mawan melalui teman-temannya membuat Rahael berusaha dan semakin menjaga jarak dengan Mawan.
BAB 3. IJIN IBU
Setelah semalam mengirim pesan ke ibunya dan belum mendapat jawaban akhirnya pagi ini Rahael mencoba menelfon ibunya, sudah tiga kali melakukan panggilan tapi tak ujung berbalas. Dengan kesal di lemparkan ponselnya yang sedari tadi di pegangnya ke atas ranjang dengan sembarangan, hingga tak terasa sudah hampir tengah hari tapi panggilannya belum juga berbalas.
Memilih ke luar kamar, sembari berjalan ke dapur Rahel mencari bibi kesayangannya.
"Bi ... " Panggilnya sambil membuka tudung saji di meja makan dan mengambil tempe goreng.
"Bi, Jum" panggilnya sekali lagi dengan mulut penuhnya.
"Eh ...Non Rahael, mau makan siang non?" tanya bi Jum sambil menyiapkan piring di meja makan.
"Ya bi, luaper ..." jawab Rahael.
"Bibi masak sayur sop, tempe goreng, pepes ikan sama sambel kecap, Non mau?"
"Maulah bi" sembari mengambil makanan di piring .
Masih dengan mulut penuhnya "Bi, ibu kok sulit di hubungi ya? padahal ada hal penting yang mau aku sampaikan."
Mendengar suara Nonanya yang tak jelas.
"Kapan makannya Non kalau cerita terus" ucap Bi Jum dengan duduk di dekatnya. "Hhhh, hiya bi, sembari menyendokkan satu suap kemulutnya hingga habis.
"Non, coba telfon lagi nanti selepas magrib" kata bi Jum.
"Oh ya, Non, gimana pengumumannya lulus non? tanya bi Jum. Dengan tersenyum Rahael menjawab "Alhamdulillah Bi, aku lulus."
"Sudah gak sabar Bi, pingin lekas kuliah di univ. yang aku idam-idamkan" celoteh Rahael lagi.
Bi Jum hanya tersenyum bahagia mendengarnya, di pandangnya Nona kecil yang di rawat seperti anaknya sendiri. Merasa di perhatikan membuat Rahael sedikit bingung dan salah tingkah "kenapa bi, kok senyum-senyum sendiri apa ada yang salah dengan mukaku bi?!"
"Nggak Non, bibi merasa senang mendengar Non lulus."
"Jujur Bi, ada apa dengan mukaku?! masih dengan tersenyum Bi Jum menjawab "muka Non mah, tetep cantik gak berubah dari dulu, malah sekarang tambah cantik" ucap Bi Jum sembari menoel dagu Nonanya.
"Bibi ini mesti begitu" kata Rahael sembari melangkah kekamar. Melihat tingkah Nona kecilnya Bi Jum hanya tersenyum sembari membereskan piring dan gelas kotor di atas meja.
Setelah memasuki kamar, Rahael langsung merebahkan diri di ranjang dan karena kekenyangan akhirnya Rahel pun tertidur, tak terasa hingga jam sudah menjelang pukul lima sore.
Sembari menggeliatkan tubuhnya, Rahael
duduk sejenak di pinggir kasur, mengumpulkan nyawa yang belum lengkap lalu berdiri menuju kamar mandi.
Tak perlu waktu lama bagi Rahel menyelesaikan mandinya kemudian berganti baju dan mencari ponselnya.
Di ulirnya nomor ponsel ibunya, kemudian mengambil napas secara kasar, mengulirnya sesaat 'semoga ibu menjawab' batin Rahael berucap. Hingga beberapa menit kemudian baru terdengar nada sambung.
\* "Ya, Rahel .... "cantiknya ibu.
\* "Ish, ibu biasa aja kali bu, rupanya ibu gak sayang deh sama Rahael, dari pagi lho bu, Rahael telfon" ucapnya dengan mode merajuk.
\* "Hhhhh .... terdengar suata tertawa di seberang sana "ternyata anak ibu ini ambegan juga, gimana Rahael, lulus cantiknya ibu?!"
\* Lulus lha bu, siapa dulu Rahel gitu loh"
\* "Selamat ya sayang, mau hadiah apa dari ibu hm ...."
\* "Bu, Rahel gak minta apa-apa, tapi ini ada surat edaran yang harus di tandatangani bu" jawab Rahael sedikit Ragu.
\* Coba kirim ke ibu surat edaran itu, nanti ibu telfon pak Mahmud, oke !"
\* Siap bu !" jawab Rahael dan setelahnya Rahael menutup panggilan ponselnya.
Setelah mengirim foto surat edaran, setelah menunggu beberapa saat akhirnya ibu menyetujuinya, melalui kabar WA yang di terimanya, seketika senyum Rahael terkembang dan ini seperti hadiah kelulusan
baginya.
Dengan senyum merekah Rahel duduk di ruang tengah sembari menelfon Silvi.
Hingga beberapa saat panggilan Rahael terhubung.
\* "Hai Rahael" jawab silvi, di seberang sana.
"Gimana, kasih ijin sama ibu?"
\* "Di kasih Vi, tapi janji ya, di sana nanti aku jangan di tinggal !"
\* "Hiya, Rahael" jawab Silvi.
\* "Sungguh!! seperti mencoba meyakinkan.
\* "Hiya Rahael yang bawel, sudah aku tutup, ya."
\* Ok, ucap Rahael sembari menutup ponselnya.
Kemudian berjalan ke arah kamar belakang
"Bi ... " Panggil Rahael sembari berjalan ke kamar belakang ."Bi ....pangilnya lagi.
"Kok, kosong bibi mana ya? kini sembari menuju taman belakang.
Bab. 4. Perpisahan sekolah
Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, sejak pukul lima sorea Rahel sudah bersiap-siap, Bi Jum yang melihatnya jadi bingung dan bertanya-tanya.
"Eleh-eleh cantiknya, tumben Non, mau kemana? tanya Bi Jum mengejutkan Rahael.
"Eh ... Bibi, ini Bi mau ke perpisahan sekolah, kemarin ibu juga sudah kasih ijin Bi."
Berangkatnya sama siapa non? tanya Bi Jum khawatir. "Sama Silvi Bi" sembari Rahael menengok ke arah halaman. "M .... ati-ati Non, apa gak Mang Udin saja Non yang ngantar! ucap Bi Jum khawatir.
"Gak usah Bi, sudah janjian sama Silvi Bi" jawab Rahael lagi. "Ya sudah hati-hati non" pesan bibi sebelum Rahael berangkat.
Sepuluh menit menunggu akhirnya Silvi datang menjemput "Bi, aku berangkat ya! sembari meraih tangan Bi Jum untuk di cium.
"Hati-ati Non, ingat jangan sampai larut malam pulangnya, apa nanti di jemput Mang Udin Non?" tanya bi Jum.
"Gak usah Bi, Rahael juga gak malam-malam kok Bi. "Oh ya, nanti tunggu Rahael sampai datang ya Bi!! "baik non" jawab Bi Jum.
Sejak keberangkatan Nona kecilnya perasaan tak enak ini, selalu menganggu dengan gelisah Bi Jum menunggu, 'semoga tak terjadi apa-apa ya Allah' ucap dalam batinya.
Setelah lima belas menit perjalanan akhirnya Silvi dan Rahel sampai juga di tempat di mana acara perpisahan di laksanakan.
Nampak para siswa sudah datang semua berbaur jadi satu, hingga sebelum acara di mulai, begitu memasuki tempat acara Rahael selalu mengenggam tangan Silvi sembari berbisik "Vi aku takut, janji ya gak ninggalin aku sendirian" ucapnya pelan.
"Iya Rahel cantik" jawab silvi sembari mencari tempat duduk untuk mereka.
"Rahael kita duduk di sini saja, dekat jendela ya?" Rahael hanya mengangguk menyetujui.
Tak berapa lama acara demi acara di lewati di liriknya jam tangannya "Vi, sudah jam sembilan malam pulang yuk" pinta Rahael.
"Ayo, jawab Silvi sembari berdiri, tapi tak berapa lama " Aduh .... " ucap Silvi sembari meringis. Aku yang melihat itu "kenapa Vi, ada apa? tanya Rahael terkejut.
"Rahael, aku mau ke toilet sebentar pingin pipis duduk di sini jangan kemana-mana oke"
tapi aku takut Vi, aku ikut ya?" pinta Rahael.
"Gak usah Rahael, sebentar saja, sudah duduk di sini, jangan kemana-mana Rahael !! ucap Silvi sembari melangkah ke toilet.
Rahel memandang sekitarnya asap rokok dan bau sesuatu yang menyengat membuatnya semakin takut "Duh .... kenapa silvi lama sekali, sambil sesekali melihat arah ke toilet.
Sejak kedatangan Rahel sebenarnya ada sepasang mata yang selalu memperhatikan dari kejauhan, siapa lagi kalau bukan Mawan, merasa Rahel duduk sendiri Mawan tersenyum kemudian berjalan mendekat.
"Rahael .... sapanya, "sendirian sambil menatap Rahel."
"Ma- Mawan, jawab Rahael sedikit terkejut "Enggak sama Silvi, lagi ke toilet" sembari tatapannya menuju arah toilet, memilih beranjak berdiri untuk menyusul Silvi "Maaf Wan aku ke toilet dulu ya?! pamitnya pada Mawan.
Belum dua langkah kaki Rahael melangkah, kini langkah Rahel terhenti karena merasa ada yang menarik tangannya.
"Mau kemana Rahael?di sini saja aku temani."
"Maaf, Wan aku mau lihat Silvi dulu, sudah lama ke toilet kok belum kembali" jawab Rahael berusaha menolak secara halus.
Mendapat penolakan dari Rahel lagi dan lagi membuat Mawan emosi di tariknya tangan Rahael "Sudah di sini saja, jangan kemana-mana perintah Mawan."
Rahel yang melihat Mawan dalam keadaan tidak baik berusaha untuk tidak menyulut emosinya lagi, kembali di liriknya kearah toilet.
"Silvi kok lama ya? ucapnya karena saat ini yang Rahel rasakan hanya rasa khawatir.
"Minum Rahael" tiba-tiba Mawan sudah datang membawa dua minuman orange jus.
"Maaf Wan, dari tadi aku sudah banyak minum
buat kamu saja" jawab Rahael menolak.
Hatinya yang sudah tersulut sejak tadi semakin menjadi setelah menerima penolakan lagi dan lagi.
"Ayolah Rahael, hargai aku minumlah sedikit saja "toh .... habis ini kita juga gak ketemu."
Karena merasa bosan dengan paksaan Mawan akhirnya Rahel meminumnya dengan satu syarat membiarkan dia ke toilet mencari Silvi.
Mawan langsung menyetujui syarat dari Rahael dan menyerahkan minuman itu pada Rahael.
Setelah Rahael menerima minuman itu dari Mawan, Rahael langsung meminum jus itu sekali dengan tegak dan meletakkan gelas kosong itu di meja "Maaf Wan aku ke toilet dulu" pamit Rahael dengan melangkah pergi. Mawan pun langsung menjawab "silahkan" jawab Mawan tapi bibirnya tersenyum puas.
Sembari berjalan di liriknya jam tangannya sudah hampir sepuluh menit Silvi ke toilet tapi kok gak kembali, kini Rahel bergegas berjalan ke arah toilet, belum sepuluh langkah Rahael berjalan tiba-tiba kepalanya pusing pandanganya pun memudar.
Rahael yang merasa keadaanya tak baik-baik saja dengan kepala pusing nya berusaha mencari pegangan, belum sampai ia meraihnya, tiba-tiba badannya sudah limbung, Mawan yang sudah memperhatikan dan berjalan sedikit jauh langsung membopong tubuh Rahel dan tersenyum menyeramkan.
Tak menunggu waktu lama Mawan langsung membawa Rahel naik keatas, Mawan langsung memesan kamar pada pelayan hotel.
Entah setan dari mana yang membuat Mawan nekat untuk memilik Rahel seutuhnya dan hanya miliknya hingga nanti .
Setelah memberi tip pada pelayan yang membantu membukakan pintu, Mawan bergegas masuk dalam kamar, memang sengaja Mawan memesan kamar yang paling baik di hotel itu.
Di rebahkan tubuh Rahel di atas ranjang di pandanginya wajah Rahel lalu tersenyum, "cantik" gumannya.
Di belainnya wajahnya, halus, putih bersih tak lama tangannya mulai meraba bibir Rahel, 'mungil' ucap batinnya.
Dalam keadaan tak sadar tentu Rahael tak merasakan apa-apa.
Perlahan namun pasti tangan Mawan mulai meraba satu persatu tubuh Rahael, dengan sedikit nakal di sibaknya gaun Rahel, bibirnya tersenyum saat melihat sesuatu di depanya terpampang nyata bagian bawah Rahel yang putih mulus.
Masih belum puas menyibak gaun Rahel, kini tangannya mulai menjelajah bagian atas tubuh Rahael, di bukanya resleting baju Rahel di singkap semua baju yang di kenakan Rahael yang tertinggal kini hanya penutup dua gunung kembarnya dan segitiga bermuda nya.
Melihat pemandangan yang menakjubkan membuat Mawan semakin nekat, di lumatnya bibir Rahel kemudian turun ke leher dan tangannya tak henti memainkan dua gunung yang tinggi menjulang, belum puas bermain di bagian atas kini akhirnya tangan Mawan mulai turun kebawah dan kebawah lagi, hingga akhirnya dengan kasar Mawan menerobos goa kenikmatan dengan kasar.
Setelah menuntaskan hasratnya dengan kasar Mawan terkulai lemas di sisi Rahael sembari tersenyum puas.
Di pandanginya wajah Rahael, di pindai secara seksama dan kembali tersenyum.
Hasratnya yang kini sudah membuncah kembali, dengan napasnya yang menderu, Mawan meraba, mencium dan semua Mawan lakukan pada tubuh yang tengah pingsan karena sesuatu yang di minumnya tadi.
Kali ini yang di fikirkan Mawan hanyalah bagaimana menuntaskan hasratnya yang tak kunjung surut, keringat kembali membasahi tubuhnya setelah menuntaskan hasratnya untuk yang kedua kalinya.
Kakinya terasa lemas, di rebahkan tubuhnya dengan napas tak beraturan, hingga suara dering ponsel yang mengejutkannya, dengan merangkak di atas tubuh Rahael di raihnya ponselnya yang tersimpan rapi di atas meja.
"Mama .... ucapnya, lalu menggeser tombol hijau.
"Ya ma, tunggu satu jam lagi Mawan sampai" jawabnya sembari menutup panggilan ponselnya.
Hanya itu yang terdengar setelahnya bergegas memakai baju.
Entah seperti apa keadaan Rahael saat ini hanya Mawan yang tahu, di pandangnnya tubuh polos Rahael, setelah itu tersenyum.
Di pungutnya baju Rahel di taruh di sisi ranjang dan menutupi tubuh putih mulus yang penuh lukisan bibirnya dengan selimut, mendekat secara perlahan sembari mengecup bibir Rahel " Setelah ini kau akan jadi milikku selamanya Rahael" ucapnya dengan penuh nafsu.
Setelah berpakaian kembali Mawan menuliskan sesuatu di kertas dan meletakkan di atas meja begitu juga dengan tas dan ponsel Rahel.
Mawan segera bergegas keluar dari kamar hotel.
Di meja repsitionis Mawan berhenti dan berbicara dengan pelayan hotel, sang pelayan pun manggut-manggut tanda mengerti.
BAB 5. SILVIA DAN BI JUM
Setelah sampai di toilet Silvia bertemu dengan beberapa temannya, karena toilet sedang penuh akhirnya sambil menunggu antrian Silvi bercakap-cakap hingga gilirannya tiba.
Setelah sepuluh menit di toilet perasaan Silvi menjadi tidak tenang, tapi hajatnya untuk buang air kecil tak bisa di abaikan "kenapa juga mereka ke toilet bisa rame-rame begini" gerutu Silvi.
Akhirnya cukup lama mengantri Silvi langsung melancarkan hajatnya pikirannya pun mulai curiga kenapa tiba-tiba toilet sepi padahal tadi mbueh kayak antri sembako berjubel.
Belum paham dengan keadaan yang terjadi, Silvia teringat dengan Rahael yang ia tinggal sendiri.
Dengan langkah cepat Silvia menuju tempat duduknya 'sial ... pekik nya, Rahel meninggalkan ku sendiri, awas..ya Rahael' ucap batinnya .
Sebelum melangkah pergi Silvia menemukan secarik kertas diatas meja kemudian membacanya "Rahel sudah pulang Vi " hanya itu saja yang tertulis.
Hatinya yang resah sejak tadi kini ganti dengan tanda tanya besar 'apa Rahel marah karena di tinggal ke toilet? tapi .... "ya, sudah nanti aku menelfonnya dan bergegas pergi.
Sesampainya di rumah Silvi langsung menghubungi Rahael, sudah berkali-kali Silvi menghubungi ponsel Rahael tapi tak terhubung sama sekali, masih dengan kebingungannya akhirnya Silvi memutuskan untuk tidur.
Namun, di tempat lain saat ini Bi Jum tak dapat duduk dengan tenang, sudah berkali-kali Bi Jum menghubungi ponsel Rahael namun tak ada jawaban, di liriknya jam di dinding hampir dini hari .
Hati bi Jum benar-benar gelisah, akhirnya dengan kantuk yang tak tertahan bi Jum tertidur di kursi ruang tamu hingga pagi hari.
Terbangun dengan sedikit terkejut saat Mang udin membangunkanny dan mendapati dirinya tertidur di kursi.
"Tumben Jum, tiduran di kursi ada apa?" tanya Mang Udin.
"Aduh Mang, Non Rahael semalam gak pulang hati ku, kok tratapan terus yo mang!! Hatiku rasanya gak enak dari semalam."
"Jangan mikir yang enggak-enggak Jum, kasihan anak itu," jawab Mang Udin .
"Mungkin tidur di rumah temenya Jum."
"Namun, ponselnya ini, kok gak bisa di hubungi Mang?! Sudah Jum, jangan di teruskan" jawab Mang Udin .
"Entah lah perasaan Jum terus saja khawatir sejak keberangkatan Rahael kemarin" ucapBi Jum sembari menatap ke halaman.
BAB 6. RAHAEL
Sudah dari subuh tadi Rahael tersadar saat di liriknya jam masih pukul lima pagi.
Rahael mengerjapkan matanya, pandangan nya tengah memindai seluruh ruangan yang tengah di tidurinya, ruangan besar hanya ada satu tempat tidur dan beberapa perabot mewah.
Di gerakkan tubuh Rahael "Au .... semua tulangnya terasa rontok, saat ia membuka selimut Rahael sangat terkejut dengan apa yang di lihatnya dan ketakutannya kian menjadi, mendapati keadaannya tak baik-baik saja dan dirinya dalam keadaan telanjang "ada sesuatu yang telah terjadi pada dirinya" ucapnya pelan.
Seketika itu tangisnya luruh, siapa yang tega melakukan ini padaku, apa salahku?! entalah saat ini hanya menangis dan menangis yang dapat di lakukan Rahael, setelah cukup lama Rahael menangis di pandangi tubuhnya banyak noda merah di sekujur tubuhnya, lehernya, dadanya dan "au ...." kembali mulutnya mendesis sakit, saat hendak beringsut karena bagian intinya juga sakit dan mengeluarkan darah.
Kini hanya air matanya yang turun dan merapatkan selimut pada tubuhnya "Ibu ... hik, hiks, hiks, sembari terisak dengan suaranya yang tertahan, hanya itu yang ia panggil dengan tangisnya yang kian lama kian menjadi.
Setelah lama menangis Rahael tak tahu harus berbuat apa, di ambilnya baju yang sudah ter onggok di atas kasur dengan perlahan Rahael melangkah dengan merasakan sakit di bagian intinya, tak terasa air matanya mulai turun kembali.
Dengan berjalan tertatih Rahael berusaha meraih ponsel dan tasnya di meja sampingnya dengan menahan rasa sakitnya, "sakit bu ..... hiks, hiks, hiks Rahael sakit "bu ...." ucapnya tergugu di atas ranjang sendiri.
Jam sudah menujukkan pukul sembilan pagi Rahael yang merasa tubuhnya tidak separah tadi berusaha untuk mengambil tas dan ponselnya yang tergeletak di atas meja, pandangannya kini tertuju pada kertas di atas meja.
Sedikit mendekat dan meraih kertas itu,
setelah membacanya isak tangisnya pun mulai luruh lagi, di tepuk-tepuk dadanya karena rasa sesak dan sakit di hatinya.
"Hiks, hiks, hiks .... apa yang harus aku lakukan sekarang" di tengah kebingungannya tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.
Beringsut secara perlahan dan dengan tertatih Rahael membuka pintu "pagi mbak!! sapa pelayan hotel.
"Kami dari pihak hotel mendapatkan pesan dari seseorang, maaf kami tidak bisa menyebutkan namanya, beliau meminta tolong kepada kami untuk membantu mbak Rahael."
Dengan senyum yang di paksakan "Tolong carikan saya taksi mbak dan tolong papah saya untuk turun kebawah" ucap Rahael dengan berdiri lemas. "Siap mbak" jawab pelayan cewek itu.
Dalam beberapa menit Taksi yang di pesannya sudah datang dengan cekatan pelayan itu membantu, diam .... tak ada percakapan yang terjadi hingga tiba di lobi hotel.
"Silakan mbak" sambil tersenyum. " Terima kasih, mbak" jawab Rahael.
Setelah masuk dan pintu mobil di tutup Rahel membuka kaca mobil "mbak .... panggilnya."
Karena merasa di panggil pelayan itu berbalik "Ya, mbak ada yang bisa saya bantu? Rahael hanya menggelengkan kepalanya.
"Terima kasih, boleh kita berkenalan? aku Rahael. "Dan .... belum selesai Rahael berucap.
"Aku Maya" sembari menjabat tangan. "Sekali lagi terima kasih mbak" ucap Rahael dan setelahnya saling mengangguk.
"Pak, tolong antar saya ke alamat ini ya! ucapku sembari berusaha menutupi leherku. "Baik mbak" jawab supir taxi.
Supir taksi yang sedari tadi diam kini melirik melalui kaca mobil, saat ini Rahel tak peduli dengan pandangan supir taksi, biarkan dia berpikir yang bukan-bukan saat ini yang di inginkan hanyalah pulang.
Tiba di halaman rumah Rahael diam sesaat, rumah terlihat sepi, sepertinya pagi ini suasana rumah sangat mendukung rumah dalam keadaan sepi, Bi Jum seperti biasa di antar Mang Udin ke pasar.
Setelah turun dari taksi Rahael berusaha berjalan sebaik mungkin tak ingin membuat curiga Bi Jum bila sewaktu-waktu bertemu.
Dengan langkah perlahan Rahael menuju kamarnya, saat ini di dalam kamar, Rahael langsung menuju kamar mandi, Rahael langsung membuka shower dan langsung mengguyur tubuhnya, berusaha membersihkan tubuhnya berkali- kali, di bilas di sabunnya lagi dan lagi hingga merasa tubuhnya mengigil kedinginan.
Di jatuhkan tubuh nya, di bawah shower menangis sepuasnya di bawah guyuran shower "Hancur sudah harapanku, masa depanku dan kini aku bukan Rahael yang dulu, aku kotor, ternoda dan apa yang aku jaga selama ini sia-sia" di sela-sela isak nya yang kian menjadi. Hingga ketukan di pintu kamar mandi mengejutkannya.
"Non .... tok, tok, tok ." Hingga terulang untuk yang ketiga kalinya.
"Ya bi, aku baru datang terus mandi. "Bi ... bisa minta tolong, Rahael pingin makan di kamar setelah itu tidur Bi."
Mendengar ucapan Nonanya yang sedikit tergugu membuat Bi Jum sedikit curiga, namun semuanya Bi Jum tepis dengan menjawab permintaan Nona kecilnya.
"ya Non, saya siapkan."
Bi Jum bergegas membawakan sarapan Nona kecilnya ke dalam kamar "Non, bibi taruh di meja ya? ucap Bi Jum sembari melirik Nona kecilnya. "Ya bi, taruh saja di meja " jawab Rahel sembari menutup tubuhnya dengan selimut.
Setelah bi jum keluar Rahel bergegas menutup pintu kamarnya. Bi Jum yang masih berdiri di depan kamarnya hanya dapat menghela napasnya dengan kasar.
Setelah makan Rahel merebahkan dirinya di kasur saat ini yang di inginkan nya hanyalah tidur dan menghilangkan rasa sakit di tubuhnya.
Sembari berbaring Rahel berusaha mengingat apa yang terjadi, sepertinya yang dia ingat setelah minum jus dari Mawan lalu dan pagi harinya, kini hanya isaknya yang terdengar hingga tanpa sadar ia tertidur dengan tangisnya.
Sudah hampir magrib tapi Rahael tak kunjung keluar dari kamarnya.
"Tok, tok, tok .... Non" panggil Bi Jum, merasa tak ada sahutan dari dalam kamar Bi Jum segera membuka pintu kamar Nona kecilnya, di lihatnya Nona kecilnya berbalut selimut , dipindainya wajah Rahael tiba-tiba dahinya mengkerut.
Rasa khawatirnya kian menjadi, belum selesai dengan terkejutnya kini Bi Jum lebih terkejut melihat Nona kecilnya merintih dan menangis
walau matanya terpejam.
BAB . 7 DIAMNYA RAHEL
Pukul sembilan malam, saat bi Jum melihat jam di kamarnya, namun tak ada tanda-tanda dari Nona kecilnya turun dan makan.
Bi Jum bergegas melangkah ke kamar nona kecilnya, dengan perlahan membuka pintu kamar dan melongokkan kepalanya sedikit ke dalam.
"Non, sudah bangun? tanya bi Jum.
"Sudah tadi Bi, tapi aku malas ke luar kamar, jawabnya pelan.
"Ya sudah, non mau makan apa? tanya Bi Jum lagi. "Nggak Bi, aku gak lapar, cuma pingin rebahan saja."
"Mau di buat kan sesuatu non?" hanya gelengan yang di dapat bi Jum.
"Bi, maafkan Rahael ya?! sudah bikin bi Jum cemas."
"Maaf Rahael gak bilang kalau nginap di rumah Silvi bi."
Hanya tersenyum yang bi Jum,lakukan .
"Ya sudah, gak apa-apa!! yakin non gak pingin sesuatu?tanya Bi Jum menyakinkan nona kecilnya sekali lagi.
"Gak, bi" ucap Rahael sembari menarik selimutnya kembali.
Tanpa bertanya lagi Bi Jum memilih keluar, sembari menatap Nona kecilnya dan menutup pintu kamar Rahael lagi.
Sudah tengah malam bi Jum terkejut, saat telinganya samar-samar mendengar isakan dari kamar nona kecilnya, dengan berjalan tergopoh bi Jum menghampiri kamar Nona kecilnya, membuka kamar dengan rasa khawatir. Di lihatnya Rahael tertidur dengan berjalan perlahan bi Jum mendekat, di usap kening Rahael, kemudian menarik tangannya "kok panas!" ucap bi Jum sembari kembali memegang kening nona kecilnya.
Tanpa menunggu lama, Bi Jum bergegas ke kamar mandi mengambil air dan handuk kecil untuk mengompres Rahael dan tak lupa membawa obat penurun panas.
Sudah dini hari mendekat ke subuh Rahael baru membuka mata, melihat yang di jaga dari semalam sudah bangun dan tersenyum.
"Bibi dari semalam disini? tanya Rahael.
Bi Jum hanya tersenyum, "mau sarapan non?setelah itu minum obat, ya? badan nona Rahael panas" mendengar ini Rahael hanya mengangguk setuju.
Tak berapa lama bi Jum sudah datang lagi dengan makanan seadanya dan segelas air putih, yang penting Rahel segara meminum obatnya.
Tanpa banyak bicara Rahael menghabiskan separuh nasi yang di bawakan bi Jum.
"Hm .... kok gak di habiskan non? sembari menyodorkan obat ke Rahael, "Minum obatnya non, supaya lekas sembuh" kembali Rahael hanya menganggu.
Setelah semua beres, sembari membawa piring dan gelas kotor, "Non, bibi bersih-bersih dulu ya?" nanti mau di masakin apa Non?!
"Sudah terserah bibi" ucap Rahel.
"Bi, panggil Rahael sebelum menutup pintu,
jangan bilang ke ibu ya, bi?! pintanya lagi.
Kini bi jum hanya mengangguk sambil berlalu keluar kamar dan menutup lagi pintunya.
BAB 8. USAHA RAHAEL
Sejak kejadian malam itu, sudah dua hari ini Rahael demam "Non ....panggil bi Jum, saat melihat nonanya tidur meringkuk bergelung selimut, bibi telfon ibu ya?supaya pulang." Namun, bi Jum hanya mendapat gelengan kepala Rahael.
Menatap lekat Rahael, hati mbok Jum semakin miris melihat nona kecilnya terkulai lemas.
Memilih mendekat, menyentuh kembali kening Rahael "Lekas sembuh ya non" ucap bi Jum sambil berlalu.
Hanya anggukan kecil yang Rahel lakukan,
kini bagian intinya sudah tidak begitu nyeri, tapi masih sakit untuk berjalan.
Di ambilnya ponselnya yang sudah dua hari ini tak di sentuh, banyak panggilan dari Silvi dan juga Bi Jum dengan menekan tombol hijau Rahael mencoba melakukan panggilan ulang pada Silvi, tapi sudah sepuluh kali panggilan yang Rahael lakukan tak satupun terdengar
sahutan dari ujung sana.
Hanya air mata saja yang turun, "maafkan aku Silvi, setelah sembuh aku akan menemuimu."
Ini hari ketiga tubuhnya sudah membaik hanya bagian intinya saja yang masih sedikit sakit untuk berjalan.
Pagi ini bi Jum tersenyum lebar melihat nonanya sudah mau keluar kamar dan sudah terlihat rapi.
"Mau kemana non kok sudah cantik? tanya bi Jum tapi Rahael hanya tersenyum.
"Bi mang Udin mana? aku mau minta tolong di antar kerumah Silvi bi."
"Tuh, non ada di depan, terima kasih bi' ucapnya sambil melangkah keluar.
"Gak sarapan dulu non ?" gak bi" jawabnya lagi.
"Ya' sudah hati -hati" sembari mengelus kepala nona kecilnya.
"Mang ...pangilnya, "ya, non, tolong antar ke
rumah Silvi ya, Mang.
Mang Udin menatap sesaat Rahael untuk beberapa saat, "siap non" kemudian itu ucap mang Udin sembari tersenyum.
Tak berapa lama kini Rahael sudah sampai di rumah Silvi, sudah dua kali Rahael menekan bel tapi tak ada yang membuka pintu, hingga Rahael menekan untuk yang ketiga kali baru terdengar kenop pintu di buka.
"Pagi bi" sapa Rahael.
"Eh, non Rahael" jawab bibi.
"Bi, Silvi ada? tanyanya sembari menunduk.
"Lho, non Rahael ketilapan" jawab bibi ini.
"Emangnya silvi kemana bi?"
"Non silvi di bawa orang tuanya ke kota B non, denger-denger mau kuliah di sana non."
Seketika wajah Rahael meredup, dadanya kian sesak. Terdiam sesaat
"Terima kasih ya bi?" jawab Rahael sambil melangkah pergi.
"Hiya non, sama-sama" jawab bibi ini sembari menutup pintu.
"Mang, ayo pulang Silvinya gak ada Mang" cerita Rahael."
"Ya sudah, ayo neng" ucap Mang Udin sembari tersenyum.
"Mang .... bisa gak, ngantar Rahael kesuatu tempat."
Di dalam mobil Rahael hanya terdiam pikiran nya mengembara entah kemana sembari melihat ke sisi jendela, terkadang hanya helaan
napas Rahael yang terdengar berat.
Mang Udin yang sedari tadi melirik ke arah Rahael hanya tersenyum kecut.
"Non .... panggil Mang Udin "mau kemana?tanya Mang Udin pelan. Hingga beberapa saat kemudian "ini alamatnya Mang" sembari menyerahkan secarik kertas ke Mang Udin.
"Ini jauh non, non yakin mau kesana?" hanya anggukan yang mang udin lihat.
Setelah hampir dua puluh menit perjalanan,
"Non .... kita sudah sampai.
"Terima kasih, Mang" ucapnya sembari melangkahkan kakinya ke luar dan menuju pintu gerbang rumah yang terlihat megah, masih terlihat dalam mobil, Rahael berdiri di pintu gerbang itu drngan gelisah dan sesekali menekan bel, akhirnya setelah beberapa menit menekan bel, penjaga rumah kelihatan keluar.
Dari jarak yang cukup jauh Mang Udin perhatikan Rahael tengah membicarakan sesuatu, namun setelahnya wajahnya menunduk dan kembali ke mobil.
"Ayo mang pulang" hanya itu yang di ucapkan dan setelahnya hening .... hingga tiba di rumah.
BAB 9. SEDIH
Setelah kejadian yang menimpannya kini Rahael benar-benar sedih, belum lagi Silvi yang pergi tanpa pamit padanya.
Saat ini yang di lakukan hanya mengurung diri dalam kamar, Rahael akan keluar jika makan saja.
Bi Jum yang merasa ada perubahan pada nona kecilnya akhirnya memberanikan diri menghubungi bu Rahayu dan menceritakan apa yang di lihatnya, kecuali pada malam perpisahan itu saja yang tidak bi jum ceritakan.
Hari ini genap sudah satu bulan setelah kejadian yang menimpa Rahael, saat ini mendadak badanya lemas, tubuhnya demam.
Saat bangun tidur Rahael terkejut melihat bi jum sudah duduk di samping tempat tidurnya.
"Eh .... bi jum kok di sini" sembari mengerjapkan matanya.
"Maaf non, semalam non mengigau lagi dan badan non demam" sembari memegang kening nya.
"Maaf .....bi, sudah dua hari ini badan ku lemes bi."
"Non, mau sarapan" Rahael hanya menggeleng .
"Bi, kapan ibu pulang ya? kok tiba-tiba kangen
padahal semalam masih bertukar kabar bi."
"Mungkin ibu masih repot non" jawab bi jum,
sembari menyuapkan roti ke mulut Rahael
awalnya menolak, tapi karena paksaan bi jum akhirnya Rahael mau.
"Sudah,makan rotinya bi" tolaknya sembari menutup mulutnya.
"Setelah ini minum obatnya non!! Rahael hanya mengangguk.
Sudah dua minggu ini Rahael merasakan tubuhnya lemas kadang sedikit mual dan rasa pusing yang tiba -tiba datang.
Hatinya kembali takut, jangan-jangan apa yang terjadi malam itu, tak terasa air matanya mulai turun.
Aku harus apa jika hal itu benar-benar terjadi di kikisnya air matanya. Keadaannya juga tak semakin baik, nafsu makannya juga mulai berkurang.
Mendapati dirinya yang demikian Rahael akhirnya memutuskan untuk pergi ke apotik, setelah berganti baju Rahael turun ke bawah.
"Bi, aku keluar sebentar ya?"
"Di anter Mamang ya, neng? terdengar suara dari belakang.
"Gak usah Mang, dekat sini saja Rahael mau ke super maket Mang" ucapnya berbohong.
Sebenarnya Rahael akan ke apotik untuk membeli alat tes kehamilan.
Rahael sengaja ingin berjalan kaki karena sejak dari rumah silvi Rahael hanya di rumah saja.
Setibannya di apotik ,Rahael membeli tiga test kehamilan .
Rahael tak peduli dengan pandangan karyawan apotik yang di ingikan hanya segera pulang ke rumah itu saja.
Setibanya di rumah, Rahael langsung masuk ke kamar mandi, di ambilnya test pack lalu di masukkan pada urine yang di tampungnya tadi.
Setelah 30 detik memasukkan alat itu, Rahael segera mengangkat alat itu, awalnya hanya terlihat satu garis tapi setelah per sekian detik muncul garis lagi.
Seakan tak percaya dengan apa yang di lihatnya, akhirnya Rahael mengambil satu lagi dan mengulang apa yang di lakukannya tadi.
Tubuhnya seketika lemas, mendapati hasil yang di lihatnya, saat ini hatinya merasa semakin teriris, mendapati apa yang terjadi malam itu telah membuatnya hamil.
BAB 10. SEDIH 2
"Hamil ...." Seketika tubuh Rahael lemas, kata yang membuatnya beberapa hari ini yang menbuatnya ketakutkan. Masih dengan termenungnya sembari menatap test pack yang di pegangnya "Kemana, aku mencari orang yang telah berbuat padaku, hanya secarik kertas di atas meja yang aku punya sebagai bukti,"ucapnya pelan.
Tangisnya kini sudah tak tertahan lagi, dadanya sesak dan hatinya juga merasakan sakit .
Tubuhnya juga tidak mau bersahabat lemas, pusing yang setiap saat datang, kadang rasa mual, yang membuat perutnya terasa di aduk.
Hampir tiga minggu ini Rahael merasa tersiksa dengan keadaannya.
Bi jum yang selama ini memperhatikan diam-diam hanya merasakam miris di hatinya, sesekali bi jum juga berusaha bertanya tapi nona kecilnya terus berkilah dan menutupinya.
Genap satu bulan, bu Rahayu yang sudah menyelesaikan studinya dan pulang kerumah.
Dan sudah seminggu ini pula bu Rahayu, melihat anaknya selalu termenung
berdiri di depan jendela.
Seperti pagi ini saat ia membuka pintu kamar anaknya.
Di lihatnya gadis cantiknya tengah berdiri di depan jendela, menatap jauh ke depan sembari sesekali mengikis air matanya.
Melihat hal seperti itu hati bu Rahayu tercubit perih. Rahael memang belum menceritakan apa yang terjadi karena rasa takut akan kemarahan ibunya.
Secara perlahan bu Rahayu masuk ke dalam kamar anaknya dengan sedikit tersenyum di rengkuhnya gadis kesayangannya.
"Hm ... ada apa sayang?" tanya sang ibu sembari merangkul Rahael.
Tak menjawab pertanyaan sang ibu, Rahael hanya tersenyum kemudian menundukkan wajahnya.
"Kok nangis Ra?"Di balik tubuh anak semata wayangnya sembari mengikis air matanya .
"Hm ... Ternyata anak ibu yang cantik ini sudah mulai main rahasia-rahasian sama ibu," ucap bu Rahayu pelan.
Kembali di rengkuhnya tubuh Rahael, kini yang terdengar hanya isak tangis yang makin lama makin keras.
Masih dengan bingungnya bu Rahayu terdiam menatap dalam pada anak gadisnya seketika hatinya terasa trenyuh dan sedih, itu yang di rasakan kini oleh bu Rahayu.
"Ada apa? kok nangis?! Di pandangnya dengan seksama wajah anak gadisnya.
Kini membimbing Rahael untuk duduk di ranjang "Hm ... Coba cerita sama ibu, apa yang sudah ibu lewatkan sayang?!"
Tak menjawab pertanyaan sang ibu, tangisan yang tadinya sudah menjadi isakan kini berubah menjadi semakin keras.
Melihat anaknya yang masih menangis membuat bu Rahayu semakin bingung.
"Rahael, kok nangis lagi?"
Masih dengan tangisnya "Bu, panggilnya sembari merangkul.
"Maafkan Rahael bu, di sela-sela isak tangisnya.
Sembari mengusap air mata Rahael "Memang kenapa cantik?"
"Maafkan Rahel bu .... Rahel sungguh-sungguh minta maaf." Kembali itu yang Rahael ucapkan.
"Ya, ibu maafkan Rahael, tapi cerita ada apa Rahael?! tanya bu Rahayu dengan rasa gundah hati yang tak bisa di tutupi tapi mencoba untuk menahannya.
Di rangkulnya anak semata wayangnya dengan erat, "Menangislah jika itu membuatmu lebih tenang, ibu akan mendengarkan cerita Rahael,
jika Rahel sudah siap dan tenang."
Setelah lama menangis di pelukan sang ibu kini hanya ada isakan kecil yang terdengar.
"Tidurlah nanti kalau Rahel sudah siap cerita, ibu akan kemari,"ucap sang ibu sembari melangkah keluar dan menutup pintu kamar Rahael.
BAB 11. PERTANYAAN
Masih berdiri di depan pintu kamar Rahael, terdiam sesaat dengan memegang dadanya.
'Ada apa dengan Rahael, tak biasanya Rahel berlaku seperti itu?Kini di benaknya telah muncul bermacam pertanyaan seputar anaknya.
Memilih turun dan mencari Bi Jum.
"Bi Jum .... suara bu Rahayu memanggil.
Hingga beberapa panggilan bi Jum langsung berjalan mendekat.
"Hiya nyonya, ada yang bisa bibi bantu?"
"Sini-sini bi, duduk,"Sembari menepuk kursi di sampingnya.
"Bi ...... panggil bu Rahayu sembari menatap ke arah kamar Rahael. Kemudian melihat bi Jum.
"Bi ... Saya boleh bertanya, apa selama saya tinggal studi di luar kota, apa ada hal yang aneh atau telah terjadi sesuatu, di rumah Bi?! ini tentang Rahael Bi."
Bi Jum menatap dengan sedikit terkejut "Memang ada apa dengan Non Rahael nyonya, kenapa nyonya?! "
"Entalah bi, sedih aku melihatnya! Sudah seminggu ini setiap kali aku ke kamar
Rahael, aku selalu melihatnya menangis dan seperti pagi ini Rahael menangis dan terus meminta maaf Bi,"ucap Bu Rahayu gamang.
"Ada apa, ya Bi? apa Bi Jum tahu sesuatu? ,"ucap Bu Rahayu sembari menghela napasnya.
"Coba cerita bi, aku gak bakalan marah, Bi jum kok malah diam."
Mendengar cerita Bu Rahayu, Bi Jum sesaat termenung dan menunduk hingga beberapa saat "A- anu nyonya,"ucap Bi Jum sembari menautkan dua tangannya dan meremasnya beberapa kali, tanda Bi Jum gugup.
"Cerita saja Bi,"sembari Bu Rahayu memegang tangan bi Jum.
"Begini nyonya, seperti yang saya kabarkan tempo hari dan tepatnya sebulan kemarin,
non Rahael pamit sama bibi, katanya mau datang ke pesta sekolahnya sama non Silvi."
"Maaf nyonya, non Rahael sudah dapat ijin dari nyonya."
"Benar Bi, saya yang kasih ijin waktu itu," jawab bu Rahayu.
"La ... Itu nya, malamnya non Rahael gak pulang, sudah bibi telfon tapi gak tersambung nyonya, terus ... besok paginya non Rahel pulang sekitar jam sepuluh pagi. "Maaf nyonya, begitu saya pulang dari pasar, saya sedikit penasaran dengan suara air di kamar mandi yang terus mengalir, akhirnya bibi beranikan diri untuk mengetuk kamar mandi non Rahael, ternyata non Rahael sedang mandi."
Setelah saya menyiapkan makan non Rahael, non Rahael bilang kalau non Rahael menginap di rumah non Silvi nyonya. "Setelah itu non Rahel sakit selama dua hari badannya demam dan jarang keluar kamar ."
Mendengar cerita Bi Jum, Bu Rahayu sangat terkejut "Kenapa, bibi kok gak mengabari saya Bi dan kenapa baru cerita sekarang?!
"Maaf nyonya, beberapa saat lalu bibi kan sudah mengabari nyonya, meskipun non Rahael melarang saya, saya nekat untuk menelfon nyonya."
Seakan mengingat semua yang di ucapkan Bi Jum, kini Bu Rahayu hanya menghela napas nya dengan kasar.
Kini Bu Rahayu berdiri, "Terima kasih Bi,"ucap Bu Rahayu sembari menuju kamar anaknya.
Nampak dari raut wajah Bu Rahayu yang cemas, rasa gelisah dalam hati tak dapat bu Rahayu sembunyikan, di bukanya pintu kamar anaknya secara perlahan.
Begitu pintu terbuka lebar di lihatnya Rahael duduk di tepi ranjang dan Rahael hanya duduk termenung.
Rasa penasaran Bu Rahayu seketika tersulut
"Eh ... anak ibu,"sembari tersenyum dan memyentuh bahu Rahael.
Karena merasa ada yang menyentuh bahunya, Rahael sedikit terkejut. "Bu ... apa ibu mau memaafkan Rahel? tanyanya tiba-tiba. "Masih mau menerima Rahel, apa pun yang terjadi? setelah Rahael cerita?"Ibu janji, ibu gak akan marah?!!
Mendengar pertanyaan Rahael yang bertubi, akhirnya bu Rahayu tersenyum,"ibu janji?! ucap Rahael seperti ingin memastikan, "Ya sayang, ibu janji tak akan marah," jawab bu Rahayu seketika.
BAB 12. PENGAKUAN
Lama terdiam, setelah mendengar ucapan sang ibu masih dengan ragunya dan tatapanya yang kosong,"Bu, Rahael takut dan malu, Rahael juga gak tahu harus memulai cerita Rahael dari mana, ini juga bukan kemauan Rahael bu."
"Di sini Rahael korban bu." Menghela napas panjangnya dengan menunduk "Bu, Rahael hamil," ucapnya pelan.
Mendengar kejujuran anaknya Bu Rahayu seakan di sengat listrik tegangan tinggi, seketika Bu Rahayu menatap Rahael dengan tak percaya.
"A- apa, ibu gak salah dengar nak?" Rahael jangan bercanda. "Nggak bu, jawab Rahael cepat.
"Maaf kan Rahael bu," ucap Rahael lagi.
Seketika di rangkulnya Rahael dengan erat dan tak tahu harus berkata apa dan dengan sekuat hatinya Bu Rahayu mencoba untuk menahan tangisnya.
"Siapa nak?" Siapa, siapa yang tega melakukan padamu Rahael, siapa?! tanya Bu Rahayu memburu.
"Maafkan Rahael bu, Rahael juga gak tahu siapa bu, Rahael hanya menemukan ini," sembari menyerahkan kertas yang di dapat dari hotel.
Setelah menerima secarik kertas yang di berikan Rahael, Bu Rahayu langsung membacanya, kemudian menatap ke arah Rahael.
"Cerita Rahael, kenapa bisa begini?! Ibu minta Rahael cerita nak!!
Tak menunggu lama dengan menunduk Rahael langsung bercerita sembari memainkan ke dua jari tangannya.
"Waktu itu jam sembilan malam, aku dan Silvi sudah bersiap pulang, tiba-tiba Silvi pingin ke toilet bu, aku menunggu di tempat aku duduk. "Tiba-tiba ada teman Rahael datang namanya Mawan bu dan dia menawari Rahael minuman, Rahael tahu yang di bawa jus jeruk, awalnya Rahael menolak tapi karena terus di paksa akhirnya Rahael minum juga, tak berselang lama Rahael tak ingat apa-apa, ketika pagi hari Rahael bangun, Rahael sudah ada di kamar hotel dalam keadaan polos bu," ucap Rahael dengan mata merahnya.
Tangisnya mulai terdengar lagi, melihat anaknya menangis seketika Bu Rahayu memeluknya," Tenang-tenang Rahael ibu akan mencari temanmu itu untuk bertanggung jawab, tapi Rahael hanya menggeleng dengan tangisnya.
"Bu ... Setelah tiga hari dari kejadian itu Rahael sudah mencarinya, ternyata dia sudah pergi bu, rumahnya kosong."
Kini tangisnya semakin keras dengan isakan isakan, "Rahael takut bu, saat ini Rahael hamil bu," ucap Rahael pelan.
Tidak ada kata-kata yang Bu Rahayu ucapkan,
di peluknya Rahael dengan erat ,menangis itulah yang di lakukan. "Ya, saat ini dua wanita berbeda generasi tengah menangis, meratapi apa yang terjadi.
"Sssst ... Sudah jangan menangis lagi, mari kita pecahkan masalah ini sama-sama sayang dan kita cari jalan keluarnya."
"Ibu tak akan marah, marah sekalipun juga tak akan membuat semuanya kembali seperti semula. "Sekarang Rahael harus siap, kuat dan jangan pernah membenci ya sayang?! Apalagi saat ini ada sesuatu di sini" ucap sang ibu sembari memegang perut anaknya. "Maafkan Rahael ya bu ...."
"Sekarang istirahat ya, sayang, ingat kata ibu
dan gak boleh nangis lagi."Besok Rahael ibu ajak ke dokter untuk memastikan ya? ibu tidak mau ada penolakan ingat itu." Ibu ke kamar dulu sayang," sembari mencium seluruh wajah anaknya.
Bagaikan di hempas dari ketinggian seribu kaki tubuh bu Rahayu limbung , langkahnya goyah, air mata yang berusaha di tahannya sedari tadi kini luruh sudah " YA ALLAH, hamba mohon kuatkan hamba ini," Hanya itu yang terdengar dari bibir bu Rahayu, di rebahkan tubuhnya, isakan-isakan tangisnya kian menjadi, bergelut dengan hatinya dan tak pernah menduga jika semuanya akan terjadi seperti ini, setelah puas menangis bu Rahayu mulai menata hatinya untuk tenang.
"Ya, bagaimana pun juga aku harus mencari anak itu tekadnya."
BAB 13. PENYESALAN BU RAHAYU
Maafkan ibu nak, karena kesibukan ibu di saat seperti ini ibu tak di sampingmu.
Flas back
Bu Rahayu seorang single parent, kini bekerja
sebagai pengajar di univ . kota M yang cukup terkenal, karena jenjang karir yang bagus bu Rahayu mendapatkan bea siswa dari univ yang di embannya.
Saat ini bu Rahayu sedang menyelesaikan kuliah S3 nya, pada awalnya bu Rahayu menolak, tapi karena semangat dari Rahael yang membuat Bu Rahayu akhirnya menerima.
Dua pilihan melanjutkan di luar negeri atau tetap di indonesia tapi harus di lain kota.
Saat itu Rahael masih baru masuk kelas 1 SMA, Rahael menyetujuinya, walau Rahael harus terpisah selama ibunya menuntut gelar S3 nya.
Akhirnya Bu Rahayu memilih kota B yang di kenal sebagai kota hujan. Hari-hari yang di lewati hanya dengan jaringan telefon, terkadang dua minggu sekali atau bahkan seperti saat ini sebulan penuh B Rahayu baru bisa pulang.
Memang selama ini, Bu Rahayu percaya sepenuhnya dengan Bi Jum dan Mang Udin.
Toh selama ini aman-aman saja, kini yang menjadi penyesalannya dan membuat hatinya terluka, saat Rahael anaknya semata wayang mendapat musibah, Bu Rahayu tak bisa menemaninya. Saat hati anaknya terluka, tersiksa dan merintih meminta pertolongannya. kenapa aku tak di sampingnya, kesedihan yang terdalam yang kini yang di rasakan.
Flas back off.
Ini adalah tahun ke tiga di mana Bu Rahayu berusaha mengejar studinya hingga tak perlu waktu sampai empat tahun untuk menyelesaikan S3 nya.
Seperti janjinya pada Rahael pagi ini Bu Rahayu mengajak Rahael ke Dokter, setelah menempuh perjalanan hampir sepuluh menit Bu Rahayu tiba di sebuah klinik.
"Pagi bu, sapa suster perawat.
"Pagi suster, Dokter Sumi nya ada?"
"Silakan bu dengan bu Rahayu?" ucap sang suster mempersilahkan masuk. Tak menjawab pertanyaan sang suster Bu Rahayu hanya mengangguk saja.
"Mari, saya antar bu," ucap sang suster sembari tersenyum.
"Tok, tok, tok .... Masuk sus," jawab suara dari dalam. Mendengar itu sang suster langsung membuka pintu "Silahkan bu," ucapnya sambil menutup pintu kembali.
Begitu masuk dan belum sempat duduk "Eh ... Rahayu silakan, hm ... tumben kamu kemari, siapa, yang hamil?! tanya sang Dokter.
Mendengar ucapan sang Dokter, Bu Rahayu langsung melototkan matanya.
"Sudah Sumi, gak usah lebai, seperti ceritaku semalam dan jangan tanya macam-macam, kau sudah tahu ceritanya, kasian anakku nanti malu," cerocos Bu Rahayu tanpa rem.
"Maaf Rahayu, kamu datang-datang sudah mengintimidasi saja," jawab Dokter Sumi sambil tersenyum, kemudian melihat Rahael yang duduk dengan menunduk dalam memandang lantai.
"Sudah .... Sumi cepat periksa anakku," Rahael yang sedari tadi diam dan menunduk terkejut saat namanya di panggil.
"Rahael sayang, sini nak !" panggil sang ibu
"Kenalkan ini Bu Sumi yang akan periksa Rahael, sana salim dulu."
Mendengar ucapan sang ibu, Rahael langsung melangkah mendekat dan meraih tangan Dokter Sumi dan menciumnya.
"Eleh-eleh cantiknya, kenalkan saya Dokter Sumi teman ibumu."
"Sini sambil menepuk kasur, tanpa kata Rahael langsung naik dan merebahkan dirinya.
"Tenang, ini sedikit dingin," sembari mengoleskan gel ke perutnya.
Sambil menggerakkan alat di perutnya sembari sesekali membetulkan kaca mata yang sedikit melorot.
Sesaat kemudian Dokter Sumi tersenyum
"Semuanya baik, janin kuat dan mungkin ini kejutan untukmu dan juga buat gadis cantik ini, gimana siap?"
"Sudah jangan berbelit Sumi," ucap Rahayu.
"Hhhhh ... Tawa Dokter Sumi mengejutkan Rahael dan Rahayu.
"Rahayu-Rahayu kau itu masih sama saja,
sini mendekatlah, kau akan lihat calon cucumu, lihat bintik dua ini? Mereka sehat" jelas Dokter Sumi. "Hm ... selamat Rahayu, kamu langsung di kasih cucu dobel.
Seketika Bu Rahayu dan Rahael saling memandang tersirat raut sedih dan bahagia bercampur jadi satu, ini merupakan kabar sedih atau senang tak ada yang tahu, Bu Rahayu dan Rahael hanya diam untuk beberapa saat.
Hingga suara Dokter Sumi mengejutkan mereka, "Hei, kok melamun, sudah melamunya. "Selamat ya, jadi iri aku," ayo cantik, sudah selesai periksanya," ucap Dokter Sumi sambil membersihkan gel di perutnya. "Sekali lagi selamat ya!!"
Tak ada kata yang keluar sedikit pun dari mulut Rahael, kini hanya air matanya yang turun. Melihat keadaan seperti itu Bu Rahayu langsung merengkuh Rahael.
"Kok, nangis sayang ?"
"Aku gak mau anak ini bu, Rahael gak mau, Rahael masih pingin kuliah bu ... "ucap Rahael dengan isaknya makin keras.
Dokter Sumi menatap dengan diam dan bu Rahayu berusaha menenangkan Rahael yang masih menangis.
"Sudah-sudah nanti kita pikirkan jalan keluarnya ya!!"
Setelah lelah menangis dan lebih tenang "Gimana pulang ya?" nampak Rahael hanya mengangguk .
Menyaksikan seperti ini Dokter Sumi merasa trenyuh "Rahayu jaga kestabilan emosinya, usiannya masih enam minggu, meskipun janin nya sehat tapi keadaan seperti ini bisa membahayakan janinnya Rahayu," jelas Dokter Sumi.
Kemudian Dokter Sumi menulis sesuatu di secarik kertas "Ini resep nya Rahayu, jangan lupa di minum obatnya."
Rahayu hanya mengangguk tanda mengerti,
"Terma kasih ya, Sum," ucap Bu Rahayu sembari menjabat tangan Dokter Sumi.
Memeluknya sesaat " Yang sabar Rahayu, awasi Rahael, Rahael butuh perhatian ekstra saat ini," ucap Dokter Sumi sembari berbisik.
BAB 14 . PENCARIAN
Setelah mengantar Rahael pulang dan menebus obat, Bu Rahayu berpamitan pada
Rahael "Ibu akan keluar sebentar, ingat jangan berpikiran aneh-aneh dan lekas istirahat sayang," sembari mengecup kening Rahael.
Kemudian keluar kamar dan mencari Bi Jum.
"Bi ... panggilnya sembari mengambil tasnya. "Ya, nyonya," jawab Bi Jum sembari datang mendekat.
"Titip Rahael Bi, saya keluar sebentar," ucapnya dengan sedikit tergesa melangkah keluar, jawaban sang Bibi pun tak di hiraukan.
Berbekal alamat yang di berikan pak Mahmud Bu Rahayu langsung melajukan mobilnya dengan tenang menuju alamat yang di pegangnya. Cukup jauh hampir dua puluh menit akhirnya tiba juga berhenti di depan rumah yang berdiri kokoh dengan pilar- pilar yang menjulang. Rumah yang berdiri tepat di pinggir jalan memudahkan akses untuk kemana pun.
Pagar yang tinggi dan rapat membuat pandangan dari luar terhalang, sudah hampir lima belas menit bu Rahayu berdiri di depan pagar sembari memencet bel rumah.
Putus asa, tidak, hanya rasa geram yang saat ini Bu Rahayu rasakan, akhirnya Bu Rahayu berinisiatif untuk pulang.
Masih tiga langkah dari pagar, terdengar pintu pagar di buka . "Ada yang bisa saya bantu?" terdengar suara dari penjaga rumah.
Menatap penjaga rumah sejenak, hingga sesaat kemudian "Maaf mas, mas Mawannya ada?" tanya Bu Rahayu tanpa basa basi.
"Mas, Mawan?" tanya sang penjaga rumah ragu. "Hiya, betulkan ini rumahnya, tanya Bu Rahayu lagi."
Masih sedikit bingung dan ragu sang penjaga rumah dengan sesekali menengok dalam rumah.
"Benar bu, tapi .... mas Mawan kan, sudah hampir dua bulan ini gak di sini!!" jelas sang penjaga rumah.
Sedikit terkejut Bu Rahayu mendengar jawaban sang penjaga rumah "Memang kemana mas?" tanya Bu Rahayu dengan suara lemas," Yang saya dengar ke Bali Bu!!" jawab penjaga rumah.
"Boleh minta alamatnya mas?" Maaf bu saya nggak tahu permisi," sembari menutup pintu pagarnya.
Setelah mengetauhi yang di cari menghilang dengan lemas dan air mata yang coba ditahannya sedari tadi, kini mulai keluar begitu saja. Bu Rahayu bergegas masuk dalam mobil, tangisnya pun kini makin menjadi di sandarkan tubuhnya di kursi mobil masih dengan isakannya, pikiran Bu Rahayu seketika gelisah saat mendapatkan jalan buntu, hingga beberapa saat kemudian akhirnya Bu Rahayu memutuskan untuk kembali pulang.
Setelah sampai di rumah Bu Rahayu langsung menuju kamarnya merebahkan dirinya sesaat, menghilangkan penat dan sakit di kepalanya yang tiba-tiba pening. Hampir dua jam bu Rahayu tertidur, pukul tiga sore, Bu Rahayu terbangun setelah mengambil wudhu dan meraih mukenanya, samar-samar Bu Rahayu mendengar suara Rahael, muntah-muntah.
Di lipatnya mukena yang baru di pakainya
bergegas ke kamar Rahael.
"Rahael, kenapa Bi?" tanya bu Rahayu .
"Entahlah nyonya, tadi sehabis makan non Rahael kok langsung muntah-muntah," jawab Bi Jum dengan heran. Mendengar jawaban Bi Jum, Bu Rahayu langsung menuju kamar Rahael "Ya sudah bi, biar saya lihat di kamar."
Memasuki kamar anaknya, terlihat wajah pucat Rahael dengan tubuh lemasnya.
"Gimana, sayang masih mual?"Sudah minum obatnya?" Tanya Bu Rahayu sembari tersenyum.
"Hm ... kok diam, sini ibu bantu?! Di ulurkan tangannya dan meraih gelas di samping nakas "Di minum dulu sayang" sembari memberikan gelas pada Rahael. "Ada apa ?" hm .... sini cerita sama ibu ."
Di pandang nya Rahael "Sudah, cerita saja ibu gak marah," Sembari mengangkat dua jarinya berbetuk V.
Rahael menatap sejenak seakan ragu untuk memulai berbicara.
"Bu .... Rahael tak menginginkan anak ini bu, Rahael gak mau bu," ucapnya dengan tangisnya yang tiba-tiba.
Melihat ini Bu Rahayu langsung memeluk Rahael dengan erat.
"Jangan pernah menghukum anak yang tak berdosa Rahael, ini juga bukan di sengaja ."
"Ibu tahu seperti apa perasaanmu saat ini,
tapi .... bayi ini tidak tau apa-apa Rahael jadi jangan menghukumnya juga, paham sayang?"
"Tapi, bu!!" Bagaimana dengan cita-citaku dan impianku?" kembali Rahael berucap dengan pelan.
Di elusnya kepala Rahael dengan lembut "Semua bisa di atur dan mari kita sama-sama mencari jalan keluarnya dan ibu akan melakukan hal terbaik untuk Rahael."
Tak berapa lama adzan magrib terdengar Bu Rahayu melepas pelukannya.
"Ayo, shalat bareng ibu," Sembari ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Bu Rahayu tersenyum saat melihat Rahael menyusul shalat di belakangnya.
Setelah shalat magrib Bu Rahayu bergegas keluar kamar dan memanggil Bi Jum.
Mendapati Bi Jum yang sedang di dapur, Bu Rahayu segera menghampiri.
"Bi, setelah shalat isya ke kamar ya bi !" ucap Bu Rahayu lagi. "Baik nyonya," jawab Bi Jum pelan.
Setelah shalat isya dan makan malam Bi Jum menuju kamar Bu Rahayu.
"Tok, tok, tok, Masuk Bi, jawab Bu Rahayu dari dalam kamar.
Melihat siapa yang masuk Bu Rahayu tersenyum "Sini Bi, masuk Bi," perintah Bu Rahayu.
"Bi, sebelumnya tolong panggil suami ibu juga, Mang Udin Bi." Kini Bi Jum bergegas, menuju kamar belakang untuk memanggil suaminya, mereka berdua segera datang ke kamar Bu Rahayu. Kembali tersenyum saat dua orang yang di tunggunya datang "Mang, Bibi silahkan duduk, saya mau cerita, ini tentang Rahael Bi, Mang."
"Saya juga minta tolong, setelah saya cerita jangan menganggap Rahael rendah atau menjijik kan," ucap Bu Rahayu dengan menunduk.
Mang udin dan Bi Jum hanya tertegun setelah mendengar ucapan Bu Rahayu.
"Mang, Bibi!!" Rahael hamil, Rahael di perlakukan tak senonoh dengan teman sekelasnya Bi, sebelumnya Rahael di buat pingsan dan di beri obat tidur Bi, hingga akhirnya kejadian itu terjadi."
"Saat ini Rahael kalian hamil dan dia tak menginginkan bayinya," terdengar suara Bu Rahayu serak. Kini tangis yang coba dia tahan akhirnya luruh juga, Bi Jum dan Mang Udin seakan tak percaya dengan yang mereka dengar, mereka bertiga menangis nona kecil yang di jaga layak anaknya sendiri tengah berjuang menjalani semua dalam diamnya.
Hingga beberapa saat setelah tangis mereka mereda. "Gimana Mang, Bi?!" Apa yang harus aku lakukan laki-laki yang merusaknya telah pergi Bi, sahabatnya Silvi juga pergi, aku seperti menemui jalan buntu Mang, Bi."
"Sudah dua hari Bi, aku menghubungi teman sekelasnya, tapi hasilnya nol Bi."
"Saya bingung Bi," Dengan tangisnya yang sudah luruh kembali. "Aku kasian Rahael Bi, saat perutnya membesar tanpa ada status yang jelas, aku takut bi !!" Jika Rahael jadi ceomohan orang dengan statusnya saat ini."
Di rangkulnya nyonya besarnya "Sabar nyonya jika nyonya kuat non Rahael pasti juga kuat
sabar, ikhlas dan tawakal Nyonya."
Mang Udin masih diam terpaku di tundukkan wajahnya sembari sesekali mengikis air matanya.
BAB 15. SEMANGAT
Sudah dua hari setelah percakapan mereka, Mang Udin dan Bi Jum kembali bersikap
seperti tidak ada kejadian apa-apa, mereka melakukan tugasnya seperti biasa.
Pagi ini nona kecilnya muntah-muntah terus hingga sepanjang hari, Bi Jum yang sedari tadi mendengar akhirnya dengan tergopoh-gopoh menghampiri "Kenapa non?" sambil memijat tengkuk nona nya .
"Gak tau Bi," jawabnya sambil mengusap mulutnya.
"Sudah minum obatnya non?" Rahael hanya
mengeleng," Kenapa non ?"ayo .... sini, duduk dulu bibi ambilkan obatnya, ya?!"
Rahael hanya menurut kini duduk dengan badannya yang terasa lemas, karena seharian Rahael muntah dan apa yang di makannya di kelurakan lagi. Melihat seperti itu bibi segera mengelus perut nonanya .
"M .... kenapa cucu bibi rewel, kasian ibunya sayang," sembari terus mengusap perut Rahael. Kini, Rahael memilih berbaring setelah minum obatnya, "Sudah enakan non?" tanya Bi Jum pelan. "Ya bi, jawab Rahael sambil tersenyum.
"Ibu mana Bi?"tanya Rahael. "Katanya ibu keluar sebentar non."
"Bi, maafin Rahael sudah gak jujur sama bibi, selama ini aku jadi merasa bersalah dan kasian ibu, Bi."
Bi Jum hanya tersenyum sembari terus mengusap perut nona kecilnya.
"Non harus semangat, gak boleh menyerah dan harus sehat terus rajin minum obat dan vitaminya, katanya Non juga mau kuliah !"
Rahael langsung menatap Bi Jum dengan tak percaya," memang bisa Bi?" tanya Rahael.
"Aduh Non, ya bisa saja!" lha ibunya Non meski sudah punya anak segede Non juga masih bisa kuliah, mangkanya Non harus semangat, kuat dan sehat."
"Tapi Bi, nanti kalau aku kuliah terus di tanya kok sudah hamil mana suaminya gimana Bi?"
Bi jum terdiam dan kemudian tersenyum, "yang penting sekarang Non harus tetap semangat ."
Setelah percakapannya dengan nona kecilnya terdengar suara mang Udin dari luar.
"Jum ... Jum, iki anak lanangmu wes bali, eleh ... eleh kok tambah ganteng le, goda Mang Udin."
"Bapak niki sampun nganten malu Pak, isin biasa ke mawon."
Mendengar perdebatan antara bapak dan anak akhirnya Bi Jum turun juga.
"Eh .... cah bagus, kok cepet baline ."
"La, pripun to Bu!" sanjang ngipun di utus bali wonten ingkang di pun rembuk."
"Uwes-uwes ra usa di terusne kono dang nang mburi," ucap ibu sembari menjinjing tas ranselnya.
"Rahael mana Bu, kok gak kelihatan?!" tanya anak Bi Jum. "Ada, di dalam," jawab Bi Jum lagi.
Tak berapa lama terdengar lagi suara Rahael muntah. Bergegas Bu Jum menaruh tas anaknya dan melangkah ke depan.
Begitu Bi Jum masuk dan mendekat dalam kamar," Bi, sini usap lagi perutku," ucapnya dengan manja. "Jika Bibi yang mengusap terasa nyaman, Bi nanti malam tidur sama aku ya?" usapin perut ku Bi."
"Iya .... non, tapi setelah Bibi ketemu dan omong-omong sama anak Bibi dulu!"
"Mas Galang datang Bi?! tanya Rahael dan bi Jum hanya menjawabnya dengan anggukan kepalanya.
"Aku pingin ketemu Bi, tapi aku malu dengan keadaanku sekarang, kini Rahael langsung memalingkan wajahnya.
"Sudah gak apa-apa, nanti Bibi ajak kesini sekalian tak bawakan oleh-oleh dari mas Galang ya non."
" Pasti getuk pisang, m .... Air liur ku kok tiba-tiba turun Bi. "Kini tangan Rahael sudah mengusap mulutnya. "Hhhhhh ..... tawa Bi Jum langsung terlepas begitu saja," pasti cucu Bibi pingin getuk pisang," Rahael hanya tersenyum mendapat ledekan dari bibi nya.
Sore ini bu Rahayu sudah pulang, Rahael yang ada di ruang tengah langsung menyambutnya dengan sepiring getuk pisang.
"Eh .... cantiknya ibu tumben," sembari mengelus ujung kepalanya.
"Bu, mas Galang datang, aku dapat ini,"
sembari memakan getuk pisang yang sudah di potong-potong sama Bi Jum di piring.
"Apa itu sayang?" getuk pisang Bu."
"Ibu juga mau," ucap Bu Rahayu dan langsung mencomot dan di makannya. Rahael yang melihat ibunya memakan getuk pisang "Loh .... kok di makan Bu, punya Rahael Bu," sembari matanya berkaca-kaca.
Melihat anaknya menangis Bu Rahayu jadi terkejut "Loh, kok nangis?" Bi .... getuk ku di makan ibu dengan isaknya.
Mendengar jawaban Rahael seketika Bu Rahayu tersenyum dan menggodanya lagi.
"M .... ternyata cucu ibu pelit gak mau berbagi."
Bibi yang berada di dapur tertawa terpingkal-pingkal mendegar ucapan sang majikan. "Ibu mandi dulu sayang," ucap Bu Rahayu sambil mengecup pipi Rahael.
Di dalam kamar bu Rahayu tersenyum, setelah dua bulan akhirnya Rahael tersenyum kembali," terima kasih YA ALLAH," ucapnya pelan sembari masuk dalam kamar mandi.
Hingga jam makan malam tiba Bu Rahayu masih dalam kamarnya "Nyonya makan malam sudah siap," suara Bi Jum memanggil. "Ya bi, sebentar," jawabnya.
Kali ini Rahael mau makan di meja makan, tapi dengan syarat mas Galang ikut makan bersama di meja makan. Persyaratan aneh yang di ajukannya di turuti begitu saja dengan Galang.
Rahael tersenyum ketika mas Galang ikut makan bersama, Bu Rahayu, Mang Udin, serta Bi Jum hanya tersenyum melihat tingkah Rahael.
Di tengah makan dengan mulut penuhnya "Bu ... nanti malam Rahael ajak bibi tidur sama aku, boleh kan?!" Bu Rahayu menatap dengan heran "Jangan Rahael, kasian mang Udin," jawab Bu Rahayu.
"Tapi, Rahael pingin di elus perutnya, sama Bi Jum Bu!!" ucapnya sambil matanya berkaca kaca, Bu Rahayu masih bingung harus menjawab apa," duh ... cucu ibu ini, kok aneh-aneh, pamit Mang Udin dulu, boleh nggak Bi Jum tidur dengan Rahael."
Tanpa perlu di minta untuk kedua kalinya "Bolehkan mang?" tanyanya. Mang Udin hanya tersenyum dan mengangguk," asik ... terima kasih Mang!!"
Galang yang melihat adegan itu hanya tersenyum sembari sesekali menggeleng.
Setelah makan malam selesai, Rahael terus mengikuti Bi Jum kemanapun Bi Jum melangkah "Ayo Bi, cepetan beberesnya," pintanya tak sabar.
"Sabar, Non tinggal satu piring ini, nanggung."
Karena merasa bosan menunggu dan matanya juga sudah mulai mengantuk," Bi, Rahael tunggu di kamar ya?!" ucapnya sembari melangkah naik. Bi jum hanya mengangguk tanda setuju.
Sebelum ke kamar Rahael, Bi jum ke kamar Bu Rahayu dulu mengetuk pintu kamar Bu Rahayu sesaat,"ada apa, Bi?" terdengar suara menyahut dari dalam.
"Masuk, Bi," kembali Bu Rahayu menjawab. Begitu masuk terlihat Bu Rahayu tengah termenug. "Maaf Bu, apa suami saya
sudah cerita?" tanya Bi jum .
"Sudah Bi, tapi rasanya berat Bi, aku gak mau egois kasian Galang aku tahu Galang itu baik tapi aku juga bingung Bi."
"Tapi Nyonya, bagaimana kalau laki-laki itu belum ketemu dan perut Non bertambah besar?" Bi ... tiba-tiba Bu Rahayu menangis .
"Bi ... Maafkan saya, kenapa saya harus melibatkan Galang, Bibi dan Mamang, kalau memang ini yang terbaik untuk Rahael Bibi," suara Bu Rahayu terputus begitu saja dengan menyeka air matanya.
"Bi, besok aku pingin bicara sama Galang, Bibi, Mamang dan Rahael juga Bi. "Sekarang Bibi istirahat, sebelum Rahael mencari Bibi."
Setelah percakapanya dengan Bi Jum, Bu Rahayu masih juga belum bisa memejamkan matanya, sudah pukul satu dini hari tapi mata bu Rahayu tak kunjung terpejam, pikirannya campur aduk, menerima atau menolak kemauan Mang Udin dengan menghembuskan napas kasarnya,' aku harus segera membereskan semuanya,' ucap dalam hatinya.
BAB 17 . TAK ADA TOLAKAN
Setelah makan malam Bu Rahayu meminta semua orang termasuk Rahael, untuk datang ke ruang tengah.
Begitu mereka semua sudah datang dan berkumpul di ruang tengah, Bu Rahayu diam sesaat memandang Galang dan Rahael, entah mengapa hatinya serasa perih.
"Rahael," Yang duduk berselonjor di dekatnya kini menatap sang ibu, setelah mendengar ibunya memanggil. "Ya bu," jawabnya sembari menghembuskan napasnya yang terasa berat .
"Rahael, ibu tahu seperti apa saat ini perasaan kamu, tapi tolong setelah ibu bicara nanti, ibu tak ingin mendengar penolakan dan ibu juga tak ingin di bantah ini juga semua demi kebaikanmu," mendengar ini Rahael hanya diam dan menunduk.
"Rahael ibu akan menikahkanmu dengan Galang dan itu harus kau terima, ingat ucapan ibu di awal. "Rahael hanya mengangguk saja tak berucap apa-apa.
Mang Udin, Bi jum dan Galang tersenyum senang karena itikad baiknya bisa di terima.
"Mang untuk dua hari kedepan akan aku urus surat-suratnya, karena Mamang juga tahu aku tak bisa meninggalkan kerjaanku di kota B."
Rasa penat di hatinya kini mulai mereda, satu masalah telah terselesaikan.
Sudah seminggu ini Bu Rahayu dan Mang Udin mengurus surat-surat syarat pengajuan pernikahan.Ya, awalnya bu Rahayu ingin menikahkan mereka secara siri dulu ,asal status Rahael kini telah bersuami. Namun Mang Udin menolaknya dengan alasan "Kasihan Nak Rahael Bu, mending statusnya di perjelas dan kuat agar tidak jadi gunjingan orang."
Hari ini acara pernikahan Rahael dan Galang di laksanakan, walau dengan acara sederhana Bu Rahayu juga mengundang tetangga kanan kiri untuk menyaksikan.
Setelah di nyatakan sah bu Rahayu menangis merasa terharu Bu Rahayu dan Bi Jum saling berpelukan," terima kasih Bi, atas pertolongan dan kebaikan kalian, aku tak mampu membalas kebaikan kalian karena telah menyelamatkan nama baik anakku," ucap Bu Rahayu di tengah-tengah isaknya.
Bi Jum yang mendapat rangkulan tiba-tiba terkejut. "Sudah Nyonya hanya ini yang dapat saya dan keluarga saya berikan, Nyonya sudah terlalu baik kepada kami saat ini."
Kedua wanita ini sama-sama terisak dalam rangkulan. Setelah acara selesai dan para undangan telah pulang, mereka kembali seperti biasa Rahael kembali ke kamarnya, Galang masuk ke kamarnya di samping kamar Rahael, Bi jum dan Mang Udin tak mau pindah ke rumah depan mereka berdua hanya ingin tinggal di rumah belakang seperti biasanya.
Kini sudah dua minggu pernikahan Rahael, mau tidak mau Bu Rahayu harus kembali ke kota B untuk menyelesaikan studinya.Begitu pun dengan Galang harus kembali menyelesaikan kuliahnya di kota S.
"Bi ... Sembari melangkah mendekat ya Bu," jawabnya.
"Sini Bi, ada yang perlu saya bicarakan sambil menarik tangan Bi Jum."
"Sebentar nyonya", jawab Bi jum . "Jangan panggil Nyonya, panggil Bu saja!" sekarang kita besanan, aku juga akan panggil Bu juga mulai sekarang."
"Bu ... besok saya mau kembali ke kota B ."
"Maaf ... saya akan kembali menyerahkan pengawasan Rahael pada Bu Jum. "Sekarang saya juga lebih tenang terima kasih ya bu," ucapnya sambil merangkul besan nya.
BAB 16 .MANG UDIN DAN BI JUM
Mang Udin dan Bi jum sangat terkejut setelah mendengar cerita bu Rahayu hatinya juga ikut terpukul saat itu, mengapa kedua pasang suami isteri ini sampai lalai menjaga nona kecilnya.
Di tengah kekalutan hati mereka tiba-tiba,
"Jum ... panggil mang Udin .
"Piye nek Galang wae seng nutupi non Rahael,
bi jum hanya memandang tanpa bicara.
"Piye jum?" lanangane yo minggat ,terus piye nasib pe bocah iku?! sek cilik Jum," ucap Mang Udin.
"Aku ra iso omong Pak, tapi yo onok apik e pak tapi ... Kiro-kiro Galang gelem ta pak ."
"Yo ... mengko cobak tak tilfunne bocah e."
"Entah ini ide yang bagus atau sebaliknya tapi setidaknya kita sudah berusaha membantu dan beri jalan yo Jum?"
Bi jum hanya mengangguk tanda setuju.
Semalam setelah menelfon Galang dan menjelaskan semuanya pagi ini Mang Udin ke terminal untuk menjemput Galang.
Galang yang di telfon bapaknya pun secara mendadak terkejut untung saat itu ia ada di kos-kosan .
"Ada apa pak, kok tiba-tiba mendadak telfon? "
piye yo, bapak mulai cerita Lang!"
"Ada apa pak?" ini tentang Rahael nak,
dengarkan dulu bapak cerita le !"
BAB 18 . TENTANG GALANG
Galang laki-laki berusia 23 tahun saat ini ia kuliah di kota S lumayan jauh masih 8 jam bahkan lebih jika di tempuh dengan naik bis.
Galang memang sedari kecil teman Rahael secara otomatis karena ibu dan bapaknya bekerja di rumah Rahael .
Setelah mendapat telfon dari bapaknya dia jadi dilema di samping sebagai teman Galang juga cuma anak pegawai bu Rahayu sungguh berat sebenarnya mengatakan iya .
Tapi mengingat kebaikan Bu Rahayu saat ini sungguh seperti ada hutang budi yang harus di bayar saat ini.
Sang ibu cuma berharap semoga keputusan ini yang terbaik dan tak ada jeleknya membantu menjaga nama baik orang yang selama ini membantu kita. Kata-kata itu yang terus terngiang semalam, akhirnya hatiku luluh juga, aku akhirnya menyetujui juga
sebenarnya bukan masalah bagiku.
Setibanya di rumah pagi itu, hatiku trenyuh melihat Rahael wajahnya pucat dan aku mendengarnya dia juga muntah-muntah .
Tiba-tiba aku teringat tentang laki-laki yang meninggalkan dia begitu saja rasanya ingin aku hajar habis-habisan, geram di hatiku luntur saat Rahael datang menyapaku sembari tersenyum.
Aku tergagap saat bapak menyuruhku ke rumah belakang saat itu aku sadar sesadarnya jika keputusan yang aku ambil sudah benar, walau hanya sebagai penutup aib Rahael gadis kecil sepermainnanku.
Bapak menyuruh ku untuk istirahat dulu sembari menunggu bu Rahayu datang, sungguh saat itu aku sempat kaget karena ada sesuatu yang ingin Bu Rahayu bicarakan.
BAB 19.PERJANJIAN
Sore hari, ketika Bu Rahayu sudah datang bapak langsung memanggilku, entalah kenapa tiba-tiba aku dredeg, kulangkahkan kaki ku menuju ruang tengah mataku melirik kamar atas sepi batinku.
"Masuk Lang! suara itu mengejutkanku, kalau cari Rahael seperti biasa dia di kamar jarang keluar kalau gak makan Lang
"Lang bapak sama ibumu panggil kesini juga," pinta Bu Rahayu. Setelah aku memanggilnya dengan sedikit tergopoh bapak dan ibu masuk .
"Sini Mang, duduk di sini pinta Bu Rahayu dan kau juga Lang hampir sepuluh menit tak ada percakapan. "Gimana bu?" sebelum menjawab di pandangnya aku sesaat.
"Mang, Bi dan kau juga Lang," bukan maksud saya untuk mengambing hitam kan atas semua yang Rahael hadapi pada kalian, sungguh sebenarnya saya malu dan balasan apa yang saya berikan nanti, tapi melihat keadaan Rahael yang seperti itu mau tidak mau saya harus menerima pertolongan kalian, sebelumnya saya pribadi juga meminta maaf pada kalian."
Di pandangnya Galang sekali lagi nampak wajah muram," Lang apa kau ikhlas membantu Rahael?" tanya Bu Rahayu lirih. "Ya Bu," dengan cepat Galang menjawab.
"Jika kau ikhlas Lang, saya hanya ingin ada satu persyaratan untuk kalian berdua.
"Tolong satu saja, meskipun kalian nantinya nikah sah tolong jangan tidur sekamar dulu mengingat keadaan Rahael saat ini.
"Terima kasih karena sudah mau menjadi penutup aib Rahael dan ayah bagi cucuku nanti."
Aku tak dapat berkata apa-apa saat itu aku mencoba menelaah setiap kata- kata bu Rahayu.
Bapak menepuk pundakku, sembari tersenyum," terima kasih Lang," ucapnya dan bergegas melangkah kan kaki keluar.
BAB 20. NOMOR ASING
Setelah keberangkatan Galang dan Bu Rahayu ke tempat tujuan masing-masing Rahael seperti biasa hanya di rumah bersama Bi Jum yang berstatus mertuanya kini, untuk mengisi kesepiannya Rahael mulai belajar memasak dan bersih-bersih walau kadang semua yang dilakukan harus di ulang Bi Jum, karena rasa mual dan pusing yang tiba-tiba kerap muncul.
Kini sudah genap tiga bulan kandungan Rahael karena bu Rahayu dan Galang tak di rumah jadi yang mengantar ke Dokter Sumi, Bi Jum dan Mang Udin.
Seperti biasa Dokter Sumi sangat cerewet karena berat badan Rahael yang masih di angka itu-itu saja membuat Dokter Sumi geleng-geleng kepala.
"Kenapa? apa masih muntah atau makan nya yang bermasalah tanya Dokter Sumi."
Rahael hanya diam," tolong asupan gizi nya di perhatikan jika muntah di isi lagi sedikit-sedikit, vitamin dan susu hamilnya juga di minum ya sayang !" pinta Dokter Sumi.
Bi Jum sang mertua hanya tersenyum, "terima kasih Bu," jawab Bi Jum sambil berdiri.
Selepas kepergian Rahael dan Bi Jum, Dokter Sumi hanya menyerngitkan dahinya dan wajahnya menatap kasihan .
Sekitar sepuluh menit Bi Jum dan Rahael sudah memasuki rumah, Rahaela yang duduk di sofa terkejut saat tiba-tiba poselnya berdering.
Di tekannya tombol hijau dengan ragu karena angka yang tertera adalah nomer baru.
"Ya ... assalammualaikum wr.wb," jawabnya
tapi panggilan itu langsung terputus
panggilan hingga terulang hingga tiga kali.
"Siapa Rahael?" tanya Bu Jum.
"Entah lah Bu, sudah tiga kali melakukan panggilan, tiga kali kok di putus terus, mungkin salah sambung Bu," jawabnya.
"Coba ibu lihat, mungkin mas Galang sahut Ibu. "Bukan Bu andai nomer Mas Galang, Rahael tahu karena Rahael juga simpan nomornya Mas Galang."
"Jika panggilan itu masih terus menganggu jangan di angkat Rahael," pinta Bu Jum.
"Hiya Bu," jawab Rahael.
Seperti sore ini, ponselku kembali berdering Rahael yang berada di ruang tengah segera berlari untuk menjawab," Assalammualaikum wr.wb," jawabnya. "Tapi langsung kembali terputus," biar ku blokir saja," jawabnya dalam hati.
" Bikin geregetan ae," ucapnya lirih. "Kenapa Rahael? kok ngedumel tanya Ibu. "Ini lho Bu , berkali -kali nelfon kok bikin ribet," kembali ucap Rahael menggerutu. "ya sudah kalau merasa gak kenal gak usah di tanggapi bila perlu blokir Rahael."
"Hiya bu," jawab Rahael.
BAB 21. PINGIN GUDEK KOMPLIT
Sudah hampir seminggu Rahael sudah tidak muntah, makannya juga bertambah.
"Bu ... panggilnya sembari berjalan.
"Ada apa, Rahael kok keras suarannya."
"Bu, kapan ya? Mas Galang pulang?"
"Kenapa memang, wong tiap hari itu loh telfonan kok kangen," ledek Bu Jum .
"Es ... Ibu ini, aku kan pingin di kasih oleh-oleh Gudek komplit Bu," jawabnya.
"Gudek apa Masnya? timpal ibu mertuanya yang nyata-nyata memang sangat menyayangi Rahael.
Di liriknya mantu kesayanganya, yang kini tersenyum dengan wajah merona nya.
"Ya sudah sana, telfon mas nya bisa pulang nya kapan."
Tak berselang lama," Bu ... hiks, hiks, hiks terdengar isaka dari Rahel. "Lo ... kok nangis?"
"Mas Galang belum bisa pulang sekarang, besok katanya," ya sudah, gak apa-apa," jawab sang mertua.
"Ta...tapi kan Rahael mau nya sekarang Bu."
"Gimana kalau bapak yang belikan di perempatan Nak, buat tombo kangen," suara Mang Udin dari arah ruang tamu.
"Nggak mau," rengeknya sambil terus menangis.
"Ya wes ... sini bapak telfon mas mu dulu."
Setelah cukup lama menelpon, akhirnya berdering juga. "Assalammualaikum wr, wb jawabnya.
"Piye le, Rahael wes ngomong to pingin opo Iku mau."
"Nggih pak niki pun Otw pak, saya sudah siap-siap Pak! mungkin besok baru sampe."
"Hiyo ... pokok e dang bali mesakke kok ileren bocah e."
"Tolong berikan ke Rahael Pak telfon nya."
"Rahael ... iki masmu mau bicara."
sekilas terbersit senyum di wajah Rahael.
"Ya, mas Galang. "Gak pakai teriak Ra ... Rahael besok Mas baru nyampe, sekarang sebagai obat pingin beli di perempatan dulu ya?" pinta Galang
"Mau kan ?"
Sembarin tersenyum," hiya mas," jawabnya.
"Anak pinter gitu gak boleh rewel "Rahael tutup ya mas, waalaikum salam wr.wb, jawabnya.
"Pak..mas Galang bilang beli di perempatan dulu , besok mas Galang baru nyampe."
"Eleh-eleh Rahael , kalau sudah ketemu pawangnya aja nurut," jawab Pak Udin sembari mengusap pucuk kepala menantunya, Bu Jum yang duduk di ujung sofa hanya tersenyum simpul.
Sudah dua bulan Galang dan bu Rahayu belum bisa pulang, meski begitu hubungan jarak jauh tetap di lakukan .
Awalnya Rahael tak menanggapi tapi karena sabar dan telatennya Galang akhirnya Rahael mau menerima setiap kali Galang menghubungi nya. Malah sekarang Galang layaknya pawang bagi Rahael.
BAB 22. TERNYATA YANG DI RINDUKAN YANG BAWA GUDEK NYA.
Masih subuh Galang sudah tiba karena berangkat dari kota S sore hari, mungkin ini hal ternekat yang pernah di lalui Galang .
Layak seorang ayah sesungguhnya,entalah hatinya merasa senang saja melakukan apalagi yang meminta sembari merajuk .
Sesampainya di rumah Galang langsung meletakkan bawaanya di meja,langsung menuju kamarnya untuk bersih-bersih ,
langsung merebahkan diri untuk tidur lagi,karena Rahael pun masih tidur gak mungkin dia akan membangunkannya.
Bu Jum yang membukakan pintu hanya tersenyum melihat anaknya datang .
"koyo bar tugas ae le... celetuknya.
Sudah pukul tujuh pagi ,Rahael yang bangun langsung duduk di meja makan tentunya sudah bersih-bersih badannya dulu.
"Lo...bu kok ada Gudek lagi?" mas Galang nyasudah nyampe toh ."
"Belum ...Ra , " La terus gudeknya ?"
Lewat paket Ra,tuh...masih anget buruan Ra,
nanti ngeces lo dedeknya , goda ibu mertua.
"Sudah gak selera bu,jawabnya",
sambil berjalan lagi masuk ke kamar.
Mendengar jawaban seperti itu ibu
mertuanya hanya menggelengkanl kepalanya sembari tersenyum bahagia.
Galang yang mendegar percakapan antara ibunya dan Rahael segera bangun , langsung turun ke bawah.
"kok, belum di makan bu ?" tanya Galang .
"Ra gak mau Lang ,tunggu pawangnya yang ngomong, jawab ibu sembari melirik ke atas.
"Sini.....ibu menyeret Galang ke dapur.
Ada apa?" tanya Galang.
sembari sedikit berjinjit membisikkan sesuatu di telinga anaknya sembari tersenyum.
Galang hanya menggaruk - garuk kepalanya sembari tersenyum , "sudah duduk sana tak panggil Rahael dulu ."
"Ra......tok ,tok, tok....
Di bukannya pintu kamar, melongok kan kepalanya.
Di lihatnya menantunya kini sudah menangis.
"kok...nangis.,duh...cucu nenek ternyata cengeng sembari mengusap pipi nya.
"Ayo ..turun Ra gudeknya sudah menanti loh,
gak mau bu , jawabnya.
"Ya..sudah biar di bawa balik aja sama mas Galangnya ke kota S, jawab ibu mertuannya.
Dengan sedikit terkejut, " katanya mas Galang gak datang bu, la terus siapa itu yang duduk di meja makan coba lihat ,sungguh ."
Dengan sedikit berlari , "pelan Ra ", suara bi Jum memanggil , " jangan lari ."
"Na....begini baru mantap , jawabnya ,begitu di depan Galang .
"Terima kasih ya mas, sembari mengambil piring dan meletakkan gudeg dan teman-temanya .
"Ayo mas,temani Ra makan ,bu ayo temani Ra makan , pintanya."
"Ibu nanti saja bareng bapak Ra".
"Ayo mas sembari memasukkan beberapa lauk di atas nasi Galang .
Melihat hal tersebut Galang tersenyum penuh arti,hatinya tiba-tiba menghangat.
"Mas....sebelum makan, boleh gak Ra makannya sambil lihat wajah mas Galang?"
Seketika yang di tanya langsung tertawa terkekeh.
"Boleh-boleh , jawab Galang sembari menyuapkan satu sendok nasi dan lauk ke mulutnya .
Tiba-tiba Rahael bertopang dagu sembari menatap Galang.
Yang merasa di tatap mendongak kan wajahnya.
"Nah...gitu mas,aku jadi puas mandangnya.
"sst....kau itu,gak baik makan sambil gitu Ra."
"La...aku juga nggak tau mas, kok jadi gini akunya " , sambil tersenyum.
"Mungkin bawaan dedeknya ya Ra ?" seketika
diam...tak ada jawaban.
Setelah beberapa saat Rahael .
"Sudah puas Ra , natap mas mu yang ganteng ini hm..... tanya Galang. "Tuh.....nasi nya sudah habis , ternyata kamu ngidam nya sama yang bawa gudeknya Ra, sembari tersenyum .
"Nanti mas kasih foto nya yang paling guanteng ya," kalau mas sudah balik kuliah biar gak kangen kangen ."
Rahael hanya tersenyum mendengar ledekan Galang , "mas...aku sudah kenyang .
"Sudah puas juga lihat mas Galang nya ,
sekarang Ra kekamar dulu , terima kasih mas gudeknya sama yang itu tadi , sambil berlalu."
Galang hanya tersenyum , setelah selesai
makan Galang membereskan alat makannya dan juga milik Rahael.
Merebahkan diri di kasur sembari mengelus dadanya yang masih saja berdesir.
Masih teringat dengan percakapan nya dengan Rahael ,entalah membuat hatinya kembali bergetar hebat , gadis yang berusaha tegar dengan keadaanya kini berusaha berdamai dan berlaku senyaman mungkin dengan keadaan .
Gadis yang berusaha tegar dan manja di hadapan ku ,entah itu bawaan bayi atau memang dia berusaha untuk menghargaiku ,tapi tetap saja aku tergetar dan jantungku seperti marathon bila dekat dengan nya.
Galang yang tadi sibuk menggoda Rahael jadi lupa dengan tujuannya sebelum turun ke bawah, " Ra....sembari mengetuk pintu kamar Rahael .
Begitu pintu terbuka, " mandi gih...buruan ,
ayo ikut mas jalan -jalan.
"Serius mas," Galang hanya mengangguk.
Mas tunggu di bawah ya?"
Rahael hanya mengangguk tanda setuju.
BAB 23. CERITA PAGI HARI
Setelah menunggu beberapa menit , di lihat nya Rahael turun ,sudah siap ?"
"Mas..... kita cuma jalan -jalan saja kan?"
Nanti kalau di sana aku pingin apa-apa,
nanti kita bayarannya patungan ya mas ."
Mendengar ucapan Rahael , Galang tersenyum lebar , " aku gak sebokek itu Ra."
"Jangan khawatir asal Ra gak minta permata saja , sembari mengusap kepala Rahael.
"Ayo...jadi berangkat gak ! "
"Bu , kami berangkat jalan-jalan dulu ya ,"
mau kemana Lang ? "
"Ni bu mau ngajak Rahael ke taman sebentar biar gak di kamar terus ."
Setelah berpamitan, pak" Galang bawa mobilnya ,sambil meraih kunci mobil .
Di dalam mobil Rahael ,senyum nya terus mengembang.
"Kenapa ,tanya Galang sembari melirik ,
"hm....sudah hampir tiga bulan ini Ra gak pernah keluar,paling sama ibu dan bapak itupun kalau kontrol , cicit Rahael .
"Kenapa gak minta bapak nganter kalau mau kemana-mana Ra, jangan mengurung diri gak baik juga buat kamu dan dedeknya."
"Takut mas....jawabnya.
"Takut kalau ketemu teman lihat aku yang kayak gini ,malu...jawabnya.
Sekarang gak takut kan ?" tanyaku
Ra..hanya menggeleng , aku sengaja menepi sejenak ,kenapa ? "
Ku rengkuh bahunya, entah kenapa hatiku serasa luluh melihatnya diam dan menatap jauh kedepan .
"kita balik ya" seketika wajahnya berubah.
"Gak mas...jangan salah paham, aku seneng di ajak jalan-jalan, aku gak takut lagi jika keluar bila itu dengan mas Galang , serasa ada yang melindungi ku, aku menjadi tenang."
Sesaat ia menatapku dalam .
"Maaf....tiba-tiba itu yang ku dengar,
maaf kan Ra mas, adanya kejadian ini jadi semua ikut repot dan terima kasih mas,aku belum mengucapkan itu pada mas."
"Terima kasih sudah mau menolong Ra dan menerima Ra tanpa syarat, mau menutupi aib Ra dan menjaga nama baik keluarga Ra
sembari matanya kini mulai berkaca-kaca.
"Mas...boleh Ra ngomong jujur sembari menatap ku lagi ,aku hanya mengangguk tanda menyetujui."
"Sebenarnya saat itu , aku takut saat ibu mau menikahkan ku ,apalagi ibu bilang aku tidak boleh menolak , jujur hatiku sakit .
"Tapi begitu ibu mau menikahkan aku dengan mas...hatiku sedikit tenang ,setidaknya aku sudah mengenal mas , itu yang membuat aku diam dan tak menolak .
setidaknya saat ini aku tahu tujuanku mas.
"Walau pada awalnya aku tidak menginginkan bayi ini , karena aku merasa bayi ini merusak semua impianku ,air matanya menetes di pipi.
"Karena kesabaran kedua ibuku membuat aku sadar ,apalagi saat ini mas Galang menerimaku .
"Mas....,sekali lagi aku minta maaf mungkin selama ini mas merasa kasian ke aku ,jujur mas itu sudah cukup untukku .
"Terima kasih atas kesabaran dan perhatian
mas selama ini.
"Maaf mas dan terimakasih sudah mau menolong Ra , hanya itu yang aku dengar setelahnya hanya diam.
Mendengar pengakuan Rahael membuat hatiku sedikit tergugu dalam diam.
ku tatap wajahnya sembari mengusap pucuk kepalannya, " sudah ceritanya , tanyaku .
Rahael hanya mengangguk .
"Ayo di lanjutkan atau pulang ?"
"Ayo mas lanjut , jawabnya sembari tersenyum.
Hari ini aku tak jadi mebawanya ke taman aku belokkan mobil menuju sebuah mall yang cukup besar di kota M.
Kita berdua memang hanya sekedar berjalan jalan melepas penat hati dan pikiran,
Rahael masih saja menggandeng tanganku
serasa mencari perlindungan .
"Mas...kita kayak lagi pacaran saja tiba- tiba suaranya , membuat ku terkejut.
"Hahaha...kau itu kita bukan lagi pacaran sembari mendekat kubisikkan sesuatu di telingannya Rahael hanya tersenyum sembari mengenggam tanganku lebih erat.
"Ra...yakin gak pingin apa-apa ?" tanyaku
Karena dari tadi ku lirik ia selalu mengelus perutnya yang agak berisi.
Secara tiba-tiba Rahael menarik tanganku ,
"ayo..pulang mas,pintanya .
"Kita beli sesuatu yang kamu pingin dulu Ra ,
ku lihat wajahnya berkeringat,dan badanya seketika bergetar ,kuraih bahunya mencoba untuk menenangkan .
"pulang...mas kini air matanya mulai turun.
aku hanya menuruti apa yang di inginkan Rahael saat ini ,sembari ku edarkan pandanganku ke sekeliling.
Setelah sampai di mobil ku ulurkan air mineral agar Rahael segera meminum nya.
setelah tenang, " ada apa Ra? " sembari ku tatap wajahnya .
"Ayo mas...pulang , sembari menangis, aku bergegas melajukan mobil dengan kecepatan sedang.
"Gimana sudah bisa cerita sekarang hm...
saat ku lihat wajahnya kembali tenang.
Sebenarnya Tadi aku pingin masuk ke gerai ayam krispi mas, tapi sebelum aku bicara di sudut gerai itu aku melihatnya mas .
"siapa Ra....tanya ku , "laki -laki yang sudah ngasih aku minuman waktu itu mas.
Tiba-tiba Galang menghentikan mobilnya,
"mas....Rahael memanggil dengan takut.
Galang hanya diam beberapa saat sembari menggeleng lalu tersenyum.
"Ra...yakin gak pingin makan sesuatu mumpung kita di luar , tanyaku .
"Gak mas pulang ayo, pintanya.
"Sudah capek mas ,nanti jika pingin order online saja mas, sembari menunduk.
"Ra.....besok mas harus kembali ,hati -hati di rumah ,ada apa-apa cerita sama ibu dan bapak ,juga bila pingin sesuatu ngomong sama bapak dan ibu ya ."
"Jangan duduk di teras rumah sendirian ingat Ra Satu dan wajib ngabari mas ya !"
Rahael yang mendapat amanat begitu banyak hanya manggut -manggut.
Dua hari setelah keberangkatan Galang Rahael terus merasa was-was ,kini perutnya sering terasa kram bila mengingat pertemuannya dengan Mawan.
Ingatanya terkenang kembali pada peristiwa tiga bulan lalu , bergegas ia ke kamar dan mencari secarik kertas yang ia simpan .
Setelah menemukan kertas itu Rahael membacanya .
( Maaf ,bila aku telah melukaimu dan menyakitimu ,tapi ini cara satu-satunya agar aku bisa menjadikan milikku seutuhnya
selamannya kau akan jadi milikku .
Berjanjilah padaku kau akan menungguku dan aku akan terus mencarimu bila kau berusaha menghindar atau menghilang .
aku akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan )
Tangisnya pun luruh ba.....n kau wan ,umpatnya."
Yang di pikirkan saat ini bukan lah Mawan.
Tapi laki-laki dan kedua orang tuannya yang rela berkorban demi dirinya ,melindunginya dan menyayanginnya tanpa pamrih.
Tiba- tiba perutnya kembali kram dan
mulas. " Bu........teriaknya saat mengetauhi ada darah di bajunya,bu jum yang mendengar teriakan menantunya bergegas berlari kekamar ,Ra.......begitu membuka pintu.
Pak Udin yang berada di teras depan terkejut ketika tiba-tiba istrinya berteriak memanggilnya , "pak....cepat bawa Ra ke bidan Sumi ,cepat pak !" pinta bujum.
Dengan cekatan pak Udin mengangkat tubuh Rahael dan melajukan mobilnya, sepuluh menit hingga sampai di bidan Sumi.
Bidan Sumi terkejut saat melihat pak Udin membopong Rahael dengan tergesa masuk ruang periksa dan mendapati Rahael pendarahan , saat kontrol kemarin pun semuannya baik tak ada keluhan dan memang janin nya juga sehat.
Setelah menangani Rahael dengan cekatan bidan Sumi memanggil bu jum.
"Bu...tolong jaga kondisi Rahael, saat ini Rahael dalam kondisi tidak baik,ada yang menjadi beban pikirannya ,mungkin dia juga sedang merasa ketakutan saat ini bu."
jelas bidan Sumi ,untung semuannya masih dalam kondisi aman ,jadi masih bisa di selamatkan.
Mendengar penjelasan dari bidan Sumi ,bu Jum menghembuskan nafasnya yang terasa berat.
"Biarkan Rahael di rawat di sini selama tiga hari bu, ucap bidan Sumi .
Baik dok ,jawabnya.
BAB 24. KEGALAUAN GALANG
Sebenarnya Galang berat hati meninggalkan Rahael , tapi karena tugas kampusnya mengharuskan Galang harus kembali.
Saat ini Galang berada di semester akhir,
ia berusaha menyelesaikan kuliahnya degan cepat agar bisa menemani istri kecinya saat lahiran nanti .
pengajuan skripsi pun telah di setujui berarti beberapa bulan kedepan ia pasti akan sibuk
Entalah sejak sore hari pikiranya sangat kalut belum lagi mengingat Rahael yang ketakutan saat di Mall waktu itu.
Walaupun setiap hari bertukar kabar tapi hati Galang masih risau , merasa seperti ada sesuatu yang sedang mengintainya.
Biasanya setiap sore Rahael selalu bertukar kabar dengannya ,sudah hampir malam Rahael belum juga menelfon . saat Galang menelfon pun tak terhubung.
Pukul sepuluh malam hp nya berdering
dengan mata yang masih mengantuk di sentuhnya layar hijau.
" assalammualaikum wr.wb jawab Galang.
" Lang....ibu minta jangan terkejut , Rahael
pendarahan Lang , kata bidan Sumi harus
rawat inap Lang .
" jika kamu sibuk , gak pulang gak apa- apa ada bapak sama ibu di sini , mungkin bu Rahayu
besok baru datang.
" baik bu,Lang usahakan pulang besok ."
" ya..sudah Rahael masih tidur ,besok pagi ibu kabari lagi . Ya sudah ibu tutup telfonnya.
" waalaikum salam wr. wb.
Perasaanku bercampur aduk tak karuan saat ini kulirik masih pukul sebelas malam ,jika aku pulang sekarang esok pagi pasti sudah sampai .
Segera berkemas membawa barang seadanya, kini pikiranku hanya pada Rahael
membayangkan tubuhnya yang mungil dan wajah ketakutan membuat aku meringis.
Hampir delapan jam perjalanan membuat tubuhku lelah , jam sembilan pagi aku sudah tiba di rumah, saat tiba di pintu gerbang
secara sekilas aku menoleh
di seberang jalan ada mobil yang terparkir sebelum aku datang, entah kenapa pikiranku menjadi tidak enak , namun tetap saja ku langkahkan kaki masuk ke rumah dengan kunci cadangan yang ku bawa.
Segera mandi dan berganti baju aku memesan taksi , sembari menunggu taksi datang aku berjalan keluar gerbang , pandanganku masih tertuju pada mobil yang terpakir di seberang jalan.
mungkin mobil tetangga pikirku, sembari masuk dalam taksi yang barusan tiba.
Langkahku terhenti saat bapak memanggilku
"Lang....panggil bapak ,kuulurkan tanganku kucium punggung tangan bapakku.
"Gimana pak keadaan Rahael , tanyaku .
"Entalah nggak tega aku melihatnya .
"Memang nya ada apa pak ? " tanyaku lagi.
sudah ayo kesana , sembari mengajakku berjalan.
"Assalammualaikum,wr,wb. begitu memasuki ruangan Rahael .
Ibu yang melihat ku langsung tersenyum
ku raih tangannya untuk ku cium.
"Masih tidur bu , tanyaku ibu hanya mengangguk.
"Ibu pulang istirahat sama bapak biar aku yang jaga ya bu ,pintaku.
"yakin....aku segera mengangguk .
"Sebentar bu aku bicara dulu sama bapak .
Galang menceritakan apa yang dia lihat dan sedikit curiga dengan mobil yang berhenti di seberang jalan itu.
Tolong pak andaikan ada orang bertanya tentang Rahael ,bilang Rahael gak ada di kota ini. " Ya pak , pinta Galang.
Semenjak kepulangan orang tuanya ,ini untuk pertama kalinya Galang berada satu ruangan dengan Rahael gadis yang di nikahinya tiga bulan lalu.
Hatinya trenyuh melihatnya tertidur pulas,di pindainya wajah istri kecinya ,tiba -tiba hatinya berdesir.
Di dekatkan kursi yang ia duduki di rengkuhnya tangan Rahael di genggamnya penuh rasa . ya..ternyata perasaanya tak pernah salah ikhlas saja saat menjalani ini semua.
Sudah mendekati dhuhur Rahael menggeliat ,
Galang yang ketiduran sembari mengenggam tangan Rahael terkejut , saat ada yang mengusap pipinya sembari tersenyum.
"Maaf kataku,Rahael hanya tersenyum
"Kapan datangnya mas , tanyanya .
"Tadi pagi Ra...,jawabku
"Mas.....maaf sembari menatapku ,aku tersenyum sembari mengusap tangannya.
"Kenapa ? " tanyaku .
"Aku takut bila dia tiba-tiba datang menemuiku mas."
Aku menatap matanya,jelas ada ketakutan di sana ,ada sesuatu yang mengusiknya lagi mungkin tentang kejadian tiga bulan yang lalu pikirku.
"Sudah..." ingat pesan bidan Sumi , Rahael ,
kasian dedeknya sambil ku elus pipinya , tenang ya!"
Sore hari menjelang magrib setelah aku membantunya ke kamar mandi ,bu Rahayu datang .
"Rahael... maafkan ibu ya nak ,ibu baru bisa datang sembari mengecup pipi anaknya.
Galang terimaksih .
Setelah membantu Rahael kembali naik ke kasur , ku raih tangan bu Rahayu mencium punggung tangannya .
" Lang pulang dulu istirahat biar ibu yang jaga gantian . "Gak apa-apa bu Galang di sini saja. Mendengar perkataanku Rahael tersenyum ,bu ' biar mas Galang di sini ya , pintanya."
Menjelang malam bidan Sumi melakukan kontrol terakhir, selesai melakukan tugasnya Bidan sumi memanggilku dan bu Rahayu
keruangannya. " Ra....ku panggil setengah berbisik mas tinggal sebentar ya ! saat itu ia hanya mengangguk mungkin efek obat yang di minumnya tadi."
Bidan Sumi menjelaskan padaku dan bu Rahayu ,jika keadaan ini terulang untuk kedua kalinya aku menjadi khawatir yu terangnya ,walau bayinya sehat tapi kalau ibunya terus merasa ketakutan dan tertekan
itu berdampak tidak baik yu."
"Carilah solusi agar tidak terulang lagi ,aku tahu mungkin ini tak mudah untuk anakmu tapi aku harap berikan yang terbaik jangan sampai kejadian yang membuatnya takut di ingatnya lagi.mendengar itu semua bu Rahayu menatapku .
"Akan aku usahakan Sum akhirnya."
Ini hari terakhir Rahael di rawat saat kami bersiap - siap ,bapak datang .
Rahael tersenyum melihat bapak datang
"cantiknya...puji bapak , siap pulang? " tanya bapak . Mana ibu pak ? " di rumah masak makanan kesukaanmu
"Sayur sop,goreng tempe ,pepes ikan ,sama sambal kecap , mendengar menu kesukaannya Galang tersenyum , banyak banget Rahael menu kesukaanya.
"Ayo cantiknya mas Galang sudah siap pulang godaku " ,eh...yang di goda malah senyum- senyum saja , kini kucubit hidungnya .
"Jangan ngaco mas,nanti keblabasan ,jawabnya, aku hanya tersenyum sebari mendekat . kubisikkan sesuatu di telingannya Rahael tersipu malu sembari mencubit lenganku. "Ayo pulang mas ,capek dan bosen di sini , jawabnya.
BAB 26. KEINGINAN GALANG
Sepulang dari rumah Bidan Sumi Rahael lebih tenang dan ceria perutnya kini terlihat lebih buncit , kadang-kadang Galang juga pingin mengusap tapi ia urungkan .
Hubungan antara Rahael dan Galang pun bertambah intens sejak dari bidan Sumi.
Begitu memasuki gerbang rumah mata Galang masih memindai ke seberang jalan
mungkin apa yang ia curigai masih di tempat yang sama. perasaannya menjadi lega saat
mobil yang di curigai tak ada di seberang jalan.
Sembari membuka pintu , "ayo cantik turun " , sembari mengulurkan tangannya ," jangan bilang cantik mas malu sama bapak , sama ibu "jawabnya .
"Kalau gitu aku panggil istri kecilku mau "sembari setengah berbisik.
"Jangan gombal mas , hahaha....tawaku langsung pecah .
"Mau duduk dulu atau ke kamar Ra...tanyaku.
"Duduk di sini aja mas."
"Bu....begitu melihat dua sosok yang selalu menyayanginya sembari mencium kedua tangannya. Bergantian dua sosok ibu itu mencium keningnya " hm...cantiknya ibu ". jawab mereka serempak.
Duduk diruang tengah berkumpul seluruh keluarga serasa nyaman , Rahael yang ku lirik berkali kali menguap ," mau tidur Ra tanyaku."
"ya mas, sudah ngantuk saya keatas dulu ",
pelan pelan Ra tegur ku saat melihat Rahael menaiki anak tangga agak tergesa , melihat hal seperti itu membuat aku ngeri .
" Bu apa sebaiknya Ra pindah di kamar bawah ,kasian perutnya mulai membesar mengandung dua sekaligus meski masih tiga bulan terlihat besar , ibu hanya tersenyum terserah Lang atur saja , pinta bu Rahayu.
Lama terdiam , "pak , gimana yang Galang bilang kemarin ?"
Ibu dan ibu mertuaku langsung menatapku horor .
"Benar Lang jika ku perhatikan mobil itu hingga jam sepuluh malam masih parkir di situ . Bapak ingat plat nomernya atau mencatatnya pak ?"
"waduh...kok lupa Lang tapi seingatku huruf depannya DK . Bu Rahayu seketika menyerngitkan dahi , apa pak DK ? apa itu plat nomor Bali Lang !"
Seketika b Rahayu mendekat dan memelankan suaranya .
"Lang jangan jangan itu mobil temannya Rahael ?" sambil sesekali menengok ke lantai atas . Galang terdiam sesaat , "bu apa ini ada hubungannya dengan pendarahan Rahael kemarin?" mereka kembali terdiam.
" Bu , bagaimana kalau Rahael ikut saya saja di kota S bu, kebetulan saya di sana ngontrak rumah meskipun tidak besar masih cukup jika untuk ditinggali sama aku dan Rahael ucap Galang .
Bu Rahayu diam ," kenapa kau berpikiran seperti itu lang apa kau tak kerepotan nantinya mengurus Rahael ,kuliahmu dan usahamu itu juga ucap bu Rahayu , " gak bu"
jika untuk Rahael aku tak keberatan .
karena kuliah Galang juga tinggal nunggu ujian dan wisuda saja."
" Ini juga demi kebaikan Rahael bu,jadi teringat waktu di bidan Sumi , Rahael mengatakan ketakutanya jika sewaktu waktu orang itu muncul ."
Bu Rahayu menatap kedua orang tuaku "gimana ? bu ,pak menurut kalian seperti meminta persetujuan , kedua orang tua ku tersenyum jika itu untuk kebaikan Rahael gak ada salahnya jawab bapakku."
"ya sudah jika ini keputusan kita bersama aku setuju , tapi tolong Lang sebelum Ra melahirkan jangan kau apa apain ya !"
aku tersenyum mendengar ucapan mertuaku.
"oh..ya pak , bu saat Rahael bersamaku jangan beritahu pada teman atau sahabatnya pun jika Rahael tinggal di kota S bersamaku , mereka mengangguk setuju .
"ini juga demi keamanan Rahael dan kita tahu seperti apa kondisi Rahael saat ini.
BAB 27. KEBERANGKATAN
Pagi ini setelah sarapan pagi , semuannya masih duduk di meja makan enggan beranjak .
" Ra panggil Galang ,merasa di panggil Rahael langsung menoleh " ya"
"Mau ikut mas ke kota S ?
" Rahael langsung tersenyum , sungguh ?"
"apa ibu sekalian menyetujui ?"
" jika kamu ingin ikut mas mu ikut Ra , biar ganti suasana dan deket sama pawang kamu celoteh ibu mertuanya ,Galang yang merasa ibunya mulai mengoda Rahael tersenyum puas . Rahael langsung menunduk dengan wajah meronanya .
"Jangan goda terus bu nanti ambeg kan aku yang repot jawab Galang ".
" kalau gitu besok kita berangkat ya Ra !"
" eah kalau gitu Ra harus siap siap ,bu bantu Ra ya ," pintanya ".
" ku raih tangannya , ayo mas aja yang bantu
berjalan beriringan ,jangan tergesa gesa Ra jatuh , omel ku . kedua ibu yang duduk di bawah ikut tersenyum bahagia."
Masuk ke kamar Rahael untuk pertama kalinya,ku pindai rapi ,bersih dan satu wanita banget , bercat pink .
Duduk mas pintanya , menarik koper dalam lemari sini Ra, ku raih koper itu , bawa secukupnya dan yang penting penting saja Ra , titahku. hanya mengangguk sembari mengambil beberapa pakaian .
Besok kita berangkat bawa mobil sendiri Ra biar gak capek ,kalau naik bus nanti capek oper oper di terminal ,kembali mengangguk .
ku usap pucuk rambutnya dengan gemas, "kok mengangguk angguk saja Ra ,sembari ku tangkup wajahnya, " ah...mas Galang ganggu terus kapan selesainya aku ."
"Na kan jadi capek aku , sini bantuin sambil cemberut , lucu kamu , sembari ku toel hidungnya , "ih...kalau mas gitu terus aku gak jadi ikut deh ,ancamnya .
Aku langsung terdiam , ku geser tangannya "Ra ....., boleh gak ngelus itu , kok pingin Ra pintaku , "jangan macam macam mas entar ketagihan , jawabku ." gak usah mas ,aku belum siap ".
Beberapa saat kemudian ,mas turun ya"
ikut atau langsung istirahat , Ra tidur saja mas .
Ra..., boleh mas ngomong kembali duduk jongkok di hadapan Rahael. " tolong nanti setelah kita di sana jangan canggung untuk meminta tolong ataupun yang lainnya .
"oh..ya, tolong keberangkatan kita rahasiakan pada teman temanmu sekalipun sahabatmu janji !"
" aku kembali berdiri sesaat ku cium keningnya , serta kembali menoel hidungnya.
na..kan, mas sambil memukul lenganku."
" sudah turun sana sembari mendorong tubuh ku keluar kamar aku tertawa terkekeh , sembari berjalan menuju kamarku
BAB 28 .KEBERANGKATAN 2
Masih pagi buta bumil satu ini sudah terbangun dan siap siap . Ra.....panggil ku saat hendak turun " bentar mas " sudah siap
membuka pintu sembari menarik koper , sini biar mas yang bawa , kamu turun dulu pelan pelan Ra.
Ku lihat kedua ibu sibuk menyiapkan sesuatu di dapur , Ra sarapan dulu kamu juga Lang
"Ra.....,obat dari bidan Sumi gak lupa kan ?"
ini susu ibu hamil dan beberapa snack untuk di mobil .
Setelah memasukkan koper dan barang bawaan dari kedua orang tua kami berpamitan .
Pak, bu kami berangkat sambil mencium punggung tangan mereka bergantian.
Lang ingat jangan ngebut , ingat ada empat nyawa dalam mobil ini , hiya bu sembari mengangguk.
Membawa bumil dalam perjalanan jauh sangat menegangkan ,beberapa waktu berhenti sejenak untuk sekedar sholat dan ke toilet atau hanya istirahat sebentar untuk menghilangkan penat karena lamanya duduk.
perjalanan yang biasa di tempuh delapan jam kini harus di tempuh hampir dua belas jam . setelah hampir sampai tujuan, mas berhenti sebentar ya, di situ kulihat alun alun kota S aku hanya mengangguk .lalu ku belokkan mobil menuju tempat parkiran .
"Gak capek Ra ,tanyaku "
"Melihat taman di alun alun ini kok jadi pingin kesini mas , di rengkuh tanganku ."
"Mas ,boleh gak !" ,belum sempat aku menjawab .
" Mas pingin jalan kayak orang di depan kita
yang itu mas sembari berbisik di telingaku.
Aku tersenyum melihatnya ,langsung ku raih tangannya , begini Ra tanyaku ,Rahael hanya mengangguk ,"kita jalan satu putaran ya " sembari menggenggam tanganku drngan erat.
ku usap pucuk kepalanya sembari berjalan
ih....anak bapak ngidamnya pingin kayak orang pacaran saja godaku , is....gak ikhlas ni nglakuinnya sembari melepas tangannya .
Kembali ku raih tangannya ,kok di lepas Ra tanyaku " aku ikhlas apalagi buat istri kecilku yang lagi bumil ini , Rahael memelototkan matanya tajam .
" tak terasa satu putaran terlewati dengan acara merajuk juga .
" Gak pingin apa apa Ra mumpung di sini ."
"Gak mas, ayo pulang pintannya .
kembali memasuki mobil ,Ra jangan kaget ya nanti kalau sudah nyampe kontrakan mas kulirik beberapa saat , kenapa hem....
maaf kalau omongan mas menyakiti hatimu jelasku. ku tepikan mobil di pinggir jalan ku rengkuh tubuhnya.
Aneh saja aku mas , ngidamnya sama mas tapi ha.....belum selesai Rahael bicara aku sudah menutup mulutnya dengan tanganku
kok ngomong gitu Ra , mas nggak suka ".
Tapi bener kan mas ,sembari menatap wajahku . Entah lah kini bibirku sudah menciumnya ,ya untuk pertama kali aku mencium Rahael. mendapat ciuman dariku secara tiba tiba Rahael langsung menundukkan wajahnya ,maaf Ra ucapku,
terlihat wajahnya merona .
Jangan pernah sekali kali mengatakan itu lagi mas gak suka, ingat jika Ra masih terus ngomong yang bukan bukan lagi ,mas akan menciummu seperti tadi.
kembali menjalankan mobil dengan perasaan tak terbayang kan , dadaku berdesir hebat ,jantungku ya .....ingin rasanya aku periksakan ke dokter supaya detaknya kembali teratur dan normal .
Hening di sisa perjalanan hingga sampai di ruko kontrakan ku .
Ra....ayo ,sudah sampai . ku keluarkan koper dan barang bawaan lainnya .
Kok ruko mas tanya Rahael ,nanti mas jelaskan kalau sudah di dalam ya !" ayo masuk .
Rin , no....teriaknya begitu masuk ke ruko
mas ......Galang datangnya kok gak bilang bilang , ucap nono karyawan Galang .
No tolong bawain ke atas ya !" siap pak bos jawab Nono .
Rahael..., ayo sembari menggandeng tangannya , sudah penasarannya nanti saja
sekarang mandi istirahat dulu Ra ,titahku.
Sesampainya di atas ini kamarnya dan ada kamar mandi juga di dalam , itu dapur dan tempat jemuran di samping Ra , terus....
aku laper mas....jawab Rahael yang mengejutkanku , eh....sampe lupa kalau dedeknya belum makan , pesen online dulu ya Ra ".
Mau makan apa Ra , nasi angkringan ,nasi kucing atau .... Gudek mas pintanya.
Mas ....kebawah dulu sambil nunggu gudeg nya Ra , mandi terus istirahat Ra.
BAB 28 . PENJELASAN UNTUK RAHAEL
Menunggu kira kira sepuluh menit orderan yang kupesan datang , terimakasih kasih mas jawab ojol yang mengantar makanan yang ku pesan ,ku lirik dua karyawanku beberes.
No , Rin ini buat kalian saya keatas dulu . terimakasih bos jawab mereka serempak.
Begitu sampai di atas ku lihat Rahael tidur di sofa depan tv ,kupindai seluruh wajahnya agak sedikit tembem ,is....kenapa juga tidur di sini . kuletakkan makanan di meja makan berjalan ke sofa , ku bopong tubuh Rahael menuju kamar dan membaringkannya .
Mungkin sebaiknya aku juga istirahat, mungkin lelah dalam perjalanan membuatku cepat tertidur . Tak terasa sudah magrib saat dua karyawanku membangunkanku berpamitan pulang.berkali kali mereka meminta maaf saat mengetauhiku tertidur berdua dengan Rahael aku hanya tersenyum kecut sembari mengangguk.
Ra...Ra... panggil ku saat dia belum terbangun juga , sudah magrib ayo sholat setelah itu makan kasian dedeknya.
perlahan matanya terbuka ,eh.....kok tidur di sini mas ? aku hanya tersenyum .
Ayo buruan mandi mas tunggu kita shalat jamaah yuk , Rahael hanya tersenyum .
Bergerak perlahan menuju kamar mandi ,
lo...kok udahan cepet mandinya , hanya menggaruk rambutnya belum bawa ganti mas masih di koper , bergegas mengambil baju asal dan buh seketika aku terkejut saat
melihat perabot Rahael berserakan .
selesai shalat aku dan Rahael menuju meja makan , dengan lahap Rahael makan .
Mau nambah Ra ,tanyaku ,boleh ?" aku mengangguk mengambil seporsi lagi ,aku hanya tersenyum melihatnya .
Mas ..., sambil menuju ruang tv dan mengandeng tanganku. mas... bohong ni,katanya di rumah kontrakkan tapi kok di ruko .
sesampainya di sofa sini istri kecilku sembari ku tepuk bangku di sisiku , mau cerita dari mana dulu sambil ku rangkul bahunya .
M.....mas, boleh tanya , mas sebelum nenikah dengan Ra mas punya pacar ?" aku hanya menggeleng , terus...ruko ini !"
Boleh mas jujur ,dia hanya mengangguk
Awal mas kuliah di kota S ini memang mas masih belum punya keinginan apa apa Ra ,
Begitu masuk semester 3 mas mulai usaha kecil kecilan karena mas lihat di sini bagus buat usaha ,biasa modal awal patungan dari ibu dan bapak ,karena di sini prospeknya bagus ,alhamdulillah modal bapak dan ibu sudah mas kembalikan dan untuk ruko ini ,ini murni hasil penghasilan mas .
Apalagi sambil ku tangkup wajahnya ,cantik ucapku dan Rahael hanya tersenyum sembari menggeleng .
Sambil berdiri ayo, istirahat Ra besok toko akan sibuk bulan ini musim wisatawan datang Ra doakan lancar sembari tangannya akan mengelus perut tapi di urungkannya.
Ra...tidur di kamar yang tadi mas tidur di kamar sebelah jangan di kunci ya, ada apa apa mas di kamar sebelah . oh ya, besok aja beberes kopernya biar di bantu bi narmi Ra .
Ku hantar isteri kecilku ,ku kecup keningnya
Ra jangan di kunci dia hanya mengangguk.
...Belum sejam ku rebahkan tubuh ku ,mas.....tok tok ,tok ,tok , aku duduk di tepi ranjang dan berdiri ,apa Ra ?" kok belum tidur , dia hanya...
terdiam , kok diam Ra !" Gak bisa tidur mas
Mau apa coba , mas.....boleh minta tolong ,
mau di elus perutnya ,biasanya ibu yang ngelus sebelum tidur ,bueh......serasa dapat angin ku lebarkan senyum ku ,ayo sini tidur disini bumil . Rahael langsung merebahkan tubuhnya di sisiku membelakangiku secara spontan aku langsung mengusap perutnya .
Tak perlu lama Rahael langsung tertidur dalam dekapanku .
Jantungku tolong jantungku ,entah lah rasanya , ya ini untuk pertama kalinya aku menyentuhnya mengelusnya selama hampir empat bulan setelah menikah dengannya baru kali ini aku menyentuhnya .
BAB 29. SEMANGAT BUMIL
Pagi hari bumil ku sudah terbangun .
aku yang terkejut mendengar benda jatuh terbangun , ku selusuri dapur ,eh.....sudah bangun Ra tanyaku yang di tanya malah tersenyum ,mau bikin teh mas ,maaf jadi bangunin ,kulirik jam hm...masih pukul setengah lima Ya sudah mas bantu ,habis itu subuhan yuk ,rahael hanya mengangguk .
Selesai shalat subuh Rahael mencium punggung tanganku . Mas nanti Rahael boleh gak bantu bantu di bawah ,aku hanya diam
mas.....sembari mengguncang tubuh ku .
eh....ati ati dedeknya Ra, boleh tapi harus deket mas , di bagian kasir g boleh ikut melayani janji !" tersenyum oke bos .
Gemas dengan jawabanya kuusap pucuk kepalanya ,oh..ya Ra , nanti bi narmi datang bersih bersih dan juga nanti mas kenalin pada mereka ,terus.....mas bantuin Ra bikin nasi goreng yuk , laper.... jawabnya.
Berkutat di dapur berdua membuat nasi goreng memberi arti sendiri buatku,ternyata belum sehari bersamaku dia menjadi gadis
sedikit mandiri dan memang dia masih tetap sama Rahael kecilku ,menyatap sarapan bersama dan sesekali tersenyum mendengar leluconnya.
Jam sudah pukul tujuh pagi bi narmi dan dua karyawanku sudah datang , ayo Ra siap tanyaku dia tersenyum sembari mengajungkan jempolnya , menggandeng tanganku turun beriringan bi narmi , Rin dan No tersenyum begitu melihat kami turun .
Bi ,no dan rin kenalin ini istriku Rahael tolong kerjasamanya saat ini istriku tengah mengandung empat bulan ,tapi bandel pingin bantu bantu di toko ,mereka semua tersenyum sambil menjabat tangan Rahael satu persatu.
Ra...sini ku ajak ke bagian kasir ,ada tepat duduk panjang ,dan satu kursi , ingat kalau sudah capek gak usah di paksakan naik ke atas istirahat Ra , bi Narmi biasanya sampai jam tiga sore paham sambil ku cubit hidung nya ,sekitar pukul sepuluh suasana ruko ramai
silih berganti pengunjung datang ,karena sampai sore belum kunjung sepi akhirnya kami menambah waktu jam kerja.
Melihat semangat Rahael seperti ini membuatku bersyukur sedikit mengurangi rasa traumanya dan semoga kegiatan ini bisa sedikit melupakan kejadian itu.
BAB 30. TEMAN LAMA
Tak terasa sudah tujuh bulan kehamilan Rahael berarti sudah tiga bulan kami hidup berdua tanpa orang tua kami ,menjalani hidup seperti biasa kadang orang tua kami bertukar kabar menceritakan apa yang di lakukan sehari hari serasa bahagia, kuliahku pun sudah beres .
Semakin hari usaha toko pusat oleh elehku oun kian maju Rahael kini hanya berdiri di belakangku karena saat ini Rin sudah ku tarik di kasir dan menambah satu karayawan laki laki , hamil tujuh bulan dengan dua dedek bayi membuat perut Rahael sangat besar .
Di usianya yang terbilang muda membuat aku jadi kuatir . Tiba tiba Rahael tersenyum saat melihat dua tamu mengunjungi toko
Ra....Rahael....teriaknya , aku segera siaga
perasaanku jadi tak enak ,memang saat ini toko agak sepi . intan....teriaknya mereka berdua bergantian berpelukan melepas rindu
hei.....kamu di sini Ra ,ku lihat Rahar mengangguk kau hamil ?" betapa bulan Ra sembari mengelus perutnya , tujuh bukan Tan Kin jawabnya ,is...gak undang undang Ra .
Rahael hanya tersenyum , eh....mana suamimu Rahael langsung menoleh dan menujuk padaku , Wei........cakep Ra ,kau itu sembari tersenyum.
Setelah berapa lama mereka sudah mulai memilih survenir dan beberapa barang lainnya dan berjalan kearah ku untuk membayar ,e.....suaminya Rahael kenalin saya itnan dan kinan mereka saling berjabat tangan .
setelah semua barang di bungkus intan dan kinan berpamitan , mas Galang mungkin dua minggu lagi akan ada rombongan dari kota M aku promosikan deh tempat kalian ,oke jawab ku dan Rahael .
Waktu berjalan begitu saja ya mungkin hampir tiga minggu sejak kedatangan dua teman Rahael , pengunjung yang ramai membuat fokus kami terbagi entah sejak dya hari aku mendapati seorang pengunjung memskai masker topi dan kaca mata hitam memang dia membeli apapun itu ,apalagi saat ini Rahael yang baru turun dari atas dan meminta di layani , aku yang melihat itu buru buru mrnghampiri ,Ra duduk aja kasian dedeknya berjubel nih pengunjungnya sembari berbisik di telinganya .
Rahael seketika beralih di tempat kasir di bantu Rin. sambil melihat lihat ,Rin....dari kemarin orang itu kok belanja banyak sekali ya!" Ah....bu bos rejeki bu kilah Rin .
Entalah Rahael menatap pada pengunjung itu dengan tatapan aneh ,Ra.....lamunannya di kejutkan dengan suara sang suami ,kok ngelamun ?" ada apa hem.....
Ya...saat ini aku merasa ada sesuatu yang tak beres dengan tatapan Rahael tapi wajahnya biasa dan tubuhnya tidak bergetar ,ayo keatas sambil merengkuh pinggangnya .
Istirahat Ra...ucapku sesampainya di atas
mas gak turun , aku hanya menggeleng.pingin di sini sama kamu sembari merangkul tubuhnya , tidur yuk ",
Ayo...tapi jangan keblabas , gak cantik biasanya seperti gini juga sambil ku usap kepala dan ku cium keningnya .
Ra.......besok gak usah turun deh diatas sana sama bi narmi ya !" kasian dedeknya dan kamu juga lihat kakimu agak bengkak sembari duduk menatap kakinya ,mau di pijit atau kasih minyak Ra !" entar malam aja mas
setelah kuusap perutnya Rahael pun tertidur seperti ritual saja pikirku.
Aku kembali kebawah orang yang tadi sudah pergi Rin tanyaku,ya pak ,barusan jawab Rin
Pak... orang itu bilang kalau beberapa hari akan kembali membeli membeli barang barang kita katanya sih untuk survenir nganten aku hanya mangut mangut saja ,mungkin ini rejeki dedek jadi ada pelanggan baru yang royal juga pikirku.
Memang benar beberapa hari ini orang itu selalu ada di toko dan anehnya jika sudah menganggap kami mitra kenapa gak lewat jasa pengiriman atau lainnya atau pengenal semisal kartu nama , gumanku dalam hati .
jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi saat orang itu berdiri di kasir ,Rin tolobg layani masnya saya mau ngantar ibu kontrol pintaku siap pak jawab Rin.
Saat aku berada di parkiran orang itu sudah berdiri di depan mobilnya ,setelah membuka pintu untuk Rahael aku berputar untuk naik di sisi lainnya, senyum Rahael selalu tersungging.Aku tersenyum melihatnya sudah siap tanyaku ? ya, karena jika selesai kontrol ini adalah kesempatan kita berdua untuk sekedar jalan jalan atau membeli kuliner di sekitar rumah sakit tempat Rahael kontrol dan itu pun sudah berlaku sejak awal kontrol Rahael di kota S ini .
sekedar berjalan jalan seputar Rumah sakit dengan berbagai kudapan mengiurkan membuat selera bumil satu ini serasa termanjakan . sudah puas berkeliling Rahael mengajak untuk pulang sembari terus mengandeng tanganku.
Setelah kontrol dari rumah sakit, kini kehamilan Rahael sudah menginjak delapan bulan. Galang lebih over proktektif mengingat sejarah kehamilam Rahael. Entalah, Galang sering was-was saja bila melihat Rahael sibuk meskipun di kasir dan di bantu Rin.
Dan semenjak kedatangan dua teman Rahael membuat toko Galang semakin pesat. "Ya!setiap teman atau rekannya datang pasti menuju toko Galang untuk membeli oleh-oleh.
Seperti hari ini secara tiba-tiba.
"Pagi mbak! Bisa saya bertemu dengan mbak Rahaelnya!"
Sejenak Rin menatap siapa yang mengajaknya bicara, kemudian membalas pertanyaan wanita ini. "Sebentar ya mbak," ucap Rin .
"M ... maaf dengan mbak siapa?" tanya Rin lagi.
"Oh ... maaf saya silvi!Pasti mbak Rahaelnya tahu."
"Sebentar ya mbak, saya tanya bapak dulu," ucap Rin sembari berlalu ke atas, tak berapa lama Silvi melihat karyawan itu telah turun kembali .
"Silakan mbak, langsung ke atas saja," ucap Rin mempersilahkan.
Begitu di atas Silvi melihat Rahael berdiri di samping laki-laki yang tengah mengenggam tangannya .
"Rahael ... panggil Silvi."
Sesaat Silvi berdiri di ujung tangga, memindai dari atas hingga ke bawah sosok Rahael.
Seketika Silvi membekap mulutnya sendiri. Agar tak mengeluarkan suara terkejutnya, Silvi perlahan mendekati Rahael dan langsung memeluknya .
"Rahael ... panggil Silvi dengan tangisnya."
"Maafkan aku, Rahael," ucap Silvi di tengah isaknya.
Mendapatkan pelukan dari wanita ini. Galang merasakan Rahael mengenggam tangannya makin erat. Sesaat Rahael menatap lekat seakan takut Galang tinggal.
Galang tersenyum membalas tatapan Rahael dan mengangguk tanda setuju.
"Silvi ... mendengar panggilan Rahael, Silvi langsung melepas pelukannya sembari mengusap air matanya dan menatap Rahael.
"Maaf, Mas! Kenalkan saya Silvi sahabat Rahael," ucap Silvi sembari mengulurkan tangannya.
Galang yang mendapat uluran tangan dari Silvi langsung menyambutnya.
"Kenalkan saya suami Rahael. Galang!!" jawab Galang sembari menjabat tangannya.
"Duduk mbak," ucap Galang mempersilahkan.
Sesaat kemudian Silvi menundukkan wajahnya membisikkan sesuatu ke telinga Rahael.
"Maaf, Mbak saya tinggal ke bawah," ucap Galang.
Silvi hanya mengangguk dan Rahael masih menatap Silvi dengan ragu.
Sebelum beranjak pergi sejenak Galang mengusap pucuk kepala Rahael, sambil berlalu ke dapur menemui Bi Narmi dan setelahnya Galang turun ke bawah.
Entalah, Galang hanya ingin memberi kebebasan pada silvi dan Rahael mungkin dengan tidak adanya Galang. Silvi dan Rahael akan bebas bercerita.
Benar, belum juga Galang turun.
"Rahael ... sapa Silvi keras dan seketika memeluk kembali.
"Maafkan aku Rahael, bukan niatku untuk meninggalkanmu sendirian di sana."
"Maafkan aku Rahael."
"Kamu kemana Rahael? Kenapa kau tak menjawab telfonku?" tanya Silvi memburu.
Tak menjawab pertanyaan Silvi kini tiba-tiba Rahael memeluk Silvi dengan erat, tangisnya luruh dalam rangkulan Silvi.
"Maafkan aku silvi, maaf !" hanya itu yang terucap dari mulutnya.
Kini kami saling berpelukan menangis bersama, hingga beberapa saat setelah kami puas menangis dengan mengikis air mata kami masing-masing.
"Sudah berapa bulan Rahael?" tanya Silvi.
Kini Silvi melihat Rahael tersenyum.
"Delapan bulan," jawab Rahael sembari kembali menyusut air matanya.
Tak ada kata-kata yang dapat Silvi ucapkan
sembari Silvi mengelus perut Rahael dan kembali Silvi menatap wajahnya.
"Selamat ya?" ucap Silvi.
Rahael hanya tersenyum .
Entalah, banyak perubahan yang Silvi rasakan saat ini. Ini bukan Rahael yang dulu yang Silvi kenal.
"Rahael. Maaf! Dua hari setelah kita wisuda aku di jemput orang tuaku dan aku di ajak pindah ke kota B."
"Rahael, Maaf. Saat dalam perjalanan hp ku hilang otomatis semua nomor ku hilang dan aku baru tahu kamu di sini dari intan dan kinan, Rahael," jelas Silvi pelan.
"Aku memang sengaja kemari Rahael, untuk menemuimu, bukan maksudku untuk menghilang, sekali lagi maafkan aku ya?" Kembali Silvi melihat Rahael hanya tersenyum.
Tak banyak yang Silvi bicarakan pada Rahael, saat ini seakan ada pembatas yang menghalangi antara kami berdua.
Mungkin ini cukup untuk meminta maaf
dan Silvi pun tak mau memaksa Rahael untuk jujur dan bercerita, kenapa saat itu dia menghilang.
Merasa waktu Silvi juga nggak banyak. Akhirnya Silvi berpamitan untuk pulang, merangkul Rahael sekali lagi.
"Terima kasih mau menerima dan mendengar penjelasanku," ucap Silvi lagi.
Kini Rahael kembali mengangguk dan tersenyum. "Hati-hati Silvi!" Hanya itu kata terakhir yang Silvi dengar.
Sekembalinya di bawah.
"Terima kasih Mas," ucap Silvi pada mas Galang.
"Sama-sama Mbak," jawab Galang
Sekilas Silvi menatap Galang saat berjalan ke atas. 'Suami yang siaga batin Silvi.'
BAB 32 .GELISAHNYA RAHAEL
Malam ini setelah pertemuannya dengan Silvi Rahael terlihat gelisah, sudah jam sebelas malam Rahael tak kunjung terlelap.
"Kok belum tidur bumil," panggil Galang dan yang Galang panggil hanya berbalik dan menggeleng.
Menyandarkan kepala di sandaran ranjang.
"Sini," ucap Galang sembari merengkuh kepala Rahael untuk bersandar di bahunya.
"Mau cerita sama, Mas?"
Rahael hanya menatap sembari tersenyum
"Nggak ada yang penting Mas, Silvi hanya meminta maaf."
"Tapi bumilnya Mas, kok gelisah."
Galang terdiam sesaat.
"Aku takut bila laki-laki itu datang menemui Rahael dan meminta anak ini," ucap Rahael pelan.
Seketika pikiran Galang ambyar, benar juga yang di katakan Rahael.
"Terus terang Mas, jika itu sampai terjadi.
Entah, apa yang bisa Rahael lakukan," ucap Rahael cemas.
Sejenak Galang menatap mata Rahael yang mulai berkaca-kaca.
"Sssttt ... jangan menangis Rahael, ingat pesan Bidan Sumi," ujar Galang sembari memeluk Rahael.
Rahael hanya mengangguk. "Tidur ya?" pinta Galang pada bumil.
"Mau di usap?" tanya Galang. Terlihat Rahael kembali mengangguk.
Tak berapa lama Galang melihat Rahael sudah terlelap.
Pikiran Galang malam ini sudah kemana mana hingga tak terasa Galang pun sudah tertidur sembari merangkul Rahael.
Pukul tiga pagi Galang terbangun, pandangan Galang kini mendapati Rahael termenung menatap keluar jendela.
Bayangannya yang tidak begitu tinggi dengan perut buncitnya nampak jelas kalau dia tengah memikirkan sesuatu.
"Kenapa?" tanya Galang.
Rahael hanya menggeleng.
"Cerita Rahael, mungkin Mas bisa bantu," sembari mendekap tubuhnya dari bekakang.
"Mas, bantu Rahael keluar dari perasaan takut mas. Jujur saat ini Rahael benar-benar takut," ucap Rahael tersekat.
"Rahael, ada Mas di sini. Jangan takut Mas akan bantu Rahael, semampu Mas dan sebisa Mas. Mas janji akan itu."
Pagi telah bergulir kami tak melanjutkan tidur melakukan shalat tahajud dan menunggu subuh datang .
Pikiran kami benar-benar terasa lelah mendengar adzan subuh Galang membentangkan sajadah, sesaat Rahael mengikuti di belakang. Sesaat kami kembali menyerahkan diri pada sang pencipta dengan harapan esok akan kembali baik.
Seusai shalat subuh Galang mendekati Rahael.
"Rahael ... panggil Galang, sembari melihat Rahael melepas mukenanya.
"Ya, Mas."
"Mau pangil Ibu sama Bapak kesini? Nemani kamu atau mau lahiran di kota M?" pinta Galang.
Sesaat senyum Rahael kembali mengembang.
"Rahael mau yang nomer satu Mas, kangen sama Ibu dan masakannya."
"Lagian itung-itung nemani Rahael lahiran kayaknya ramai, enak Mas."
Galang terkekeh mendengar ucapan Rahael, kemudian ku toel hidungnya yang agak tertutup pipi tembemnya.
"Ini baru bumilnya Mas," ucap Galang sembari mencium pipinya, secara reflek Rahael mendorong Galang.
"Ingat janji apa itu, sama ibu," ucap Rahael.
"Ish ... kau itu halal Rahael, nggak apa-apa yang cium juga suami kamu!" Bela Galang karena malu.
"Hm ... istri kecilku," ucap Galang sembari duduk di samping Rahael.
"Eee, kok deket-deket lagi!" teriak Rahael.
Galang semakin geli di buatnya dan semskin ingin menggoda.
"Jangan begitu ... tiap malam itu loh, tidur juga sudah aku rangkul, aku usap Rahael."
"Sudah, Mas turun ke toko gih, sudah siang, kasihan anak-anak di bawah," ucap Rahael tersipu sembari mendorong tubuh Galang.
Masih di ujung tangga. "Mas ... nanti Rahael ikut turun ya?" pinta Rahael dan aku hanya megangguk.
Inilah kesenangan Galang saat menggoda isteri kecilnya dengan gaya Rahael yang lucu.
Masih jam delapan pagi toko tak begitu ramai di sela-sela kesibukan, Galang melihat orang yang selalu memborong semua oleh-oleh di toko.
Kini Nono yang sedang melayani laki-laki itu. Memandang sekilas saat dia melepas kaca matanya.
Entalah , saat ini perasaan Galang tiba-tiba was-was dan sekilas pria ini tampak sesekali menoleh ke atas.
Galang beranjak ke atas untuk memberitahu Rahael untuk tidak turun kebawah.
Tetapi belum sampai kaki Galang menginjak anak tangga, Galang melihat Rahael sudah berada di dua anak tangga menuju ke bawah, mengenggam tangannya dengan segera Rahael tersenyum pada Galang.
Di sengaja atau tidak pria itu mengekor
di belakang Galang dan tak begitu jauh.
Galang dan Rahael menuju kasir dan beberapa saat setelah Rahael duduk ia kembali memakai kaca matanya.
Saat ini hanya berpikiran positif yang Galang punya mengingat dia adalah pelanggan.
Setelah semuanya terbayar lunas pria itu bergegas keluar dengan sedikit tergesa sembari mengikis air matanya.
BAB 33. MAWAN
Mawan laki laki seumuran dengan Rahael mungkin sedikit setahun lebih tua dari Rahael. Laki laki yang mengejar Rahael semenjak SMA.
Laki laki yang rela tinggal kelas setahun demi bisa berdekatan dengan Rahael yang di cintainya sejak pandangan pertamanya.
Gila memang itu yang selalu di ucapkan teman teman sekelasnya, namun sayang cintanya bertepuk sebelah tangan .
Entah, apa yang membuatnya terus mengejar Rahael dan terus mendapatkan penolakan.
Seperti sebuah obsesi besar untuk mendapatkan Rahael hingga Mawan melakukan rencana gila pada Rahael.
Mengingat pesta sekolah di adakan di hotel seperti mendapat angin surga, sebuah rencana di buat matang dan tak ingin ada kesalahan dan penolakan lagi.
Dengan kekuasaan orang tua dan bantuan seorang pria dewasa untuk mendapatkan obat yang di inginkan, meski harus membayar fulus yang lumayan banyak.
Ya...kini dia harus mencari kesempatan yang pas untuk melancarkan aksinya, saat ini memang Mawan sedikit mabuk dan mengingat setiap penolakan Rahael membuat dia nekat untuk melancarkan aksinya.
Seperti mendapat undian, saat mengetauhi silvi meninggalkan Rahael sendirian.
Mawan melancarkan aksinya dengan di bantu beberapa temannya untuk menghalangi silvi di toilet.
"Ya, memang itu pun tidak lah gratis
setelah berhasil menjebak Rahael, secara tiba tiba hpnya berdering.
"Ya, mamanya menelfon mengabarkan bahwa papanya mendapat kecelakaan
Mendapat berita itu membuatnya harus bergegas .
"Ya, dengan menaruh baju Rahael di atas ranjang dan menuliskan sesuatu di secarik kertas berharap Rahael tahu apa yang terjadi dan akan menunggunya.
Dengan tergesa gesa Mawan keluar dari kamar hotel dan menemui pelayan hotel dan berpesan untuk keselamatan Rahael dan membantunya esok pagi.
Namun keadaan berkata lain, saat Mawan tiba di rumah sakit itu, hanya siasat mamanya saja agar mau menurutinya untuk pindah ke Bali dan kuliah di sana.
"Ya, menurut adalah jalan satu satunya agar
demi masa depan dan Rahaelnya juga.
Hingga akhirnya tiga bulan setelah kejadian itu, Mawan kembali menghubungi Rahael tapi entalah mulutnya seperti terkunci saat Rahael membalas panggilannya.
Hingga akhirnya pertemuan sekilasnya dengan Rahael di suatu mall terbesar di kota M.
"Ya, saat itu Mawan melihat Rahael berjalan beriringan dengan seorang pria yang mungkin umurnya beberapa tahun lebih tua dari Rahael.
" Ya..saat itu hati Mawan kembali sakit .
Hingga akhirnya Mawan bertekad untuk memata-matai nya .
Namun sudah hampir tiga hari Mawan mencoba untuk berhenti di depan rumahnya namun tak pernah sedikit pun Mawan melihatnya.
Yang hanya Mawan lihat laki-laki yang bersama nya di mall.
Akhirnya tanpa sengaja Mawan membuka ig yang lama tak Mawan aktifkan.
Melihat intan dan kinan berfoto selfi di depan toko Rahael.
Awal melihatnya, setelah sekian lama membuat dada Mawan berdenyut. Saat Mawan melihat Rahael telah berbadan dua.
Tak ada perubahan hanya tubuhnya saja yang nampak berisi, pipinya yang agak
tembem dan perutnya yang besar sungguh jantung Mawan serasa terus di pacu.
Sengaja memborong semua aksesoris dan oleh-oleh lainnya agar pria yang bersama Rahael tak curiga dan yang Mawan lihat mereka seperti pasangan suami isteri.
Beberapa hari Mawan terus datang dan melihat situasi untuk mendekati Rahael. Namun, suaminya seperti suami yang siaga dan over protec .
BAB 34. MAWAN 2
Mawan kembali kehabisan akal rasa putus asanya kini sudah di ubun ubun keinginan untuk memilik Rahael kembali tersulut dan merasa yakin Jika anak yang di kandung Rahael itu adalah anaknya .
Sudah hampir dua minggu Mawan meninggalkan pulau Bali dan memang waktu dua minggu di berikan mamanya untuk wisata ke kota S .
Pagi ini Mawan sudah bertekad akan menemui Rahael tanpa masker dan tanpa kacamata .
Masih pukul delapan Mawan sudah ada di toko Rahael dengan langkah yakin dia memasuki toko yang menjadi langganannya
Berjalan berkeliling sembari melihat keatas menunggu kedatangan Rahael turun .
Hari ini toko agak sepi, mungkin kalau agak siang bakalan rame.
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya yang ditunggu muncul juga berjalan perlahan menuruni tangga, berhenti sesaat, sembari mengusap perutnya .
Mawan melihat hari ini semua karyawan sibuk dengan pekerjaanya sendiri-sendiri
Rahael sedang menuju kasir, Mawan melihat laki-laki yang bersamanya belum turun atau mungkin, mungkin pergi itu pemikiran Mawan saat ini.
Lama bergelut dengan pikiran akhirnya Mawan tekad kan untuk mendekati Rahael.
Rahael yang tak sadar akan kedatangan Mawan, saat itu Rahael sedang menghitung uang di kasir .
ketika karyawan yang bertugas di kasir datang menghampiri dan menyapa .
"Pagi Bu," sapa wanita ini.
Baru Rahael mengangkat wajahnya Mawan tersenyum.
"Rahael," sapa Mawan saat itu.
Rahael tak menjawab, tetapi tubuhnya tergetar dan wajahnya kini memucat dengan keringat yang tiba-tiba muncul.
"Rin ... " teriak Rahael. "Panggil Mas Galang."
"Rin tolong ... "
Mendengar teriakan Rahael semua karyawan mendekat dan melihat Mawan saat memegang tangan Rahael.
"Rahael, ini aku! Mawan Rahael."
Sesaat Mawan melihat Rahael memegang perutnya sembari menangis.
"Mas Galang ... "teriak Rahael lebih keras.
Mendengar teriakan istrinya Galang yang berada di gudang langsung bergegas lari ke arah kasir.
Melihat aku duduk dan memegang tangan Rahael seketika laki-laki ini mencengkeram Mawan dan menghajar Mawan habis-habisan. Entah, wajah Mawan seperti apa saat ini dan tubuh Mawan juga jadi sansaknya. Pukulan itu terhenti saat karyawanya berteriak.
"Pak! Ibu-ibu pendarahan."
Seketika dilepasnya tangannya dari tubuh Mawan, segera menghampiri Rahael dan mengangkatnya.
"No! Tolong bawa mobil dan antar ke rumah sakit," titah Galang sebelum menutup pintu mobil.
"Rin! Tutup pintunya dan toko juga tutup!!" perintah Galang.
"Ayo No cepat!!" teriak Galang.
Mawan yang terduduk dengan luka lebam di seluruh wajahnya, masih terkejut dengan semua yang terjadi dan masih melihat kegusaran Mawan. Hingga suara penjaga toko menyadarkan Mawan.
"Maaf, Pak! Toko akan kami tutup, sebaiknya Bapak atau Masnya ke Dokter untuk mengobati luka Mas," ucap penjaga toko.
"Cepat No!!" teriak Galang lagi saat melihat Rahael semakin lemah.
Beberapa menit kemudian begitu sampai
di rumah sakit .
"No cepat daftar di bagian UGD, supaya Ibu cepat di tangani," ucap Galang sembari membopong tubuh istrinya.
Tak berapa lama setibanya di UGD para perawat segera melakukan penanganan dan tindakan lebih lanjut .
"Pak tolong isi formulir dan administrasinya,"
ucap perawat.
Setelah membayar administrasi dan mengisi formulir, Galang kembali ke ruang UGD menunggu kabar dari Dokter.
Hampir satu jam menunggu terasa lama.
Begitu panggilan atas nama Rahael di sebut Galang bergegas menuju ke dalam ruangan.
"Dengan suaminya nyonya Rahael," ucap sang Dokter saat Galang tiba.
"Ya, saya Dok!" jawab Galang.
"Duduk Pak! Apa isteri anda pernah mengalami ini sebelumnya?" tanya Dokter. Galang hanya mengangguk.
"Beruntung Pak masih bisa di selamatkan."
"Tapi maaf kondisi ibunya agak melemah dan memang harus istirahat total karena ini juga mendekati lahiran."
"Jadi !! Biarkan nyonya Rahael rawat inap sampai siap melahirkan.
"Ya....saran saya, sebaiknya operasi sesar saja, melihat kondisi istri Bapak yang masih belia dan kehamilan anak kembar.
Mendengar semua ucapan Dokter, Galang hanya mengiyakan. 'Ini semua demi bumil kecilku dan dua anak-anak batin Galang.'
Di tunggu hingga dua jam Pak, hingga penanganan selesai baru bisa di pindah ke ruang paviliun," jawab sang Dokter, membuyarkan lamunan Galang.
Hampir dua jam menunggu. Hingga akhirnya Rahael di dorong keluar untuk pindah ruangan .
Galang mengikuti dari belakang, menatap bumil kecilku, terpasang selang infus di tubuhnya tak terasa air mata Galang menetes. 'Begitu besar perjuangan kita Rahael, ucap batin Galang.'
Saat ini melihat Rahael seperti ini membuat Galang semakin takut. Sesampainya di ruangan, Galang merebahkan dirinya di atas sofa, lelah hati dan pikiran yang saat ini Galang rasakan.
Melihat Rahael mulai mengerjapkan mata dan memindai sekitarnya, sesaat menatap ke arah Galang.
"Mas! panggil Rahael.
Meraih tangannya. "Sudah istirahat! Jangan berpikiran macam-macam Rahael," pinta Galang.
"Mas! saat Rahael memanggil.
"Kangen ibu," ucap Rahael.
"Sabar! Mas sudah beri kabar tetapi nggak bisa langsung datang ya? Mungkin besok pagi baru berangkat Rahael," ucap Galang lagi.
Setelah beberapa saat duduk terdiam.
"Rahael, Mas keluar sebentar ya?" ucap Galang dan Rahael hanya mengangguk menghiyakan.
Belum sampai ujung ruang paviliun. "Mas, seseorang memanggil Galang."
"Kau lagi!" ucap Galang sembari menatap dengan tajam.
"Mau apa? Kau, mau menganggu istri ku ha!!"
Saat ini emosi Galang kembali memuncak. "Jika kau hanya mengusik ketenangan istriku pergilah," usir Galang.
Membuang napas kasar sejenak untuk meredakan emosinya. Sambil mengambil hp, Galang menghubungi seseorang.
"Rin tolong ke rumah sakit temani ibu, saya ada urusan sebentar," ucap Galang.
Kemudian menutup panggilan ketika orang yang Galang hubungi menyanggupi.
Dengan langkah panjang Galang menyeret laki-laki ini. Hingga tiba di taman rumah sakit. Tak mungkin Galang akan membicarakan ini di hadapan Rahael.
Setelah duduk dan diam beberapa saat.
"Kenalkan aku Galang suami Rahael dan kau!!
Aku Mawan Mas," jawab laki-laki ini.
"Apa yang kau ingin kan, hem !! Mengejar obsesimu kepada istriku, belum puas kau memberinya luka, menyakitinya dan memberinya trauma, aku raup wajahku sesaat dengan kasar .
"Maaf !! Itu yang terucap."
"Semua memang salahku, aku hanya ingin bertanggung jawab."
Seketika Galang menatap wajah Mawan.
"Kau, serius!!"
"Bagaimana dengan orang tuamu? Apa mereka tahu apa yang kau perbuat?" tanya Galang dan sesaat Mawan hanya menggeleng.
"Terus apa yang akan kau lakukan. Membuat nya malu di hadapan orang tuamu
menghinanya lagi. Bagus sekali anak manja!"
"Apapun yang kau lakukan, akan sia-sia karena aku tak akan melepaskan Rahaelku! Ingat itu."
"Tak aku pungkiri itu memang anakmu tapi ingatlah dan kamu lihat sendiri bagaimana keadaan Rahael, jika kau menginginkannya
perjuangkanlah. Tetapi, aku tak menjamin Rahael akan menyetujuinya."
"Berpikirlah dengan cerdas, bila kau ingin melihat anakmu dan Rahael baik-baik saja jangan lakukan itu.
"Wan! Lupakan obsesimu pada Rahael
itu bukan cinta wan, sadari itu."
"Lepaskan Rahael, demi anak-anakmu.
Galang menatap pria yang duduk di sampingnya, jelas terlihat tatapan nya jauh kedepan.
"Wan!" panggil Galang sembari menyandarkan tubuhnya di kursi taman.
"Kau tahu! Beberapa bulan ini yang Rahael alami, kau tahu saat melihatnya menangis dan merintih dalam tidurnya, merasakan kecemasan dan ketakutan saat bertemu denganmu. Jujur sakit wan! Kata maaf pun mungkin tak akan bisa mengobati lukannya."
"Ini kedua kalinya Rahael mengalami pendarahan. Karena rasa ketakutannya padamu, walaupun melihatmu secara sekilas dan saat ini untung masih bisa di selamatkan.
"Pikirkan ini sekali lagi, lupakan egomu.
Karena orang tuamu juga menginginkan
yang terbaik untukmu, jika boleh memberi saran bereskan kuliahmu dan kejar masa depan mu pikirkan ini wan!!" ucap Galang lagi.
Galang berdiri. Pikirkan baik-baik, kau masih muda jangan salah jalan lagi. Ini no hp ku. Jika kau berubah pikiran hubungi aku. Semua ini demi anak-anak mu juga," ucap Galang sambil berlalu meniggalkan Mawan.
Setelah beberapa langkah Galang memalingkan tubuhnya untuk melihat sekilas, tubuh Mawan kini tertunduk lesu di bangku taman.
Galang melangkahkan kakinya menuju paviliun di mana Rahael di rawat, cukup lama Galang meninggalkan Rahael sekitar satu jam, beruntung Rini datang dan menemani Rahael.
Berhenti di kantin membeli beberapa cemilan, air mineral dan kopi hitam panas untuk meredakan pening di kepalanya.
Memasuki kamar, Galang sedikit lega saat mendengar suara tawa Rahael.
"Assalammualaikum wr. wb," ucap Galang saat memasuki kamar.
"Waalaikum salam wr. wb," jawab yang di dalam kamar.
"Terima kasih Rin," ucap Galang.
"Sama-sama Pak," timpal Rini.
"Kalau begitu saya balik ke toko Pak."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!