NovelToon NovelToon

Jadi Janda Karena Berondong

Menyamar

Rahadi Group.

Almeer baru saja tiba di ruang kerjanya, ia mendudukkan diri di kursi kebesarannya, lalu meraih telepon yang ada di sudut mejanya.

"Din, ke ruanganku sekarang!" perintah Almeer kepada sahabat, sekaligus asisten pribadinya.

Almeer menutup telponnya, ia melipat tangan di atas meja, sambil menunggu kedatangan Dino.

Tak lama kemudian asistennya itu tiba di ruangan tersebut, dengan membawa sebuah map, berisi dokumen yang diminta Almeer.

"Kau sudah mendapatkan apa yang aku minta?" tanya Almeer.

Dino memberikan map yang dibawanya, ia meletakkan map tersebut di atas meja Almeer.

"Semuanya ada di situ," jawab Dino.

Almeer membuka map yang diserahkan Dino, map itu berisi tentang profil pribadi seorang wanita, yang bersama Almeer 2-malam yang lalu.

"Al, di kantor ini aku memang asistenmu, tapi aku ingin mengingatkanmu sebagai sahabat, bukan sebagai bahawanmu! Wanita itu sudah bersuami, jadi ... hentikan obsesi sialanmu ini, kau bisa mendapat keparat nantinya!" seru Dino mengingatkan.

Almeer mendesah berat, ia menghentikan bacaannya, lalu menatap Dino dengan tajam. "Kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, Din!"

"Apa yang tidak aku ketahui, Al! Semuanya jelas, jadi lupakan saja cinta satu malammu dengan wanita itu, anggap dia seperti wanita lain yang bersamamu sebelum-sebelumnya. Masih banyak tante-tante lain yang kesepian. Aku heran, biasanya kau melupakan begitu saja, setelah menghabiskan malam bersama dengan tante-tante genitmu, mengapa kali ini kau malah menginginkan lebih?" Dino menggelengkan kepala, ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Almeer sekarang.

"Yang tidak kau ketahui adalah, wanita itu masih perawan saat bersamaku pada malam itu," sahut Almeer menegaskan apa yang menjadi alasannya begitu ingin mendekati wanita yang sudah bersuami.

"Apa ...?" Dino melotot tidak percaya. "Kau jangan mengada-ada, Al!"

"Apa kau sedang berkata aku pernah membual kepadamu, Din?" Almeer menajamkan tatapannya.

Dino terdiam, berbohong memang bukan sifat Almeer.

"Ehmm ... dia seorang Presdir di R.D corp ya!" gumam Almeer sambil kembali membaca dokumen yang diberikan Dino.

"Ya, itu adalah anak perusahaan milik suaminya, mereka bergerak di bidang arsitektur dan konstruksi," sahut Dino.

Almeer menghentikan bacaannya, lalu mengalihkan pandangan pada Dino. "Din kau paksa asistennya yang sekarang mengundurkan diri, lalu kirim resumeku ke perusahaannya!"

Dino menautkan kedua alis matanya, ia tidak mengerti hal gila apa lagi, yang akan dilakukan Almeer.

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Dino heran.

"Aku harus menyamar agar bisa dekat dengan wanita itu, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam rumah tangganya," ujar Almeer, lalu mengalihkan pandangan ke sembarang arah, seperti sedang membayangkan sesuatu.

"Al, Apa tidak ada jalan lain? Aku bisa memerintahkan anak buah kita untuk menyelidikinya lebih lanjut, kau tidak perlu sampai menyamar. Ini sungguh konyol, apa kau tidak sadar ini akan membuat harga dirimu terinjak-injak. Aku tidak dapat membayangkan, seorang Almeer Rahadi menjadi asisten pribadi," tukas Dino.

"Tentu saja dengan mengirimkan data resume palsu, Din! Apa kau pikir ada perusahaan yang akan menerimaku, jika mengetahui semua asetku, yang berjalan begitu pun yang tidak berjalan." Almeer menggelengkan kepalanya. "Dan mengapa kau menjadi bodoh seperti ini, Din! Kau pikir sehebat apa anak buahmu itu, sampai bisa membaca isi hati seseorang? Hanya dengan menjadi orang terdekatnya, baru ada kemungkinan dia akan menceritakan masalah rumah tangganya dengan sendirinya," pungkas Almeer.

Dino terdiam, ia mengumpat kesal karena Almeer seenaknya mengatai dirinya bodoh, meski semua yang dikatakan Almeer memang sangat realistis.

Satu yang membuat Dino heran, apa yang ingin dilakukan Almeer sekarang sangat tidak masuk di akal, ia sampai rela menyamar hanya untuk mengetahui rahasia rumah tangga orang, ini benar-benar gila.

"Mengapa kau masih diam di situ, lakukan saja apa yang aku perintahkan!" Suara Almeer membuat Dino kembali ke alam sadarnya.

"Aku sedang mencerna kata-katamu tadi, Al! Kau bilang kemungkinan, bukan. Bagaimana jika kau tetap tidak berhasil membuatnya mau menceritakan masalah pribadinya kepadamu, sementara kau sudah merelakan dirimu menjadi asistennya!" ujar Dino.

Almeer tersenyum miring, ia bangkit tempat duduknya, lalu berjalan menghampiri Dino, kemudian menepuk bahu sahabatnya itu. "Apa kau sedang meragukan kepiawaianku dalam merayu wanita, Sobat! Aku tidak akan membutuhkan waktu lama untuk membuatnya nyaman, dan bertekuk lutut."

Almeer berjalan menuju sofa, ia duduk di sana sambil bersedekap, dengan posisi kaki yang disilangkan, matanya menatap dengan sorot keangkuhan dan rasa percaya diri tiada batas.

"Lakukan saja yang kuperintahkan, Din! Sisanya akan menjadi urusanku!" perintah Almeer.

"Baiklah ...." Dino mendesah berat, lalu meninggalkan ruang kerja Almeer.

***

3-hari kemudian.

Almeer sedang menatap bayangan dirinya di depan cermin, tubuh gagah itu kini berbalut kemeja longar yang tidak modis sama sekali, jauh dari style seoarang Almeer Rahadi.

Ditambah lagi Almeer menutupi wajah tampannya itu dengan sebuah tompel konyol, lengkap dengan kacamata bulat, tebal, dan sangat kuno.

Almeer tersenyum seolah mengejek dirinya sendiri, Almeer beranjak dari depan cermin, ia menghampiri Dino, lalu meraih jas yang sudah dipersiapkan Dino.

"Di mana kau mendapatkan jas ini, Din? Aku pasti akan membakar pabriknya setelah penyamaranku selesai," sinis Almeer sambil memaki jas tersebut.

"Kau terlihat semakin tampan, Al!" cibir Dino, ia mengamati penampilan Almeer, lalu terkekeh geli.

Jas yang diberikan Dino memang hanyalah jas merek bawah, bahkan jas itu terbuat dari bahan yang jelek, belum lagi cara pembuatannya yang di bawah standar, ditambah pula banyaknya jahitan yang cacat. Jadi wajar jika Almeer mengatakan ingin membakar pabriknya, karena memang jas tersebut tidak memiliki mutu produksi.

Almeer melangkah meninggalkan penthousenya, diikuti Dino yang berjalan di sampingnya.

"Ingat Al. Namamu adalah Aldi Bagaskara!" Dino kembali mengingatkan.

"Tenang saja, Din! Cukup kau pikirkan tentang perusahaan, untuk sementara kau sepenuhnya menggantikan tugasku," sahut Almeer.

Dino mengganggukkan kepala, setelah itu mereka berpisah dan masuk ke mobilnya masing-masing, Dino ke Rahadi Group, sementara Almeer menuju R.D corp untuk menjalankan misinya.

***

Ruang CEO R.D corp.

"Mengapa hanya ada satu orang yang memasukkan lamaran, apa perusahaan kita tidak menarik di mata para pencari kerja?Padahal grafik perusahaan kita sedang bagus-bagusnya," keluh Riana, sembari membaca profil pelamar yang diberikan oleh sekretarisnya.

"Entahlah Nyonya! Mungkin sudah tidak banyak lagi pengangguran di Negara kita ini," jawab sekretaris bernama Mila tersebut asal.

"Kita jadi tidak punya pilihan!" Riana mendesah berat.

"Iya memang hanya satu, Nyonya. Tapi, andai ada banyak pelamar yang lain, sepertinya kita tetap akan memilih pelamar, yang datanya sedang Nyonya baca saat ini. Karena dia memiliki data pengalaman yang sangat hebat, ia bahkan pernah berkerja di perusahaan konstruksi terkenal dari Amerika. Ditambah lagi di profilnya itu, ia juga menyertakan setifikat kemampuan bela diri, dan dia bukan hanya menguasai satu cabang beladiri. Jadi keuntungan lainnya, Anda bisa mendapat asisten sekaligus bodyguard, dalam diri satu orang saja," sahut sekretarisnya tersebut.

Riana mengganggukkan kepala, benar yang dikatakan sekretarisnya, orang yang melamar jadi asistennya ini memang memiliki jejak rekam kerja yang sangat baik.

Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu dari luar ruangan.

"Masuk ...," perintah Riana.

Bersambung.

Jangan lupa tinggalkan like, vote, hadiah dan komen!

Sangat mendambakannya

Almeer masuk ke ruang kerja Riana.

"Silahkan duduk!" Riana mempersilahkan Almeer, ia ingin melakukan sedikit interview pada calon asisten pribadinya ini.

Riana kembali membuka map yang berisi data pribadi Almeer. "Aldi Bagaskara, Ya!"

"Benar Nyonya," sahut Almeer pelan.

"Namamu Indo Sekali, tapi jika dilihat dari wajahmu, kau pasti blasteran," tebak Riana.

Almeer mengganggukkan kepalanya. "Benar Nonya. Ibu saya keturunan Eropa, sedangkan ayah saya asli Indonesia."

Riana menganggukkan kepala, dia menyadari tompel di wajah calon asistennya ini tidak cukup untuk menutupi pesonanya yang begitu memikat.

"Baiklah, Al! Aku sudah membaca data pribadi yang kau kirimkan. Dengan sederet pengalaman kerja yang kau miliki, aku memutuskan untuk menerimamu sebagai asisten peribadiku, tapi ...." Riana menggantung ucapan di ujung kalimatnya.

Almeer hanya diam saja, menunggu kelanjutan dari ucapan Riana.

Riana meletakkan kembali berkas data diri Almeer, sebelum melanjutkan ucapannya. "Aku yakin kau sudah paham betul job desk seorang assiten pribadi, hanya saja aku menginginkan seorang asisten, yang selalu stanby selama dua puluh empat jam, aku tidak ingin mendengar alasan apapun, kau harus ada kapan pun aku butuhkan."

"Saya bersedia, Nyonya," sahut Almeer cepat.

Sebenarnya Almeer sudah mulai menggerutu di dalam hati, biasanya dia lah yang selalu memerintah asistennya untuk selalu standby. Sekarang dirinya lah yang harus menjalankan tugas tersebut.

Tugas seorang asisten pribadi memang sangat berat, lingkupnya jauh lebih luas dari pada sekretaris, karena seorang asisten pribadi adalah otak dan kaki tangan langsung seorang boss.

Tugas seorang asisten pribadi banyak. Job desknya bukan hanya mengatur schedule kantor sang boss, tidak jarang asisten pribadi juga harus menghandle semua kebutuhan pribadi bossnya.

"Ya sudah! Kalau begitu besok kau sudah mulai bekarja, meja kerjamu di sana!" Riana menunjuk sebuah meja yang ada di sisi kiri ruang kerjanya.

"Baik Nyonya." Almeer mengangguk paham.

"Aku rasa interviewnya cukup! Sekarang serahkan ini ke bagian HRD, minta mereka untuk menginput datamu," perintah Riana sembari mengembalikan data pribadi Almeer.

"Baik Nyonya, saya pastikan Anda tidak akan kecewa menjadikan saya sebagai asisten pribadi, karena saya adalah orang yang bisa diandalkan," ucap Almeer dengan percaya diri.

Riana mengibaskan tangannya sambil tersenyum miring. "Antarkan saja berkasmu ke HRD, dan setelah itu kau boleh pulang."

"Sampai jumpa besok, Nyonya." Almeer keluar dari ruangan Riana, dengan langkah penuh semangat, meski ada gejolak ego dalam dirinya, yang merasa terhina oleh perintah Riana.

Tapi rasa penasaran Almeer terhadap Riana, membuatnya rela menurunkan ego. Sekarang ia sudah melewati step awal, yang perlu dia pikirkan selanjutnya adalah membuat Riana nyaman, agar ia dapat mengorek informasi pribadi Riana.

Sementara itu di ruang kerjanya, Riana tertengun oleh sikap Almeer. Pria itu bahkan tidak mengucapkan terima kasih saat ia diterima bekerja.

Meski penampilan Almeer terlihat biasa saja, bahkan bisa dibilang sangat sederhana. Tapi Riana dapat merasakan ada aura kuat dan berkuasa, di dalam diri Almeer.

"Ah, sudahlah! Mungkin itu hanya perasaanku saja," gumam Riana sambil mengibaskan tangan.

Riana kembali sibuk dengan pekerjaannya, apalagi beberapa hari ini ia harus melakukan tugasnya sendiri, ia harus membaca dan membalas pesan dari klien sendiri, mengatur jadwal pertemuan sendiri.

Ya, Riana tampak begitu kelelahan dengan semua ini. Dia juga tidak mengerti mengapa asisten pribadi lamanya, mengundurkan diri tanpa sebab yang jelas.

Riana kembali ke rumah saat hari sudah sore, ia melewati hari yang sangat melelahkan hari ini, karena harus menjumpai beberapa klien, dimulai sejak jam makan siang tadi.

Riana segera masuk ke kamar mandi, ia mengguyur tubuh sendiri dengan air shower, air dingin itu terasa sangat menyegarkan, dan dapat sedikit menghanyutkan rasa lelah yang meliputi tubuhnya.

Riana mulai melumuri tubuh indahnya dengan sabun, dia mengusap setiap inchi tubuhnya perlahan, usapan yang kembali membawa Riana terbayang malam panasnya, beberapa malam yang lalu.

Riana sudah berumur 35-tahun, tapi malam itu adalah kali pertama Riana merasakan yang namanya surga dunia, sungguh pengalaman yang membuat Riana serasa terbang melayang, bahkan hangatnya percintaan itu masih membekas pada diri Riana, sampai saat ini.

Riana selesai dengan aktivitas mandinya, ia memakai baju ganti, lalu duduk di depan cermin riasnya. Riana adalah wanita yang sangat memperhatikan perawatan tubuhnya, yang membuat hampir setiap pria yang melihat akan menelan saliva, dengan pikiran yang melayang entah sampai ke mana.

"Selamat sore, Sayang!" seorang pria yang berstelan elegan masuk ke kamar sambil menyapa Riana. Dia adalah Tuan Taslim suami dari Riana.

Suaminya itu menghampiri Riana, lalu mendaratkan kecupan lembut di keningnya. Riana berdiri, ia mengambil tas kantor serta melepaskan jas suaminya, lalu meletakkan jas tersebut di tempat pakaian kotor.

Riana menikah pada saat berumur 20-tahun, usia yang masih terbilang sangat muda. Riana harus merelakan masa mudanya, ia harus menikah dengan Taslim yang notabene sorang duda tanpa anak, umur mereka pun terpaut cukup jauh, 15-tahun.

Riana menikah dengan Taslim, karena menuruti permintaan terakhir ibunya sebelum meninggal, ibu Riana ingin menikahkan putrinya itu dengan anak dari temannya.

Meski pernikahan ini didasari perjodohan, tapi benih-benih cinta tumbuh dengan cepat di antara Riana dan Taslim. Taslim selalu memperlakukan Riana dengan baik, begitu pun Riana, ia menjadi istri yang sangat patuh pada suami.

Riana kembali menghampiri suaminya, lalu bergelayut manja di lengan suaminya itu, tangan Riana mulai meraba dada bidang suaminya, yang masih terasa kekar berotot di usianya yang sudah menginjak setengah abad.

"Aku menginginkannya, Mas," lirih Riana dengan suara serak.

Sejurus kemudian bibir mereka sudah saling berpaut, Riana mulai melucuti pakaiannya, itu juga dilakukan oleh suaminya, kini mereka sudah polos tanpa sehelai benang pun.

Jantung Riana berdebar-debar saat suaminya itu melakukan ancang-ancang untuk memasukinya, Riana sudah menunggu momen ini selama 15-tahun.

Sayang, hal yang sama terulang lagi dan lagi, suaminya itu langsung mencapai puncak, ketika menyentuh Riana.

Inilah satu-satunya kekurangan dalam rumah tangga mereka. Taslim tidak pernah berhasil melakukan tugasnya sebagai seorang suami. Meskipun selama ini berbagai macam cara sudah mereka lakukan, untuk mengobati penyakit Taslim.

Namun, sayang, sampai detik ini semua usaha yang mereka lakukan tidak membuahkan hasil, Taslim tidak berhasil menjadi lelaki sejati.

"Maaf ...." Itulah kata yang selalu didengar Riana, saat suaminya itu gagal memberinya nafkah batin.

"Tidak apa-apa, Mas," sahut Riana pelan.

Riana menekuk wajah untuk menutupi kekacewaan, batinnya tersiksa menahan gejolak yang mendamba, ia adalah wanita normal yang bukan sekedar mebutuhkan nafkah lahir, ia juga menginginkan nafkah batin yang juga merupakan haknya.

Riana turun dari tempat tidur, lalu mengenakan pakaiannya kembali.

"Sebentar Mas, aku siapkan air untuk mandimu," ucap Riana seraya berlalu menuju kamar mandi.

Bersambung.

Jangan lupa like vote dan komen!

Menjadi Aspri Itu Menyebalkan

Riana mulai mengisi bathtub untuk mandi suaminya, Riana duduk di ujung bathtub sambil menunggu airnya terisi penuh, tangan Riana memainkan air yang mulai memenuhi bathup, mengusir pikirannya yang mulai kacau, karena hasrat yang selalu gagal tersalurkan bersama suaminya itu.

Setelah dirasa cukup, Riana mengecek suhu air dan tak lupa menuangkan bath bomb. Lalu keluar dari kamar mandi untuk menemui suaminya.

"Mas, airnya sudah siap." ucap Riana pelan.

"Terimakasih, Sayang," jawab Taslim seraya mengecup pipi Riana, dia meraih handuk yang diberikan Riana, lalu melangkah pergi menuju kamar mandi.

Riana mengambilkan pakaian ganti untuk suaminya, lalu diletakkannya di atas tempat tidur. Setelah itu dia pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam mereka berdua. Kini Riana mulai sibuk berkutat dengan peralatan memasaknya.

Riana terlihat tidak fokus pada masakannya, pikiran Riana masih terganggu karena hubungan suami istri yang tidak tuntas. Ditambah kejadian tadi memaksa Riana terhanyut dalam percintaan salahnya beberapa malam yang lalu.

"Huh ... mengapa bisa begini!" erang Riana pelan, merutuki perasaan yang sedang berkecamuk di dalam dirinya.

Berkali-kali Riana menghela napas berat, berusaha membuang jauh-jauh pikiran aneh tersebut dari kepalanya, tapi dia tidak bisa lari dari perasaan itu, dia wanita normal yang membutuhkan nafkah biologis.

Tak lama kemudian Taslim datang, dan menemani Riana memasak, sehingga pikiran Riana bisa sedikit lebih fokus pada masakannya.

Riana menata hidangan di atas meja, dia dengan telaten mengambilkan makanan untuk suaminya, dan mereka pun melakukan santap malam bersama.

***

Hari pertama Almeer bekerja sebagai Aspri Riana.

Sudah hampir dua jam Almeer berada di satu ruangan bersama CEOnya itu, tapi tidak ada pembicaraan sama sekali, mereka sama-sama disibukkan oleh pekerjaan masing-masing.

Almeer sengaja menghembuskan napas dengan kasar, berharap dapat menarik perhatian Riana. Tapi prediksi Almeer salah total, jangankan menegur, wanita itu bahkan tidak menoleh sama sekali.

Belum sehari bekerja Almeer sudah merasa hampir frustasi, bagaimana mungkin dia bisa mendekati Riana, jika bicara saja pun tidak. Sedangkan dirinya tidak mungkin melakukan pendekatan secara frontal, karena ada batas-batasan antara CEO dan Aspri yang harus dipatuhi.

Ingin rasanya Almeer membongkar penyamarannya sendiri, dan menanyakan secara langsung tentang kehidupan pribadi wanita yang kini menjadi CEOnya itu. Tapi tindakan itu dirasa terlalu bodoh, Mengingat betapa tertutupnya Riana. Dan jika Almeer tetap nekad menempuh jalan itu, akan sama artinya dengan menutup jalannya sendiri untuk mendakati Riana.

Almeer kembali melanjutkan pekerjaannya, meskipun misinya kali ini cukup menyebalkan tapi Almeer tidak akan mundur begitu saja. Dia teguh pada tekadnya untuk mendekati Riana, untuk mencari jawaban atas rasa penasarannya.

"Apa saja schedule hari ini, Al?" Suara yang sangat dinantikan Almeer akhirnya keluar dari mulut Riana, meskipun mata wanita itu tidak beralih dari layar monitornya.

Almeer dengan cepat memeriksa schedule Riana. Almeer cukup senang, setidaknya mulai ada pembicaraan dengan CEOnya itu.

"Hanya ada satu, Nyonya. Melakukan peninjauan pembangunan hotel milik Rahadi Group," jawab Almeer cepat.

Riana menganggukkan kepala, dia membuka laci mejanya, untuk mengambil kunci mobil.

"Kemari, Al" panggil Riana.

"Iya, Nyonya." Secepat kilat Almeer beranjak dari kursi kerjanya, dan kini dia sudah berdiri di samping meja Riana.

"Siapkan mobil, kita berangkat sekarang," perintah Riana sambil mengulurkan kunci mobilnya kepada Almeer.

"Mobilnya ada di mana, Nyonya?" tanya Almeer yang langsung mendapat tatapan tak suka dari Riana.

"Tentu saja di parkiran, Al. Mana mungkin di kebun binatang!" keluh Riana.

"Iya maksudku ada di sebelah mana, Nyonya?"

Peertanyaan yang tidak penting, tapi asal kalian tahu, sebenarnya pertanyaan Almeer ini bertujuan agar Riana menemaninya ke basement untuk mengambil mobil.

Riana menghela napas berat. "Kau bisa tanya pada security yang berjaga di sana!"

"Baik, Nyonya. Anda ingin ikut ke basement atau menunggu di lobi?" tanya Almeer penuh harap, karena trik pertamanya sudah gagal.

"Aku tunggu di lobi," jawab Riana singkat.

Almeer mengangguk pasrah lalu mohon diri untuk segera pergi basement.

"Sebentar, Al!" panggil Riana.

"Iya, Nyonya." Almeer memutar langkah dan kembali menghadap Riana.

"Ini adalah hari pertama kau bekerja sebagai asistenku. Seperti yang aku sampaikan saat interview kemarin, aku meninginkan asisten yang kompeten dan cepat tanggap. Jadi kau harus betul-betul memperhatikan semua kebutuhanku tanpa terlalu banyak bertanya, jika masih ingin bekerja sebagai asistenku tentu saja," cetus Riana dengan ekspresi dinginnya.

'Sialan wanita ini! Bisa-bisanya dia menilai aku tidak kompeten, hanya karena pertanyaan tadi.' Almeer hanya berani mengumpat dalam hati.

Padahal tadi Almeer sengaja bertanya sesuatu yang dianggap Riana tidak berbobot, hanya demi memulai percakapan yang lebih cair dengan CEOnya itu.

"Baik, Nyonya. Untuk kedepannya saya akan lebih memperhatikan," sahut Almeer.

"Kalau begitu saja pamit, Nyonya. Saya akan menyiapkan mobil untuk keberangkatan Anda," pamit Almeer sebelum berlalu dari ruangan Riana.

Almeer memasuki Lift dia menekan angka dengan tujuan basement.

"Sial, ternyata pekerjaan menjadi aspri itu sangat menyebalkan," gerutu Almeer kesal, telinganya begitu panas saat mendengar aturan sekaligus perintah dari Riana tadi.

***

Suasana hening kembali menghiasi perjalanan mereka, Almeer berusaha mencuri-curi pandang ke arah Riana yang duduk di kursi belakang, melalui kaca yang ada di atas kepalanya.

"Nyonya, saya baru hari satu bekerja sebagai asisten Anda, tapi saya sudah kagum dengan cara Nyonya memimpin persusahaan," ujar Almeer berusaha memecah keheningan di antara mereka.

"Apa alasan dari kesimpulanmu itu?" tanya Riana. Seperti biasa, nada bicara yang keluar dari mulut Riana selalu terdengar datar dan dingin.

"Sangat jarang ada Ceo yang turun ke lapangan untuk mengecek proyeknya secara langsung. Biasanya pengecekan seperti ini hanya dilakukan oleh para bawahan saja, karena bagi mereka itu sudah cukup. Tapi Anda tidak melakukan itu Nyonya, Anda memilih terjun langsung untuk memantau perkembangan proyek," sahut Almeer.

"Dengan turun ke lapangan secara langsung, kita bisa melihat sendiri apakah proses konstruksinya sesuai dengan spesifikasi yang diarahkan atau tidak. Ini juga akan menambah kredibilitas perusahaan di mata klien. Dengan memberi klien kita kepuasan, mereka akan menaruh kepercayaan, untuk memberi kita tender-terder selanjutnya," jelas Riana.

Terbesit kekagumanan dalam hati Almeer pada diri Riana. Wanita ini sangat berbeda dengan wanita yang dikenal Almeer Sebelumnya. Alih-alih menemukan wanita seperti Riana yang tidak ingin tergantung pada suami. Wanita yang selama ini mendekatinya hanyalah mereka yang ingin menjadi ratu dalam sekejap, dan bisa berleha-leha menikmati uang pemberian suami.

"Apa Nyonya sudah sering mendapat tender dari Rahadi group?" tanya Almeer. Selama ini Almeer memang tidak tahu perusahaan mana saja yang memenangkan tendernya, apalagi proyek pembagunan hotel seperti ini hanyalah investasi tambahan bagi Rahadi group.

"Tidak, Ini proyek pertamaku dengan mereka. Jika aku bisa meyelesaikan proyek ini dengan hasil memuaskan, tentu saja peluang kerja sama berikutnya akan terbuka lebar," sahut Riana.

Bersambung.

Jangan lupa like vote dan komen.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!