Novel ini masih belum sempurna. Akan saya revisi suatu saat nanti. Maaf jika karakter ceritanya masih lemah...🙏☺️
______________________________________________
Amora terbangun dan kaget saat mendapati ada seorang laki-laki di sampingnya. Sesaat dia kembali sadar jika sekarang dia sudah menikah dengan laki-laki bernama Juno. Laki-laki pilihan orang tuanya ini sudah sah menjadi suaminya sekarang.
Bahkan sudah satu Minggu mereka berbulan madu ke Eropa dan ini adalah negara kedua yang mereka kunjungi. Akan tetapi liburan mereka terancam gagal bahkan tidak bisa pulang kembali ke Indonesia karena kejadian perampokan yang mereka alami saat di bandara tempo hari.
Itu berawal dari Amora yang tidak mau melanjutkan perjalanan mereka dan ingin pulang, ia pun berulah dengan membongkar semua isi koper di bandara hingga membuat celah besar bagi pelaku kejahatan untuk menjarah barang-barang mereka yang berhamburan tersebut.
Juno yang saat itu sendirian menghadapi Amora tidak bisa mengamankan semuanya. Beberapa orang tak di kenal datang menghampiri dan seolah bersikap seolah akan membantu. Akan tetapi malah mengambil barang-barang berharga milik mereka.
Juno mencoba melaporkan kejadian tersebut namun tetap tak banyak membantu dan akhirnya sekarang hanya bisa pasrah dengan keadaan. Bahkan tidak bisa meminta bantuan ke Indonesia karena handphone mereka pun ikut di jarah saat itu.
Langkah terakhir yang bisa Juno lakukan adalah mengamankan tiket pulang mereka yang sudah di pesan jauh hari dan memperpanjang masa sewa penginapan di desa kecil kaki gunung Alpen hingga waktu kepulangan tiba.
Untungnya paspor masih di simpan Juno dan tiket kepulangan yang direncanakan 8 hari lagi pun masih di pegang Juno. Hingga hanya itu lah kesempatan satu-satunya mereka bisa pulang.
Dengan uang pas-pasan Juno berjuang sendiri memikirkan segalanya, bahkan Amora seolah tidak juga paham dengan keadaan, dia beberapa kali mencoba kabur untuk kembali ke kota, untung dapat Juno cegah. Dan semalam pun mereka sudah bertengkar lagi karena Amora yang bersi keras ingin pulang. Kerepotan Juno masih di perparah dengan tingkah Amora yang selalu mencari gara-gara dan memberontak.
Untuk sementara Juno hanya bisa bersabar dan menahan diri agar tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan. Terakhir dia bersikap keras terhadap Amora malah membuat mereka terjebak disini, jadi untuk kebaikan bersama ia memilih untuk bersikap acuh dan membiarkan Amora melakukan apapun yang ia suka selama itu tidak berbahaya.
Saat ini Juno bak seorang pengasuh balita bagi Amora. Dia harus siap setiap saat mengawasi tingkah Amora. Bulan madu yang indah sama sekali tak mereka rasakan selama ini. Yang ada hanya pertengkaran dan pertengkaran yang membuat semua semakin kacau.
Seperti pagi ini Amora masih menangis, dia merasa kesal karena masih terjebak di sini bersama Juno. Dia melempar bantalnya dengan kasar kepada Juno yang masih terlelap tidur di sampingnya. Itu sontak membangunkan Juno dari tidurnya karena teriakan dan serangan bertubi-tubi Amora padanya.
Juno yang masih bingung dengan apa yang terjadi dan belum sadar betul mencoba untuk bangkit. Dan Amora kembali melayangkan serangan bantalnya yang kali ini segera di tangkis Juno dengan tangannya.
"Masih pagi nih anak udah mulai aja! Kamu itu mau nya apa, sih?" geram Juno masih dengan muka bantal yang kusut sambil merebut bantal tersebut dari tangan Amora dan membuangnya jauh. Amora hanya bisa mendengus kesal karena permintaannya untuk pulang tak kunjung di kabulkan.
"Aku mau pulang. Kenapa nggak bisa? Kamu kan masih ada duit, pakek aja apa yang ada. Yang penting kita bisa pulang. Terus kamu bisa tunggu tiket selanjutnya" pekik Amora masih keras kepala. Juno menatap Amora dan tersenyum sinis mendengar pernyataan seenaknya Amora. Dia sudah jelaskan tentang ini berulang-ulang kali dan ia masih juga ingin meributkannya lagi dan lagi.
Juno mengangkat tangannya hendak menyentuh kening Amora tapi segera di tepis Amora dengan tangan dan wajah garangnya. Juno pun terkekeh seraya geleng-geleng kepala, ia menggeliat seraya menguap membuat Amora semakin kesal, ia semakin menekuk wajahnya dengan tatapan kesal ke arah Juno.
"Kamu sakit atau apa? Pagi-pagi udah sawan aja. Kamu pikir cuman kamu yang pengen pulang? Aku juga. Tiap malam harus tidur bareng cewek gila kayak kamu, kamu pikir aku nyaman? Tiap malam aku itu selalu ngerasa khawatir takut paginya aku udah beda alam aja nanti. Yang harusnya pengen cepat pulang itu aku, yang harusnya marah dan nangis sekarang itu aku. Kamu pikir kita kayak gini itu gara-gara ulah siapa? Ini semua berkat ulah pinter kamu, kita bisa kejebak disini. Jadi nikmatin aja 7 hari kedepan. 6 hari lagi kita baru bisa ke kota, kita harus berhemat dengan uang yang ada dan jangan buat ulah yang buat kita ngeluarin duit lagi, kalo kamu nggak mau jadi gelandangan di negara ini dan jadi imigran gelap yang luntang-lantung nggak jelas," ujar Juno agak membentak yang membuat Amora terdiam karena ini memang berawal dari kesalahannya semua. Ia tertunduk tak bisa berbuat apa-apa. Bulir bening itu kembali lagi menetes dari mata blownya yang cantik. Ini sudah kesekian kalinya ia menangis dan Juno sudah jengah melihatnya menangis, Juno kembali mendengus kesal dan menyibak selimutnya bersiap untuk bangkit dari tempat tidurnya.
"Dah ah, mending aku mandi, keluar, jalan-jalan. Dari pada di sini gila aku ngadepin tingkah kamu." Juno bangkit dari tempat tidurnya dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya sambil menguap dan garuk-garuk membuat Amora kembali menautkan alisnya melihat tingkah menyebalkan Juno itu. Amora kembali melempar bantal ke arah Juno walau tak mengenainya.
Amora terpaku di posisinya dengan tatapan kosong tak tau apalagi yang harus ia lakukan agar bisa lari dari sini. Ia terjebak berdua dengan laki-laki yang sangat ia benci itu. Setiap kali melihatnya ingin rasanya Amora memusnahkan dia dari muka bumi ini.
Amora mengangkat lututnya dan mendekap wajahnya. Ia kembali menangis, betapa sekarang ia sangat ingin pulang dan menjauhi laki-laki itu, tapi takdir malah membuat mereka terjebak di sini berdua. Dia masih tidak percaya jika kini dia terjebak dengan lelaki menyebalkan ini selama 1 minggu kedepan dan ... seumur hidupnya juga karena sekarang mereka sudah menikah.
Amora kembali menangis keras mengingat apa yang menimpanya, dia mendekap wajahnya lagi seraya terisak.
sedangkan Juno yang mendengar tangis Amora yang keras itu hanya tertawa di kamar mandi sambil terus menikmati acara bersih-bersihnya dengan siulan meledek membuat Amora semakin kencang dengan tangisnya. Dia sekarang benar-benar terjebak bersama lelaki menyebalkan ini seminggu kedepan.
"PAPA ... MAMA ... AKU MAU PULANG!!!" teriak Amora. Juno malah membalasnya dengan tawa keras kembali meledek Amora. Sekali lagi Amora melempar bantalnya ke arah pintu kamar mandi yang tertutup. Sungguh situasi yang menyebalkan dan menyiksa bagi Amora.
Saat Juno keluar tampak Amora yang sudah kembali tertidur. Ia melirik sekilas sambil bersiul lalu lanjut mengenakan pakaiannya. Amora tampak tak bergeming dari tidurnya. Selesai berpakaian rapi Juno kembali mengintip Amora, ternyata ia benar-benar tertidur. Juno pun menyunggingkan senyumnya dan segera keluar kamar menuju dapur meja makan mereka.
Ia mulai membuka lemari dapur mencari sesuatu yang bisa ia makan untuk mengganjal perutnya yang mulai terasa lapar. Ia menemukan beberapa lembar roti lagi yang masih tersisa dengan sedikit selai. Ia juga membuat segelas Susu hangat untuk dirinya sendiri.
Selesai membuat roti panggangnya, Juno segera kembali kemeja makannya seraya menikmati roti panggang dengan segelas susu hangatnya seraya menikmati pemandangan sejuk pedesaan yang asri dari jendela. Pemandangan yang sangat damai bagi Juno yang terbiasa tinggal di kota. Pemandangan seperti ini seolah kembali menyegarkan pikirannya kembali. Tidak ada yang bisa ia kerjakan selain bermalas-malasan seharian ini di penginapan sambil menikmati pemandangan gunung Alpen dari jendela.

Setelah menyelesaikan makannya, Juno melirik ke lantai atas. Kelihatannya Amora tidak akan turun, ada rasa khawatir di hati Juno jika wanita itu tidak makan, karena ini sudah pukul 9 pagi dan dia sudah tidak makan dari semalam. Juno memutuskan untuk membuat roti bakar juga untuk Amora. Selesai membuatnya, ia kembali ke lantai atas. Ternyata Amora sudah terbangun, dia sudah berdiri di balkon kamar. Tanpa berkata apapun Juno meletakkan makanan itu di atas meja lalu pergi.
Amora melirik kedatangan Juno dengan tatapan tajam dan terlihat jelas itu menggambarkan permusuhan yang terus coba Amora tunjukkan sejak awal pernikahan mereka. Juno hanya melihat sekilas lalu pergi. Dia menutup pintu itu kembali tepat saat suara piring yang pecah dari dalam kamar terpelanting ke pintu karena lemparan Amora.
Sepertinya Amora mencampakkan kembali makanan yang Juno berikan padanya. Juno memejamkan matanya sesaat dan menarik nafas dalam, dia harus extra sabar menghadapi gadis itu. Dia benar-benar tengah menggila sekarang.
"Kita udah nggak punya uang, masih juga buang-buang makanan," teriak Juno kesal dari luar kamar.
Dan di balas Amora dengan lemparan yang lebih keras lagi ke pintu tanpa membuka pintunya, itu membuat Juno sedikit kaget dan mengelus dada.
"Gimbal gila!" gumam Juno seorang diri.
Terdengar juga teriakan dan amukan Amora, lagi. Sekeras itu Amora padanya. Dia menolak Juno seolah tak ingin memberi celah Juno untuk mendekatinya. Juno pun terlihat tidak mau terpancing dengan tingkah Amora. Dia tidak ingin membuat semua semakin parah lagi jika ia meladeninya nanti.
Tiba-tiba Amora keluar kamarnya menghampiri Juno yang tengah duduk di sofa ruang tamu.
"Nggak perlu bikin makanan buat aku. Lebih baik aku mati dari pada di jadikan alat buat orang kayak kamu punya anak. Kamu pikir aku kucing yang bisa di kawinin gitu aja? Sampe
bawa aku sejauh ini buat di buntingin. Kenapa nggak ada satu pun diantara kalian yang punya otak buat mikir, kalo aku itu juga manusia. Aku berhak nentuin pilihan aku buat mau atau nolak," histeris Amora dengan penuh amarah.
Juno hanya diam memperhatikan tingkah Amora.
"Aku mau pulang! Aku nggak mau di sini," ucap Amora masih tidak terkendali.
"Tunggu 1 Minggu lagi. Kamu pikir aku betah disini. Handphone, uang, hilang semua," ujar Juno masih berusaha untuk menahan diri dengan sikap cueknya.
"Aku nggak mau di sini, aku mau pulang, pokoknya pulang, kalau sampai besok kita tidak juga pulang aku akan ... Akan ... Akan bunuh diri di sini," ancam Amora asal sambil mendekati balkon seakan akan lompat. Juno menatap menantang ke arah Amora.
"Lakukan apapun yang kamu suka," ujar Juno mulai tidak mau ambil pusing lagi. Ia pun meninggalkan Amora yang masih mematung dengan wajah kesal.
Amora terus memperhatikan Juno yang berjalan menuruni tangga, itu membuat dia semakin kesal.
"ARRRRHHHH....," teriak Amora, sedangkan Juno terus berjalan keluar tanpa menoleh lagi.
***
Juno berencana ingin bermain kuda saja dari pada stress bersama Amora di rumah, dia pun segera keluar. Di luar tampak Padang rumput yang subur dengan bukit hijau dan gunung Alpen yang mempesona. Ia menarik nafas dalam menikmati udara segar nan sejuk. Lalu kembali melanjutkan perjalanannya menuju Istal yang tak jauh dari penginapan. Ia akan menikmati harinya dengan berkuda hari ini, karena cuaca yang cerah pun sepertinya cukup mendukung untuk berkeliling dengan kuda.

Juno Dan Amora menikah sekitar 1 bulan lalu, dengan penuh tipu daya keluarga, akhirnya Amora bersedia menikah dengan Juno. Tapi saat sudah terjalin ikatan pernikahan di antara mereka, Amora malah bertingkah. Juno selama 2 Minggu ini harus extra sabar menghadapinya. Apalagi dia juga tidak enak dengan keluarga Amora seandainya dia kelepasan pada Amora. Jadi, dari pada dia hilang kendali pada Amora dia lebih memilih untuk diam dan menjauh sebisa mungkin. Walau kadang dia juga harus hati-hati, karena pernah satu kali Amora hampir menabrakkan dirinya ke mobil yang melintas saat sedang kesal pada Juno, untung Juno cepat menyelamatkannya. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi pada gadis itu.
Tapi lama-lama, Juno juga merasa sabar nya mulai terkikis. Karena itu dia lebih banyak memilih untuk menjauh saat ia mulai tidak bisa mengontrol emosinya terhadap Amora. Sekarang dia mulai lelah dan butuh mengistirahatkan pikirannya agar tidak ikutan gila menghadapi Amora tiap harinya.
Juno terus menyusuri hutan Pinus yang sejuk dan hijau dengan angin dingin yang membuatnya semakin terbawa suasana. Ia merasakan kedamaian saat ia berada disana. Hutan Pinus yang mengitari membawa suasana berbeda menjadi lebih teduh dan damai. Rasa lelahnya dan stress mulai sedikit teratasi dengan pemandangan indah kaki gunung Alpen yang sangat menawan ini.

Sesaat ia merasakan suhu yang semakin dingin saja. Ia semakin mempereratkan jaket tebalnya ketubuhmya untuk menghalau rasa dingin, salju putih mulai terlihat sedikit-sedikit di atas bukit sana, kemungkinan sebentar lagi akan ada musim salju yang membuat suhu menjadi lebih dingin lagi. Sekarang musim gugur tengah menjelang, dedaunan juga mulai berguguran, hewan-hewan pasti sudah mulai membuat sarang yang hangat dengan persiapan makanan mereka selama musim dingin menjelang.
Aaahhh... Dedaunan yang berjatuhan malah membuat Juno semakin menikmati suasananya. Saat dia mulai puas menikmati pemandangan hutan dan Padang rumput yang luas, Juno pun kembali ke penginapan dengan sebelumnya mengikat kuda di salah satu tiang di dekat penginapan sementara ia kembali ke ke penginapan untuk mengganti jaketnya dengan yang lebih tebal dan hangat sebelum mengembalikan kuda tersebut ke Istalnya.
Dia mendapati Amora tengah duduk meringkuk di atas sofa seraya menikmati hangatnya perapian bersama segelas coklat hangat di tangannya. Rambutnya yang ikal tampak menutupi sebagian wajahnya. Entah sudah berapa hari dia tidak membersihkan diri. Dia sengaja melakukan itu agar Juno tidak mendekatinya. Juno pun malas ambil pusing. Dia lebih memilih untuk bersikap cuek dan seolah tidak tahu saja.
Juno hanya melihat Amora sekilas lalu ia segera melangkah ke atas menaiki tangga menuju kamarnya. Amora yang mendengar kedatangan Juno reflek melihatnya dan saat mendapati Juno tengah menatap nya, ia langsung membuang muka. Juno pun langsung berjalan menaiki anak tangga menuju kamar mereka. Membiarkan Amora dengan emosinya sendiri. Sebelum akhirnya dia keluar lagi setelah mengganti jaketnya dengan yang lebih tebal dan sarung tangannya.
Amora beranjak dari kursinya. Dia merasa segelas coklat hangat tidak cukup membuat laparnya hilang. Ia memeriksa dapur membuka semua lemari yang ada disana satu persatu untuk mencari sesuatu yang bisa untuk mengganjal perutnya. Akan tetapi dia tidak menemukan apapun yang bisa dia makan. Semua kosong, hanya ada peralatan piring dan perabotan dapur. Sekarang dia paham kenapa Juno menyiapkan sarapan untuknya tadi pagi, karena hanya itulah yang tersisa.
Amora bersandar seraya bergelut dada dengan wajah yang ia tekuk karena kesal. Dia keluar mencari Juno di sekitar penginapan. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar tapi ia tidak menemukan sosok lelaki putih jangkung itu. Sepertinya Juno sengaja mengerjainya dan sekarang ia pergi begitu saja meninggalkan Amora yang tengah kelaparan.
Dia kembali masuk ke rumah ngedumel sendiri dengan perasaan kesal. Ia pun kembali ke kamar membuka pintu dengan kasar dan menghempas tubuhnya keranjang seraya berteriak keras di dekapan bantal.
Tiba-tiba terdengar seseorang yang baru datang, Amora pun bangkit dan segera keluar. Benar saja itu adalah Juno yang baru kembali.
"Dimana semua makanan? Kenapa semua kosong?" pekik Amora dari lantai atas tepat saat Juno baru saja masuk rumah, ia kaget dengan teriakan Amora padanya secara tiba-tiba itu.
"Aku sudah kasih kamu sisanya tadi. Tapi malah kamu buang," ujar Juno santai sambil melepaskan sarung tangannya. Ia pun berjalan ke lantai atas melewati Amora menuju kamar dan ranjang untuk beristirahat lagi, ia sedikit lelah setelah berkuda tadi.
"Terus aku makan apa?" pekik Amora lagi masih dari luar kamar.
"Bukannya kamu pengen mati? Ya, udah mati aja. Ini kayaknya alasan yang bagus buat kamu mati. Mati kelaparan," ujar Juno masih santai seraya berbaring melepaskan penatnya. Amora kembali ke kamar dan duduk di depan meja riasnya dengan wajah di tekuk seraya bergelut dada.
Juno kembali teringat sesuatu dan melirik Amora yang masih mematung dengan tatapan penuh amarah. Jika di pikir-pikir kasihan juga dia jika harus kelaparan seharian ini. Juno pun bangkit dan duduk di pinggir ranjang, ia menarik nafas dalam sebelum ia bicara. Kali ini dengan sorot mata yang mulai melunak.
"Kalau mau makan, kita harus belanja ke minimarket di pasar dekat sini. Tapi kamunya mandi dulu sana. Biar nggak kucel gini. Kamu sama biri-biri di luar itu hampir mirip. Kita bisa di larang masuk minimarket kalau kamu masih kayak gini. Rambut ngembang kayak kena setrum, mata bengkak, baju nggak ganti-ganti kayak gembel, di tambah nggak mandi berhari-hari. Nggak ngerasa apa kamu itu udah bauk dan butek," ujar Juno dengan senyuman tipis mencoba menahan tawanya dan kembali berbaring.
Ia benar-benar tidak tahan jika tidak menggoda Amora. Amora pun bangkit dan mengambil bantal mulai menyerang Juno bertubi-tubi. Juno hanya bisa menahannya dengan tangan seraya tertawa yang membuat Amora semakin kesal. Setelah puas Amora pun baru berhenti tapi Juno yang masih terkekeh.
Sudah cukup baginya meladeni sikap menyebalkan Juno. Rasa laparnya mulai tak tertahankan, lebihan baik sekarang ia segera mandi saja, pikirnya.
"AKU LAPAR BANGSAT!" rutuk Amora dan kali ini sendal nya yang ia lempar sebelum pergi melangkah ke kamar mandi.
Juno menatap istrinya itu yang tengah berjalan dengan kesal ke kamar mandi, ia masih saja tertawa. Lelah dengan dengan tawanya Juno menghempaskan tubuhnya kembali ke keranjang. Ia ingin beristirahat sejenak dulu sampai Amora selesai dengan mandinya. Setidaknya sekarang Juno punya alasan bagus untuk membuat Amora mau membersihkan dirinya.
Sebenarnya cuaca yang dingin dan bersih disini, tidak mandi beberapa hari pun tidak akan terasa, hanya saja bagi Juno yang seorang dokter dan pecinta kebersihan apa yang di lakukan Amora itu membuatnya risih. Walau Amora tetap terlihat cantik dengan rambut ikalnya yang kecoklatan yang panjang dan mata besar, tapi Juno terus saja menggodanya dengan mengatakan Amora mirip biri-biri gimbal di luar sana karena tidak mau mandi dan membersihkan dirinya, bahkan menyisir rambutnya pun ia tidak mau selama mereka tinggal di sana.
***
Sesaat, Amora sudah selesai membersihkan dirinya ia pun keluar dengan santai dari kamar mandi dengan rambut basah dan wajah yang masih di tekuk. Juno memperhatikan kedatangannya. Amora yang hanya mengenakan handuk piyama pendek, membuat mata Juno tak bisa lepas dari Amora. Matanya terus mengekori langkah Amora, gadis itu tampak asyik memilah-milah pakaian dan tak menyadari jika Juno terus memperhatikannya sedari tadi.
Sesaat ia merasa aneh, merasa ada yang memperhatikannya sedari tadi. ia pun berbalik dan melihat mata nakal Juno yang tak lepas dari nya sejak ia keluar kamar mandi tadi. Itu membuat ia menjadi kembali kesal lagi, tapi kali ini ia juga di selimuti rasa malu. Pasalnya ia tengah tidak mengenakan apapun kecuali handuk piyama tersebut. Tentu hal yang mudah jika Juno ingin melakukan sesuatu padanya yang hanya berdua saja di kamar saat ini. Tapi kelihatannya itu hanya ketakutan Amora saja yang tanpa alasan. Karena pada kenyataannya Juno bahkan tidak pernah berniat melakukan apapun pada Amora selama ini, kecuali hanya sebatas menggoda dan membuat Amora kesal saja. Karena melihat Amora kesal membuat Juno merasa puas. Ada kepuasan tersendiri baginya saat melihat amukan Amora padanya lagi.
Amora segera membawa pakaian gantinya ke kamar mandi, ia tidak mau menggantinya di hadapan Juno. Setelah Amora masuk kamar mandi Juno memperhatikannya saat pintu kamar mandi tertutup. Ada senyum tipis di wajah Juno saat itu. Dia selalu menikmati kemarahan Amora walau kadang dia harus siap dengan serangan amukan istrinya itu secara tiba-tiba.
***
Setelah selesai berpakaian rapi, Mereka pun ke minimarket dengan berjalan kaki dan itu lumayan jauh. Amora tak henti-hentinya mencicit sedari tadi karena merasa tertipu dengan pernyataan Juno yang mengatakan pasarnya dekat dari penginapan. Hingga dia sering ketinggalan langkah jauh di belakang Juno yang terus berjalan tanpa mau peduli dengan omelan Amora.
"Jalan kaki sejauh ini, kamu pikir nggak capek? Apa negara sekaya ini nggak punya kendaraan buat para wisatawan yang berkunjung? Jangan-jangan ini cuman alasan kamu aja biar bisa ngerjain aku lagi, iya kan?" dumel Amora sepanjang perjalanan mereka.
"Kamu jalan sambil ngomel, nafas kamu jadi pendek kalo lagi marah. Bikin cepat capek. Coba kamu jalan sambil menikmati pemandangan di sini, pastikan nggak akan terasa jauh dan capek," ujar Juno santai. Amora seolah tidak mendengar ucapan Juno, dia terus menekuk wajahnya kesal. Ingin rasanya dia melempar laki-laki di hadapannya ini dengan sebongkah batu besar di sampingnya, agar drama ini segera berakhir.
Sedangkan Juno terus berjalan tak menyadari apa yang Amora lakukan di belakangnya. Ia sangat menikmati pemandangan asri nan damai. Apalagi cuaca yang cerah menambah keindahan pemandangan sekitar yang merupakan desa kecil yang sangat bersih dan tenang dari hiruk pikuk kota, yang ada hanya segerombolan sapi dan domba yang tengah merumput, dengan bebukitan hijau di sekeliling mereka dan gunung Alpen nan mempesona.
"Kamu nggak mau sapa temen kamu?" goda Juno seraya tersenyum nakal dengan menunjuk kearah segerombolan domba yang tengah merumput.
Amora pun hanya diam menahan rasa kesalnya, dia sudah cukup lelah untuk bertengkar, apalagi dari tadi rasanya tidak sampai-sampai padahal ia sudah berjalan cukup jauh di tambah lagi ia dalam keadaan lapar yang mendera, ia benar-benar sudah hampir kehabisan tenaga. Lebih baik ia simpan tenaganya dulu untuk nanti saja setelah ia bisa makan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!