Di sebuah rumah sakit, kota Bandung terdengar suara seorang ibu yang tengah berjuang untuk melahirkan anak keduanya. Siapa sangka dia akan memiliki dua anak kembar yang begitu tampan. Rahasia Allah memang benar-benar sempurna.
"Ibu Rika selamat ya, anak Ibu dua laki-laki kembar."
Umi Rika menangis haru setelah mendapat kabar itu dari seorang dokter. Sedangkan abi Misbah sudah mengadzani kedua putra kembarnya. kedua pasangan suami istri itu begitu bahagia.
5 tahun kemudian...
"Arga, Arka janggan nakalin Mbak-mbaknya." Tegur umi Rika pada kedua putra kembarnya, yang sekarang sudah menginjak umur 5 tahun.
"Arga gak kok umi cuman Arka." Jawab Arga.
"Arka juga gak kok umi."
Arga dan Arka berbicara dengan begitu menggemaskan, sampai-sampai para santri putri juga ikut tertawa oleh tingkah kedua putra kembar guru mereka itu..
"Sudah sini pulang dulu sebentar lagi magrib." Ajak umi Rika pada anak-anaknya, sedari tadi keduanya sedang bermain bersama santri putri.
"Iya Umi." Jawab keduanya kompak..
Arkan memang sangat jahil pada santri putri, dia sering sekali menyumputkan sendal-sandal santri putri, jika mereka sedang bermain di asrama santri putri..
"Anak Abi udah bersih, yok ikut Abi ke masjid kita sholat berjamaah." Ajak abi Misbah setelah kedua putranya beres dari mandi.
🌼
🌼
22 Tahun kemudian.....
"Arka." Arka bangun nak, panggil umi Rika pada putranya yang sekarang sudah dewasa. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat menurut umi Rika.
"Cepet siap-siap, kamu mau ngisi pengajian di kota Malang gantiin masmu, dia ada urusan mendesak." Tutur umi Rika panjang lebar.
Arka yang mendengar ocehan uminya segera membuka pintu kamar miliknya.
"Apa Umi, yang bener aja Arka yang mengisi ceramah di Malang? kan udah perjanjiannya waktu itu kalau Mas Arga yang ngisi, kok sekarang jadi Arka sih." Oceh Arka tidak terima, dia masih menguap karena ngantuk.
"Udah gak usah banyak tanya sana siap-siap, nanti keburu kamu kehabisan tiket pesawat, Umi denger soalnya bulan ini banyak sekali orang yang pergi ke Malang, ya udah kalau gitu Umi kebawah dulu. Mau siapin sarapan buat kamu, cuman kamu lagi yang belum sarapan. Mandinya jangan lama-lama." Tutur umi Rika panjang lebar.
"Hem." Jawab gus Arka singkat.
Selesai mandi gus Arka menyusul umi Rika, yang sedang berada di dapur.
"Umi masak apa?"
"Ini masak udang kesukaan, kamu Ar."
"Umi emang Mas Arga kemana sih? kenapa coba harus Arka yang mengisi pengajian di Malang? kenapa gak Abi aja sih?"
"Abi sama Mas mu lagi ada pertemuan sama Pak Jaya, katanya Pak Jaya mau beli tanah kita yang di samping asrama putra." Jawab umi Rika.
"Kok Arka gak dikasih tau? itu kan hal penting."
"Bukannya gak dikasih tau Ar, tapi kamunya aja tidur waktu lagi bahas masalah ini sama Abi sama Mas mu."
.
.
FALL BACK ON..
Satu bulan lalu. Memang gus Arga dan abi Misbah juga gus Arka sudah membicarakan perihal tanah yang akan dibeli pak Jaya, karena pak Jaya tak henti-henti ingin membeli tanah itu untuk iya bangun sebuah hotel. Menurut pak Jaya tanah yang dimiliki keluarga Anggara itu sangatlah bagus dan cocok untuk bisnisnya.
Sedangkan gus Arga dan gus Arka sudah berencana untuk membangun asrama putra lagi dan rumah milik keduanya, jika sudah berkeluarga nanti di tanah itu, rencana ini sudah disiapkan keduanya sejak lama. Mana mungkin diserahkan begitu saja kepada orang lain. Walaupun pak Jaya memberi harga tinggi untuk membeli tanah mereka. Memang tempatnya lumayan luas cukup untuk membangun sebuah hotel, tapi masalahnya diarea itu tempat santri jika di sebelahnya di bangun hotel. Besar kemungkinan akan mempengaruhi penduduk setempat juga daerah santrinya.
Kita tidak tau kan siapa saja nanti yang akan datang ke hotel itu, namanya juga hotel pasti banyak sekali orang yang datang dari mana-mana.
Abi Misbah dan gus Arga yang sedang membahas masalah tanah itu serta gus Arka. Tanpa sadar Arka yang sedari tadi menyimak sudah tertidur nyenyak, makanya dari itu dia tidak begitu tau akhir diskusinya dimana.
Saat gus Arka banggun dari ruang rapat abinya sudah adzan subuh dan tinggal dia sendiri lagi yang berada disitu...
FOLLBACK OF..
"Ya, deh maaf umi abisnya Arka ngantuk waktu itu, terus juga capek." Ucap Arka saat mengingat satu bulan lalu.
"Alesan aja Ar, kamu capek sama ngantuk kalau udah ***** ya ***** aja." Ejek umi Rika..
"Ummi, ya udah ayok kita sarapan Arka udah laper banget."
Ajak gus Arka mengalihkan pembicaraan, dia tau kalau uminya sudah ceramah entah sampai kapan selesainya, persis seperti kembarannya itu jika sudah ngoceh gak selesai-selesai.
"Ngelak aja kamu Ar, biar umi berhenti menasehati kamu kan?"
"Nah, itu umi tau jawabanya." Cengir Arka tanpa dosa.
"Umi-umi suapin Arka ya." Pintanya.
"Apapun dah ini anak, udah gede juga makan aja masih minta suapin." eje2k umi Rika lagi.
"Biarin umi kan minta suapinnya sama Umi buka sama orang lain"
"Emang kamu gak malu Ar? nanti kalu misalnya udah nikah masih minta suapin?"
"Kalau itu masalahnya udah beda lagi Umi, minta suapinya berarti sama istri Arka aja." Tutur gus Arka enteng..
Setelah selesai sarapan gus Arka menuju kantor santri putra, untuk menemui abi dan kembarannya yang sedang berada disana bersama beberapa pengurus santi abinya.
Walaupun malas gus Arka harus tetap berangkat ke kota Malang, untuk memenuhi undangan yang diberikan oleh Kyai Mansur, agar bisa mengisi acara pembukaan sekolah resmi di pondok pesantren Al-hidayah, milik Kyai Mansur.
Gus Arka sendiri merasa heran kenapa harus kakaknya yang mengisi acara di tempat tersebut. Padahal pondok yang dipegang Kyai Mansur itu banyak sekali ustadz-ustadz yang pintar atau tidak Kyai Mansur sendiri yang mengisi acara.
"Umi, Arka mau ke Abi sama Mas dulu di kantor santri putra ya, Assalamualaikum." Pamit gus Arka pada umi Rika.
"Waalaikumsalam." Jawab sang umi.
Saat gus Arka pergi menemui abi dan kembarannya umi Rika membereskan pakaian gus Arka yang akan dibawa nanti.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Assalamualaikum." Sapa gus Arka, setelah sampai di depan pintu masuk kantor kebetulan sekali disitu ada kang Ardi yang barus saja keluar dari dalam kantor.
Jarak kantor santri putra tidak terlalu jauh dari kediaman abi Misbah jadi gus Arka tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ketempat itu.
"Waalaikumsalam Gus Arka." Jawab kang Ardi selaku pengurus pondok.
"Abi sama Mas Arga ada di dalem gak kang?"
"Ada gus masuk aja." Ucap kang Ardi sopan.
Setelah kang Ardi mempersilahkan gus Arga masuk, dia berlalu pergi. Gus Arka kembali mengucapkan salam pada semua orang yang berada di dalam kantor.
"Assalamualaikum Abi, semua." Sapa gus Arka setelah masuk ke dalam.
"Waalaikumsalam." Jawab mereka serentak.
"Sudah bangun rupanya bocah satu ini." Tutur gus Arga, sambil tertawa kecil saat tau siapa yang barus saja mengucapkan salam.
Mendengar ejekan dari kembarannya itu, gus Arka segera mengambil pecinya yang ada diatas kepala. Dia melipat peci itu sambil menatap Arga tajam, karena sudah mengejeknya didepan banyak orang.
Tak...
Peci yang gus Arka lempar tadi mendarat sempurna di kening gus Arga.
"Astagfirullah hal-adzim." Ucap gus Arga merasa sedikit sakit ketika peci gua Arka mendarat di keningnya.
Abi Misbah yang melihat tingkah kedua putranya hanya geleng-geleng kepala.
Sedangkan pengurus pondok yang ada di dalam kantor itu sudah biasa melihat tingkah keduanya yang selalu cari perkara jika sudah bertemu.
Walaupun kembar gus Arka dan gus Arga memiliki sifat yang sangat jauh berbeda, jika gus Arka jahil dan nakal, sedangkan gus Arga sedikit pendiam. Tapi beda lagi urusannya jika sudah dengan Arka.
"Itu barus awal mas." Ucap gus Arka santai tanpa merasa bersalah, karena telah melempar kening masnya dengan peci dia sendiri.
"Masih ada yang kedua." Ucap gus Arka lagi.
Gua Arga tau apa yang menyebabkan gus Arka melempar peci kearahnya karena masalah pergi ke Malang seharusnya dia yang pergi, tapi karena ada rapat mendesak jadilah gus Arka yang harus menggantikan dirinya.
"Yang kedua apalagi?" kali ini abi Misbah yang berbicara.
Nyali gua Arka langsung menciut, ketika abinya yang sudah melontarkan pertanyaan.
"Hehe gak jadi deh Mas yang keduanya." Tutur gua Arka takut.
Semua yang ada di dalam kantor tersebut menahan diri untuk tidak menertawakan Arka.
"Udan siap-siap belum Ar?" tanya abi Misbah.
"Udah bi, Arka juga kesini niatnya mau pamitan, tapi gak tau kenapa pas liat mukanya Mas Arga rasanya geregetan aja gitu pengen mukul." Canda gus Arka.
"Oo, iya Bi. Arka berangkat sendiri apa ada temennya?"
"Tu, berangkat sama Dimas, dia lagi ambil beberapa kitab yang perlu dibawa." Kali ini gua Arga yang menjawab.
"Oke."
"Nanti tolong bilangin ke Dimas suruh nyusul aja ke rumah ya Mas." Pesan gus Arka pada kembarannya itu.
"Iya." Jawab gus Arga singkat.
"Ya, udah kalau gitu Arka pamit ya Bi, Mas sama semuanya." Ucap gus Arka sambil mencium punggung tangan abinya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab mereka semua kompak
"Kalau udah sampai kasih kabar Ar." Teriak gus Arga....
Gua Arka sudah kembali kediaman abi Misbah, untuk mengambil barang yang akan iya bawa sekaligus berpamitan pada uminya.
"Umi boleh gak Arka gak minep?" tanya gus Arka, dia paling tidak bisa jauh dari uminya.
"Iya gak apa-apa Ar, tapi kalau disuruh Kyai Mansur minep, ya minep dulu gak enak sama mereka."
"Iya umi Arka ngerti. Itu Dimas udah dateng umi kalau gitu Arka pamit ya, salam sama Abi sama Mas Arga." ucap gus Arka.
Karena saat ini Dimas sudah berdiri di depan kediaman abi Misbah, dia sudah menenteng satu tas untuk kebutuhan mereka di Malang nanti, di dalam tas tersebut paling banyak kitab yang diperlukan nanti untuk gus Arka pelajari terlebih dahulu.
"Iya Ar."
Hanya umi Rika yang bisa mengantar gus Arka, sedangkan gus Arga dan abinya masih belum pulang dari kantor santri putra, karena masalah yang mereka urus belum beres.
Pak Jaya masih bersikeras mau membeli tanah milik keluarga Anggara. Sulit untuk membuat pak Jaya menyerah agar tidak terus-terusan mengincar tanah milik keluarga Anggara. Pak Jaya sendiri memiliki tekad yang sangat kuat, dia tidak menyerah begitu saja.
Walaupun abi Misbah dan gus Arga sudah menolaknya beberapa kali-kali. Bahwa mereka benar-benar tidak akan memberikan tanah itu pada siapa pun. Tidak akan menjual kepada siapapun.
Tapi pak Jaya tidak juga menyerah sampai situ. Gus Arga sendiri heran entah kapan pak Jaya akan menyerah agar tidak terus-terusan datang ke pondok pesantren Darussalam, hanya untuk menanyakan perihal tanah milik keluarga Anggara itu. Mungkin gus Arga dan abi Misbah akan membiarkan hal itu terjadi sampai pak Jaya bosan sendiri.
Gus Arka dan Dimas sudah sampai di kota Malang Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam 10 menit menggunakan pesawat, sekarang mereka sedang menuju pondok pesantren Al-hidayah yang terkenal di kota Malang.
"Dimas kita makan dulu saya lapar." Ucap gus Arka setelah mereka keluar dari bandara.
"Baik Mas." Jawab Dimas.
Dimas merupakan sahabat dekat gus Arga dan gus Arka, maka dari itu keduanya meminta Dimas untuk memanggil mereka dengan sebutan mas bukan gus.
Dimas juga sangat mengenal sifat kedua ustadz kembar itu, semenjak Dimas menginjakan kakinya di pondok pesantren Darussalam, dia sudah berjanji pada dirinya sendiri, jika dia akan mengabdikan dirinya pada seluruh keluarga abi Misbah, maka dari itu Dimas juga bukan hanya dekat pada kedua ustadz kembar tersebut. Tapi juga pada umi Rika dan abi Misbah.
Setelah selesai mengisi perut gus Arka dan Dimas segera kembali berjalan untuk mencari taksi yang dapat mengantar mereka untuk bisa sampai ke pondok pesantren Al-hidayah terletak di kota Malang ini.
"Pak, tau Pondok pesantren Al-hidayah?" gus Arka bertanya ramah pada supir yang barus saja berhenti menghampiri keduanya.
"Ya mas, ayo saya antar." Tawar supir taksi tersebut.
Sekitar tiga puluh menit mereka berada di dalam mobil akhirnya sampai juga di depan gerbang pondok pesantren Al-hidayah.
Pondok pesantren Al-hidayah sangatlah luas bahkan lebih luas dari pondok pesantren Darussalam milik abi Misbah, bisa dilihat dari gerbang saja sudah sangat jelas jika pesantren itu luas bahkan mobil truk saja bisa masuk melalui gerbang pondok pesantren Al-hidayah.
"Mas berdua ada perlu apa?" tanya penjaga gerbang. Saat gus Arka dan Dimas mendekat kearah gerbang tak lupa mereka juga mengucapkan salam.
"Kami dari Bandung Pak, untuk memenuhi undangan dari yayi Mansur." Jawab gus Arka ramah pada penjaga gerbang.
"Oalah, Mas Muhammad Arga Anggara ya?" ucap penjaga tersebut yang sudah mendapatkan pesan dari kyai Mansur.
"Buka pak saya adiknya Mas Arga."
"Ya udah masuk dulu Mas saya lapor ke ndalem dulu sebentar. Masnya berdua tunggu di kursi tunggu di dalam dulu."
Penjaga gerbang itu mempersilahkan gus Arka dan Dimas untuk masuk. Sedangkan dia pergi ke kediaman Kyai Mansur, untuk memberitahukan jika tamu yang mereka tunggu sudah datang.
"Baik pak."
Gus Arka dan Dimas menunggu sekita sepuluh menit, setelah penjaga itu pergi ke ndalem tak berselang lama seorang gadis menghampiri mereka.
"Assalamualaikum Gus, kang." Sapa ning Aqila. Anak bungsu kiai Mansur.
Dia baru saja mendapat kabar dari penjaga gerbang tadi, jika tamu abahnya sudah datang, mendengar hal itu ning Aqila pergi untuk menyambut langsung tamu abahnya yang datang dari Bandung.
"Waalaikumsalam." Jawab keduanya.
"Mari Saya antar ke ndalem sudah ditunggu sama abah." Ucap ning Aqila ramah sambil menundukan pandangannya.
Ning Aqila, gus Arka juga Dimas berjalan sejajar dengan jarak yang tidak terlalu dekat, karena ning Aqila tau perempuan tidak boleh berjalan di depan Laki-laki.
"Assalamualaikum Abah." Sapa ning Aqila, setelah sampai di ruang pertemuaan kyai Mansur.
Sedangkan gus Arka dan Dimas masih menunggu di depan pintu ruangan tersebut.
"Waalaikumsalam, Ndok."
" Abah, tamu Abah sudah datang."
"Mana Ndok? kok gak disuruh masuk."
Setelahnya ning Aqila menyuruh gus Arka dan Dimas masuk, kala sudah diizinkan oleh Kyai Mansur mereka berdua pun masuk secara bersama sambil mengucapkan salam.
"Silahkan duduk, Nak." Ujar yayi Mansur setelah menjawab salam keduannya.
Segera gus Arka dan Dimas duduk dikursi yang sudah disediakan, setelah mendapat izin dari Kyai Mansur.
"Kamu Muhammad Arka Anggara kan?" tanya Kiyai Mansur pada gus Arka.
"Iya yayi saya Arka, maaf yayi buka Kakak saya yang memenuhi undangan malah saya." Dia berbicara dengan nada sopan sekaligus merasa tidak enak hati pada kiyai Mansur.
"Tidak papa nak, Abi mu sudah bicara lewat telepon tadi. Ya sudah kalian istirahat dulu saja pasti capek di perjalanan. Biar Aqila yang mengantar kalian berdua ke kamar, acaranya juga besok baru dimulai." Jelas kyai Mansur.
"Baik yayi." Tutur gus Arka dan Dimas kompak.
"Assalamualaikum Abah, Aqila anter mereka dulu."
"Assalamualaikum." Yayi ucap gus Arka dan Dimas juga.
"Waalaikumsalam, semoga kalian betah disini ya."
"Insya Allah yayi mari." Jawab gus Arka.
Setelah menunjukan tempat istirahat gus Arka dan Dimas yang berada disamping rumah kiyai Mansur, ning Aqila segera menuju dapur untuk membantu uminya memasak.
"Qila tamunya udah dianter buat istirahat belum?" tanya uminya, saat ning Aqila sudah berada di dapur.
"Udah Umi, tadi sebelum Qila ke dapur Abah yang nyuruh."
"Ya sudah kalau begitu biar mereka istirahat dulu, entar makan malam barus dipanggil lagi, kasian juga dari Bandung ke Malang perjalanan lumayan jauh pasti mereka capek."
"Oh, iya umi Mas Dika pulang kan dari Turki?"
"Iya Ndok, katanya hari ini sampek mungkin entar malam."
"Terus Mbak Dina kuliahnya libur kan Umi? katanya bilang sama Aqila mau kesini. Besok pas ada acara disini, jadi gak umi, Mbak Dina kesini?"
"Umi gak tau Ndok, Mbak mu gak bilang apa-apa sama Umi mungkin iya, Ndok."
Saat umi Nita dan ning Aqila sedang asik memasak, sambil ngobrol di dapur terdengar suara orang mengucapkan salam begitu kencang. Mendengar ada tamu diluar ning Aqila segera menemuinya.
"Alhamdulillah Mbak Dina pulang, tapi kenapa teriak-terika Mbak?" ucap ning Aqila, dia menyambut mbaknya dengan senang hati apa lagi mbaknya barus saja sampai.
"Hehe gak papa bontot."
Keduanya kemudian saling berpelukan satu sama lain. Untuk melepas rindu, sudah beberapa bulan ini ning Dina tidak pulang, karena sibuk dengan tugas pesantrennya dan juga tugas kuliahnya yang sebentar lagi akan menuju semester akhir.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!