Dengan malas,Mila memasuki sebuah ruangan yang sangat luas dengan dekorasi yang sangat indah.
Kalau bukan sahabatnya yang melangsungkan pernikahan, Ia tidak akan Sudi datang ke acara pernikahan ini.
Dari jauh nampak Sofi sahabatnya melambaikan tangan kearahnya.
Sang pengantin perempuan berlari lari kecil menghampiri sahabat yang sedari tadi ditunggunya.
"Mil......
kok baru datang?,
telat banget kamunya!"
ucap Sofi memonyongkan bibirnya.
"Maaf ya Sof....
tadi di jalan macet banget!!!"
jawab Mila, berusaha menutupi perasaannya.
Bukan tanpa alasan, Mila seperti itu.
Bagaimanapun juga dia masih memendam rasa cintanya kepada Aldo, suami sahabatnya sekarang.
Dia tidak menyangka kalau cintanya harus terkubur dalam dalam, demi sahabatnya yang sangat disayanginya itu.
"Selamat ya, sekarang udah jadi istri orang, jangan manja kayak sekarang, harus berbakti sama suami, terus jangan sekalu kelayapan lagi, kayak kemarin kemarin".
Mila kemudian memeluk sahabatnya dengan erat, "ingat jangan cengeng lagi".
ucapnya mencubit hidung mungil Sofi.
Mila lalu menggandeng tangan Sofi kembali ke pelaminan, "nanti keburu tamu tamu pada protes, mempelai wanitanya kok malah kabur",
sungut Mila.
Di atas pelaminan Mila juga menyalami Aldo, walau hatinya begitu perih bagai tersayat pisau belati, tapi demi sahabatnya dia berusaha tersenyum, saat menjabat tangan Aldo.
Pria yang selama begitu disayangi dan dicintainya.
"Mila kamu nikmati pestanya ya", ucap Sofi lembut.
Mila tertawa lebar dilihatnya semua teman teman kuliahnya juga ada di sana.
Mila turun dan berbaur dengan teman temannya.
Sesekali pandangannya tertuju pada Aldo yang sedang merangkul Sofi dengan begitu mesranya.
Mila kemudian menepi dan duduk di sebuah kursi di pojok ruangan, dirabanya dadanya yang begitu sesak, ingin rasanya dia menangis, dan meratapi nasibnya yang begitu miris.
"Hai Mila....
Sendiri aja nihh?, gak ada yang marah kan, kalau aku duduk di sini?"
ucap pria itu kepada Mila.
Mila menengadah dan melihat seorang pria tampan, bahkan tak kalah tampannya dengan Aldo.
Mila mengerutkan alisnya,
"Em Hai Rey....."
Mila mencoba mengingat ingat pria yang sedang membungkuk di depannya, karena posisi Mila yang duduk di kursi, dan Rey nama lengkapnya Reyhan, dengan postur tubuh yang tinggi maka Ia harus membungkukkan badan di depan Mila.
"Aku pikir kau sudah melupakan temanmu ini", ucapnya tersenyum manis.
Mila balas tersenyum, dia kemudian berdiri karena risih dengan posisi mereka yang sangat dekat.
"Mana mungkin aku lupa dengan semua teman temanku, kau saja yang terlalu membedakan teman, dan tak pernah menganggap aku ada"
Ucap Mila sambil tertawa, karena baru sadar jika kata katanya seperti sebuah lirik lagu.
Rey menggelengkan kepalanya, walau sudah hampir setahun tak bertemu tapi Mila tidak pernah berubah, masih cantik seperti dulu, saat mereka masih SMA.
Rey yang begitu mengagumi sosok Mila yang supel dan mudah berteman dengan siapa saja, membuatnya begitu mengagumi gadis cantik tersebut.
Mila, Sofi,Rey, dan Aldo teman satu sekolah, semenjak mereka masuk kuliah Rey sudah jatuh hati kepada Mila, bahkan Rey pernah mengungkapkan isi hatinya.
Tapi Mila menolak dengan alasan ingin fokus dengan sekolahnya.
Sampai suatu ketika, Rey tahu kalau sebenarnya Mila diam diam menjalin hubungan dengan Aldo.
Tapi yang membuat Rey merasa kasihan pada Mila, saat Aldo memutuskan Mila, dan memilih menikah dengan Sofi, sahabatnya sendiri, sungguh ironis kisah cinta Mila.
Saat itu Rey melihat Mila seperti kehilangan arah, tak memiliki gairah hidup, dan lebih banyak menyendiri.
Tak terasa malam semakin larut, tibalah mereka dipuncak acara, yaitu acara pesta dansa.
kedua mempelai pun turut melantai bersama para tamu undangan.
Mila memperhatikan, Aldo dan Sofi yang sedang berdansa, tak ada jarak diantara mereka, mereka saling berpelukan sambil berdansa mengikuti alunan musik.
Tanpa sengaja Rey melihat Mila, meneteskan air mata, dengan gerakan cepat Rey bergegas memeluk, dan menyembunyikan wajah Mila di dadanya yang bidang.
"Mil....
kamu harus kuat, jangan mempermalukan dirimu di depan banyak orang, ingat Aldo bukan satu satunya laki laki di dunia ini, kamu harus melanjutkan hidupmu".
Ryan bergerak pelan mengikuti musik, ia pura pura berdansa agar orang orang tidak curiga apa sebenarnya yang terjadi.
"Rey aku nggak tahu, tiba tiba air mataku jatuh begitu saja, aku juga nggak pengen kayak gini Rey, aku pengen hidup normal kayak dulu, tapi hati aku sakit, sakit banget Rey....."
Mila terisak di dalam dekapan Rey,
Rey sengaja membiarkan wanita melepaskan segala keluh dalam hatinya, membiarkannya melepaskan semua sesak yang bersarang di dadanya.
"Kamu tahu, kenapa Tuhan tidak membuat Aldo melihat cintamu", Tanya Rey sambil membelai lembut rambut Mila.
Mila menggeleng ,"Itu karena Aldo bukan jodoh yang pantas buat kamu, Tuhan sedang mempersiapkan jodoh yang pantas, dan layak mendampingi wanita yang baik seperti kamu".
ucap Rey, membiarkan Mila yang terus membenamkan wajahnya di dadanya,.
Orang orang memperhatikan mereka yang begitu intim, dengan posisi saling berhadapan, Mila memeluk erat pinggang Rey dari depan, dan membenamkan kepalanya di dada Rey, sedangkan Rey pun memeluk punggung Mila, dan tangan yang satunya Membelai lembut rambut wanita yang tengah hancur itu.
Tidak ada yang akan menyangka bahwa wanita sedang menangis histeris di balik pelukan itu.
Setelah cukup lama dalam posisi seperti itu, akhirnya Rey, mengajak Mila pulang, tanpa pamit terlebih dahulu, dibawanya Mila ke dalam mobilnya, dan mengantarkannya pulang ke rumahnya.
Mila masuk ke kamarnya, dibantingnya pintu kamarnya, lalu merebahkan tubuhnya di kasur, dia menangis histeris, menyesalkan semua yang telah terjadi.
"Seandainya sejak awal aku mengungkapkan hubungan kami pada semua orang, mungkin hatiku tidak akan sesakit ini,
Aku benar benar bodoh, kenapa harus memendam rasa ini sendiri, menyimpan cinta ini terlalu lama, sekarang aku sendiri yang sakit, sementara dia tidak pernah mau tahu akan perasaan dan deritaku saat ini".
Mila benar benar kehilangan akal sehat, dia menangis meraung Raung, untung saja kamarnya itu kedap suara, jadi orang tua dan para pembantu tak ada yang mendengarkan suaranya.
Semalaman Mila hanya menangis, sampai matanya bengkak, menjelang subuh mungkin karena kelelahan, akhirnya dia tertidur.
Saat cahaya matahari melalui celah celah ventilasi kamarnya, dia masih meringkuk dalam tidurnya, pakaian yang tidak diganti, sepatu yang tak terlepas dari kakinya, dan rambut yang acak acakan.
Seorang Wanita setengah baya memasuki kamar tersebut, dia tertegun melihat gadis yang yang tertidur di atas kasur.
Wanita itu adalah Wanita yang melahirkan Mila ke dunia ini, namanya Ibu Rani, walau sudah berumur tapi masih kelihatan cantik dan kencang, tubuhnya masih bagus, tinggi semampai, dengan kulit putih halus, seperti yang dia wariskan ke putri tunggalnya tersebut, putri yang sedang ditinggal nikah oleh laki laki yang sangat dicintainya itu.
.
Rani mengelus lembut rambut putrinya, perlahan menggeliat karena merasa terganggu, samar samar dia membuka matanya dan melihat Mommy nya sedang duduk tepat di sampingnya.
Matanya yang bengkak menatap wanita di depannya, wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.
"Mom, maaf aku bangunnya kesiangan."
Ucapnya parau.
"Ya sudah sekarang kamu mandi sayang, bukankah hari ini hari kelulusanku, kamu kan sebentar lagi di wisuda sayang?"
"Iya Mom!"
Mila berjalan gontai menuju ke kamar mandi, perasaannya belum bisa dibilang baik saat ini, dia mengguyur tubuhnya dengan shower, mengharap semua kekalutannya akan ikut hanyut bersama air yang mengalir.
Tak perlu menunggu lama akhirnya ia mengakhiri ritual mandinya.
setelah berpakaian rapi dia turun ke bawah, di meja makan orang tuanya telah menunggu, mereka ingin mengantar putri semata wayangnya itu.
Dan menyaksikan secara langsung proses wisuda putrinya.
Selesai sarapan Mila dan kedua orang tuanya berangkat menuju kampus tempatnya selama ini menimba ilmu.
Tak ada percakapan, hanya Rani yang sekali kali memegang tangan putrinya, berusaha memberi kekuatan pada putri kesayangannya.
Akhirnya mobil mereka memasuki Area kampus.
Mila melihat dua orang yang sangat di kenalnya, sahabatnya bersama dengan suami nya.
Mata Mila perih, perlahan bulir bulir keluar tanpa permisi dari pelupuk matanya.
Mila beranjak pergi dari tempat itu, tak sanggup menyaksikan kemesraan dua orang itu.
"Ya Allah, aku tidak sanggup ya Allah!!!"
perlahan Mila menyetop taksi saat dia keluar ke jalanan.
Di dalam taksi Mila terus menangis terisak, dia benar benar tak sanggup melihat pemandangan barusan.
Hari hari Mila dilaluinya dengan berdiam diri di kamar, dia sudah tidak memiliki gairah hidup, pernikahan Sofi dan Aldo benar benar menorehkan luka yang cukup dalam di hati Mila.
Tak ada lagi Mila yang ceria, yang lembut, dan penuh semangat 45.
Kini sosoknya terganti bagaikan mayat hidup, tubuh yang kurus, rambut berantakan, mata panda yang menghitam, menambah buruknya penampilannya saat ini.
Setiap hari Rani selalu menyempatkan diri untuk sekedar menghibur dan memberi semangat untuk putri satu satunya, walaupun itu sudah tidak ada artinya, toh kenyataannya sekarang putrinya bagai sebatang pohon yang tak ada suara atau pergerakan sama sekali.
Kamar yang dulunya bersih dan harum, kini berantakan layaknya gudang, pecahan berserakan di sana sini.
"Sayang, bangun hari ini kita jalan jalan yuk!"
Rani menemui putrinya kembali, berharap ajakannya bisa membuatnya luluh, dan benar saja tiba tiba Mila mengangguk tanda setuju.
Dengan berderai air mata, Rani membawa putrinya ke kamar mandi, perasaannya hancur melihat anak yang dikandungnya dirawatnya dari bayi sampai sekarang, tiba tiba seperti zombie begini.
Setelah mengisi Bathtub dengan air hangat, ia menuangkan sabun dan sedikit aroma terapi ke dalam air.
Dengan penuh kelembutan dia membersihkan tubuh putrinya yang kurus, lalu memberikan shampo ke rambut Mila yang acak acakan.
Setelah selesai, dengan telaten dia kembali memakaikan pakaian ke tubuh Mila, sedikit make up untuk menutup wajah pucat putrinya, dan menyamarkan lingkaran hitam di matanya.
Mereka turun ke bawah, Mila masih bungkam terbiasa dengan diamnya, bahkan dia jarang merespon bila ada yang mengajaknya berbicara.
Rani membantu putrinya masuk ke dalam mobil, setelah itu juga masuk dan duduk di samping putrinya.
Supir melajukan mobil dengan kecepatan sedang, membawa Ibu dan anak itu ke tempat yang telah diberitahukan sebelumnya.
Mobil berhenti di parkiran sebuah Salon.
Rani kembali menuntun putrinya masuk ke bangunan yang ada di depannya, setelah menyelesaikan semua administrasi dan dan lain sebagainya, Rani kembali membawa putrinya masuk ke dalam ruangan, disana Mila hanya terdiam pasrah saat dua orang wanita cantik datang dan melayani semua yang diinginkan pelanggannya.
Rani sengaja membawa putrinya ke salon untuk perawatan, dia tidak ingin Mila menyia nyiakan hidupnya untuk menangisi dan meratapi pria yang telah menjadi milik orang lain.
Mila menjalani semua perawatan, dari rambut sampai ujung kaki.
Setengah hari Rani menunggui putrinya menjalani semua perawatan demi perawatan, sampai akhirnya semua selesai sesuai dengan keinginan sang Mommy.
Kini penampilan Mila sudah seperti sebelumnya, rambut lurus kecoklatannya, rambut yang dia dapat dari sang Daddy yang masih memiliki darah keturunan Australia.
Kulitnya yang putih sudah tidak kusam dan Kumal lagi, wajahnya pun sudah kelihatan lebih segar sekarang.
Sekarang mereka menuju ke sebuah butik langganan Rani selama ini, dia ingin memanjakan putrinya khusus hari ini.
Dia memilihkan beberapa pakaian untuk Mila, yang pastinya semuanya adalah brand brand ternama.
Tak lupa dia memakaikan salah satu pakaian yang dipilihnya, sebuah dress mini berwarna lemon, sangat pas di badan Mila yang tinggi langsing.
Walaupun dengan tubuh kurus, tapi tak mengurangi aura kecantikannya.
"Aku harus bisa membuat putriku bangkit, aku tidak mau dia terus seperti ini, baiklah setelah ini kita ke psikolog, semangat Rani demi putrimu!"
Rani terus berbicara dalam hati, dia benar benar sudah tidak tahan melihat putrinya menderita sepeti ini.
"Sayang, bagaimana kalau kita makan dulu?"
Rani menoleh ke arah Mila.
Mila hanya mengangguk dengan pandangan kosong.
Mereka masuk ke sebuah restoran, kebetulan restoran sudah agak sepi, jadi mereka bebas memilih tempat duduk.
Rani memilih tempat duduk di pojok ruangan, dari sana mereka bisa melihat dengan jelas siapa saja yang masuk ke dalam restoran.
"Sayang kamu mau makan apa?"
Rani bertanya sambil melihat lihat menu makanan yang dibawa seorang pelayan.
Sedangkan yang ditanya hanya diam membisu, tak ada jawaban.
Rani menatap putrinya sesaat, lalu memesan makanan seafood, makanan favorit putrinya.
Ada rasa sakit menusuk dadanya, tak rela melihat gadis kecilnya yang dulu selalu ceria, tapi sekarang seperti mayat hidup yang berjalan.
Mila sudah tidak bisa lagi menangis, dia hanya terdiam dengan pandangan kosong, tapi itu lebih menyakitkan.
Pesanan mereka akhirnya datang, Rani antusias menyambut makanan yang dipesannya tadi, semua makanan pedas itu siap di eksekusi.
"Sayang ayo makan, kamu harus makan banyak, kalau kamu tidak makan, bagaimana bisa kamu membalas sakit hatimu pada Edo!"
Rani berusaha membujuk putrinya walau dengan cara yang tidak benar, yang penting untuk saat ini putrinya makan dulu, urusan yang lain nantilah saja akan dipikirkan.
"Mommy mau kamu bisa sehat kembali, buat Edo bertekuk lutut sama kamu, buat dia menyesal telah menyia-nyiakan kamu, buat dia gila karena tak bisa memilikimu!"
Perlahan tapi pasti, Mila mengangkat wajahnya dan menatap wanita yang selama ini telah melahirkan dan merawatnya sepenuh jiwa.
Dengan mata berkaca kaca, bibirnya bergetar air matanya sudah tak bisa dibendung lagi, dia terisak dan masuk ke dalam pelukan Mommynya.
"Mommy......!!!"
Suara pertama yang di dengar Rani, setelah sekian lama putrinya terpuruk seperti sekarang.
Mila, mengambil makanan yang ada didepannya, dalam sekejap dia menghabiskan semua makanan yang telah dipesan oleh sang Mommy.
Mila memakan makanannya seperti orang kerasukan, semua piring yang ada di hadapannya bersih tak tersisa.
Setelah membayar makanannya Mommy Rani mengajak putrinya untuk pulang, saat melangkah keluar tanpa sengaja mereka berpapasan dengan orang yang selama ini Mila hindari.
Sofi dan Aldo melangkah memasuki restauran, melihat Mila di depannya Sofi tersenyum sumringah, senyuman tulus seorang sahabat terpampang di bibirnya yang tipis.
"Hai Mil.....
kamu kemana aja selama ini, aku telpon terus aku chat tapi nomor kamu nggak pernah aktif?"
Ucap Sofi sendu sambil memeluk erat sahabatnya.
Mila tersenyum tipis, bukan senyuman tapi seperti seringai, dia berusaha kuat di depan sahabatnya itu.
"Maafkan aku Sofi, selama beberapa bulan ini aku sakit, ini juga Mommy mau membawa aku ke dokter!"
Mila berusaha setenang mungkin saat berbicara dengan Sofi, walau bagaimanapun Sofi tidak tahu apa apa, jadi dia tidak pantas untuk menerima perlakuan buruk dari Mila.
Sedangkan Aldo melihat Mila seperti melihat tumpukan sampah saja, pandangannya begitu sinis seakan jijik melihat wanita yang sangat memujanya itu.
"Sayang maaf ya, Mommy harus membawa Mila ke dokter dulu, tadi Mommy sudah buat janji, jadi lain kali aja kalian kangen kangenannya."
"Iya Mommy, lain kali aku dan Mila bakal buat janji untuk bermain.
Mommy Rani segera menarik lengan Mila meninggalkan tempat itu segera, sebelum sesuatu yang buruk terjadi pada putrinya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, mereka sampai di sebuah klinik dokter spesialis.
Setelah menelpon dokter sekaligus sahabat Mommy Rani, seorang perawat memanggil dan mempersilahkan mereka untuk masuk.
Mommy Rani menceritakan semua yang dialami oleh putrinya, tak satupun yang terlewatkan.
Dokter cantik yang seumuran dengan Mommy Rani, memintanya untuk meninggalkan ia dan Mila, awalnya Rani menolak, tapi setelah dokter Tika menjelaskan akhirnya Mommy Rani bisa mengerti, dan keluar dari tempat itu.
Tiga jam berlalu, pintu ruang tempat Mila ditangani akhirnya terbuka, dengan cepat Mommy Rani berdiri dan langsung masuk untuk melihat keadaan putrinya.
"Sayang, kamu baik baik ajakan?"
Rani memeriksa seluruh tubuh putrinya, dokter Tika menggelengkan kepalanya melihat Rani seperti itu.
"Putrimu tidak apa apa Ran, kau pikir aku ini kanibal yang bisa memakan manusia?"
Mommy Rani cuma nyengir kuda, mendengar Dokter Tika mengomel.
Setelah membuatkan resep obat, Rani bersama putrinya pamit untuk pulang, sebelumnya dia menebus resep tersebut, karena kebetulan klinik itu juga memiliki apotik, jadi mereka tidak perlu jauh jauh mencari apotik.
Hari sudah mulai gelap saat Ibu dan Anak itu sampai di rumah.
Di ruang keluarga tampak pak Emir Daddynya Mila sedang duduk menunggu kedatangan istri dan anaknya.
Saat melihat mereka datang dia langsung berdiri menyambut kedatangan sang putri satu satunya.
"Bagaimana jalan jalannya sayang, kamu senang????"
Ucap pria paruh baya itu, sambil mengelus puncak kepala putri kecilnya, walau sudah dewasa tapi Emir selalu menganggap Mila tetap putri kecilnya yang lucu dan manis.
"Iya Dad, Mila senang kok, sekarang Mila mau mandi dulu, setelah itu kita makan bareng, tadi Mila beli bebek goreng kesukaan Daddy!"
Mila berbicara setengah berteriak ke arah Daddy-nya, karena sudah menaiki anak tangga.
Tanpa sadar Emir meneteskan air mata melihat putrinya yang kurus kering, tampak tonjolan tonjolan tulangnya di beberapa bagian tubuhnya.
Hatinya tercabik cabik, dia memegang dadanya yang terasa panas, panas menahan amarah tapi tidak bisa berbuat apa apa.
"Mom......
Aku akan membuat perhitungan dengan anak itu, dia berani beraninya bermain main dengan keluarga kita, apa dia tidak sadar dia berhadapan dengan siapa!"
"Sabar Dad, jangan gegabah, aku yakin putrimu gadis yang kuat, dia pasti bisa melewati semua ini, saat dia pulih nanti baru kita bicarakan bersama!"
Kalau hanya untuk menghancurkan perusahaan orang tua Sofi dan perusahaan Aldo, bukanlah hal yang sulit bagi Emir, hanya menjentikkan jarinya semuanya akan beres, tapi dia masih berusaha untuk menahan emosinya.
Dia ingin melihat sejauh mana Aldo menghina putri kesayangannya.
Rani memegang tangan suaminya, berharap bisa menyalurkan hawa positif ke tubuh suaminya.
"Ya sudah aku suruh si Mbok menyiapkan makanan ini dulu!"
Rani melangkah ke dapur, menyuruh Art untuk menyiapkan makan malam yang telah Mila beli saat di jalan ulang tadi.
Mila memakai baju tidur stelan berwarna maroon dengan celana pendek, membuatnya kelihatan manis, kulit putihnya semakin terpancar dengan balutan warna tersebut.
Mila turun dan melihat Daddy dan Mommynya telah duduk menunggu di meja makan, dia berjalan mendekat sambil tersenyum manis pada si Mbok yang tengah menyiapkan peralatan makan untuk mereka bertiga.
Mereka makan malam, sambil sesekali mengobrol ringan, candaan candaan kecil berusaha mereka luncurkan agar putrinya bisa terhibur.
Dan benar saja, saran dari Tika sungguh bermanfaat, tadi dia sempat berpesan agar jangan membiarkan Mila termenung sendiri.
"Hibur dia, buat dia merasa dibutuhkan, dihargai, dan disayangi,
saat ini dia sangat membutuhkan dukungan kalian sebagai orang tuanya!"
Rani masih mengingat pesan Tika, saat dia akan meninggalkan Klinik.
"Sayang kamu makan yang banyak, biar cepat sehat, Daddy sama Mommy kan bekerja selama ini agar kamu bisa makan sayang!"
"Aish Mommy, Mila bukan anak kecil lagi!"
Mila protes sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ya sudah, sekarang minum obatnya sayang, biar cepat sembuh, sehat, cantik seperti dulu lagi!"
Mila menurut, menerima obat dan gelas berisi air minum dari Mommy Rani.
Setelah meminum obatnya mereka kembali ke ruang keluarga, seorang pelayan datang membawa teh hangat dan dan beberapa cake coklat kesukaan Mila.
"Daddy......
Mila mau ngomong sesuatu, penting!"
Ucapnya di sela sela makannya, membuat kedua orangtuanya saling berpandangan.
"Memang ada hem???"
Emir kembali mengelus kepala putrinya, berharap anak gadisnya tidak meminta yang aneh aneh.
"Daddy,
Mila mau bekerja di kantor Daddy, Mila pengen belajar bisnis,
Cita cita Mila jadi Desainer Mila tunda dulu Dad!"
Ucapnya lugu, sejak kapan juga cita cita pakai ditunda segala?
ada ada saja.
"Ya sudah kamu boleh bekerja kapan saja di perusahaan Daddy, tapi dengan syarat kamu sehat dulu, sembuh dulu, dan kuat dulu sayang!"
Emir terus menyemangati putrinya, dan dia sangat bersyukur kalau Mila sekarang ingin belajar berbisnis, karena memang hanya Mila satu satunya penerusnya kelak.
"Ternyata ada sisi baiknya juga, Aldo menikah dengan Sofi, tapi tunggu dulu, pasti putriku punya maksud tertentu, tapi sudahlah nanti saja aku pikirkan, yang terpenting sekarang dia sudah mau melakukan sesuatu yang bermanfaat, dan bisa melupakan segala kesedihannya."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!