Aku Arsyila Putri biasa dipanggil Syila. Anak SMK dengan jurusan Akuntansi. Aku bukan gadis yang mencolok dari kaum-kaum hawa di sekolahku. Aku gadis biasa yang cenderung pendiam, pemalu, dan sedikit cuek dengan penampilan. Aku bukan gadis yang suka bersolek yang kemana-mana di kantong sakunya selalu ada cermin kecil seperti kebanyakkan teman-temanku. Bahkan diantara mereka tak tanggung-tanggung membawa peralatan make up seperti hendak membuka salon rias, hahaha itu lucu untuk sisi pandangku kala itu. Aku juga bukan siswi dengan otak yang ber IQ tinggi. Terus apa donk kelebihanku ?? Aku rasa tidak ada. Aku sih tidak peduli namun, meski begitu aku adalah siswi yang patuh akan tata tertib sekolah buktinya sejarah sekolah aku tidak pernah bolos sekolah hal itu saja yang aku banggakan untuk saat itu.
Aku masuk ke sekolah dengan jurusan yang aku sendiri tidak suka. Kenapa ? Karena kala itu aku hanya ingin tetap bersama dengan teman -temanku yang sejak duduk di bangku SD sudah selalu bersama dan seperti keluarga sendiri.
Aku punya kekasih dia sudah bekerja di ibu kota. Kita LDR an kala itu. Dia sangat menyayangiku. Dia itu seorang pria yang gagah, humoris, manis, dan aku suka dia. Sisi buruknya adalah dia pecandu minuman berakohol. Adji Tama aku memanggilnya Adji.
Jam pelajaran akuntansi perpajakan dimulai. Pak Kafri memasuki kelasku. Seorang guru berumur sekitar 45 tahun dengan tubuh sedikit pendek kulit sawo matang dan kepala yang botak ditengahnya dan jangan lupa kaca mata bulat di wajahnya. Sungguh beliau itu tipe guru yang amat sangat membosankan. Cara beliau menyampaikan materi itu begitu monoton hanya membaca buku paket lalu tiba-tiba memberi pertanyaan atau soal yang banyak tanpa ada senyum, bahkan sebuah candaan agar kami sebagai murid didiknya tidak terlalu tegang.
Dan seperti saat ini ketika dia memberi materi yang dari awal, aku pun sudah tak suka, menambah moodku semakin down. Hawa lapar tiba-tiba mengantukpun datang menyerang. Ku tengok teman-temanku, aku terperangah saat itu juga. Bagaimana tidak anak paling belakang sudah ada yang tidur dengan buku yang berdiri tegak di depan wajahnya. Di pojokkan sudah ada yang mengeluarkan seperangkat alat make upnya dan sudah berkarya di wajah teman sebangkunya dengan cara diam-diam. Ku tengok lagi suara agak bising di depannya ternyata mereka berubah menjadi satu kelompok dengan 4 siswi yang bergosip ria dengan cekikikan yang tertahan di antara mereka. Entah mereka membahas apa sepertinya seru batinku sedikit ingin tahu.
Belum lagi ada siswi yang pamitnya pergi ke toilet namun tiba di kelas dia melempar bungkusan plastik dari jendela yang sekiranya aman dari pengawasan mata Pak Kafri yang isinya adalah berbagai macam gorengan. Yaa ampun dia ke katin tahu begitu aku nitip tadi. Hahaha
Aku geleng-gelengkan kepalaku sambil tersenyum simpul melihat mereka yang begitu unik tingkahnya.
Lalu ku tatap teman sebangkuku yang tadinya fokus serius dengan kepala yang sedikit tertunduk yang tadinya aku pikir dia benar-benar sedang belajar lalu lama kelamaan tumbang menubruk buku yang tadi dibacanya dan setelah itu dia bangkit dengan wajah cengo terkejutnya dengan cepat.
Astaga dia tertidur rupanya. Hihihi aku tertawa geli menatapnya. Dan yang di tatap hanya nyengir kuda kembali untuk mencoba fokus kembali walaupun akhirnya kembali ambruk.
Terkadang aku suka kasihan dengan guru tipe Pak Kafri. Serasa tidak dianggap oleh murid-muridnya sendiri. Tapi yaa salah beliau juga mengapa tidak punya metode mengajar yang menarik. Satu kelasku di isi dengan murid perempuan semua tapi tingkahnya bar bar seperti anak otomotif di depan kelasku. Ketularan kali yaa...
Untuk mengusir rasa bosan dan kantukku, kucoba diam-diam buka ponsel. Ku lbuka chat dengan Adji.
"Yank lagi apa ?" tanyaku.
Tak lama kemudian terasa getaran pada pahaku yang di mana aku meletakkan ponselku tadi.
"Lagi kerja sayang" jawab Adji. Lalu tak lama menampilkan fotonya dengan segala kerjaannya. Dia hanya seorang karyawan biasa di suatu perusahaan.
Kupikir-pikir ulang pertanyaanku tidak berbobot sekali. Melihat jam di dinding menunjukkan jam 09.30 berarti memang jam kerjanya.
"Kenapa ? Sudah rindu ? Belum siang loh.." godanya lagi yang membuatku tersenyum lucu sambil membayangkan wajahnya ketika menggoda. Ahh.. beneran membuatku rindu manusia satu ini batinku.
"Pede sekali yaa.. padahal iya udah rindu banget. Kapan pulang ? " balasku bersemu.
" Kapan ya ( Emot mikir ). kapan-kapan deh" balas Adji. Uhh begitu saja sudah membuatku gemas sekali.
"Mau di bawain apa kalau pulang ?" sambungnya lagi.
Enaknya punya kekasih yang udah kerja berasa jadi istri yang di nafkahin. Padahal yaa enggak gitu juga kali itu hanya perasaanku karena terbawa suasana lagi indah-indahnya.
"Ga pingin apa-apa yank. Kamu pulang aja aku udah seneng (emot pipi merah )." Jujurku
"Tapi di rumahnya 2 minggu ya". Tambahku dengan permintaan yang tidak akan dia kabulkan.
Karena dia paling lama di rumah hanya 5 hari ketika cuti kerja. Sehari, hari liburnya, dua hari, hari cutinya, sehari lagi, surat dokter abal- abalnya, dan yang sehari, tentu hari bolosnya dengan segudang alasan konyolnya.
Lama tidak dibalas ternyata sudah offline. Mungkin sibuk.
Kutegapkan lagi badan dan kepalaku berbalas pesan dengan Adji membuat mataku fresh dan mood ku membaik. Tak lama kemudian Pak Kafri memanggilku untuk memberi tugas. Oh iya aku punya jabatan sebagai sekretaris di kelas. Karena menurut teman-temanku tulisan tanganku bagus sesuai dengan rumus menulis bahasa Indonesia kata temanku yang suka memberikan sebuah kiasan semau jidatnya saja. Sisi lain aku memang suka menulis. Kalau sudah menulis aku bahkan betah sampai berlembar-lembar halaman.
Setelah mengerti aku pun mulai menulis di papan tulis yang ternyata soal-soal untuk PR nanti. Huuftt.. penjelasannya saja tidak mengerti tahu-tahu disodorkan pertanyaan seperti ini. Alamat copy paste Ibu Ketua ini. Hihihi
Lalu Pak Kafri pamit keluar kelas nanti bukunya suruh antar ke mejanya di ruang guru.
"Hoaaammmm..!!". Ada anak yang menguap sengaja di kencengin.
"Alhamdulillah..!!". Ada anak yang bersyukur seolah-olah perang dia yang memenangkan.
Lalu anak-anak yang duduk di bangku paling depan langsung merenggangkan otot-ototnya seperti selesai bekerja sebagai kuli saja.
"PR nya banyak ga Syil ??" Tanya Ana ketua kelasku paling kocak tapi juga paling pintar.
"Soalnya mah cuma lima An.. Tapi yakin deh jawabannya sampai 3 lembar buku tulis yang paling gede.'' Jawabku sambil tertawa.
Akuntansi memang begitu satu soal bisa jadi berlembar- lembar pembukuan. Makanya aku menyesal ambil jurusan itu.
Tak terasa jam belajar telah usai bel pulang sekolah pun berbunyi. Yang tadinya badan lesu, lemas, lunglai, letih, lapar langsung kembali on 100% semangat. Kupercepat langkah kakiku karena aku pulang dengan bus umum takut ketinggalan.
Melewati parkiran motor anak-anak otomotif dan di sana aku melihat Doni dengan beberapa temannya sedang bercengkrama. Doni itu satu -satunya anak MO yang care kepadaku. Itu karena dia mempunyai perasaan lebih kepadaku. Perasaan melebihi teman dia pernah menyatakan dan aku tolak secara baik-baik. Tentu saja karena aku sudah punya Adji dan aku tidak punya perasaan apapun kepada Doni selain sebagai teman. Semenjak saat itu aku merasa canggung sekali tapi dia selalu mencoba mencairkan keadaan. Sebenarnya dia orang yang receh banyak candaannya pandai membuat orang tertawa tidak jauh berbeda dengan Adji. Bahkan waktu dia tiba-tiba sok serius bilang suka lalu menuntut jawaban ku, sontak aku malah tertawa lepas, aku kira itu salah satu cara dia nge prank. Nyatanya dia benar-benar dalam mode serius dan sekejap membuatku kaku dan canggung. Seperti saat ini misalnya, dia menawarkan diri untuk mengantarku pulang.
"Syila..!! Pulang sama siapa ??". Tanyanya.
"Ramean sama orang banyak". Jawabku sambil terkekeh. Diapun tahu aku pulang naik bus umum yang pastinya banyak orang. Diapun tersenyum simpul mendengar jawabanku. Bagaimanapun aku berusaha mengembalikan suasana seperti sebelum dia menyatakan perasaannya.
"Mau ngojek ga ??". Jeda sebentar "Bayarnya make cinta".
"Hhhuuuooooo..!!" Sontak dan serempak dia mendapat sorakkan bak pendukung timnas beserta toyoran dari salah satu temannya.
Yang di sorakin pasang muka cool sambil tersenyum simpul membuatku menggelengkan kepala malu, mau menjawabnya di antara gombal, bercanda, dan sok romantis.
Tanpa menjawab aku pilih berlalu begitu saja. Daripada panjang urusannya yang ada malah tambah heboh dan aku juga bisa ketinggalan busku.
Kubuka ponselku yang tadi tersimpan di tas dengan satu tujuan Adji ketika sudah duduk manis di salah satu kursi penumpang. Ternyata belum juga ada notif chat dari dia. Kucoba chat lagi dengan menanyakan dia sedang apa hingga aku sampai di rumah pun belum dia baca bahkan sampai makan malamku selesai.
Kuputuskan untuk telepon saja. Diangkat, huhh kesal sekali rasanya sekaligus lega.
"Halo." Kupasang telingaku terdengar bising sekali dengan suara petikan gitar.
"Apa yank ? Sudah selesai makan ? Sudah belajar belum ??". Tanyanya banyak. Dia tahu aku beberapa bulan lagi akan melakukan ujian di sekolah makanya dia selalu mengingatkan belajar yang rajin agar lulus dengan nilai yang bagus. Sudah melebihi Ibuku saja.
"Lagi dimana ? Lagi ngapain ? Kenapa pesanku tidak dibalas ?? Jawab jujur !" Bukannya menjawab pertanyaannya aku malah balas bertanya dengan memaksa.
Terdengar helaan nafas. "Lagi kumpul sama Nuril, Devan, dan Vicky".
Deg
Tiba-tiba aku punya firasat tidak enak. Pasalnya mereka adalah teman yang menjerumuskan dengan hal-hal yang tidak baik seperti mengajaknya bermabuk-mabukan. Dan tiba-tiba "Dji, nambah lagi ga ?? Tuangin sekalian yah". Apa itu apa yang dituangin membuat fellingku menajam dan tadi kenapa suara perempuan. Kuhalau pikiran negatifku aku percaya dia sebenarnya orang baik, bahkan demi aku dia mau merubah kebiasaan buruk lamanya, hal itu di perjelas oleh kakak kandungnya sendiri yang beberapa tempo hari lalu berterimakasih kepadaku karena mau merubah Adji jadi orang yang lebih baik itu membuatku tersanjung sebegitu sayangnya Adji kepadaku. Tapi yang susah dia tinggalkan adalah mabuk. Aku amat tidak menyukainya karena dari penilaianku mabuk itu tidak ada manfaatnya merusak badan dan membuat kita tidak bisa mengontrol diri. Aku menunggu Adji bicara entah apa yang di lakukannya.
"Halo..?" Tanyanya
"Iya.. kau sedang apa ?? Siapa dia tadi ?? Lagi ga mabuk kan ?!! Jujur..!!". Lagi-lagi jawabanku adalah pertanyaan untuknya. Dan aku mempunyai felling dia mau bohong.
Terdengar ******* berat "Dia Naya. Aku lagi merayakan pencapaian Naya, dia di terima disalah satu perusahaan besar. Maaf tadi ga kasih kabar takut ganggu belajar kamu. Dan... i iya aku lagi pesta minuman berakohol. Yank tapi aku..." Ku matikan secara sepihak. Penuturan apa tadi dia merayakan pencapaian perempuan lain dengan cara mabuk-mabukkan. Padahal dia sudah janji akan menjauhi minuman itu dan gara-gara itu dia tidak memberiku kabar sama sekali.
Keterlaluan...!! Fix.. aku marah detik itu pula.
Bukannya lebai. Namun kenyataan yang ada orang tuaku selalu mengomporiku untuk kelak mendapatkan suami yang tidak macam - macam tingkahnya salah satunya tidak pemabuk. Karena dari segi pengalamannya, Ayahku mempunyai adik wanita. Dia meninggal ditangan suaminya sendiri ketika si suami sedang mabuk. Gara-gara si istri memergoki suaminya bermain gila dengan janda yang saat itu juga sama mabuknya dengan suaminya.
Tentu Ayah was-was, aku putri kesayangannya.
Kurasakan getaran diponselku yang kuacuhkan, kulihat siapa pemanggilnya aku yakin itu Adji. Dan benar. Aku malas. Aku masih marah. Aku masih kesal. Sungguh tak berminat meladeninya. Lalu karena tidak aku respon ia pun mengirimi beberapa chat.
"Yank jangan marah"
"Janji ini aja yang terakhir"
"Aku minta maaf"
"Aku sayang sama kamu"
Huftt.. Apa tadi sayang ?? Sayang kok bikin aku kecewa terus.
Karena sedang jengkel aku memilih membuka akun sosmedku. Kulihat postingan fotoku ketika sedang santai meminum kopiku. Ehh.. ada yang mengirimi pesan pribadi. Kubuka pesannya.
"Lagi apa Syila ?? Anak SMK 5 Sila Bakti ya ?? Putrinya Bapak Herman ??"
Loh kok tau nama Ayah siapa ini. Tanya batinku penasaran. Kulihat foto-fotonya. Pria dewasa yang sangat tampan dan manis. Aku tertarik dengan caranya menatap, alis dan mata itu membuatku sedikit terpesona.
Yang mulanya aku tidak berniat membalas pesannya namun tiba-tiba aku tertarik hanya karena dia tau nama Ayahku dan sekolahku.
"Lagi santai aja. Ini siapa ya ?"
"Aku Dika. Tetangga kampung. Seangkatan sama sepupumu Arief Adiawan. Pasti ga kenal." Balas Dika dengan emot tertawa canggung.
Kuingat-ingat sekeras apapun aku mencoba ingat nyatanya memang tidak ingat. Arief 7 tahun lebih tua dariku jelas aku tidak terlalu faham dengan teman seangkatannya apa lagi beda kampung.
"Hehehe iya tidak tau dan tidak kenal". Jujurku
"Ya sudah ayo kenalan kalau begitu." Ajaknya yang tanpa sepengetahuannya aku angguki kepalaku.
Dan mulai saat itu kami bertukar nomor ponsel. Yang entah mengapa dengan mudahnya aku berikan, biasanya tidak seperti ini. Efek hati panas dan kecewa mungkin, gara-gara Adji yang melanggar janjinya menjadikan aku tidak bisa mengontrol emosi.
Ternyata dia juga sudah bekerja di ibu kota. Sama seperti Adji. Hanya beda wilayah saja. Di suatu perusahaan textile.
Sejak saat itu Dika lebih sering menghubungiku. Hanya sekedar tanya kabar, dan sedang apa. Mulanya malas meladeni tapi seketika ingat perlakuan Adji yang demi teman dan pestanya dengan seorang perempuan aku diabaikan dan dia mabuk saat itu hal yang aku benci. Ahhhhh menyebalkan aku seperti tidak dia anggap. Itu membuat fikiranku sebentar berpaling ke Dika. Dan semenjak saat itu hubungan kami lebih dekat. Katakanlah aku ini orang yang pendiriannya kurang tegas. Karena aku hanya mengikuti kemana hati bahagia. Walaupun kadang kurang sinkron dengan fikiran.
Pagi - pagi buta ada panggilan masuk. Dengan mata setengah terbuka kulihat jam di dinding. Baru jam setengah 5 pagi dan siapa yang menelfon. Tiba-tiba aku cemas takut kabar buruk di pagi hari. Biasanya kalau yang menghubungiku urgent tidak mengenal mpu-nya sedang istirahat berarti kabar duka. Seketika aku teringat Adji yang kemarin sedang mabuk lagi karena kalah taruhan balap motor. Karena dia menghubungiku dulu sebelum mabuk minta izin denganku.
Konyol.. mana aku izinkan memang aku tidak suka dia mabuk dengan alasan apapun. Diizinkan atau tidak nyatanya dia tetap mabuk. Lagi-lagi hatiku kesal dibuatnya.
Lalu kulihat pelaku yang menelfonku pagi-pagi buta. Ehhh.. Dika ?? Bukan Adji ?? Seketika aku merutuki otakku yang berfikiran tentang Adji. Adji mana pernah telepon pagi buta begini. Bangunnya saja jam 7 kadang malah jam 8. Yang artinya dia memberi kabar yaa ketika aku sudah dalam keadaan belajar di sekolah.
Lalu aku angkat panggilan dari Dika takut ada sesuatu yang penting.
"Hallo."
"Iya..". Jawabku dengan suara khas orang bangun tidur. Terdengar kekehan kecil dari seberang sana. Kenapa tertawa apa yang lucu batinku.
"Baru bangun ya ?"
Apa sih Dika ini pagi-pagi telfon hanya untuk basa basi aku kan mengantuk.
"Hemmmm."
"Ada apa ya telfon pagi- pagi ?" Desakku karena tidak sabar.
"Tidak ada apa-apa. Hanya ingin mendengar suaramu."
Apa ?? Bicara apa dia ini seolah-olah sedang rindu dengan kekasihnya saja. Kulihat layar ponselku takut mataku salah baca atau takutnya ini bukan Dika. Tapi benar, ini benar -benar panggilan dari Dika.
"Apa sih. Seperti orang yang sedang rindu dengan pacarnya saja".
"Iya memang lagi rindu. ( jeda sebentar ) Sama... pacar... orang.." Di pertegasnya.
Sontak mataku yang tadinya sepet kini membola. Terkejut tentu tapi berhasil membuatku blushing juga. Ahh manisnya... Ehhh apa sih kok tiba-tiba jantungku berdebar mendengar Dika bicara seperti itu.
"Garing candaannya tidak lucu". Jawabku ketus. Tapi yang di ketusin malah tertawa di seberang sana.
"Hahaha yang lucu itu kamu. Lagian aku tidak bercanda. Aku beneran kangen sama suara kamu". Bagian kata kangen terdengar seperti bisikkan menggoda. Suara Dika juga terdengar parau seperti orang yang baru bangun tidur sadarku kini.
Jadi jangan bilang kalau dia bangun tidur pegang ponsel langsung teringat denganku lalu rindu seperti yang dia katakan. Dihhh apa sihh aku ini.. Sambil menggelengkan kepala tidak percaya aku punya rasa percaya diri setinggi itu.
"Dika cuci muka dulu deh. Matanya di melekin kalau perlu di pelototin takut salah sambung.." Jawabku seperti ingin mencari kepastian Dika bicara seperti itu memang ditujukan untukku atau memang salah sambung seperti yang aku opinikan.
"Ini Syila kan pacarnya Adji ?". Hahh aku terkejut Dika sebut nama Adji. Pasalnya aku tidak pernah memberi tahu nama Adji sama Dika. Di sosmed juga kalau aku upload foto berdua sama Adji muka Adji aku tutupin sama emot. Bukannya malu. Hanya saja aku tidak rela nanti teman-temanku melihat wajah Adji yang menurutku menarik dan lucu itu.
"Yaa sudah ya, tutup dulu mau beberes sebelum berangkat kerja. Jangan lupa sarapan. Semoga harimu bahagia Syila".
Sambungan terputus belum juga aku menjawab apa yang tadi dia utarakan saking terkejutnya Dika sebut nama Adji yang di mana teman - temanku saja tidak tahu aku dengan Adji ada hubungan, karena memang aku kurang terbuka orangnya tentang bau-bau pribadi seperti itu. Tahu-tahu sudah di tutup dengan pesan semangat.
Pukul 7 pagi aku sudah berada di sekolahan. Kulihat kelas yang sudah penuh tapi tumben tidak terlalu ramai seperti biasa, mereka terlihat serius dengan buku, penggaris, juga pensil di tangannya. Lalu tiba-tiba aku panik setelah ingat ada tugas dari Pak Kafri kemarin. Hari ini jam pertama jamnya Pak Kafri. Sial baru selesai 2 soal, yang 3 nya belum di kerjain gara -gara mikirin si Adji. Dengan keadaan buru-buru, ku buka senjata perangku. Buku besar, pensil, dan penggaris. Jangan lupa contekkan dari ketua kelasku yang aku minta tadi.
Brakkk...
Ohh Tuhan jantungku.. aku terkejut sekali.
Rupanya Talita teman sebangku ku baru tiba sudah dengan paniknya mengeluarkan senjata perangnya juga.
"Aku lupa ada PR..!!" Paniknya membuatku terkikik kecil.
Sudah setelah itu kami maraton mengcoppy jawaban ketua kelas yang paling pintar dan kocak itu.
"Ayo.. ayoo.. Syila.. Syila... Lita.. Lita...semangattt.. semangattt... nyonteknya" Ibu ketua niat menyemangati tapi sambil tertawa.
Heii.. konsentrasiku terganggu gara-gara yel yel ibu ketua satu ini. Lagian itu memberi semangat apa sedang meledek sih.
Tak lama kemudian bel tanda masuk pun berbunyi. Ahhh belum selesai lagi. Aku masih maraton sambil merapal doa semoga Pak Kafri tidak hadir.
Tap tap tap..
Terdengar suara sepatu hells masuk ke ruang kelasku.
Loh kok Bu Ardiyan ?? Tambah pucat mukaku. Pasalnya beliau adalah guru yang tidak galak tapi dingin dengan segala wibawanya. Kalau sedang di tatap, seperti di tatap sama monster. Sebenarnya cantik dan anggun tapi tetap saja horor dipandanganku karena dia guru akuntansi juga.
"Pagi anak-anak!!" Sapanya.
"Pagi Bu.." jawab kami serempak
"Wahh... rajin sekali yaa sudah pada belajar sendiri belum juga ada tugas dari gurunya". Ucapnya kala melihat meja kami berantakan dengan peralatan tempur.
"Itu memuji apa menyindir yaa ??". Bisikku pada Talita yang hanya mendapatkan sikutan kecil di tanganku.
"Hari ini ada tugas dari Pak Kafri. Beliau berhalangan datang". Ucap bu Ardiyan.
"Yes..!!"
Serempak satu kelas membuat bu Ardiyan tampak cengo terkejut.
"Loh kenapa ?? Senang ya tugas belum selesai gurunya berhalangan !!" Tanya bu Ardiyan setengah menyindir lagi.
"Mana sekretarisnya ??" Tanya beliau lagi yang sontak membuatku langsung berdiri.
Aku maju dengan perasaan horor. Entahlah berdekatan dengan guru ini membuatku merinding seketika.
Aku mengangguk-anggukkan kepala setelah mengerti tugas apa yang harus aku tulis agar teman-temanku mengerjakannya.
"Kalau sudah selesai tugasnya dikumpulkan ya. Semuanya termasuk tugas kemarin." Perintah Bu Ardiyan yang di iya kan oleh teman-teman.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!