NovelToon NovelToon

Maduku Tak Berhati

Ingin Menikah

*** Hai sahabat author ***

Baca juga karya aku sebelumnya ya? "Terpaksa Menikahimu" Ceritanya bikin baper, nggak percaya? Coba aja buktikan 👍👍

#######

Yang baper dengan cerita ini siapkan tissue terlebih dulu ya?

Author juga ikut nangis menulisnya 😭😭😭

Mudah-mudahan yang baca ini, tidak mengalami kehidupan yang seperti Cathlea.

***Happy reading ****

.

.

.

"Aku ingin menikah lagi, kamu setuju atau tidak, aku tetap akan menikah dengannya." Ucap Hendra saat mereka berada di dalam kamar.

"Deg"

Cathlea tertegun antara percaya dan tidak percaya.

Dunianya seakan runtuh, hatinya sakit, perih kecewa dan luka yang teramat dalam namun tidak berdarah.

Bagaimana mungkin suami yang ia sayang dan cintai selama bertahun-tahun ingin menikah dengan wanita lain.

"Hikss.. hikss.. hikss.."

Cathlea menangis, air matanya terus mengalir tanpa henti.

Cathlea gadis berparas cantik, putih, hidung mancung, rambut lurus, berhati baik, periang, suka menolong, dan pintar. Umur 23 tahun menikah dengan Hendra saat umur 18 tahun.

"Kenapa kamu diam saja? Kamu tidak masalah kan? aku menikah lagi." Tegas Hendra.

Hendra Atmajaya seorang CEO perusahaan Properti, Tampan, tinggi, dan kaya, dan smart, umur 26 tahun. Karena kepintarannya, dia dipercayakan memegang salah satu perusahaan milik KN group, karena pemilik dan sekaligus sahabatnya sedang mendirikan perusahaan baru di Jepang.

"Aku nggak mau mas, aku nggak mau berbagi suami. Aku masih sehat, masih bisa mengurus mu dan anak-anak." Tolak Cathlea.

"Kalau kamu nggak mau, itu gampang, kamu ke pengadilan agama aja urus perceraian kita." Ucap Hendra.

"Mas! aku nggak mau cerai dari mas, bagaimana dengan anak-anak kita?" Tanya Cathlea.

"Itu urusan kamu, aku nggak mau urus anak-anak kamu." Ucap Hendra.

"Kamu tega mas, hiks.. mereka anak-anak kita dan masih sangat kecil mas. Jangan egois, pikirkan masa depan mereka jika kita bercerai. Mereka butuh kasih sayang dari kedua orang tuanya." Cathlea menghapus air matanya.

"Kalau kamu nggak mau cerai, itu terserah kamu, aku tetap akan menikah." Jelas Hendra.

"Siapa wanita itu mas, kenapa dia nggak punya hati nurani sebagai seorang wanita? kenapa dia begitu tega menghancurkan rumah tangga wanita lain?" Tanya Cathlea.

"Kamu nggak perlu tahu." Sentak Hendra.

"Kenapa, apa kamu takut aku melabrak nya? wanita macam apa yang membuatmu berubah membenciku dan anak-anak?" Tanya Cathlea.

"Dia wanita baik-baik, bahkan jauh lebih baik dari mu, perbedaan kalian seperti langit dan bumi, dia di langit sedangkan kamu di bumi." Teriak Hendra semakin menyakiti hati Cathlea.

"Kalau dia wanita baik-baik dia akan meninggalkan mu saat tahu kamu memiliki istri dan anak. Kenapa kamu begitu membelanya? Apa salahku? hikss... hikss.. aku sudah melakukan kewajiban ku sebagai seorang istri dengan baik, aku juga tidak terlalu banyak menuntut, aku tahu berapa pendapatan mu sebulan, tapi aku sudah bersyukur mesti kau cuma memberiku uang makan saja." Lirih Cathlea dengan isakan tangisnya.

"Salahmu banyak, kamu sudah tua dan tidak menarik lagi, kamu tidak merawat diri dengan baik, tubuhmu sudah mulai gemuk, tanganmu juga kasar, pakaianmu kampungan dan kamu nggak pernah dandan. Aku aja merasa jijik melihat gayamu." Cela Hendra.

"Aku belum tua mas, kamu sendiri yang bilang nggak usah berdandan, karena aku hanya di rumah, bagaimana aku bisa beli pakaian jika uang yang kamu kasi hanya cukup untuk kita makan." Ucap Cathlea.

Hendra mencengkram rahang Chatlea lalu mengarahkannya ke depan cermin.

"Lihat wajahmu di cermin, apa kau merasa pantas hidup denganku? aku kaya dan tampan, penampilanku sempurna sedangkan kau seperti pemulung sampah di jalanan." Ucap Hendra lalu melepaskan cengkeramannya.

"Baik, jika itu maumu, aku akan berubah, aku akan merawat diriku, tapi tinggalkan perempuan itu." Ucap Chatlea dengan lantang.

"Sudah terlambat, aku sudah mengurus pernikahan kami, setelah itu aku akan membawanya ke rumah ini." Ucap Hendra.

"Tidak mas jangan, aku mohon kasihani aku dan anak-anak, aku tidak mau ada wanita lain di rumahku." Mohon Chatlea.

"Rumah mu? apa kamu punya rumah? rumah yang mana? ingat ini rumah ku karena aku yang membelinya. Kamu hanya anak yatim piatu dari panti asuhan. Orang tuamu saja tidak menginginkan kehadiran mu apalagi aku. Kamu tidak punya apa-apa selain bergantung hidup dengan ku." Ucap Hendra.

"Mas, bukankah mas sendiri yang bilang tidak masalah dengan masa lalu ku? menerima aku apa adanya meskipun aku hanya anak yatim?" Ucap Chatlea.

"Itu dulu saat aku salah karena telah jatuh cinta dengan gadis seperti mu, kamu sangat membosankan dan kaku, tidak bergaul seperti seorang istri bos yang lainnya." Ucap Hendra.

"Bagaimana aku bisa bergaul mas, kalo kamu melarang ku keluar rumah." Tegas Chatlea.

"Aku tidak perduli denganmu, yang pasti nya aku akan membawa istri baruku tinggal di rumah ini." Tegas Hendra.

"Tidak Mas, hikss.. hikss.. aku mohon jangan menikah, aku tidak mau, jaga perasaan ku dan anak-anak di sini, bagaimana perasaan mereka jika ada wanita lain di rumah ini." Ucap Chatlea.

"Itu urusan kamu sebagai Mommy nya yang menasihati mereka." Ucap Hendra.

"Kamu juga Daddy nya, kamu bertanggung jawab memberikan contoh yang baik untuk mereka, bukannya memberi contoh yang buruk dengan membawa wanita lain ke rumah ini." Tegas Chatlea.

"Plakkk."

Hendra menampar pipi Chatlea.

"Kamu sudah berani menampar ku mas? kamu sudah melukai hatiku sekarang fisik ku juga?" Chatlea menatap Hendra sambil memegang pipinya yang terasa perih.

"Itu baru awal kalo kamu nggak mau mengikuti kemauan ku." Teriak Hendra.

"Aku akan mengikuti semua kemauan mu, tapi tidak dengan menikahi wanita lain." Chatlea semakin terisak.

"Sayang sekali, sekarang ini aku hanya mau menikah dengan wanita itu, dan kamu harus mengikuti ku." Jelas Hendra.

"Tidak." Teriak Chatlea menggeleng-gelengkan kepalanya.

Hendra menyunggingkan senyum tipis, lalu berjalan keluar dari kamar, menuju meja makan.

"Prang"

Hendra membanting piring ke lantai.

"Apa cuma makanan yang serti ini yang kamu bisa masak? kenapa menunya itu itu saja?" Teriak Hendra.

Cathlea berlari keluar dari kamar menuju dapur.

"Karena sisa bahan itu yang ada di kulkas, aku sudah tidak punya uang lagi untuk belanja." Ucap Cathlea.

"Apa saja yang kamu beli? apa kau memberikan uang yang aku kasi ke orang lain?" Selidik Hendra.

"Berapa uang yang kau kasi setiap bulannya? hanya satu juta? makan aja tidak cukup, bagaimana mungkin uangnya untuk orang lain." Kesal Cathlea.

"Dasar wanita tidak berguna." Hendra menarik rambut Cathlea ke belakang kemudian menghempaskan tubuh Aulia ke lantai.

"Awww." Cathlea memegang dahinya yang berdarah karena terbentur di sisi meja makan.

"Mommy." Teriak Zidan dan Zarah di depan pintu kamarnya. Mereka berdua berlari memeluk Cathlea.

"Mommy ada darahnya." Ucap Zidan. Zidan dan Zarah berusia empat tahun, mereka anak yang pintar, bahkan kepintarannya hampir seperti orang dewasa lainnya, tapi Hendra tidak mengetahuinya karena tidak pernah memperdulikan keberadaan anak-anaknya.

"Daddy jahat! Kenapa Daddy menyakiti Mommy?" Teriak Zidan.

"Anak kurang ajar, pergi kalian dari hadapanku." Bentak Hendra lalu menyeret keduanya ke kamar dan menguncinya.

"Jangan sakiti mereka, mereka masih kecil." Teriak Cathlea dengan sisa tenaganya.

"Kamu diam saja di situ, urusan kita belum selesai." Bentak Hendra.

"Mommy." Teriak Zidan dan Zarah.

"Hikss.. hikss.. mereka anak-anak kamu mas, kenapa kamu begitu kasar pada mereka?" Teriak Chatlea.

Hendra kembali menghampiri Chatlea lalu menamparnya.

"Plakkk."

Hendra kembali menampar pipi Chatlea.

Cukup mas, kamu keterlaluan. Kamu tidak punya hati dan perasaan, kamu sudah dibutakan cinta perempuan itu. Kami keluargamu, keluarga yang harusnya kamu sayang dan jaga. Keluarga yang seharusnya kamu kasihi dan lindungi, bukan keluarga yang kamu buang setelah mendapat wanita lain." Chatlea menatap Hendra dengan tajam dan dingin lalu beranjak menuju kamar anak-anaknya.

Hendra berjalan menuju kamarnya dan mengeluarkan seluruh barang-barang Chatlea.

Setelah itu mengetuk pintu kamar anaknya.

"Ini pakaian mu, mulai hari ini kamu tidur bersama anak-anak mu, kalo kamu nggak mau, kamu silahkan angkat kaki dari rumah ini." Seru Hendra saat Chatlea membuka pintu kamar.

.

.

.

Bersambung...

Sahabat Author yang baik ❤️

Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏

Menangis

Chatlea menangis menatap Hendra.

"Aku sangat mencintaimu mas, kita sudah berjanji saling setia satu sama lain, kenapa kamu ingkar mas, hanya karena perempuan penggoda itu kamu menghianati aku?" Ucap Chatlea.

"Dia bukan wanita penggoda, satu lagi jangan katakan kalo kamu istriku. Mulai sekarang, kamu tinggal di sini hanya sebagai pembantu di rumah ini dan pengasuh dari anak-anak." Ucap Hendra dengan lantang.

"Astagfirullah.. mas apa kamu sadar, apa yang kamu ucapkan?" Sentak Chatlea tidak percaya.

"Aku sangat sadar!" Tegas Hendra.

"Aku lulusan S1 terbaik di kampus dan kau mempekerjakan aku sebagai pembantu dan pengasuh? dan kamu akan membawa wanita lain tinggal di rumahku? Begitu komplit dan sempurnanya penderitaan yang kau berikan padaku mas." Chatlea mencibir dirinya sendiri, sungguh malang nasibnya, sudah dimadu dan sekarang di jadikan pembantu oleh suaminya sendiri.

"Kenapa? kamu tidak setuju? kalo tidak setuju kamu boleh pergi sekarang juga." Ucap Hendra.

"Tentu saja aku tidak setuju mas, kamu tega menjadikan aku pembantu di rumahku sendiri? Apa kamu lupa, di rumah ini aku juga berhak karena aku istrimu? Rumah ini ada setelah kita menikah. Jangan harap aku bersedia melayani perempuan itu di rumahku sendiri." Tegas Chatlea.

"Akan aku pastikan kamu tidak akan mendapatkan apapun dari rumah ini." Tegas Hendra.

Chatlea melembutkan suaranya.

"Sebenci itukah dirimu padaku? Sudah tidak adakah rasa sayang mu untuk ku lagi? Apa kamu lupa semua janji manis yang kamu ucapkan saat kita menikah?"

Chatlea menghela napas.

"Baiklah, Aku ingin kau mengingat semuanya sebelum kau benar-benar melupakannya. Aku adalah prioritas mu, kau akan selalu membahagiakan aku, mencintaiku, menyayangiku, kau tidak akan menyakitiku apalagi melukai hatiku, duniaku adalah duniamu, hikss.. hikss.. kau akan menjadi imam yang baik untuk keluarga kita, hanya aku yang akan menjadi ibu dari anak-anak mu, hanya aku yang akan menjadi istrimu sampai kita menua hingga maut memisahkan kita, hikss.. hikss.. hanya ada cerita cinta dan keluarga kecil kita, kau berjanji akan menjadi Daddy yang terbaik untuk anak-anak kita. Kita akan bersama membesarkan anak-anak kita dan menyekolahkan mereka.

Kamu nggak lupa kan?" Tanya Chatlea dengan lembut.

Hendra tertegun, ada sedikit perasaan bersalah di hatinya, namun dia sudah tidak dapat mundur lagi, dia sudah terlanjur berjanji akan menikahi Bella.

"Itu sudah berlalu, jangan mengingatkanku semua itu." Kesal Hendra.

"Seperti itu kah mau mu mas? Kamu juga ingin agar aku melupakan janji-janji itu? Itu impian kita bersama mas. Tidak bisakah kamu meninggalkan perempuan itu, dan memperbaiki rumah tangga kita kembali?" Tanya Chatlea menatap Hendra.

"Tidak bisa, lupakan semuanya, tidak usah mengingatkan ku lagi." Tegas Hendra.

"Semudah itu kau menyuruhku melupakan segalanya? Tidak semudah itu mas, ada anak-anak diantara kita, bukti cinta kita." Ucap Chatlea.

"Aku tidak perduli." Bentak Hendra.

"Hatimu sungguh sekeras batu mas, Jika kau tetap menikahi wanita itu, jangan harap aku akan memaafkan mu. Apalagi jika kamu membawanya ke rumah ini." Tegas Chatlea.

"Aku tetap akan membawanya kesini, persiapkan saja diri mu." Tegas Hendra.

Chatlea tertegun, lalu menarik kopernya masuk kedalam kamar anaknya.

"Hikss... hikss.. hikss.." Chatlea semakin menangis memeluk anak-anaknya.

"Mommy jangan menangis lagi, ayo kita pergi jika Daddy menyakiti Mommy." Ucap Zidan memeluk erat Chatlea.

"Tidak nak, kita harus tinggal bersama Daddy, Daddy butuh kita di sampingnya, Mommy juga nggak punya uang untuk kita pergi." Bujuk Chatlea.

"Tapi Daddy sudah tidak sayang kita lagi Mom. Daddy membenci kita." Ucap Zarah.

"Tidak sayang, Daddy sayang dengan kalian, hanya saja Daddy lagi banyak masalah di kantornya, makanya sikapnya seperti itu." Ucap Chatlea.

Zarah mengambil kotak obat lalu memberikannya pada Zidan.

"Kak Zidan obati Mommy, nanti lukanya infeksi." Ucap Zarah dengan lembut.

"Kalian memang anak-anak Mommy yang pintar dan baik. Lupakan kejadian hari ini, anggap kalian tidak melihatnya, oke?" Pinta Chatlea sambil di olesi obat oleh Zidan.

Mereka saling pandang lalu mengangguk.

"Mom, kalo Zidan ada tabungan, apa mommy mau pergi?" Ucap Zidan.

"Dari mana Zidan dapat uang?" Selidik Chatlea.

"Belum tau Mom, nanti Zidan bantu Mommy cari uangnya. Zidan yang akan menjaga Mommy dan Zarah jika Daddy menyakiti Mommy.

"Hikss.. ia nak, apapun keinginan kalian Mommy akan turuti, tapi untuk pergi kita butuh uang yang banyak nak, nanti Mommy pikirkan. Sekarang kalian tidur, mulai sekarang Mommy akan menemani kalian tidur di sini." Chatlea menyelimuti anak-anaknya lalu ikut berbaring di sampingnya.

"Mom, Zarah mau di bacakan dongeng." Pinta Zarah.

Chatlea mengambil buku dongeng diatas nakas lalu membacanya hingga mereka terlelap.

Setelah anaknya tertidur, ia kembali menangis, tidak pernah terpikirkan olehnya suaminya akan menikahi wanita lain.

"Hikss.. hikss.. ya Allah, aku harus bagaimana? rasanya aku tak sanggup, dadaku sesak, membayangkan nya saja aku tak bisa apalagi menjalaninya. Lebih baik ambil nyawaku saja dari pada melihat suamiku bersama wanita lain. Hikss.. hikss.. bagaimana dengan nasib anak-anak ku? Mereka masih terlalu kecil, hatiku sakit melihat mereka menyaksikan semua ini, ujian yang Engkau berikan ini sangat berat, bagaimana mungkin aku mampu satu atap dan berbagi suami dengan wanita lain. Hikss.. hikss.."

Chatlea menghempaskan napasnya dengan berat.

"Ya Allah jika ini sudah menjadi kehendak mu maka kuatkan hati dan iman ku. Jika ini sudah menjadi takdir ku maka pasrahkan jiwa dan raga ku agar aku ikhlas menerimanya." Lirih Chatlea dalam doanya sambil menangis.

Ia ikut berbaring di samping kedua anaknya lalu menarik selimut, matanya tetap saja tidak bisa terpejam, kata-kata Hendra selalu terngiang-ngiang di kepalanya.

"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Berikan aku petunjuk Mu agar aku mampu menghadapi cobaan ini." Monolog Chatlea.

Dia berbalik kiri dan kanan lalu memeluk anak-anaknya.

"Kalian sumber kekuatan Mommy, Mommy akan bertahan demi kalian, tapi jika suatu saat kalian menyerah, maka saat itu juga Mommy ikut menyerah. Entah wanita macam apa yang akan Daddy kalian bawa ke rumah ini, kalian harus kuat agar Mommy juga kuat." Lirih Chatlea meneteskan air mata.

Ia berusaha memejamkan matanya kembali.

"Hikss.. hikss.. hiks.." Tangisnya malah semakin pecah.

Setelah puas mengeluarkan air matanya hingga matanya seperti mata panda, Chatlea mengambil ponselnya lalu duduk di tempat tidur.

"Ayo Chatlea, kamu harus bangkit demi anak-anak kamu. Jika kamu diam aja menerima perlakuan Hendra, maka kamu dan anak-anak mu akan menderita. Kamu nggak boleh mengharap apapun lagi dari Hendra." Chatlea menyemangati dirinya sendiri sambil melihat anak-anaknya yang sedang terlelap.

Ia mencoba browsing mencari lowongan kerja dan memasukkan lamarannya.

"Selesai." Ucap Chatlea merenggangkan otot-ototnya.

Setelah mengirim email ke beberapa perusahaan, ia meletakkan ponselnya di atas nakas lalu kembali tidur. Ia berharap kejadian hari ini hanya mimpi buruk baginya.

.

.

.

Bersambung...

Sahabat Author yang baik ❤️

Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏

Mimpi Buruk

Keesokan harinya, Chatlea terbangun, ia mulai membuka matanya secara perlahan. Dia Menatap anak-anaknya yang masih terlelap membuatnya tersadar akan kejadian kemarin.

"Ternyata aku tidak mimpi, mimpi buruk itu nyata adanya." Monolog Chatlea dengan pasrah.

Ia beranjak mandi dan membersihkan diri, Setelah pakaian ia berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan. Sesekali melirik pintu kamar suaminya.

'Apa dia sudah bangun?' Batin Chatlea.

Setelah membuat sarapan, ia menatanya di atas meja. Tidak lama kemudian, Hendra datang membawa dasinya. Chatlea ingin memasangkan dasinya, namun Hendra menolaknya.

"Tidak usah, nanti aja di kantor. Besok aku akan menikah. Mulai sekarang kamu tidak perlu lagi mengurusku. Yang kamu lakukan hanya mengurus rumah dan anak-anak." Tolak Hendra.

Chatlea kembali mundur beberapa langkah.

Hatinya seperti teriris-iris mendengar ucapan Hendra. Ia segera berlari menuju kamar anak-anaknya dan menangis mengeluarkan rasa sakit yang ia rasakan. Kali ini dia memilih diam, karena tidak mau lagi mendengar kata-kata menyakitkan yang terus Hendra keluarkan.

"Hikss.. hikss.. hikss.." Cathlea menangis memeluk bantal Zidan.

"Mommy menangis? apa Deddy menyakiti Mommy lagi" Tanya Zidan.

Zidan terbangun saat mendengar isak tangis Chatlea.

Chatlea segera menghapus air matanya.

"Jangan menangis Mommy, tenanglah, ada Zidan bersama Mommy." Ucap Zidan ikut menghapus air mata Chatlea.

Chatlea memeluk Zidan penuh kasih sayang.

"Makasih sayang, cup, cup, cup." Chatlea mencium kening Zidan berkali-kali.

"Dimana Daddy?" Tanya Zidan.

"Sudah berangkat kerja sayang." Jawab Chatlea.

"Kenapa nggak pamit dengan Zidan?" Tanya Zidan kembali.

"Daddy pikir Zidan masih tidur, makanya Daddy nggak pamit." Jelas Chatlea.

"Mommy nggak bohong kan?" Tanya Zidan kembali.

Chatlea menggeleng.

"Nggak sayang, ayo! kalian mandi, hari ini kita akan jalan-jalan." Ucap Chatlea.

"Mom, boleh Zidan minta beli laptop?" Tanya Zidan.

"Hehehehe.. untuk apa sayang, memangnya kamu bisa pake?" Tanya Chatlea.

"Bisa Mom." Semangat Zidan.

"Zarah bangun, ayo kita jalan-jalan." Zidan membangunkan Zarah.

Zarah menggeliat lalu membuka matanya.

"Kita akan pergi beli laptop." Semangat Zein.

"Beneran Mom?" Tanya Zarah.

"Iya sayang, tapi laptopnya yang bekas aja ya? Mommy nggak punya uang untuk beli yang baru. Tapi Mommy janji, jika Mommy sudah punya uang, Mommy akan ganti dengan yang baru." Jelas Chatlea.

"Nggak masalah Mom." Ucap Zidan.

"Oke, kalo begitu kalian mandi terus kita berangkat." Ucap Chatlea sambil tersenyum.

"Horeeeee... kita jalan-jalan." Teriak keduanya kegirangan.

Setelah pakaian, Chatlea memesan taksi online kemudian keluar rumah menuju salah satu mall terbesar di kota J.

Saat sampai di mall, mereka langsung menuju counter penjualan komputer dan laptop.

"Selamat siang." Sapa penjaga counter.

"Siang mbak, saya lagi cari laptop bekas untuk anak saya." Ucap Chatlea.

"Silahkan dipilih." Penjaga counter memperlihatkan beberapa laptop bekas.

"Zidan mau yang mana?" Tanya Chatlea.

Zidan dan Zarah begitu antusias melihat laptop yang ada di depan mereka, mereka mengecek satu persatu seolah-olah sudah sangat tahu kegunaannya.

"Yang ini Mom." Tunjuk Zidan.

"Yang ini berapa mbak?" Tanya Chatlea.

"Cuma 20jt Bu." Jawab penjaga counter.

"Kenapa mahal sekali?" Tanya Chatlea.

"Laptop ini bekas tapi masih keluaran terbaru Bu, isi di dalamnya sudah sangat lengkap dan canggih. Harga baru di toko kami masih di harga 80 juta. Pemiliknya menggantinya karena ada laptop keluaran terbaru lagi, makanya dia menitipkan laptop ini untuk dijual." Jelas penjaga counter.

"Ini terlalu mahal Zidan, yang lain aja sayang." Chatlea membujuk Zidan.

Zidan menggeleng.

"Zidan suka yang ini Mom." Tegas Zidan.

"Bisa kurang nggak mbak?" Tawar Chatlea.

"Sebentar Bu, saya hubungi pemiliknya langsung." Ucap penjaga counter lalu mengambil ponselnya.

"Halo." Jawab asisten Aditya saat berada di ruang CEO perusahaan KN group.

"Halo Tuan, ada yang mau beli laptop anda, tapi katanya minta dikurangin harganya." Ucap Penjaga counter.

Aditya memencet loud speaker di ponselnya agar bosnya mendengar sendiri.

"Tawar berapa?" Tanya Aditya.

Penjaga toko juga memencet tombol loud speaker di ponselnya.

"Halo Tuan, anak saya sangat menyukai laptop Anda, tapi uang saya nggak cukup untuk membelinya, masih bisa di turunin nggak harganya?" Pinta Chatlea.

"Dit, kok gw kayak kenal suaranya ya?" Tanya Kenan heran.

"Iya, aku juga bos, gimana? mau di jual berapa?" Tanya Aditya.

Kenan berpikir sejenak.

"Tanyakan berapa uangnya dan berapa umur anaknya, aku jadi penasaran, anak umur berapa tahun yang menyukai milikku, dia pasti sudah tahu apa saja fungsinya sehingga dia menginginkannya." Ucap Kenan.

"Berapa uang ibu?" Tanya Aditya.

"Saya cuma punya 3 juta Tuan. Jika Tuan berkenan, saya minta keringanan, sisanya saya cicil. Saya sudah membujuk anak saya untuk memilih yang lain, tapi dia hanya menginginkan yang ini." Jelas Chatlea.

"Umur berapa tahun anak ibu?" Tanya Aditya ikut penasaran.

"Empat tahun Tuan." Ucap Chatlea.

Kenan dan Aditya saling menatap, mereka mengira anak ibu itu duduk di bangku SMA.

"Suruh berikan ponselnya pada anaknya, Aku jadi penasaran, untuk apa anak sekecil itu menginginkan laptopku." Ucap Kenan.

"Mungkin anak itu pikir mainan bos." Canda Aditya.

"Jangan becanda, di sana banyak laptop anak-anak dan modelnya juga lucu-lucu, suruh anak itu bicara denganku." Tegas Kenan.

"Bu, boleh saya bicara dengan anak ibu?" Tanya Aditya.

"Boleh, silahkan." Ucap Chatlea.

"Halo." Sapa Kenan.

"Halo Om." Balas Zidan dengan suara anak kecil.

"Nama kamu siapa?" Tanya Kenan

"Zidan, Om." Jawab Zidan.

"Zidan suka dengan laptopnya?" Tanya Kenan.

"Suka bangettt Om." Jawab Zidan.

"Kenapa memilih laptop itu? kenapa nggak pilih yang lain, yang lebih menarik mungkin." Tanya Kenan.

"Nggak ada yang bagus selain ini Om." Ucap Zidan.

Kenan dan Aditya saling menatap dan sama-sama mengerutkan keningnya.

"Zidan sudah liat isinya?" Tanya Kenan.

"Sudah Om, sistem operasinya sangat cepat, canggih dan keren deh." Puji Zidan dengan antusias.

"Emang laptop nya untuk apa?" Tanya Kenan semakin penasaran.

"Bantu Mommy cari uang, Zidan ingin belikan Mommy rumah, Zidan ingin bawa Mommy pergi dari rumah Daddy." Jelas Zidan.

Kenan dan Aditya tertegun.

"Zidan, nggak boleh ngomong gitu." Chatlea menegur Zidan.

"Maaf Tuan, omongan anak saya jangan di dengar." Pinta Chatlea.

"Nggak masalah Bu. Zidan dengerin Om, sekarang laptopnya untuk Zidan aja, nggak usah beli, Om ngasih Zidan karena Zidan sangat sayang dengan Mommy Zidan." Ucap Kenan, ia mengingat masa kecilnya saat dia berjuang untuk menafkahi ibunya setelah ayahnya meninggal.

"Yeyeyyeeyeee.. horeeeee... Zidan punya laptop, Zarah kita punya laptop!" Teriak Zidan sambil melompat bersama Zarah.

"Maaf Tuan, tapi saya tidak bisa menerima pemberian Anda begitu saja. Saya akan membayar DP nya dulu, sisanya akan saya cicil." Tolak Chatlea.

"Tidak Bu. Saya tidak menjual laptop saya, saya memberikannya pada Zidan. Uangnya ibu pakai aja untuk keperluan Zidan." Tolak Kenan.

"Mbak, berikan aja laptopnya pada mereka, nggak usah di ambil uangnya." Tegas Kenan pada penjaga counter.

"Baik Tuan." Ucap penjaga counter.

"Terima kasih banyak Tuan, saya tidak tahu bagaimana membalas kebaikan Tuan." Ucap Chatlea.

"Makasih Om." Ucap Zidan.

"Iya Zidan." Kenan tersenyum sangat senang lalu menutup telponnya.

"Lo beneran ngasih tuh bocah laptop?" Tanya Aditya tidak percaya.

Kenan mengangguk dan tersenyum.

"Lo denger kan tadi anak itu bilang laptopnya untuk cari uang? gw penasaran, apa yang akan anak kecil itu lakukan!" Kenan mengetuk-ngetuk meja dengan jari-jarinya.

Sedangkan di mall Zidan dan Zarah sangat senang karena mendapat laptop yang mereka inginkan.

.

.

.

Bersambung....

Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!