NovelToon NovelToon

Sang Dewa Gabut

Tak Terkalahkan

"Hai. Aku Sang Dewa yang kalian maksud!" kata orang aneh sambil memegang kamera yang ingin merekamnya.

[Aku author, masak iya kamu memperkenalkan diri sendiri.]

"Ok, ok. Ayo rekaman aku akan berpose supaya terlihat keren!"

Pada tempat yang jauh di sana, berdiri sebuah istana yang sangat megah. Itu adalah tempat persinggahan dari Yang Mulia Agung Maha Kuasa Raja Segalanya.

[Hai, kampret. Emang namamu sepanjang itu?]

"Sejujurnya aku sudah lupa dengan namaku sendiri. Banyak orang menyebutku seperti itu. Terserahlah kamu ingin memberiku nama seperti apa. Alex sangat di rekomendasikan."

[Terlalu bagus. Aku memanggilmu Biawak saja.]

"Apa itu Biawak?"

[Nama yang sangat mulia. Jadi jangan pernah merubahnya.]

"Melihat dari nadamu, pasti kamu berbohong. Sialan jangan gunakan nama itu!" katanya sambil meronta-ronta seperti anak kecil.

Seorang wanita cantik berambut biru dengan pakai berwarna putih beraksen kuning datang menemuinya.

"Tuan, jika anda melakukan itu, banyak Galaksi yang akan hancur," katanya sambil menggelengkan kepala melihat tuannya meronta-ronta di tanah.

"Siapa kamu?" tanya Sang Dewa dengan wajah polos.

Wajah wanita tersebut tampak sangat kesal. Dia mengeratkan giginya sambil menjawab, "Aku adalah sistem nomor 2 yang anda ciptakan untuk mengurus semua Galaksi."

"Oh kamu nomor 2, dimana nomor 1 harusnya dia yang berada di sampingku," kata Sang Dewa sambil bangkit dan duduk di kursinya.

"Dia sudah dihancurkan oleh beberapa makhluk. Arief adalah salah satu penghancurnya, jadi anda menciptakan saya dan beberapa sistem lainnya."

"Baiklah aku akan menenangkan diri. Sepertinya menyenangkan bisa bergerak sesuka hati," kata Sang Dewa pelan.

"Anda adalah tulang punggung semesta ini, apa perlu saya ingatkan anda pernah menghancurkan semesta orang lain hanya karena anda bosan?" tanya sistem nomor 2.

"Ya, ya, ya. Pergilah, aku kedatangan tamu yang jauh lebih menyenangkan," kata Sang Dewa sambil memberikan isyarat tangan untuk pergi.

"Baik, Tuan. Untuk pendapatan Batu Energi kita mendapatkan beberapa Desiliun."

"Yah, bagikan saja semuanya pada orang yang ingin menjadi kuat."

[Hai, Biawak. Kamu mendapatkan batu energi sebanyak itu tanpa bekerja sedikitpun!]

"Memangnya itu sebanyak apa?"

[1 Desiluin setara dengan 10 pangkat 33, artinya 0nya ada 33!]

"Aku tidak peduli. Hanya tidur dan duduk saja sudah bisa membuatku semakin kuat, terlalu berada di atas membuatku semakin bosan. Apa tidak ada sesuatu yang membuatku senang , Thor?"

[Bagaimana jika kamu mati terus bangkit lagi dari bawah?]

"Terlalu membosankan. Aku sudah mengalami itu beberapa kali, semua musuhku mati hanya dengan satu serangan. Kamu pasti juga tahu, tubuh Penguasa Segalanya tidak akan bisa hilang."

[Iya juga, aku yang menciptakan tubuh konyol itu juga. Bahkan author sendiri tidak bisa menghilangkannya. Konyol sekali]

"Aku sangat bosan..."

Sang Dewa duduk di kursinya dengan tubuh yang lentur dan terlihat sangat bosan. Tidak ada satupun orang yang ingin menantangnya.

Sebuah ledakan terdengar, pintu istana di hancurkan oleh sekelompok dewa kekar yang terlihat kuat.

"Hah, pasti mereka hanya semut yang ingin mengambil harta."

Sang Dewa sangat bosan, dia melambaikan tangannya memberikan isyarat pada Nomor 2 untuk memberikan ujian dan hadiah untuk mereka.

Teriakan terdengar sangat keras. "Dewa sialan, turun dan lawan kami. Ujian bodoh ini tidak akan bisa menghalangi kami!"

Sang Dewa langsung bersemangat karena mendengar bahwa penantang adalah Dewa yang sangat kuat.

Tanpa sadar Sang Dewa melepaskan aura dan langsung terbang menuju penantang. Karena sangat bersemangat, Sang Dewa menginjakkan kakinya terlalu keras.

Hingga istana miliknya bergetar hebat.

"Ayo, aku siap. Tunjukkan kekuatan kalian!" teriaknya dengan penuh semangat serta kedua tangannya yang mengepal.

"Eh, dimana mereka?" kata Sang Dewa yang tidak melihat musuh sama sekali.

Nomor 2 muncul di sebelahnya. "Mereka sudah mati. Anda terlalu bersemangat sampai-sampai hembusan aura anda menghancurkan 12 Galaksi."

"Bukannya mereka sangat kuat?"

"Iya, mereka bisa menghancurkan satu Galaksi jika bersama tapi anda bisa menghancurkan Galaksi hanya karena menguap bosan!" kata Nomor 2 tampak sangat kesal.

"Memangnya kita punya berapa Galaksi?"

"Awalnya kita memiliki 1,3 triliun Galaksi tapi anda selalu mengabaikannya dan sekarang tersisa 101."

"Ah, aku mengerti. Apa perlu aku mengambil beberapa Galaksi lagi supaya kamu bisa lebih sibuk?" tanya Sang Dewa dengan polosnya.

"Apa anda lupa, ada banyak sistem yang anda ciptakan. Mereka semua sudah mengatur banyak Galaksi, tetapi hancur karena anda bosan."

"Bukankah aku tinggal membuat lagi?" kata Sang Dewa sambil mengacungkan jarinya.

Sebuah cahaya berwarna kuning terang tercipta, sosok pria tampan muncul dan langsung bersujud di depan Sang Dewa.

"Tuan, terima kasih telah menciptakan aku yang lemah ini."

"Oh iya, sekarang tugasmu mencari beberapa Galaksi kosong dan tarik semuanya kesini. Nona di sebelahku tampak kesal karena pekerjaannya berkurang."

Sang Dewa menciptakan sebuah mesin penghancur yang sangat kuat. Dia ditugaskan untuk mencari Galaksi yang bersedia berada di bawah kekuasaan Sang Dewa.

Nomor dua hanya bisa menepuk jidatnya. Yang dia maksud bukan seperti itu, dia hanya ingin tuannya menyadari bahwa kehidupan makhluk hidup itu juga penting.

12 Galaksi menampung sangat banyak manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk lainnya. Orang gila yang namanya sangat panjang itu menghancurkannya hanya karena bertingkah aneh.

Mahluk yang baru saja dia ciptakan sudah pergi, Nomor 2 juga kembali ke tempatnya. Sang Dewa duduk di tahta Maha Agung.

"Thor, memangnya tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan. Setiap hari duduk dan tidur membuatku mulai bosan, bukankah aku terlalu kuat?" tanya Sang Dewa dengan wajah sedih.

[Jangan mengeluh, sana pergilah ke barat. Aku menciptakan sebuah Black Hole yang sangat kuat, aku menyebutnya sebagai Maha Karya. Dengan memasukinya kamu akan terlahir kembali pada tubuh acak.]

"Tubuh Sang Maha Segalanya tidak bisa menghilang, sudah aku katakan itu percuma."

[Yah, memang percuma. Makanya aku hanya bisa membatasi tubuh hingga 99,99...]

Tiga hari berlalu, sang Author hanya mengatakan angka 9.

[99%]

"Oh, akhirnya selesai. Baiklah daripada tidak melakukan apapun disini, mending jalan-jalan ke dunia luar."

Sang Dewa berdiri, dia berlari dengan sangat cepat. Siapapun tidak ada yang bisa mengikutinya.

"Coba aku ingin lihat seberapa cepat kamu, Thor!"

[Bodoh, aku yang menciptakanmu. Sudah sewajarnya bisa mengikuti kecepatan rendah ini. Baiklah, aku tunggu di tempat Black Hole.]

"Tunggu Thor!"

Tiga tahun berlalu, Sang Dewa terus berlari tanpa berhenti. Sampai akhirnya dia melihat sebuah lubang berwarna hitam.

"Apa itu yang kamu maksud?"

[Yah, energinya memang negatif. Tapi untuk menyerap kehadiranmu bukanlah hal yang sulit.]

Sang Dewa mendekat kedalam lubang hitam yang tampak sangat aneh. Dia tidak satu atau dua kali masuk kedalam lubang hitam, jadi tidak ada yang perlu ditakutkan.

Dengan santainya Sang Dewa memegang inti Lubang Hitam yang disebut author Black Hole.

"Aneh, tidak ada sedikitpun energi didalamnya. Memangnya apa yang ada didalamnya?"

Sang Dewa bertanya-tanya, dia tidak tahu apa yang sedang direncanakan author. Cahaya hitam yang ada di inti Lubang Hitam merayap ke tubuh Sang Dewa.

"Woh, ada energi aneh yang menggerogoti tubuhku. Aku coba sajalah, daripada menyesal kemudian hari."

Hanya orang bodoh yang mengatakan itu, bahkan Dewa Pencipta akan lenyap ketika energi hitam tersebut menyentuh tubuhnya.

Namun Sang Dewa dengan nama yang panjang itu membiarkan tubuhnya di sentuh dengan santainya.

Seluruh tubuh Sang Dewa diselimuti oleh energi misterius. Anehnya dia tidak merasakan sakit sedikitpun, padahal Dewa Perang akan berteriak keras karena rasa sakitnya.

"Thor, kamu membuat bola energi aneh yang menggelitik dan menyombongkan bahwa ini adalah Maha Karya. Jangan bercanda!"

Karena sudah bosan menunggu lebih dari 10 tahun, Sang Dewa melepaskan auranya. Semua energi hitam yang menyelimuti tubuhnya menghilang.

"Lama sekali, aku sudah menunggu 10 tahun hanya untuk melihat Maha Karyamu. Lihatlah, aku tidak Reinkarnasi pada tubuh acak."

Sang Dewa bertanya-tanya bingung, dia tidak mendengar jawaban dari author.

Sebuah cahaya kuning menusuk matanya, Sang Dewa reflek menutup matanya dengan siku.

Tanpa sadar tubuhnya berubah menjadi anak setinggi 160 centimeter. Wajahnya yang biasa saja, membuat Sang Dewa merasa senang.

[Lah, memang kamu sudah melihat wajahmu?]

"Akhirnya kamu keluar, Thor. Sepertinya kekuatan tubuh Sang Maha Segalanya benar-benar ditekan."

[Yah, ini adalah hadiah terakhir yang bisa kuberikan. Semoga kamu menikmati hidupmu]

"Thor, boleh tahu namamu?"

[Mungkin kamu lupa, aku Aldi!]

Sang Dewa Segalanya telah terbebas dari ruang tanpa akhir, tidak ada yang tahu berapa lama dia berada di dalamnya.

Semua orang didalam dunia misterius sudah menyerah dengan dirinya dan memilih untuk memberikan kekuatannya pada Sang Dewa Segalanya.

Karena sendirian, tanpa sadar Sang Dewa Segalanya menciptakan semua orang. Hari ini, dewa yang mempunyai segalanya kembali ke Bumi pada tahun 2021.

Orang Aneh

Sang Dewa mencoba mengingat siapa Aldi, tetapi dia tetap tidak bisa mengingatnya. "Terserahlah, penting aku sudah bebas dari rutinitas aneh!"

Dengan penuh percaya diri Sang Dewa berjalan menyusuri hutan dengan tubuh seorang anak berusia 15 tahun.

Ketika melihat air terjun, dia menengok kebawah. "Sepertinya menyenangkan melompat dari sini, air ini juga lumayan deras."

Tanpa berpikir panjang, Sang Dewa melompat dari atas air terjun. Dia tidak tahu bahwa tubuhnya sudah bukan dewa tak terkalahkan.

"Woh, inilah namanya hidup!" teriaknya dengan penuh semangat.

Wajahnya langsung mengenai air di kolam. Untungnya kolam air terjun cukup dalam sehingga Sang Dewa hanya merasakan panas di seluruh mukanya.

Setelah beberapa saat Sang Dewa baru menyadari wajahnya terasa sangat panas. Dia keluar dari air dan langsung menggeliat seperti seekor ulat.

"Apa yang terjadi mengapa wajahku panas sekali!" kata Sang Dewa sambil berguling-guling.

Beberapa saat kemudian, Tubuh Penguasa Segalanya aktif. Sakitnya langsung hilang dan wajah Sang Dewa kembali datar.

"Oh, jadi itu yang namanya sakit. Tubuh Penguasa Segalanya sedikit terlambat menyembuhkan diri, jadi ini yang dikatakan author selama tiga hari lamanya."

Sang Dewa bangkit dari tanah, dia berdiri seperti tidak terjadi apapun. Kemudian mencoba melakukan beberapa eksperimen.

"Batu ini cukup keras. Aku akan coba memukulnya!" katanya dengan senyum jahat.

Tangannya di kepalkan erat, fokusnya tertuju pada batu yang sedikit berkilau. Tinjunya langsung melesat dengan kecepatan terbaiknya.

Karena batu yang dia incar sangat licin, tinjunya meleset kesamping. Hingga tangannya keseleo sangat parah.

Sang Dewa melihat tangannya yang tampak patah tak berdaya. "Tubuh ini sangat lemah, sungguh sempurna, Thor!" teriaknya.

Setelah beberapa saat, dia merasakan sakit yang bersumber dari tangannya yang keseleo. "Aduh, sakit sekali!" sekali lagi Sang Dewa berguling-guling kesakitan.

Tanpa berpikir panjang dia menarik tangannya supaya berada pada posisi yang sebelumnya l. Suara tulang terdengar, "Kluk!"

"Sialan, sakitnya benar-benar membuatku gila!" teriak Sang Dewa yang masih menggeliat di tanah. Tubuh Penguasa Segalanya aktif kembali, tangannya langsung sembuh tanpa luka sedikitpun.

"Oh sudah sembuh lagi. Sedikit lebih lama dari sebelumnya, baiklah ayo cari tahu dunia apa ini," kata Sang Dewa penuh semangat.

Setelah berjalan beberapa jam, Sang Dewa tidak menemukan sedikitpun petunjuk. Hingga perutnya keroncongan.

"Sejak kapan aku menjadi selemah ini. Sialan apa ada makanan!" katanya dengan suara keras. Dia berlari ke sebuah desa terdekat.

Anehnya dia baru menyadari sesuatu. "Sejak kapan aku menemui desa, bukankah sebelumnya aku masih tersesat di dalam hutan?" gumamnya kebingungan.

"Terserahlah, yang terpenting sekarang makan."

Dia mencium sebuah bau yang cukup harum. Tanpa menunggu lama dia mendekati sumbernya dan duduk di meja tanpa mengatakan apapun.

"Berapa, Nak?" tanya penjual nasi goreng.

Tanpa mengatakan apapun, Sang Dewa mengacungkan jari telunjuknya menyatakan satu porsi.

"Ok, tunggu sebentar!"

Penjual nasi goreng mengaduk wajannya dengan penuh semangat, dia meletakkan nasi goreng di atas piring putih bergambar ayam jago.

Bau yang semerbak harum kas nasi goreng terhirup hidung Sang Dewa. Seporsi nasi goreng disajikan di mejanya.

"Silahkan nikmati hidangannya." Penjual nasi goreng belum menyadari Sang Dewa tidak mempunyai uang sepeserpun.

Tanpa rasa malu, Sang Dewa mengambil sendok dan garpu di piringnya. Karena dia tidak tahu cara menggunakan, tangan menjadi cara yang dia pilih.

Lima jarinya langsung mencengkram nasi goreng yang masih panas. Cengkeramannya langsung masuk kedalam mulutnya.

Kunyahan pertama, Sang Dewa merasa bahwa kombinasi nasi dan minyak tidak ada tandingnya. Kunyahan kedua dia merasakan telur yang dipadukan dengan sayur membuat rasa nasi goreng semakin terdepan.

Kelakuannya yang nyleneh membuat penjual menjadi bingung harus berbuat apa.

Tidak lebih dari 2 menit makanan di atas piring sudah berhasil digiling habis. Sang Dewa sendawa dengan keras tanpa rasa malu sedikitpun.

"Sungguh masakan yang menggugah selera. Sudah waktunya aku melanjutkan perjalanan," kata Sang Dewa dengan percaya diri.

Dia keluar dari kedai kecil tanpa membayar. Tentu saja penjual nasi goreng meneriakinya.

"Nak, tunggu. Kamu belum membayarnya!" kata penjual dengan suara lantang.

"Membayar? Apa itu?" tanya Sang Dewa dengan polosnya.

"Bayar aku menggunakan uang. Siapapun yang makan harus membayar," kata Si Penjual dengan ekspresi wajah serius. Dia bisa mengendalikan emosinya dengan sangat baik.

"Aku tidak punya uang, memangnya membayar itu perlu?" tanya Sang Dewa dengan polosnya.

Tidak kehabisan akal, Si Penjual langsung mencengkram lengan Sang Dewa dengan erat. Dia tidak ingin anak di depannya lari.

"Aku tidak akan membiarkanmu lari. Jadi cepat bayar!" kata Si Penjual.

"Aku tidak mempunyai uang, Paman. Itu hanya sebuah makanan fana, mengapa aku harus membayarnya."

Mereka berdua terus berada mulut seperti anak kecil, yang satu meminta bayaran dan lainnya bersikeras tidak membayar. Sampai akhirnya seorang wanita paruh baya berusia 40 tahun muncul di belakang Si Penjual.

"Pah, lepaskan anak itu. Biarkan aku yang berbicara," kata wanita tersebut.

Sang Dewa juga tidak akan pergi hanya karena menghadapai orang fana seperti mereka. Jadi setelah dilepaskan cengkeramannya dia berdiri santai.

"Nak, siapa namamu?"

"Aku tidak ingat siapa aku. Orang-orang memanggilku Yang Mulia Agung Maha Kuasa Raja Segalanya. Seorang teman juga memanggilku Biawak, mungkin itu nama yang bagus." Wajah Sang Dewa penuh percaya diri ketika menyebutkan namanya.

Sepasang suami istri paruh baya itu menutup mulut mereka menahan tawa yang mungkin keluar dari mulutnya.

"Apa kalian tidak percaya. Aku menjadi penguasa sementara dan memandang manusia dengan rendah di atas sana." Sang Dewa berdiri tegap sambil membusungkan dadanya dan menempatkan kedua telapak tangannya di pinggang.

"Baiklah, aku akan memanggil namamu yang paling mudah saja. Radja, kamu berasal dari mana?" tanya wanita paruh baya.

"Sudah aku bilang, aku berasal dari alam tinggi dan memimpin banyak galaksi!" jawab Sang Dewa dengan ketus.

"Dimana orang tuamu?" tanya Si Penjual.

"Orang tua? aku tidak pernah memilikinya."

Si Penjual dan wanita paruh baya tersebut langsung menutup mulutnya karena terharu. Mereka menduga bahwa anak didepannya baru saja mengalami kecelakaan karena pakaiannya terlihat lusuh, mungkin sudah beberapa hari di dalam hutan.

"Radja, ayo ikuti aku. Karena kamu tidak bisa membayar. Maka kamu harus membayar kami dengan bersih - bersih."

Wanita paruh baya dan Si Penjual nasi goreng adalah sepasang kekasih yang belum memiliki keturunan. Doanya terkabul tepat setelah mereka menginginkan seorang keturunan.

Ada anak kecil yang tidak mengetahui asal usulnya muncul di depan lapak jualan mereka berdua.

Sepasang kekasih itu adalah Hadi dan Sutri, keduanya sudah menikah selama 20 tahun. Namun belum memiliki keturunan.

Sang Dewa yang menganggap nama Radja lebih bagus dari Biawak langsung mengikuti keduanya dengan langkah kaki santai.

Mereka menuju sebuah rumah berukuran 4 kali 6, penataan yang sangat bagus membuat ruangan terlihat luas.

"Ayo, bantu aku membersihkan kamar ini," kata Sutri memberikan perintah.

Radja tidak pernah membersihkan kamar karena dia bisa menggunakan sihir. Situasinya sekarang berbeda, dia tidak bisa mengeluarkan sedikitpun aura yang berpengaruh pada udara.

Dia diberikan sapu, Radja menerimanya. "Memangnya benda ini digunakan untuk apa?" tanyanya dengan wajah polos tanpa dosa.

"Heh, kamu tidak mengetahui fungsi sapu?"

"Di istanaku tidak ada namanya sapu. Kami menggunakan sihir untuk merubah seluruh warna istana dengan sekejap mata." Radja menyombongkan dirinya lagi.

"Ya, ya, ya aku percaya. Sekarang berikan sapunya dan akan aku tunjukkan cara menggunakannya."

Sutri mengambil sapu dan membersihkan kamar dengan senyum manis di wajahnya. Radja menirunya dengan sempurna, bahkan dia meniru ekspresi wajah senang wanita paruh baya tersebut.

Pertemuan

Tubuh Radja masih 15 tahun, Sutri penasaran dengan sekolahnya. Mereka tidak mempunyai anak, jadi langsung menganggap Radja sebagai anaknya.

"Radja, apa kamu punya tempat tinggal?" tanya Sutri dengan ekspresi berharap.

"Aku punya tapi aku sedang kabur. Banyak pelayan yang menyebalkan, makanya aku ingin mengalami kehidupan yang biasa saja dan menyenangkan."

Ekspresi Sutri langsung suram, dia mengira Radja adalah anak yang terlantar. Namun siapa sangka dia mempunyai tempat tinggi.

"Tunggu, bukankah dia tidak mempunyai rumah?"

Sutri menghibur dirinya dan mencoba membujuk Radja untuk tinggal bersama mereka. "Radja apa kamu tidak berniat tinggal bersama kami?" tanyanya.

Dengan wajah polos Radja mengatakan, "Baiklah. Aku juga tidak mempunyai tempat tujuan," sahutnya dengan cepat sambil membawa sapu di tangannya.

Senyumnya yang manis sambil membawa sapu membuat Sutri merasa kasian sekaligus bahagia. Entah dia sedang menculik anak orang atau sedang menemukan keberuntungan.

"Dengan syarat, berikan aku nasi goreng setiap hari!" kata Radja dengan penuh percaya diri dan menempatkan tangan kirinya di pinggang.

Tingginya 160 centimeter tidak terlalu tinggi serta wajahnya biasa saja. Ini adalah tubuh yang diinginkan oleh Radja, dia akan menjelajahi dunia dengan caranya sendiri.

Sutri menutup mulutnya, dia tidak tahu harus tertawa atau sedih. Ekspresinya jadi sangat aneh untuk dipandang.

Berhubung Radja itu terlalu peka, dia hanya menganggukkan kepala.

"Ini gunanya untuk apa?" tanya Radja memegang kemoceng bulu ayam.

"Itu namanya kemoceng, kamu bisa membersihkan bagian atas yang sulit dijangkau dengan sapu."

Radja dengan polosnya langsung memanjat kursi dan melihat di atas almari, dia membersihkannya tanpa terlihat keberatan sedikitpun.

"Sial, menjadi manusia benar-benar menyenangkan. Aku bisa melakukan apapun yang menarik!" gumam Radja bahagia.

Hari sudah mulai malam, penjualan nasi goreng hari ini benar-benar buruk. Hanya ada 5 pembeli termasuk Radja yang tidak membayar.

"Sayang, jangan patah semangat. Kita sudah sering melalui hari seperti ini." Sutri memberikan semangat pada suaminya, Hadi.

"Ya, kita berdua memang terbiasa dengan keadaan seperti ini. Namun sekarang ada Radja yang tinggal bersama, bagaimana mungkin aku hanya bekerja seperti ini setiap hari?" tanya Hadi pelan. Dia benar-benar sedih karena tidak bisa membahagiakan Sutri.

Walaupun kekuatan Radja sudah ditekan sedemikian rupa. Pendengarannya masih sangat tajam, dia bisa mendengar semuanya dengan sangat jelas.

"Memangnya aku beban, Ya?" tanya Radja dengan wajah polos melihat Hadi dan Sutri yang tampak bersedih.

"Tidak, tidak, bukan seperti itu. Maksud kami keadaan miskin membuat kamu harus hidup sederhana." Sutri mencoba menjelaskan.

"Baiklah, aku juga tidak peduli dengan kehidupan fana ini. Yang terpenting ada nasi goreng setiap hari sudah cukup untukku," katanya pergi ke rumah.

Dengan wajah polos Radja tidur di kasur tempat Hadi dan Sutri biasanya. Karena rumahnya tidak terlalu besar, hanya ada satu kamar tidur. Jadi Radja menggunakan kamar tersebut, sedangkan Hadi dan Sutri akan tidur di lantai.

Pengetahuan Radja tentang dunia manusia sangat rendah, jadi dia mengira tidur di kamar mereka berdua adalah sebuah kehormatan.

Dini hari sebelum matahari terbenam, Radja bangun sambil mengusap matanya. "Mengapa masih malam, matahari kamu bolos lagi ya?" tanyanya.

Tidak ada yang membalas pertanyaan Radja, karena sekarang dia bukan Sang Dewa. "Oh, aku lupa. Sekarang aku hanyalah bocah bau kencur yang tidak tahu apa-apa," katanya sambil berdiri di atas kasur.

Dengan sedikit lompatan, Radja turun dari kasurnya. Dia keluar dari kamar mendapati Hadi dan Sutri sedang mempersiapkan sayuran serta memotong ketimun.

"Sedang apa kalian?" tanya Radja dengan santainya.

"Kami sedang memasak. Ayo bantu aku memotong sayuran," kata Hadi menyodorkan pisau dan sayur bayam.

Keterampilan pedang Radja tidak dapat dipungkiri sangat mengesankan. Dia membayangkan pisau tersebut sebagai sebuah pedang, ayunannya yang lembut dan pelan membuat Hadi dan Sutri menepuk jidat.

Setelah potongan pertama, Radja meningkatkan kecepatannya dua kali lipat. Kemudian dia meningkatkan kecepatan memotongnya hingga sangat cepat.

Pada awalnya Sutri dan Hadi tidak percaya dengan penglihatannya, dia mengusap matanya dan melihat semua sayur bayam dan ketimun sudah dipotong dengan ketebalan yang sempurna.

"Apa ada sesuatu yang perlu dipotong. Entah mengapa aku merasa sangat pandai dalam memotong, padahal tidak pernah memegang pedang sekecil ini," kata Radja dengan santainya.

"Benda itu bukan pedang. Alat untuk memotong sayuran dan daging biasa di sebut pisau," kata Sutri.

"Oh, pisau. Menarik benda kecil ini bisa sangat nyaman di tangan. Aku akan menggunakannya terus, ayo tunjukkan aku sayuran yang perlu dipotong."

Hadi menyodorkan 10 kilogram wortel, dia memberikan contoh untuk cara memotongnya. "Hati-hati dengan tanganmu, pisau memang tidak terlalu berbahaya. Namun jika lengah jarimu akan dalam masalah besar," katanya.

Radja menganggukkan kepala, dia mengetahui hal tersebut sejak lama. Dengan kelihaiannya memakai pedang, Radja memotong wortel dengan sangat cepat dan presisi.

Matahari mulai menampakkan wujudnya, semua sayuran dan persiapan pembukaan warung sudah siap. Biasanya mereka baru menyelesaikan persiapan setelah jam 9 pagi, tetapi karena adanya Radja mereka bisa menyediakan pukul 6 pagi.

"Wah akhirnya selesai juga. Rasanya sangat nyaman ketika menggunakan pedang setelah waktu yang lama."

Hadi dan Sutri tidak mau menanggapi. Selama Radja senang, keduanya juga akan merasa senang.

Seorang gadis berumur 13 tahun berparas cantik membuka jendela mobilnya. "Pak. Aku beli nasi goreng satu bungkus," katanya dengan tergesa.

Hadi dangan cekatan langsung menyiapkan wajan dan sudip dan langsung menuangkan minyak. Kecepatannya memasak sungguh ideal untuk penjual nasi goreng.

Namun tiba-tiba, Nona cantik di dalam mobil langsung menutup kacanya dan sopir menancap gas. "Maaf, Pak. Aku sudah kehabisan waktu!" teriaknya.

Radja melihat kejadian itu dengan kedua matanya langsung teringat ketika Hadi menghentikannya.

"Hah, orang kaya memang semuanya sendiri. Padahal aku tinggal memasukkannya dalam wadah dan nasi goreng siap dimakan." Hadi mengeluh sambil menghembuskan napasnya.

Radja yang mendengarnya langsung mengambil bungkus nasi goreng dan menutupnya. "Biarkan aku yang memberikannya!" katanya penuh semangat.

"Kamu mau kemana?" tanya Sutri.

"Mengejar orang itu!"

"Tidak akan sempat, mereka menggunakan mobil," kata Hadi sambil menggelengkan kepala.

"Aku tidak akan menyerah." Radja membungkus nasi goreng seadanya dan langsung menaruhnya di kresek berwarna hitam.

Dia bersiap berlari, tetapi Sutri menghentikannya. "Gunakan sepeda ini. Mungkin kamu butuh suasana baru."

Radja yang tidak tahu cara menggunakan sepeda langsung melompat dan mengayunkan pedal secara otomatis. Kecepatannya mengendarai sepeda bukan main, dia melaju sampai 40 kilometer / jam.

Jelas untuk ukuran anak kecil itu bukan sesuatu yang mungkin.

Radja mengayuh pedal sepedanya dengan niat mengejar mobil. Usahanya tidak sia-sia, ternyata mobil tersebut berhenti di lampu merah.

Dengan ayunan kaki yang penuh semangat, Radja menggunakan seluruh tenaganya. Dia lupa cara berhenti menggunakan sepeda bagaimana, akhirnya memilih untuk menabrakkan dirinya ke tiang lampu lalu litas.

"Jedeng..." Suara benturan antara sepeda dan tiang lampu. Kepala Radja membentur tiang lampu dengan keras.

"Aduh aduh, sakitnya!" kata Radja sambil memegang kepalanya. Setelah beberapa detik dia berdiri seperti tidak terjadi apa-apa.

Kedua kakinya langsung melangkah ke mobil mewah yang dikendarai Nona muda.

"Buka pintunya, Paman sudah membuatkan nasi goreng. BAYAR!" kata Radja dengan nada tinggi.

Nona muda membuka kaca mobilnya dengan ekspresi datar, dia langsung memberikan uang lembaran 100 ribu rupiah.

"Apa kamu mau menipu, bayar aku dengan 10 ribu langsung!" teriak Radja yang tidak mengetahui nilai tukar sebuah barang.

Kresek ditangannya disodorkan dengan kasar kedalam mobil. "Cepat!"

"Paman, apa kamu memiliki uang 10 ribu?" tanya Nona muda dengan ekspresi datar.

Sopir di kemudi langsung memberikan 10 ribu. "Ambil saja nasi goreng busuk itu!" katanya mencibir.

Radja melepaskan pegangannya di Kresek dan langsung mengambil sepedanya yang rodanya sudah tidak bulat lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!