Bella berdiri didepan sebuah bangunan bergaya modern klasik, dengan tatapan yang berbinar. Akhirnya dia mampu berdiri sendiri tanpa bayang-bayang keluarga besarnya. Lulus dari salah satu universitas terkemuka dikotanya, dan mulai memberanikan diri membuka sebuah butik dengan koleksi-koleksi baju yang didesainnya sendiri. Keputusannya untuk keluar dari bisnis keluarga dan membangun usaha sendiri jelas tidak mendapat persetujuan dari orang tuanya. Bagaimana tidak, Bella adalah anak semata wayang mereka, dan anak semata wayang itu menolak untuk meneruskan bisnis keluarganya.
***
"Apa? Mendirikan sebuah butik? Bukankah kamu berjanji untuk bekerja dengan Ayah ketika kamu lulus kuliah? Dan apa ini Bella? Kamu membuat Ayah kecewa!" Dengan marah Arnold berbicara panjang lebar kepada Bella.
Dan lagi-lagi Bella hanya mampu menundukkan kepalanya.
"Maaf Ayah!" Ucap Bella dengan suara lirih.
"Baiklah! Lakukan semua keinginanmu!" Dengan putus asa akhirnya Alnold menyetujui permintaan Bella.
"Sungguh Ayah?" Menatap Alnord dengan pandangan mata berbinar.
"Tapi ada saatnya nanti kamu harus mendengarkan Ayah dan tidak bisa menolak permintaan Ayah!"
"Baik!" Ucap Bella dengan sesungging senyum dibibirnya.
***
"Ada apa dengan wajahmu?" Tiba-tiba suara Dera mengagetkannya, membuatnya kembali tersadar dari lamunan.
"Aku hanya sangat bahagia!" Kata Bella sambil tersenyum manis.
"Ayo masuk!"
"Iya!"
Dan dua sahabat itu kembali kedalam butik, Terlihat dekorasi ruangan yang didominasi warna hitam putih dan abu-abu. Dengan rak-rak yang yang dipenuhi baju-baju yang tersusun rapi sesuai warna, ada dua buah lukisan abstrak yang dipajang di dinding, terdapat satu sofa panjang dengan warna hitam dengan bantal-bantal kecil berwarna putih, kontras sekali dengan warna sofanya dan sebuah meja kaca dengan keempat kakinya yang berwarna keemasan. Ruang ganti disudut ruangan. Beberapa menekin yang dipajang di sana.
"Kamu sudah mencari pegawai?" Dera bertanya kepada sahabatnya.
"Belum!"
Menatap heran "Bukankah besok acara launchingnya, kenapa belum ada pegawai?"
"Aku belum menemukannya!"
"Apa kamu terlalu pemilih?"
Tertawa "Sedikit!"
"Astaga! Aku hanya akan membantumu sampai besok! Selebihnya aku tidak bisa, banyak hal yang harus aku selesaikan!"
"Terimakasih kamu yang terbaik!" Menatap Dera penuh cinta kasih.
"Jangan menatapku seperti itu!"
"Apa ini kelemahanmu?" Bertanya sambil tertawa.
"Ha...ha...ha...ya!"
"Ayo! Aku akan mentraktirmu makanan mewah!"
"Aku kamu sedang merayuku?"
"Ya!"
Dua sahabat itu menunggangi sebuah mobil Ferrari 250 GT SWB California milik Bella dan sampailah mereka di lahan parkir sebuah restoran mewah.
Dera melihat orang-orang di sekitar memperhatikan mereka, atau lebih tepatnya mobil yang mereka bawa.
"Orang-orang pasti mengira kita adalah wanita tua dengan selera kuno!" Ucap Dera memecah keheningan. Dan hanya dibalas dengan lirikan mata oleh Bella.
"Ayo turun!"
Sampai didalam mereka memesan satu spicy tuna dengan caviar, satu spaghetti with truffle, dua chicken pot pie dan dua blood orange mojitos.
Tidak berselang lama pesanan mereka datang.
"Selamat menikmati!" Kata pelayan di restoran itu.
"Terimakasih makanannya!" Kata Bella dan Dera hampir bersamaan.
Dera mulai menikmati chicken pot pienya sedang Bella sendari tadi sibuk mengawasi seseorang yang duduk persis di meja depannya . Seorang pria tampan berkulit putih dengan setelan kemeja putih, celana hijau tua dan outer berwarna senada. Rambut sedikit berwarna coklat tua, hidung yang menukik tajam, bibir tipis dengan warna merah muda dan sedikit glossy, sepertinya dia mengoleskan pelembab bibir di sana. Alis tebal yang menambahkan kesan maskulin. Dan tatapan matanya...ah...Bella sungguh menginginkannya.
Menyadari sahabatnya tengah memperhatikan sesuatu, Dera menoleh kearah tatapan mata Bella. Dera jelas mengenal lelaki yang sedari tadi mencuri jiwa sahabatnya, Lelaki tersebut adalah Nicholas Brian, anak seorang pengusaha yang paling berpengaruh di kota ini, tentu saja sahabat yang tengah duduk didepannya juga anak seorang milyader tapi jauh berbeda dari Brian, Bella ingin menikmati hidup mandiri tanpa embel-embel keluarga besarnya.
"Ada apa denganmu?"
"Ah....tidak!"
"Kamu jelas bukan tipenya, berhenti memandangnya dan lekas habiskan makananmu!"
"Siapa juga yang menginginkannya?"
"Itu terlihat jelas di wajahmu Bella!
Dengan malu akhirnya Bella mengakhiri perjamuan indra penglihatannya dan mulai menikmati makanan yang tadi dipesannya.
***
Usai mengantar Dera, Bella kembali ke istana megah milik keluarganya. Hening...malam belum begitu larut tapi semua lampu sudah dipadamkan. Dengan pelan Bella membuka pintu dan memasuki rumah, sebuah ruang tamu bergaya klasik terpampang dihadapannya. Sedikit horor jika melihat ruangan sebesar ini hanya diterangi sebuah Standing Lamp.
Bella berjalan perlahan, sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara. Terasa gagu jika dia harus bertemu dengan Ayahnya dan bingung harus berbicara apa.
Bella menaiki tangga menuju lantai dua, di sanalah kamarnya berada.
Sampai dikamar Bella membuka jendela kamarnya, bulan tua tampak bertengger dengan malas di atas sana. Seolah tengah mengadu pada setiap orang yang memandangnya "Kenapa aku harus ada disini selarut ini?" Bella tersenyum dengan pikiran konyolnya.
Kini pikirannya teralih pada sosok pria tampan yang dia jumpai di restoran sore tadi.
Tapi kembali kata-kata Dera menusuk sanubarinya "Kamu jelas bukan tipenya!" Jika dipikir-pikir Dera sangat kejam. Bagaimana mungkin dia bisa berkata kasar seperti itu.
Bukankah Dera paham betul ini pertama kalinya dia memperhatikan pria sedalam itu.
Udara mulai terasa dingin, dan Bella kembali menutup jendelanya dan pergi untuk membersihkan diri, berganti pakaian dan beranjak keperaduan.
Sudah hampir 30 menit Bella merebahkan diri di ranjang tetapi matanya belum juga mampu terpejam, dilihatnya langit-langit kamarnya...sebuah dekorasi serupa langit malam. Ayahnya yang mendesain kamar Bella, dengan tangan sendiri. Dia menginginkan segala kesempurnaan untuk putri semata wayangnya sebagai wujud cinta kasih yang tak berujung. Dan kini putri kecil yang amat dikasihaninya itu malah membuatnya meradang.
"Maafkan Bella Ayah!" Ucapnya lirih "Bella berjanji akan memenuhi keinginan Ayah di masa yang akan datang!" Kemudian memejamkan mata dan tidur terlelap.
Dengan mimpi aneh yang membuatnya merinding nantinya. Dia melihat dirinya sendiri dan pria yang tadi dia temui di restoran mengenakan pakaian pengantin dan berjalan beriringan, tapi dia tidak melihat senyuman di wajah lelaki itu. Dia hanya melihat duka...duka...duka....dan duka. Seseorang perempuan berwajah campuran melihat dengan tatapan sayu penuh kebencian kemudian dilihatnya wanita itu berlari kencang kearahnya dan menikamkan sebilah pisau tepat di dadanya. Darah merah mengalir di gaun putihnya, suara jeritan orang-orang disekelilingnya dan pandangan matanya yang mulai memudar, kemudian jatuh tergulai dilantai. Tapi dilihatnya lelaki itu hanya diam saja melihatnya jatuh bersimbah darah.
Hingga akhirnya mimpi berakhir saat bunyi alarm berdentang keras, waktu menunjukkan pukul 05.00 dini hari.
Dengan tubuh penuh dengan peluh Bella terduduk lemas di atas tempat tidurnya.
Pukul 05.20 Bella keluar menuju halaman dengan sepatu dan baju olahraga, usai pemanasan ringan dia berlari pelan mengelilingi rumah.
30 menit sudah dia berlari dan kini dia tampak duduk di rerumputan dengan peluh bercucuran dan nafas yang masih tersenggal-senggal.
Setelah nafasnya kembali tenang Bella memasuki rumah dan mengambil segelas susu di lemari pendingin, dilihatnya Mba Asri, asisten rumah tangganya tengah menyiapkan sarapan pagi.
"Pagi Mba!" Sapa Bella.
"Pagi Nona Bella, anda mau sarapan apa pagi ini?"
"Apa saja Mba!" Kemudian berlalu pergi dengan gelas ditangan.
Pukul 06.30 semua orang telah berkumpul di ruang makan, sebenarnya hanya ada Ayah, Ibu dan Bella.
Seringkali Bella mengajak asisten, sopir dan orang-orang yang bekerja di rumahnya untuk makan bersama, tetapi hanya sekali dua kali mereka mau bergabung, dengan dalih seribu alasan mereka berusaha menolak. Mungkin itu terasa tidak nyaman bagi mereka. Dan lagi-lagi meja makan yang besar ini hanya diisi oleh tiga orang dan menyisakan banyak kursi kosong.
"Apa kamu sibuk hari ini Bella?" Tanya Ayah Bella, memecah keheningan.
"Iya Ayah!" Jawab Bella lirih "Hah!!! Ayah bahkan tidak tahu ini hari yang sangat penting bagi Bella!" Bergunam.
"Bisakah malam nanti kamu menyempatkan waktu? Kita makan malam bersama!"
"Iya Ayah!"
Suasana pagi yang terasa mencekam, semenjak penolakan keras yang dilakukan Bella. Ayah dan Ibunya sedikit bersikap acuh pada Bella dan itu membuatnya sangat sedih.
Acara pembukaan butik dimulai pukul 09.00 pagi. Kebanyakan yang datang adalah sahabat-sahabat Bella dan Dera, ada juga beberapa orang lalu lalang yang mampir memeriahkan suasana. Dari kejauhan Bella melihat sosok yang amat dikenalnya, ya...itu adalah wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga detik ini. Menggunakan mini dress berwarna biru tua dan sepatu high heels berwarna senada, sebuah tas tangan warna putih ditangan kiri dan sebuah karangan bunga ditangan kanannya. Berjalan dengan anggun menghampiri Bella.
"Ibu!"
"Apa Ibu terlambat!"
"Tidak....tidak...!!!" Bella terlihat sangat senang dengan kedatangan Ibunya. Dia merasa tidak benar-benar diacuhkan.
"Maaf sayang Ayah tidak bisa datang!" Sambil mencium dan memberikan buket kepada Bella "Ini dari ayah!" Mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tasnya.
Bella hanya bisa tersenyum bahagia tanpa bisa berkata-kata, sudut matanya mulai tergenang air bening yang jika dia lengah sedikit saja, pasti air itu akan membuncah tidak terkendali.
"Silahkan duduk Ibu!" Mempersilahkan Ibunya duduk "Ibu mau minum sesuatu?"
"Boleh!"
Bergegas Bella mengambil minuman dan pai kesukaan Ibunya.
"Silahkan menikmati!"
"Sepertinya sekarang giliran kamu berbicara! Pergilah sayang!"
"Iya Ibu!" Meninggalkan Ibunya dengan sesungging senyuman disudut bibirnya.
***
Acara berlangsung dengan damai, setidaknya kini dia sudah bisa meluruskan kaki di sofa dengan mata yang terpejam.
Tiba-tiba dia mengingat sesuatu "Makan malam!" Bergegas beranjak dari sofa, menyambar tas dan keluar menuju mobilnya.
Sambil berkendara mata Bella tidak henti-hentinya melirik jam tangan "Aaahh!!!" Melihat jam menunjukkan pukul 19.45.
"Lima belas menit lagi!" Ucapnya sedikit was-was, ini makan malam pertama sejak kejadian waktu itu. Dia benar-benar tidak boleh terlambat.
Dengan sedikit mengebut akhirnya Bella sampai di restoran dengan selamat "Ah....syukurlah!" Berucap syukur karena dia sampai pas pukul 20.00.
Bella memasuki restoran, seorang pelayan mengantarnya kesebuah ruangan yang sudah dipesan Ayahnya.
"Ayah selalu menyukai ketenangan" Gunamnya lirih saat dia tahu ayahnya memesan satu ruangan tertutup.
Bella mengetuk pintu.
"Silahkan masuk!" Bella hafal betul suara itu, suara Ayah tercintanya.
Bella membuka pintu dan memasuki ruangan, dan betapa terkejutnya dia. Dilihatnya lelaki itu ada disana!
"Apa ini mimpi??" Gunamnya.
"Duduklah!"
"Maaf Bella terlambat Ayah!"
"Tidak masalah Bella! Ini perkenalkan Tante Margaret dan Om Gabriel dan ini anak mereka. Nicholas Brian!"
Bella menyalami mereka satu persatu.
"Oh...jadi lelaki itu bernama Nicholas Brian!" Gunamnya.
Bella duduk ditempatnya dan sudah berjejer rapi makanan diatas meja, hampir semuanya adalah kesukaan Bella. Dengan tidak sabar Bella mengambil sepotong Sushi dengan sumpitnya. Memakannya dengan lahap dan menyadari sesuatu "Maaf Om Tante!" Dan diiringi dengan gelak tawa mereka.
"Tidak masalah Bella, kamu pasti sudah lapar!" Ucap Om Gabriel kepadanya, dan membuat Bella semakin malu.
"Ayo kita makan!" Kata Ayah menyudahi gelak tawa mereka.
Disela-sela acara makan malam Ibu dan Tante Margaret terlihat asik mengobrol sedangkan Ayah dan Om Gabriel juga terlibat sebuah pembicaraan seru.
Bella dengan cekatan memasukkan makanan dan mengunyahnya dengan cepat tanpa peduli dari tadi Brian menatapnya dengan pandangan aneh.
Tiba-tiba...
"Bella!"
"Iya Ayah!"
"Kamu pasti bertanya-tanya kenapa Ayah membawamu makan bersama Om dan Tante!"
Bella masih menyimak pembicaraan Ayahnya.
"Bell...Ayah, Ibu, Om Gabriel dan Tante Margaret sepakat untuk menjodohkanmu dengan Brian."
Dan saat itu juga Bella dan Brian terbatuk dan hampir tersedak karena begitu kaget dan tidak menyangka hal yang baru saja mereka dengar.
Baik Bella ataupun Brian hanya terdiam seribu bahasa. Entah apa yang ada dipikiran mereka saat ini tapi yang jelas mereka tidak ingin berbicara sepatah katapun yang mungkin hanya akan menyakitkan orang tua mereka.
Acara makan malam berakhir.
"Apa kamu berkendara sendiri Bella?" Tanya Om Gabriel kepada Bella.
"Iya Om!"
"Ini sudah larut! Brian bisakah kamu mengantar Bella pulang?" Kata Tante Margaret kepada Brian.
"Tapi Ma...!" Belum juga selesai berbicara, Brian mendapatkan tatapan tajam dari Papanya yang membuatnya tidak mampu berkata dan akhirnya setuju untuk mengantar Bella.
***
Kini Bella dan Brian berada di dalam mobil yang sama dan Brianlah yang duduk di belakang kemudi.
"Sebenarnya aku bisa pulang sendiri!" Kata Bella membelah kesunyian.
Tidak ada tanggapan dari Brian.
Menatap Brian dan berkata "Ini bukan pertama kalinya aku melihatmu!"
"Benarkah?" Tanya Brian tanpa sedikitpun menoleh kearah Bella.
"Ya!"
"Aku melihatmu kemarin di restoran!"
"Oh!" Ucap Brian datar.
Dan selanjutnya Bella hanya diam tanpa berkata-kata, antara bingung mau berbicara apa dan malu jika Brian tidak merespon ucapannya.
Sepanjang perjalanan Bella hanya memandangi pepohonan yang saling berkejaran, kemudian Bella membuka sedikit kaca mobil dan merasakan terpaan angin malam sambil memejamkan mata.
Brian sesekali melihat kearah Bella "Gadis yang malang!" Gunamnya.
30 menit kemudian sampailah mereka di rumah Bella, terlihat mobil Ayahnya sudah terpakir disana.
Bella keluar mobil "Terimakasih untuk waktunya, silahkan bawa saja mobilnya untuk pulang!"
"Kamu tidak menawariku secangkir kopi?"
"Kamu mau kopi? Ayo turun!" Dan diikuti Brian yang turun dari mobil dan mengekor dibelakang Bella.
"Silahkan masuk!"
Dilihatnya Ayah dan Ibunya tengah duduk diruang tamu.
"Brian! Duduk sini!" Sambil menepuk-nepukan tangannya disofa.
"Iya Om!"
Bella bergegas kedapur dan menyeduhkan secangkir kopi untuk Brian kemudian membawanya keruang tamu.
Seperti mengerti akan sesuatu Ayah dan Ibu Bella beranjak dari duduknya dan berkata "Maaf Brian Om dan Tante sangat lelah! Kami ingin istirahat dulu ya! Jika sudah terlalu larut kamu menginap saja disini! Ada banyak kamar kosong!"
"Iya Om! Terimakasih!"
"Bella jangan lupa bersihkan kamar untuk Brian!"
"Iya Ayah!"
Dan kini hanya tinggal mereka berdua.
Brian benar-benar hanya mampir untuk segelas kopi. Dan diapun pergi setelah menandaskan kopinya, menolak untuk memakai mobil Bella, menolak untuk Bella antar dan menolak untuk menginap.
Tit...tit...tit...tit....alarm berbunyi untuk kesekian kalinya.
"Aaaargh!" Bella meraih jam waker dan mematikannya. Dia masih sangat mengantuk...semalaman dia hanya membolak-balikkan badannya diatas kasur. Pikirannya benar-benar kalut. Apa ini yang dimaksud ayahnya.
"Tapi ada saatnya nanti kamu harus mendengarkan Ayah dan tidak bisa menolak permintaan Ayah!"
Sebenarnya perjodohan ini sama sekali tidak memberatkan Bella, apalagi jika itu membuat Ayahnya senang. Terlebih lagi Brian adalah orang pertama yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Apa ini hadiah dari Tuhan untuknya???
Tapi melihat reaksi Brian sepertinya dia tidak menyukainya.
Lalu apa yang harus dilakukannya saat ini??? Ya...menemui sahabatnya.
Bella membatalkan niatnya untuk tidur kembali dan tersadar sepenuhnya.
Beranjak dari kasur bergegas mandi, berganti pakaian dengan celana Jeans ketat dan crop top warna putih, rambut lurusnya diikat ekor kuda. Kemudian berjalan menuruni tangga dan mendapati Ayah Ibunya tengah menikmati sarapan.
"Tumben sekali hari libur bangun pagi sayang?" Tanya Ibu Bella.
"Iya Bu, Bella mau pergi menemui Dera!"
"Ayo sarapan dulu!"
"Nanti saja Bu!"
"Brian pulang jam berapa semalam Bell?" Tanya Ayah Bella.
"Tidak lama setelah menghabiskan kopinya Ayah!"
"Bella berangkat!"
"Iya, hati-hati dijalan Bell!" Ucap Ayah dan Ibu Bella bersamaan.
***
Kali ini dengan Jeepnya Bella melintasi jalanan yang padat dan membuatnya sedikit menyesal kenapa tidak menggunakan motor saja.
Sampai ditempat Dera sekitar pukul 08.00 pagi.
Bella membuka pintu dan sahabatnya itu tengah berbicara dengan wali pasiennya.
Bella langsung menyelinap masuk keruangan Dera dan duduk dikursi kerjanya.
"Tumben?" Tanya Dera kepada Bella.
"Kamu ingat pria tempo hari, kamu mengenalnya?"
"Brian? Nicholas Brian! Kenapa? Apa kamu masih penasaran tentangnya?"
"Ya!"
"Dia adalah senior dikampusku, badboy, playboy, kaya, tampan...jika dipikir-pikir kehidupannya memang menunjangnya untuk menjadi pria yang tidak baik!"
"Apa hanya ada hal-hal buruk tentangnya?"
"Kenapa? Dia tidak cocok untukmu! Mau kopi?"
"Mau!"
"Tapi Der bukan itu masalahnya....!"
"Lalu apa?" Tanya Dera sambil menyeduh dua gelas kopi instan.
"Aku dijodohkan dengannya!"
Bagai tersambar petir disiang hari "APA???"
"Bukankah reaksi kamu terlalu berlebihan?"
"Bagaimana bisa?"
"Entahlah!"
"Jangan mau! Aku akan mencarikanmu pria baik-baik!"
"Ayahku menginginkannya!" Kata Bella dengan wajah memelasnya. Dera paham betul, bagaimana sahabatnya itu. Dia tidak ingin lagi mengecewakan Ayahnya.
"Tapi ini tentang pasangan hidup Bell!"
"Ya! Aku tahu!"
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Entahlah!"
***
Sudah seminggu sejak hari dimana Bella dijodohkan dengan Brian.
Dan seperti biasa pagi ini Bella disibukkan dengan aktifitasnya. Bella terlihat nampak serius didepan komputer, mendesain baju...untuk koleksi musim panas.
Sesekali dia menyeruput kopi yang telah disiapkan pegawainya.
Kini dia sudah mendapatkan 3 pegawai dibutik miliknya, semuanya ramah dan berparas rupawan.
Tiba-tiba dering ponsel membuat konsentrasinya teralihkan.
Nomor tidak dikenal "Iya, haloo....dengan Bella!"
"Bisakah kita bertemu?"
"Brian...ini suara Brian!" Gunam Bella.
"Jam berapa? Dimana?"
"Kamu sekarang ada dimana?"
"Ditempat kerja!"
"Berikan alamatnya! Aku akan kesana!" Tanpa menunggu jawaban Bella Brian lebih dulu mematikan panggilannya.
Sekitar 30 menit kemudian Brian sudah sampai dibutik Bella.
"Kamu sudah datang?"
"Ayo masuk!" Membawa Brian keruang kerjanya.
"Silahkan duduk! Mau minum apa?"
"Bella!"
"Iya!"
"Aku tidak mencintaimu!"
Deg...tiba-tiba dan tanpa basa-basi.
Berusaha tetap tenang "Aku juga tidak mencintaimu Brian!"
"Bisakah kamu menolak perjodohan ini?"
"Tidak bisa!" Dengan tegas Bella menjawab tanpa ragu.
"Kenapa? Bukankah kamu tidak mencintaiku?"
"Aku memang tidak mencintaimu! Tapi aku tidak bisa menolak permintaan Ayahku!"
"Kenapa? Inikan tentang hidupmu!"
"Kamu lihat tempat ini? Butuh banyak usaha dan permohonan untuk menjadikannya ada, kamu tahu bukan aku adalah anak tunggal dan Ayah Ibu mengharapkanku agar bisa meneruskan bisnis keluarga!"
Brian hanya menyimak.
"...Dan aku dengan egoisnya menolak permintaan Ayahku dan memohon padanya agar mengijinkanku untuk membuat tempat ini! Dan setelah ini terjadi aku berjanji tidak akan menolak keinginanya lagi!"
"Brian...kamu bisa mengatakannya kepada Orangtuamu, bahwa kamu tidak menginginkan perjodohan ini!"
"Aku tidak bisa!"
"Kenapa?" Tanya Bella.
"Mereka akan mencoret namaku dari daftar keluarga dan tidak akan memberikanku apa-apa!"
Deg...sekali lagi Bella terkejut.
"Jadi demi uang dan kedudukan!" Gunam Bella lirih.
Benar kata Dera, lelaki ini tidak cocok untuk Bella, tapi kini apa yang harus Bella lakukan? Apa? Menolak keinginan Ayah?
"Jika kamu tidak ingin menikah denganku katakan sendiri pada mereka! Maaf aku harus kembali bekerja!"
***
Brian berjalan tanpa gairah keluar dari butik Bella.
Berjalan mendekati mobil dan dengan kasar menendang ban mobilnya "Aaaah!" Dia merasakan nyilu dikakinya.
Orang-orang disekitarnya menatap aneh, dengan berbagai pikiran yang menjalar dikepala mereka. Mungkin dia baru saja ditolak oleh seorang wanita. Mungkin dia baru saja memergoki pacarnya dengan lelaki lain. Atau mungkin dia sedang terlilit masalah besar dan membuat isi kelapanya bermasalah.
Brian menyadari orang-orang disekitarnya memandang kearahnya, dengan tatapan penuh menyelidik. Enggan berlama-lama dalam situasi ini, lekas-lekas Brian masuk kedalam mobilnya, menancapkan gas, dan berlalu dari tempat itu dengan segala kegundahan yang dirasakannya.
***
Bella terlihat hanya duduk terdiam dari tadi, konsentrasinya buyar. Tidak ada satu hal pun yang bisa dia kerjakan saat ini, desain-desain yang tadi memenuhi kepalanya tiba-tiba saja hilang berganti kekusutan yang membuat kepalanya pening.
Awalnya Bella berfikir, jika pernikahan ini benar-benar terjadi dia akan mencoba sekuat tenaga untuk mengambil hati Brian.
Tapi melihat tabiat Brian dia bahkan tidak yakin, apakah perasaan sukanya ini mampu bertahan lama.
Tiba-tiba Bella teringat seseorang, Dion! Sahabat dari kecil yang selalu ada untuknya, mungkinkah Dion mau menikah dengannya? Ini akan jauh lebih baik dari pada harus menikahi lelaki bermasalah seperti Brian.
Tapi sudah hampir 1 tahun bocah sialan itu menghilang tanpa kabar, terakhir dia berpamitan akan melanjutkan S2 nya diluar negeri. 1 tahun pertama komunikasi berjalan lancar, kemudian menjadi jarang...lebih jarang dan bahkan kini tidak sama sekali.
Apa Dionnya baik-baik saja?
***
Dibagian dunia yang lain. Disebuah apertemen mewah di pusat kota New York, seorang lelaki berperawakan putih bersih, tinggi dan tampan tengah berendam dalam bathtub, sudah hampir satu jam dia berendam seperti itu sambil sesekali menenggak wisky dari dalam gelas kacanya. Sebuah musik mengalun merdu dari ponselnya.
"You know that I can't, Show you me, Give you me, Chorahan moseub boyeojul sun eopseo, Tto gamyeoneul sseugo neol mannareo ga, But I still want you....."
Busa sabun bahkan hampir menghilang sepenuhnya, hingga siapapun bisa melihat dengan jelas dia hanya mengenakan celana pendek berwarna hitam, dengan perut kekar dan berotot.
"Aku merindukanmu Bella!" Ucapnya lirih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!