NovelToon NovelToon

SEMUA TENTANG DENDAM

Bukit Yang Indah

Pagi hari yang cerah. Suara burung berkicau bersahutan. Basah dedaunan oleh embun pagi. Dan udara yang berhembus menyejukkan seluruh tubuh. Di bukit indah di desa terpencil yang masih asri. Tinggalah sebuah keluarga yang harmonis.

" Ayo semuanya kita akan pergi jalan-jalan ! Seru Tanu kepada keluarganya.

" Ayoo ! Kemana kita akan jalan - jalan Ayah? " Ucap Bulan bersemangat.

" Minggu ini kita akan pergi mengitari bukit ini, Kita akan lewat jalan yang sudah Ayah buat seminggu ini. " Jawab Tanu dengan rasa bangga.

" Yang benar saja... Ibu nggak mau Ayah, Capek nanti " ujar Rani pada suaminya.

Saat bersamaan, si kembar anak pertama dan kedua Tanu, turun dari lantai atas. Dia adalah Riko dan Raka.

Riko menggendong adik kecilnya, yang masih berumur satu tahun lebih dua bulan.

Tanu dan Rani adalah teman sekelas pada saat duduk di bangku SMA. Dua-duanya murid terbaik di kelasnya. mereka berdua bersaing dalam memperebutkan rangking kelas.

Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin cinta, karena diantara mereka merasa memiliki perasaan yang sama. Hingga sampai mereka lulus kuliah, hubungan mereka baik - baik saja. Jarang sekali ada keributan.

Setelah mendapatkan restu kedua orang tua mereka , akhirnya mereka menikah. Sekarang Tanu dan Rani memiliki 4 orang anak. Si kembar Riko dan Raka, Bulan, dan yang paling kecil Tama.

" Ibu itu harus sekali-kali refreshing, jangan mengurusi pekerjaan rumah saja bu" sahut Riko sambil menyerahkan Tama pada Bulan yang sejak tadi pagi sudah ingin menggendong Tama.

" Benar kata Riko bu, Ibu itu harus melihat pemandangan di luar sana yang lebih indah daripada di sekitar rumah ini " ucap Raka membenarkan kata saudara kembarnya.

" Iya bu, Ibu ikut ya.. kan enak kalau jalan ramai-ramai." pinta bulan merengek.

" Iya deh Ibu ikut.. " jawab Rani dengan senyum tumpul.

" Baiklah.. kita akan jalan sekarang juga!Siapkan bekal untuk perjalanan nanti agar tidak kelaparan saat nanti sampai di tujuan." suruh Tanu lalu bergegas pergi ke dapur untuk membantu Rani menyiapkan perbekalan.

Pukul 05.30 mereka bersiap dan bergegas. Mereka penasaran kemana Ayahnya mengajak mereka jalan. Dengan melewati jalan yang baru kemarin selesai di buat Tanu, tak bosan mereka melihat di sekeliling. banyak tanaman ,dan bunga- bunga indah liar yang tumbuh di sepanjang jalan.

Ini pertama kalinya mereka melakukan perjalanan yang sangat mengesankan. Tama bersorak sorai, mengisyaratkan kegembiraanya..

"Uuuwaaaaaahhhh..bahh.. bahhhh.. " celoteh Tama.

" Ehhh anak Ayah rupanya suka sekali ya di ajak jalan. " ucap Tanu sambil mencium pipi Tama.

" Memangnya cuma Tama yang suka Yah? Bulan juga suka lho" sahut Bulan dengan wajah berseri - seri.

" Iya Ayah juga senang kalau kalian menyukai tempat ini. Memang pemandangan ini sangat luar biasa. Ayah baru menyadarinya kemarin setelah Ayah selesai membangun jalan ini. "

Rani yang dari rumah tadi berjalan menyendiri, kemudian tersenyum sendiri. Memang pemandangan di sini jauh lebih indah daripada di rumah. Meskipun rumah mereka masih terbilang satu barisan dengan bukit itu. Tapi tak sedikitpun Rani berpikir bahwa di sekitar bukit di atas pun dia akan menemukan keindahan.

" Ehhh lihat Ibu tersenyum sendiri... hahaha..." ujar Raka sambil tertawa meledek.

" Memangnya kenapa? Ibu nggak senyum kok. Ibu itu karena matanya kena cahaya matahari. jadi ya seperti ini. Coba kalau kamu kesinaran cahaya , bagaimana ekspresi wajahnya? " jawab Rani dengan muka merah, menyembunyikan perasaannya.

" Ahh, Ibu bilang aja kalau senang. Jangan di tahan - tahan kalau senang. Kalau di tahan, wajah ibu kaya badut. Hihihi.." sentil bulan menyeringai.

" Sudahh lah, kalian ini asyik ngeledekin ibu terus. Hemhh... Ibu memang senang, juga bahagia bisa merasakan kebahagiaan bersama keluarga. Ini adalah momen yang belum pernah ibu rasakan sebelumnya."

Sambil tertawa mereka melanjutkan perjalanan. Walaupun baru seperempat perjalanan, tak ada sedikitpun kata lelah di pikiran mereka. Yang saat ini mereka rasakan adalah kebahagiaan bisa melakukan aktivitas bersama.

" Bulan, kalau lelah biarkan Tama berjalan sendiri.Jangan di gendong terus." Ucap Tanu saat melihat Bulan sudah terlihat kelelahan.

" Bulan belum lelah kok Ayah. Tenang saja, Bulan masih kuat." Ucap Bulan menolak teguran Ayahnya.

" Turuti saja kata Ayahmu, Bulan. Lagipula Tama sudah bisa jalan sendiri. Biarkan dia belajar berjalan menaiki bukit ini. Yang penting tetap di jaga agar tidak jatuh." Ucap Rani menyela.

" Baiklah Ibu. Padahal Bulan lagi ingin menggendong Tama lebih lama. Lagipula Bulan bisa main sama Tama pas hari libur saja kan." Ucap Bulan lemas, lalu menurunkan Tama dari gendongannya.

" **Ibu tidak melarangmu, kamu boleh mengajaknya bermain kapan saja. Tapi jangan sering digendong. Biar dia berjalan sendiri, supaya kakinya kuat."

" Iya Bulan mengerti Bu**." ucap Bulan pasrah.

" Ya sudah, kalau begitu kita jalan lagi. Ibu minta kamu j****aga Tama jangan sampai jatuh ya."

" Iya Ibu, Bulan pasti akan menjaganya. Tenang saja, serahkan saja semuanya pada Bulan."

" Ibu biar Tama bersama kami saja. Kami mau foto foto dulu di sekitar sini sebelum sampai di tempat tujuan. Di sini kebetulan tempatnya cocok untuk berfoto." Ucap Raka sembari menyiapkan kameranya untuk mulai berfoto bersama Riko.

" Kalau begitu kita istirahat sebentar saja disini. sekalian menunggu kalian. Bagaimanapun perjalanan ini menyenangkan jika tetap bersama. Jangan sampai setelah di tengah perjalanan malah memisahkan diri masing - masing."

" Tidak Bu, kalian bisa jalan lebih dulu. Nanti saya dan Riko menyusul." Raka menolak saran Rani.

" Kalau kalian tidak mau naik bersama Ibu, ya tidak apa-apa. Tapi nanti kalian tidak dapat jatah makan di sana lho."

" Ha... Makanan sebanyak itu tapi kami tidak dapat jatah makan?" Raka protes dengan Ibunya.

"Iya." jawab Rani singkat.

" Baiklah kalau begitu, kami akan naik bersama kalian. Daripada tak dapat jatah makan lebih baik ikut kalian." Ucap Riko lemas karena tak bisa menyempatkan waktu untuk berfoto.

" Kakak itu jangan seperti itu. Lain waktu kan bisa kesini lagi untuk berfoto. Ibu sudah meluangkan waktunya menemani kita jalan lho, masa kalian malah mau main sendiri. Padahal sebelumnya Ibu tidak mau karena capek. Tapi akhirnya Ibu mau ikut kan. Hargai lah usaha Ibu." Ucap Bulan membela Ibunya.

" Ih bawel...Iya Kakak mengerti. Sudah jangan dibahas lagi, aku tak mau Ibu jadi salah paham."

" Kalau begitu kita teruskan jalannya sekarang juga." Ucap Riko kesal.

Dia berjalan lebih cepat dari biasanya hingga meninggalkan orang tua dan adik - adiknya.

Tanu hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat tingkah salah satu anak kembarnya.

" Riko, jangan berjalan terlalu cepat. Nikmati dulu pemandangan di sini." Pinta Rani kepada anak - anaknya."

Cerita Tentang Masa SMA

Setelah kurang lebih tiga puluh menit perjalanan, akhirnya sampailah juga Tanu sekeluarga di puncak bukit. Hamparan tumbuhan hijau terlihat jelas di sejauh mata mereka memandang.

" Nah kita sudah sampai. Di sini lah tempat yang ayah maksudkan." Ucap Tanu sembari menurunkan Tama dari gendongannya.

" Ayah memang hebat, jadi berhari - hari kerja itu untuk ini ya." Ucap Rani kagum.

" Hehe.. iya Ibu. Ayah tidak tahu kenapa sampai berpikiran begitu. Mungkin karena Ayah dahulu pecinta alam, begini lah jadinya. " jawab Tanu bangga.

" Ya.. Ayah memang hebat, Ibu juga luar biasa hebatnya. Jadi kami merasa bangga dan bersyukur memiliki orang tua seperti kalian." ucap Raka dengan penuh keyakinan.

Sorot cahaya matahari pagi berwarna jingga menambahkan keindahan di bukit itu. Suara alam memanjakan mata mereka yang melihatnya.

Rani dan bulan menghamparkan tikar. menyiapkan bekal untuk segera makan. Sementara itu Raka dan Riko masih terlihat asyik berfoto ria. Tama yang dari tadi nggak bisa jauh dari Ayahnya, menarik tangan Ayahnya untuk mengajak bermain.

Saat semua perbekalan telah selesai di sajikan, Rani mengundang anak- anak dan suaminya untuk segera berkumpul.

" Ayah, Tama, Riko, Raka, ayo semuanya kita makan. Mumpung makanannya masih terasa hangat."

" Iya bu..." jawab Tanu, Riko, dan Raka bersamaan.

" Ayah seberapa nasinya ? Segini kurang tidak ? tanya Rani pada Tanu .

" Sudah Ibu, segitu saja sudah cukup. Ayah tidak bisa makan banyak sekarang."

" Kenapa Ayah ? Ayah lagi mau diet, kok makannya sedikit. Biasanya kan sepiring penuh. Nanti Bulan lho yang menjadi gendut karena makan sebagian jatahnya Ayah." Ucap bulan keheranan.

" Ayah tidak apa - apa. Hanya mengurangi makan saja. Kan Ayah sudah tua, jadi kalau makan seperlunya saja. Sudah, ayo kita lekas sarapan.. mumpung masakannya masih hangat. "

Masakan Rani memang sangat lezat, terlihat dari keluarganya yang lahap saat makan. Tak heran kalau Rani dulu jadi idaman banyak pria. Pastinya semua pria menginginkan wanita yang sempurna. Cantik, sopan, pandai, apalagi pandai dalam memasak.

Begitupun dengan Tanu. Tanu adalah salah seorang pengagum Rani. Ketampanan, keluguan, kepandaian yang dia miliki mampu membuat pujaan hatinya bertekuk lutut di hadapannya. Karena kedekatannya, Tanu hampir tidak pernah sedikitpun keluar untuk membeli makanan. Bagaimana tidak, Rani hampir setiap hari mengirimkan makanan khusus untuk dirinya. Dan juga saat Tanu bertamu ke rumah Rani, dia selalu dibuatkan makanan kesukaanya.

Rani selalu berpesan pada Tanu, jangan suka jajan di masa muda. Ingat menabung. Sisihkan uang untuk masa depan kita. Kata itu, yang selalu terngiang di telinga Tanu. Dia menuruti apa yang dikatakan kekasihnya. Alhasil saat pernikahan tiba, pernikahan yang mereka idamkan, tanpa bantuan finansial dari orang tuanya terlaksana.

Matahari pagi yang semakin meninggi, membuat suasana menjadi hangat. Di tengah makan bersama Bulan iseng menyikut lengan kakaknya, Raka.

" Kamu kenapa sih Bulan ? Jangan usil deh." ketus Raka memandang Bulan dengan kesal.

Melihat kakaknya kesal, Bulan segera meminta maaf. "Maaf kak, Bulan itu bukan usil. Tapi mau memberitahu. Orang tua kita dari dulu selalu terlihat romantis banget. Aku jadi bangga punya orang tua seperti mereka. Lihat saja setiap mereka makan, pasti selalu suap - suapan. "

" Owh begitu, kirain mau usil. Kakak jadi salah paham jadinya. Habisnya kamu selalu usil sama kakak sih." Sambil garuk kepala Raka menyadari kesalahpahamanya. Lalu melanjutkan kata - katanya." Dari dulu mereka selalu begitu, bahkan saat di tempat umum pun. Saat makan tidak lupa mereka lakukan."

Riko yang sejak tadi lahap makan, menyela pembicaraan mereka. "Kalian tahu kan orang tua kita itu idola kita . Kasih sayangnya, kebaikannya, kesabarannya dalam mendidik dan merawat kita patut kita acungkan jempol."

Tanu dan Rani yang mendengar pembicaraan anak - anaknya tersenyum malu. Tanu pun berkata, " Kalian ini mengingatkan kami saat masih SMA. Kebiasaan kami yang seperti ini, sudah dari SMA kami lakukan. Tentunya saat kami sudah menjalin kasih. Ayah ingat saat mengutarakan perasaan Ayah pada Ibu kalian, sebelum menerima cinta Ayah, dia meminta satu persyaratan. "

Riko, Raka, dan Bulan saling bertatapan. Lalu Bulan bertanya pada Ayahnya. " Apa itu Ayah persyaratannya? Susah tidak?"

Tanu pun menjawab dengan senyum manisnya. " Mudah sekali. Ayah pun sampai kapanpun sanggup."

" Terus apa itu Ayah persyaratannya?" Bulan kembali mengulang pertanyaannya.

Tanu pun menjawab, dan menatap wajah istrinya yang merah merona karena mengingat masa pacaran mereka. " Syaratnya Ayah kalau makan sama ibu kalian, dimanapun berada harus selalu suap - suapan. Agar kami terlihat sudah saling memiliki."

Rani tak bisa menahan rasa malunya, dia pun menepuk lengan suamiya dan berkata. " Sudah lah Ayah, itu cukup jadi pengetahuan kita aja, jangan di ceritakan secara detail. Ibu kan jadi malu."

Dan waktu pun sudah mendekati pukul sembilan lebih tiga puluh menit. Tanu dan keluarganya segera membereskan tempat mereka makan dan berkemas untuk pulang.

Tama yang sejak berangkat tadi bersorak sorai terus kegirangan, dan akhirnya ikut pulang dengan wajah cemberut.

" Tama, besok lagi kita ke tempat ini. Masih ada banyak waktu untuk kita bisa ke tempat ini." Ucap Bulan menghibur

Tama, yang masih belum bisa bicara lancar.

" Bagaimana kalau setiap hari minggu, kita kembali kesini lagi." Tanu memberikan usulan.

" Kami juga inginnya begitu Ayah. Tapi Kami kan tidak mempunyai banyak waktu. Minggu depan kami tidak bisa pulang, Ayah." ucap Raka sedih.

" Benar juga ya, Ayah sampai lupa kalau kalian tinggal di asrama. Kalau begitu menunggu kalian pulang saja, biar seru."

" Iya Ayah, Ibu juga sependapat dengan Ayah. Tanpa mereka, suasananya pasti akan berbeda. Ibu tidak mau kalau tak ada mereka."

" Jadi begitu ya, tanpa mereka Ibu tidak mau ikut jalan - jalan? Kalau begitu besok minggu Bulan mau mengajak Tama bermain kesini lagi sama teman-teman Bulan Bu."

" Eittt.. tidak boleh. Ibu tidak menyarankan kamu bermain kesini membawa Tama. Nanti kalau dia menangis kamu tidak bisa menenangkannya." Rani melarang Bulan membawa Tama pergi.

" Bulan bisa kok menjaga Tama agar tidak sampai menangis. Ingat, Bulan itu sudah bukan anak kecil lagi." Ucap Bulan membela diri.

" Iya Ibu tahu kamu sudah bukan anak kecil lagi. Tapi kalau kesini tanpa pengawasan Ibu, kamu tidak boleh membawa Tama pergi. Ibu pasti akan mengkhawatirkannya."

" Baiklah Ibu. Kalau Ibu sudah melarang, Bulan tak bisa membantah. Takut kena apes." Bulan pun menuruti kata Ibunya, meskipun sebenarnya ia sangat berat mengabaikan keinginannya sendiri.

" Maafkan Ibu ya Bulan, bukannya Ibu tidak percaya kamu bisa menjaga Tama. Tapi Ibu khawatir kalau Tama jauh dari Ibu. Beberapa hari ini sebenarnya Ibu mimpi buruk. Tama memanggil kita, dia menangis seorang diri. Ibu tak bisa menenangkan Tama. Berkali kali Ibu mencoba menghiburnya pun, Tama tetap tak mau berhenti menangis." Ucap Rani sembari mengingat apa saja yang dia impikan.

" Ayah kan sudah bilang sama Ibu, mimpi Ibu itu hanya bunga tidur saja. Jangan sampai membuat beban di pikiran Ibu. Lupakan saja, dan sebaiknya kita berdoa saja semoga keluarga kita terhindar dari sesuatu yang buruk." Ucap Tanu pada Istrinya yang masih saja gelisah memikirkan mimpinya.

......................

Guru Teladan Yang Baik

Seperti biasa, aktivitas di hari senin pagi yang membuat malas bergerak. Setelah libur hari minggu yang terasa sebentar, Riko, Raka dan Bulan masih terpaku di kamarnya masing - masing.

" Anak - anak ... ayo lekas keluar dari kamar. Kita sarapan dahulu, tinggalkan hp nya." Rani memanggil anak - anaknya dari ruang makan.

Mereka pun keluar dari kamarnya , tiba- tiba Bulan berkata. " Iya bu, aduh Bulan masih ngantuk bu.. hoamm..."

" Eeh.. anak ibu jangan malas - malasan begitu ya. Nanti jadi kebiasaan saat udah dewasa . " Rani menasehati Bulan yang masih tampak lemas duduk di kursi makan.

" Maklum bu, Bulan punya cita-cita jadi anak manja, hahaha." Raka meledek Bulan sambil tertawa.

" Ihh.. apaan kak Raka ini, siapa yang mau jadi anak manja? kakak itu yang manja. Kemana - mana selalu berdua sama kak Riko. "

...Riko dan Raka saling bertatapan dan mereka tertawa bersama, Riko menyela " Kami sering bersama karena kita kembar, dari dulu kita tujuannya sama. Sekolah, kuliah juga sama. hobi pun juga sama. Makanya jangan heran kalau kami ini selalu bersama. Bukan karena manja, tapi karena tujuan kami yang sama. "...

" Hemhh... Bulan tidak mau tahu." ketus Bulan dan memalingkan wajahnya dari kakak-kakaknya.

" Ssstttts... kalian ini jangan ribut. Ayo kita lekas sarapan. Nanti keburu terlambat." ujar Tanu pada anak- anaknya.

Mereka pun menuruti kata Ayahnya, dan bergegas mengambil makanan dan segera memulai untuk menyantap.

Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 , Tanu sudah sampai di tempat dia mengajar. Keinginannya untuk menjadi seorang guru sejak kecil, kini telah tercapai. Benar saja, dia kini mengajar di sekolah predikat terbaik di kota. Kepala sekolah menganugerahkan Tanu sebagai Guru teladan yang baik. Tidak hanya mendapatkan predikat Guru teladan, tetapi kepala sekolah juga memberikanya fasilitas. Berupa motor dan menaikkan gajinya.

Seperti biasa, hari senin sekolah mengadakan upacara bendera, Tanu di tunjuk sebagai pembina upacara.

Murid - murid senang, dan bahagia ketika Tanu yang menjadi pembina upacara. Sosoknya yang kharismatik dan berwibawa membuatnya di senangi banyak orang. Tak jarang banyak siswi yang diam-diam suka dan menaruh hati kepadanya. Meskipun usia Tanu sudah berkepala empat, tetapi jiwa dan raganya masih terlihat seperti orang yang masih duduk di bangku kuliah.

" Ehemm... Lihat itu Pak guru Tanu , ganteng banget, bicaranya juga adem. Hatiku jadi meleleh. Seandainya saja Pak Tanu mau menjadi suamiku, meskipun Beliau sudah tak muda lagi. Yang penting aku tetap menyukainya. Aku yakin, di dunia ini tak ada yang bisa menjadi seperti Pak Tanu. Ucap salah satu siswi saat mendengar Tanu mengisi pidato upacara.

" Seandainya Pak Tanu mencari istri lagi, aku pun juga mau menjadi istri keduanya. " celetuk siswi yang lain, dan menekan pipinya dengan kedua tangannya sambil membayangkan jika itu terjadi.

Disaat mereka sedang membicarakan Tanu, seorang guru mendatangi mereka. " Sttttts... jangan bersuara, saat pidato upacara. Pastikan kalian mengikuti upacara ini dengan tertib. Kalau masih bicara, saya akan suruh kalian berdiri di depan barisan para Guru."

" Ehh jangan pak.. Iya kami akan berhenti bicara pak. Maafkan kami." Ujar Vina, siswi berprestasi yang paling terang - terangan menyukai Tanu.

" Ya sudah... jangan bicara lagi. " Ucap Sastro , Guru yang paling galak diantara guru galak yang lain. Kemudian meninggalkan vina yang berdiri di barisan depan bersama teman sekelasnya.

Tak lama kemudian, upacara bendera pun selesai. Semua murid memasuki ruang kelas masing - masing.

Para guru pun kembali ke ruang guru untuk menyiapkan materi yang akan di ajarkan saat jam pelajaran di mulai.

Sastro mendatangi Tanu dan berkata," Wahh.. Pak Tan makin hari , banyak anak perempuan yang terang - terangan menyukai Anda. Tidak hanya satu, tapi lebih dari puluhan siswi mengidolakan Anda Pak."

" Ahh.. Pak sastro ini bisa saja. Mana mungkin anak kemarin sore menyukai gurunya sendiri, yang jelas saya ini seumuran dengan orang tua mereka. Tidak mungkin mereka menyukai saya Pak." ucap Tanu sembari menata buku yang sudah dia siapkan untuk mengajar.

" Ucapan saya ini benar lho Pak Tan... tadi saja, saya memergoki siswi anak kelas IPA sedang membicarakan Anda. Mereka bilang seandainya Pak Tanu mencari istri lagi, mereka siap menjadi istri keduanya. "

Tanu berdiri dari duduknya, dan meninggalkan Sastro yang duduk di kursi sebelahnya dan berkata. " Sudah lah Pak Sastro, biarkan saja mereka . Saya tidak akan memikirkan hal ini. Lagipula mereka kan masih ABG. Cara berfikirnya masih labil. Jika saya terpengaruh dengan hal seperti itu, Mungkin karirku akan hancur.

Sastro tersenyum saat Tanu meninggalkannya. Dia berfikir, betapa beruntungnya Pak Tanu. " Saya saja yang lima tahun lebih tua darinya belum mendapatkan seorang istri. " Gumamnya dalam hati.

Berbeda dengan Tanu, Sastro tidak memiliki daya tarik yang menonjol. Dirinya hanya dikenal sebagai Guru yang galak. Sehingga banyak murid-muridnya yang tidak menyukainya.

Dan dengan sifatnya yang seperti itu, Sastro sulit mendapatkan jodoh. Seorang Guru Kaya, mempunyai banyak harta namun hidup seorang diri. Sifat sombongnya pun selalu ia tampilkan di depan umum untuk mencari perhatian.

Alhasil, bukannya mendapat perhatian, Sastro malah sering mendapatkan kata - kata yang tak pantas. Di hina, di caci, di bully itu sudah makanan sehari-hari Sastro. Tetapi Sastro bisa lebih sabar menghadapinya.

Dia tak ingin jika dia marah saat dihina, malah akan memperburuk suasana. Untuk itu Sastro lebih memilih diam dan menghindar saat di hina teman - temannya.

" Aku akui, Pak Tanu memang hebat. Aku mengaguminya. Sudah berkepala empat, tetapi wajahnya seperti usia dua puluhan tahun." ucap Sastro dalam hati.

Kemudian Sastro termenung. Dia duduk di atas meja Gurunya sambil berandai-andai. Tak sadar, di ruang Guru hanya tertinggal Sastro sendiri. Sementara Guru yang lain sudah memasuki ruang kelas dan sudah mulai mengajar.

" Pak Sastro..." Kepala sekolah memanggilnya.

" Iya , saya Pak." Jawab Sastro dengan gemetaran.

" Pak Sastro belum mengajar? Ataukah hari ini libur? Tanya kepala sekolah pada Sastro.

" Maaf, Saya nanti mengajar di jam ke tiga dan empat Pak. Jadi pagi ini Saya belum mengajar."

" Oh jadi begitu, baiklah saya tinggal dulu ya Pak Sastro...! Masih ada urusan yang segera akan saya kerjakan." Ucap kepala sekolah lalu pergi meninggalkan Sastro.

" Baik Pak." ucap Sastro.

" Sejak kapan kepala Sekolah sampai ruang Guru? Hingga aku bisa terkejut mendengar panggilannya. Kenapa juga aku duduk di atas meja. Untung saja Kepala sekolah tidak menegurku.

Kalau sampai menegurku, betapa besar malu yang ku dapatkan. Aku mencontohkan sesuatu yang tak baik di lingkungan sekolah." Gumam Sastro dalam hati.

......................

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!