Rumah Di Tepi Danau
Meninggalkan Rumah Lama
Author
Halo Everibadeeh....
Author
Selamat kembali membaca Chat Story karya author kece ini, meskipun author ini masih abal-abal tapi kalian gak boleh bully ya (maksa).
Sebenarnya genre dari cerita ini tuh adalah cerita horor tapi karena kalian sudah mengenal author kece ini hidupnya penuh dengan keolengan. Jadi sebelum ada yang protes kenapa ceritanya keluar jalur atau kebanyakan micin nya. Author kesayangan kalian ini (Astaga, Peace ✌️) ingin menyampaikan permohonan maaf terlebih dahulu.
Author
Asal kalian tahu, author kece ini cinta damai 😘
Di sebuah perusahaan besar yang terlihat sangat sepi...
Hari masih terang, dan jam di dinding kantor Satrio Wijaya pun masih menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit pagi.
Namun keadaan di tempat kerja yang seharusnya ramai itu saat ini benar-benar dalam keadaan sepi bahkan sangat sangat sepi.
Hal itu terjadi karena perusahaan percetakan ini sudah bangkrut.
Seorang pria paruh baya sedang duduk sendirian di dalam ruangan kerjanya dan hanya bisa melihat ke arah workshop yang bisa dia lihat karena ruangannya berada di lantai dua.
Satrio Wijaya, pria itu sedang meratapi nasibnya karena perusahaan yang sudah dia bangun dari nol dan dia jalankan selama lebih dari lima belas tahun harus berakhir dengan kebangkrutan.
Satrio
(Memegangi kepalanya yang sejak tadi terasa sangat pening dan berat)
Satrio
Aku tidak menyangka semua akan berakhir seperti ini!
Luapan hati Satrio yang hanya bisa membiarkan semua aset perusahaan nya disita untuk melunasi hutangnya pada bank. Bukan itu saja dia bahkan masih harus membayar kerugian pada para supplier.
Masih dalam keadaan diam, Satrio tak ingin berlama-lama menanggung hutang, dia sudah memutuskan untuk menjual rumah mewahnya demi untuk segera bisa melunasi semua hutangnya.
Satrio
Semakin cepat semua selesai, maka semakin baik. Aku harus bicara pada Istri dan anak-anak ku.
Keputusan Satrio sudah bulat, lagipula masalah kebangkrutan ini juga sudah Satrio bicarakan dengan anak dan istrinya .
Satrio
(Meraih ponsel yang ada di atas meja dan menghubungi seseorang)
Satrio
Halo... Kodir. Aku setuju dengan harga yang kamu berikan untuk rumahku. Kita bertemu di kantor pengacara ku, satu jam lagi. Terimakasih
Satrio
(Memutuskan panggilan telepon, lalu menyimpan ponsel itu di kantor jas nya)
Satrio
(Berdiri lalu memandangi seisi ruangan nya)
Pasti sangat berat bagi Satrio, karena dirinya sudah berada di kantor ini selama lebih dari lima belas tahun. Meninggalkan nya begitu saja sangatlah membuatnya sedih. Namun terus meratapi apa yang terjadi menurut nya juga tidak ada gunanya. Dengan langkah yang cepat Satrio meninggalkan tempat kerjanya yang telah membuat dirinya dan juga keluarga selama Lima belas tahun lebih hidup enak dan nyaman.
Satrio pulang kerumahnya terlebih dahulu untuk memberikan kabar bahwa mereka harus membereskan barang-barang mereka karena rumah yang mereka tempati ini akan segera di jual.
Karina
(Berdiri dari duduknya ketika melihat Satrio masuk)
Karina
Mas, bagaimana? apa semua hutang perusahaan sudah bisa di bayar?
Satrio
(Berjalan ragu mendekati Karina)
Satrio
Aku harus mengatakan ini pada mu, Hutang perusahaan pada Bank sudah di tutup dengan menjual semua aset perusahaan. Namun hutang pada supplier harus aku tutup dengan menjual rumah ini.
Karina
(Terduduk lemas di sofa)
Satrio
(Ikut duduk di sebelah Karina dan mengelus punggung istrinya yang sedang syock itu)
Satrio
Maafkan aku Karina, aku tidak menyangka akan seperti ini jadinya.
Karina
(Menatap suaminya yang terlihat sangat lelah dan sedih)
Karina
Baiklah mas, jadi kapan kita harus meninggalkan rumah ini?
Author
Terimakasih sudah mampir...
Tiba di Rumah Baru
Vivi masih sangat sedih karena harus meninggalkan rumah yang sudah dia tinggali selama lebih dari sepuluh tahun. Vivi terus menatap rumahnya itu dari luar.
Satrio
Ayo nak! kita harus segera pergi!
Vivi
(Masih terus memandangi rumahnya)
Vivi
Ayah, kenapa kita harus pergi. Apa ayah sudah tidak punya cara lain untuk membayar hutang perusahaan?
Satrio
(Menundukkan kepalanya karena sudah merasa gagal menjadi kepala rumah tangga yang baik dan bisa di andalkan)
Karina
(Keluar dari dalam mobil lagi dan meraih tangan Vivi)
Karina
Vivi, ayo kita pergi. Tempat yang baru juga tidak kalah nyaman dari rumah kita yang dulu
Vivi
(Memandangi wajah ibunya)
Vivi
(Berkata dalam hati: Rumah yang dulu. Artinya seperti rumah yang kita tinggali sebelum rumah ini kan, rasanya tidak buruk juga)
Vivi
(Mengikuti ibunya masuk ke dalam mobil)
Satrio dan Karina saling pandang sebelum keduanya masuk ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah baru mereka, Diki sang adik dari Vivi hanya tertidur. Sedangkan Vivi dia masih kesal setelah membaca beberapa unggahan status yang ada di sosial medianya. Semua temannya sedang membicarakan kebangkrutan ayahnya. Sehingga membuat Vivi menghapus semua akun sosial media miliknya.
Vivi
Mereka semua menyebalkan!
Vivi
(Memandangi keluar jendela, dan menampilkan ekspresi terkujut)
Vivi
Ayah, ibu kita mau kemana? inikan hutan?
Vivi menanyakan hal itu pada ayah dan ibunya karena memang yang mereka lewati adalah area hutan yang di kelilingi oleh berbagai jenis pohon besar.
Satrio dan Karina kembali saling memasang sebelum Satrio kembali fokus mengemudi.
Karina menoleh ke belakang ke arah kursi penumpang yang di duduki oleh Vivi.
Karina
Memang kita akan pindah di sebuah desa di ujung hutan ini.
Vivi
(Menampilkan wajah terkejut dan tidak suka)
Karina
(Menghela nafasnya pelan)
Karina
Maaf ya nak, uang ayah hanya cukup untuk membeli rumah itu. Dan untuk mengurus kepindahan sekolah mu juga.
Setelah mengatakan itu, Karina kembali memposisikan diri nya menghadap ke depan.
Vivi yang masih kesal hanya diam sambil melipat tangannya di depan dada. Tapi dia merasa lebih baik jika bisa menjauh dari teman-teman yang kepo dan pasti menghinanya jika tahu ayahnya bangkrut.
Vivi
(Bicara dalam hati : Setidaknya lebih baik daripada harus tetap berada di lingkungan orang-orang yang bisa mengejekku setiap saat itu)
Beberapa jam kemudian sudah terlihat sebuah pedesaan yang cukup ramai di siang hari, mereka melewati sebuah pasar yang nantinya akan jadi tempat Karina dan Satrio berdagang.
Satrio
Lihat Karina, disana nanti kita akan berdagang.
Karina
(Melihat ke arah yang di tunjuk oleh Satrio)
Karina
Wah, lumayan ramai ya mas!
Vivi
(Mencuri dengar apa yang ayah dan ibunya katakan)
Vivi
Ayah dan ibu mau jadi pedagang?
Karina
(Kembali melihat ke belakang)
Karina
Iya Vi, ayah masih ada sedikit modal yang bisa di pakai untuk menyambung kehidupan kita selanjutnya.
Setelah mengatakan itu Karina kembali menoleh ke arah depan.
Vivi
(Bicara dalam hati : Apa maksudnya menyambung hidup. Apa kehidupan kami benar-benar sesulit ini sekarang?)
Vivi
(Melihat keluar jendela, memperhatikan anak-anak yang sedang berjalan kaki sepertinya baru pulang dari sekolah)
Vivi
Ibu, apa aku juga akan sekolah di tempat itu?
Vivi
(Menunjuk ke sebuah bangunan sekolah SMA yang ada di tepi jalan)
Karina
(Tersenyum dan menoleh lagi)
Vivi
(Bicara dalam hati: Apaa!!)
Mereka pun tiba di rumah paling pojok dari desa itu, lokasinya tepat berada di pinggir danau.
Karina
Wah, ini sungguh bagus dengan harga segitu Mas!
Karina merasa senang saat pertama kali melihat rumah di tepi danau itu, rumahnya di jual dengan harga yang sangat murah untuk bangunan berlantai dua dan terlihat masih sangat bagus itu.
Namun mereka tidak menyadari, jika sebuah rumah dijual dengan sangat murah dan tidak ada yang betah tinggal disana. Ada apa dengan rumah itu???
Author
Jangan kaboorrrr dulu ya...
Mulai Terasa Aneh
Author
Happy reading... boleh sambil nyemil nih baca bab yang ini...
Karina mulai membuka pintu rumah itu perlahan. Bau debu langsung menyeruak
Karina
(Menutup hidungnya karena merasa akan bersin)
Karina
Debunya banyak sekali mas? apa tidak ada yang membersihkannya dulu sebelum di jual?
Satrio
(Membuka beberapa kain putih yang saat ini sudah berwarna kecoklatan karena debu yang menumpuk)
Satrio
(Sambil menutup hidung dan mulutnya)
Aku juga hanya melihat foto dan keterangan ruangan di dalamnya. Tapi maaf juga, karena pihak dari Perusahaan Listrik Negara baru akan menyambung kabel listrik kemari besok pagi. Jadi nanti malam kita pakai lampu emergency dulu saja ya.
Karina
(Menghela nafasnya berat)
Karina
Jadi itu alasan kenapa kamu sibuk sekali memintaku mencharger lampu emergency sebelum kita pergi dari sana.
Vivi
(Masuk ke dalam bersama Diki)
Vivi
Ayah, ibu yang benar saja! Siapa yang akan membereskan semua ini?
Vivi tidak menyangka jika begitu masuk ke dalam rumah, dia harus menemukan pemandangan yang begitu membuatnya kesal. Bagaimana tidak? rumah ini bahkan masih harus dibersihkan dan di tata ulang.
Karina
Ajak lah Diki bermain diluar, ibu dan ayah yang akan membereskan kamar kalian ya.
Vivi
(Menggandeng kembali Diki)
Vivi
Ya sudah, aku akan mengajak Diki main diluar
Diki
Kita main bola ya kak, aku ambil dulu bola di mobil ayah
Satrio
Maaf karena masih harus membuatmu lelah
Karina
(Tersenyum dan menepuk punggung tangan suaminya)
Karina
Tidak apa-apa mas! ayo kita beres -beres
Satrio bersama dengan Karina segera membereskan rumah itu dimulai dari kedua kamar yang akan di pakai oleh kedua anak mereka.
Saat Karina memasuki kamar yang berada di lantai dua sebelah kanan tempat Vivi akan menempatinya. Bau yang tidak sedap menyeruak memenuhi indera penciuman nya.
Karina
Apa ada bangkai tikus disini?
Karina
(Mendekati asal bau yang berada di dekat lemari)
Karina memperhatikan setiap sudut kanan dan kiri lemari. Namun tidak ada apapun disana. Karina bisa mencium bau begitu menusuk hidung dari dalam lemari.
Karina
Apa yang ada di dalam lemari ini?
Dengan susah payah Karina membuka pintu lemari yang sepertinya sudah karatan karena lama tak digunakan.
Karina
(Membekap mulutnya dengan kedua tangannya)
Karina melihat sebuah manekin berpakaian pengantin di dalam lemari.
Karina
(Menghela nafas lega)
Karina
Aku kira apa? aku kaget sekali
Perlahan Karina mengeluarkan manekin berpakaian baju pengantin modern berwarna putih itu dari dalam lemari.
Karina membawanya ke pojok ruangan. Dan mulai membersihkan lemari yang nantinya akan digunakan oleh Vivi.
Karina
(Menengok ke belakang dan melihat ke seluruh ruangan)
Karina
Suara apa tadi? seperti suara seseorang tertawa?
Karina
Ah sudahlah.. aku harus cepat membereskan kamar ini.
Meski dia yakin sekali dengan apa yang dia dengar. Namun Karina memilih untuk membuang semua kecurigaan nya itu karena harus cepat membereskan kamar untuk Vivi
Sementara itu di luar rumah.
Vivi dan Diki sedang bermain lempar tangkap bola.
Diki
Kakak, aku akan lempar dengan kuat. Tangkap ya
Vivi
Sekuat apa sih? sudah cepat lempar saja. Kamu sudah kalah 20 poin dari kakak!
Diki
(Bersiap-siap untuk menendang bola)
Diki menendang bola itu ke arah Vivi. Namun karena tendangannya tak terprediksi oleh Vivi. Akhirnya bola itu lolos dari tangkapan Vivi dan terus terbang mengarah ke pinggir danau.
Diki
Kakak, cepat ambil nanti masuk ke air bolanya.
Vivi
(Menoleh kebelakang dan menyadari bola itu hampir masuk ke dalam air)
Vivi berlari dengan cepat menuju bola yang tiga puluh centimeter lagi akan masuk ke danau.
Namun ketika tangan Vivi akan menggapai bola itu, Vivi merasa bola itu susah dan berat untuk diangkat.
Vivi
Akh... ini tidak bisa di angkat. Seperti ada yang menekannya.
Author
Nah masih bisa sambil nyemil kan... tunggu kejutan di bab berikutnya ya...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!