NovelToon NovelToon

Cintamu Bukan Untukku

Sebuah Keajaiban

Di dalam ruangan ICU di sebuah rumah sakit, terdapat seorang wanita paruh baya yang terbaring lemah dengan beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya.

Sedangkan di depan ruangan itu terlihat sepasang suami istri yang sedang menenangkan seorang gadis yang masih menggunakan seragam sekolahnya.

"Nak, kamu yang tenang ya. Ibu kamu pasti baik-baik saja," ucap seorang wanita paruh baya yang bernama Willna.

"Om janji akan bertanggung jawab, tadi om sudah bilang pada dokter untuk melakukan yang terbaik. Kamu jangan nangis lagi ya," sahut suami Willna yang bernama Wilson.

"Om, tante tolong jelaskan kepadaku, apa yang sebenarnya terjadi pada ibuku!" ucap gadis itu dengan air mata yang terus menetes.

Ya dialah Elvina Clarissa, seorang gadis cantik yang masih duduk di kelas 3 SMA. Dia sudah tidak memiliki keluarga lagi kecuali sang ibu yang saat ini masih terbaring lemah di dalam ruangan ICU.

Tadi saat dia baru saja sampai di parkiran sekolah, tiba-tiba saja dia mendapat telepon dari rumah sakit yang menyatakan ibunya dalam kondisi kritis. Tanpa berfikir panjang dia langsung datang ke rumah sakit dan kini dia masih belum tau bagaimana bisa ibunya mengalami kecelakaan. Dan untuk ayahnya, dia sudah meninggal saat Elvina masih berusia 9 tahun.

"Saya tadi terburu-buru, saya tidak melihat jika ada persimpangan jalan di depan saya. Jadi saya tetap melajukan mobil saya dengan kecepatan penuh dan akhirnya saya menabrak ibu kamu." jelas Wilson yang merasa sangat bersalah.

"Anda jahat, kenapa anda menabrak ibu saya?" ucap Elvina sedikit berteriak.

"Jika terjadi hal yang tidak diinginkan pada ibu saya bagaimana? Bagaimana saya menerimanya? Beliau satu-satunya keluarga yang saya miliki di dunia ini, jika... jika," Elvina tidak sanggup meneruskan kata-katanya, dia semakin menangis histeris membayangkan bagaimana jika sang ibu tidak selamat.

Willna yang melihat Elvina seperti itu pun menjadi kasihan, dia langsung memeluk Elvina yang memang ada di sampingnya.

"Nak, ibu kamu pasti baik-baik saja. Kamu jangan berfikir macam-macam." Ucap Willna.

Sedangkan Elvina masih terus menangis di dalam pelukan Willna. Wilson yang melihat itu pun menjadi semakin bersalah.

Tak berapa lama kemudian, dokter keluar dari dalam ruangan ICU.

"Keluarga pasien," ucap dokter tersebut yang membuat Elvina langsung melepaskan pelukan Willna.

"Saya dok," ucapnya seraya berdiri dan menghapus air matanya. Willna dan Wilson pun ikut berdiri saat mendengar suara dokter.

"Apa ibu saya baik-baik saja?" tanya Elvina yang memang sudah sangat khawatir tentang kondisi sang ibu.

Dokter itu hanya tersenyum dan berkata, "Apa tidak ada keluargamu yang lain nak?"

"Tidak, hanya saya keluarga dari pasien. Memangnya apa yang terjadi pada ibu saya?" tanya Elvina yang terlihat semakin khawatir.

Dokter itu pun bingung harus mengatakan apa pada Elvina, dia takut jika Elvina akan kaget mendengar kondisi sang ibu.

Melihat dokter yang kebingungan, Willna pun langsung berbicara.

"Saya teman dekat pasien, anda bisa katakan pada saya," ucap Willna yang sedari tadi berdiri di samping Elvina.

"Baik, kalau begitu mari ikut saya." Ucap sang dokter yang langsung melangkah pergi ke ruangannya yang diikuti oleh Willna.

"Sebenarnya apa yang telah terjadi pada ibu?" tanya Elvina pada dirinya sendiri. tanpa disadari, dia kembali meneteskan air matanya, kemudian dia memilih kembali duduk di tempatnya tadi dan menunggu Willna keluar dari ruangan dokter.

Wilson yang sedari tadi hanya diam pun akhirnya berbicara, "Nak maafin om, om yang salah," ucapnya yang tidak mendapatkan respon dari Elvina. Akhirnya dia pun memutuskan untuk kembali duduk.

Sedangkan di ruangan dokter.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan teman saya dok?" tanya Willna.

"Kecelakaan yang dialami bu Risa sangat fatal, dan untuk kondisinya saat ini sangat kritis," jelas dokter.

"Beberapa organ tubuhnya mengalami kerusakan, sangat sulit untuk pasien bisa bertahan." Imbuhnya lagi.

Willna yang mendengar itu pun kaget. Dia tidak menyangka jika kondisi Risa sampai separah itu. Tapi kecelakaan itu memanglah sangat parah, bahkan bagian depan mobil Risa sampai tak terbentuk lagi.

"Saya mau anda tetap lakukan yang terbaik untuk pasien!" tegas Willna.

"Baiklah nyonya, kami akan terus melakukan yang terbaik untuk pasien." jawab dokter.

"Kalau begitu saya mau melihatnya dulu," ucap Willna yang langsung berdiri dari duduknya.

"Nyonya, jangan banyak orang yang masuk," dokter itu juga ikut berdiri.

"Hanya saya dan anaknya yang akan masuk. Dan anda tidak perlu mengantar saya." Ucap Willna yang langsung melangkah keluar dari ruangan itu. Sedangkan dokter hanya diam saja.

Sesampainya Willna di depan ruangan ICU, Elvina langsung menghampirinya dan menanyakan kondisi sang ibu.

"Tante, bagaimana kondisi ibu saya?" tanya Elvina yang sedari tadi sudah khawatir dan mata yang sudah membengkak karena terus menangis.

Willna pun tersenyum, "Kita berdua masuk aja yuk, tadi dokter sudah izinkan kita masuk," ucap Willna dan Elvina pun langsung bergegas masuk ke dalam ruangan ICU itu.

"Pa, mama temani dia dulu." Pamit Willna pada sang suami dan dibalas anggukan oleh Wilson.

Elvina langsung duduk di kursi yang ada di sebelah tempat sang ibu berbaring. Ia langsung memegang tangan ibunya yang terpasang selang infus. Lagi dan lagi, air mata Elvina kembali membasahi pipinya.

"Bu, cepatlah sadar, El gamau kehilangan ibu, El takut tanpa ibu di sini, ayo bu bangun," ucap Elvina yang terisak karena terus menangis.

"El... El sangat sayang sama ibu, El janji nggak akan membuat ibu marah, El... El akan jadi anak baik, tapi El mohon ibu bangun," Elvina sudah tidak sanggup berkata-kata, dia hanya menangis di atas tangan sang ibu.

Entah sebuah keajaiban atau apa, saat air mata Elvina membasahi tangan dari Risa, tiba-tiba saja tangannya bergerak.

Elvina yang merasakan pergerakan dari tangan sang ibu pun langsung mengangkat kepalanya.

"Tante, tangan ibu tante-" ucap Elvina senang.

sedangkan Willna masih bingung dengan ucapan Elvina. Tapi belum sempat bertanya pada Elvina, dia terkejut mendengar suara dari Risa.

"E… El vi na," kalimat itu keluar dari mulut Risa dengan mata yang masih tertutup.

"Apakah ini yang dinamakan keajaiban?" batin Willna yang bertanya kepada dirinya sendiri.

"Iya bu El ada di sini," ucap Elvina yang masih menggenggam tangan Risa dengan senyuman yang mengembang.

Akhirnya Risa perlahan mulai membuka matanya, dan yang pertama kali dia lihat adalah sang putri tercinta.

"Nak, kamu kenapa menangis?" tanya Risa yang melihat air mata Elvina dengan suara lemahnya.

Elvina buru-buru menghapus air matanya, "El nggak nangis kok," ucapnya seraya tersenyum.

Setelah mendengar jawaban dari Elvina, kini pandangannya beralih ke wanita yang ada di sampingnya.

"Anda siapa?" tanya Risa masih dengan suara lemas.

Hanya Ingin Berpamitan Saja

"Anda siapa?" tanya Risa masih dengan suara lemas.

"Oh iya, saya belum memperkenalkan diri saya ya," jawab Willna dengan tersenyum ramah.

"Saya Willna, saya istri dari orang yang telah menabrak anda," jelas Willna memperkenalkan diri.

"Kalo begitu saya panggil dokter dulu." sambungnya lagi dan Willna pun langsung berbalik untuk meninggalkan ruangan itu.

"Tidak perlu,"

Mendengar ucapan Risa, Willna pun mengurungkan niatnya terlebih dahulu. Dia pun berbalik menghadap lagi ke Risa.

"Kenapa? Biarkan dokter memeriksa anda." Ucap Willna.

"Saya tidak perlu dokter memeriksa saya. Saya hanya ingin berpamitan saja pada putri saya ini, dan setelah itu saya akan pergi lagi." Jelas Risa dengan tersenyum melihat Elvina.

Elvina yang mendengar itu pun langsung meneteskan air matanya lagi, sedangkan Willna terdiam mendengar kata-kata dari Risa.

"Bu, jangan bicara seperti itu. Kita akan pergi sama-sama dari sini, tapi setelah ibu benar-benar sehat!" ucap Elvina sambil menghapus air matanya.

"Tidak nak, ayahmu sudah menungguku."

Deg

Ucapan Risa bagaikan petir yang menyambar. Dada Elvina terasa semakin sakit saat mendengar ucapan ibunya itu. Bagaimana tidak sakit, jelas-jelas ayah Elvina sudah tidak ada. Dan sekarang ibunya malah mengatakan jika dia sudah ditunggu ayahnya.

"Bu-" sebelum menyelesaikan ucapannya, Risa memotongnya terlebih dahulu.

"Sebenarnya aku masih ingin melihatmu menjadi orang sukses, lalu setelah itu melihat kamu menikah, dan aku juga sangat ingin bermain dengan cucuku kelak. Tapi, ibu benar-benar tidak bisa nak. Tuhan tidak mengizinkan ibu melihat semua itu." Jelasnya panjang lebar dengan tersenyum membayangkan semua yang dia katakan tadi.

Sedangkan Elvina, dia sudah tidak mampu berkata-kata lagi. Dia semakin sakit saat mendengar ucapan sang ibu.

"Sukses? Menikah? Cucu? Sepertinya aku bisa mengabulkan salah satu apa yang dia ucapkan itu sekarang. Semoga saja dengan ini dia bisa sembuh," batin Willna yang masih berdiri di samping Risa.

"Saya keluar sebentar ya, nanti saya kembali lagi." Pamit Willna yang berlalu pergi meninggalkan ruangan itu.

"Nak, kamu harus ingat kata-kata ibu. Jangan bersedih terlalu lama, jika kamu terus bersedih seperti ini, ibu dan ayah juga akan sedih nak. Kamu harus bahagia, ibu tau kamu anak gadis ibu yang sangat kuat." Ucap Risa.

Ucapan Risa benar-benar sudah membuat Elvina tidak tahan lagi, "Bu, ibu akan bisa melihat El sukses, melihat El menikah, dan ibu juga bisa bermain dengan cucu ibu. El mohon jangan katakan kata-kata yang membuat El semakin sedih bu." Ucap Elvina dengan terisak.

Risa yang melihat anaknya terus menangis itu pun tersenyum. Dia mengangkat tangannya perlahan untuk menghapus air mata Elvina, "Jangan menangis lagi sayang," ucap Risa sambil menghapus air mata Elvina.

"A... aku tidak akan menangis lagi, t... tapi ibu juga tidak boleh mengatakan hal itu padaku." Ucap Elvina dengan sesenggukan dan Risa pun hanya mengangguk pelan dan tersenyum.

"Aku sayang ibu, jangan pernah tinggalkan aku bu." Ucap Elvina yang langsung memeluk sang ibu yang masih terbaring lemah.

"Maafkan ibu nak," batin Risa sambil mengusap pundak Elvina.

.

.

"Pa, dia sudah sadar." Ucap Willna saat sudah duduk di samping Wilson.

"Apa? Dia sudah sadar? Syukurlah," ucap Wilson yang merasa sedikit tenang karena orang yang sudah dia tabrak tidak apa.

"Papa jangan senang dulu, aku belum memberi tau apa yang dikatakan dokter tadi." ucap Willna yang seketika membuat Wilson tegang kembali.

"Memangnya dokter mengatakan apa? Bukankah katamu dia sudah sadar? Berarti dia baik-baik saja kan?" tanya Wilson yang memang tidak tau kondisi dari Risa.

"Tidak, dia tidak baik-baik saja." ucap Willna.

"Kecelakaan itu sangat parah, kamu tau sendiri kan?" tanya Willna dan hanya dijawab anggukan oleh Wilson.

"Tadi dokter bilang sama aku jika keadaannya sangat kritis, beberapa organ dalamnya mengalami kerusakan, sangat sulit untuk dia bertahan." Jelas Willna dengan raut wajah yang sedih.

"Katamu dia sudah sadar, berarti dia akan baik-baik saja!" ucap Wilson.

"Tidak, kamu tidak tau, dia sadar hanya untuk berpamitan pada anaknya." Ucap Willna yang membuat Wilson bingung.

"Berpamitan? Apa maksudmu?" tanya Wilson yang memang tidak mengerti.

"Dia pamit pada putrinya untuk pergi selamanya. Dia bilang jika suaminya sudah menunggunya, jadi kamu pasti tau kan maksudnya apa?" Jelas Willna yang membuat Wilson mengangguk paham.

"Lalu selanjutnya kita yang akan membiayai sekolahnya sampai lulus kuliah." ucap Wilson.

"Aku tidak hanya berpikir seperti itu." jawab Willna. Wilson pun menatap Willna dengan tatapan bingung.

"Apa kau ingin mengadopsi dia? Baiklah aku setuju." Ucap Wilson yang mencoba menebak isi pikiran dari istrinya itu.

"Tidak!" jawab Willna singkat.

"Lalu apa? Katakan padaku, aku tidak tau apa yang ada dipikiranmu saat ini," Keluh Wilson yang memang tidak tau apa yang sebenarnya istrinya itu inginkan.

"Aku berpikir untuk menikahkan putrinya dengan putra kita." Ucap Willna yang berhasil membuat Wilson kaget.

"Apa? Coba kamu pikirkan lagi, kita baru saja kenal dengan mereka beberapa jam yang lalu. Bagaimana bisa kamu berpikir untuk menikahkan mereka? Lagian anak itu juga masih sekolah." ucap Wilson yang tidak terima dengan ucapan istrinya.

Willna pun bangun dari duduknya, "Aku sudah pikiran itu dengan baik, aku hanya ingin membuat dia bahagia disisa hidupnya. Anggap saja ini sebagai pertanggungjawabanmu karena telah membuat dia seperti itu." Jelas Willna yang mengucapkan niat baiknya itu.

"Aku bisa tanggung jawab dengan membiayai seluruh kebutuhan dia, bahkan aku bisa sekolahkan dia sampai lulus kuliah. Atau jika tidak aku juga bisa mengadopsi dia." Jelas Wilson yang sudah berdiri di samping Willna.

"Lagipula anak kita sudah punya kekasihnya sendiri." Sambungnya lagi.

Willna berbalik menghadap suaminya, "Apa kau lupa siapa yang membuat dia terbaring lemah di ruangan itu?" tanya Willna sambil menunjuk ruangan tempat Risa dirawat.

"Tidak, aku tidak lupa." Jawab Wilson.

"Yaudah, kalau gitu buat dia bahagia disisa umurnya itu," pinta Willna.

"Sepertinya anak itu juga anak baik-baik." Sambungnya lagi.

"Tapi ma-" belum sempat Wilson menyelesaikan perkataannya, Willna buru-buru memotong pembicaraan tersebut.

"Pa, bayangkan saja bagaimana kalau itu terjadi pada kita. Kita semua mengalami kecelakaan dan yang selamat hanya anak perempuan kita saja. Apa papa yakin akan merasa tenang di alam lain, ketika melihat anak perempuan papa sendirian di sini tanpa satu orangpun keluarga?" ucap Willna panjang lebar dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Akhirnya Wilson luluh saat melihat mata istrinya sudah berkaca-kaca seperti itu.

"Baiklah-baiklah, aku kalah dari mama. Aku akan turuti permintaan mama, tapi mama harus ingat. Jika dia bukan wanita baik-baik, papa tidak segan-segan untuk memaksa mereka bercerai." Jelas Wilson.

Willna pun merasa sangat bahagia karena dia bisa membuat bahagia orang lain dalam saat-saat terakhirnya.

Permintaan Konyol

"Makasih pa, kalau gitu aku hubungi anak kita dulu. Dan papa urus semua yang dibutuhkan dalam waktu 20 menit! Papa bisa kan?" tanya Willna.

"Baiklah, sesuai permintaanmu." Ucap Wilson yang berlalu pergi untuk menghubungi orang kepercayaannya, dia akan menyuruh orang itu untuk menyiapkan semua dalam waktu yang diberikan istrinya tadi.

Sedangkan Willna sendiri langsung mengambil ponselnya yang ada di dalam tas, saat sudah mendapatkan ponselnya, dia bergegas menghubungi sang anak.

tutt... tutt... tutt...

"Halo ma, ada apa?" tanya anak dari Willna yang bernama Varo saat telepon sudah tersambung.

"Halo sayang, apa kamu bisa datang ke rumah sakit sekarang juga?" tanya Willna.

"Mama kenapa? Ada di rumah sakit mana? Aku akan ke sana sekarang juga!" ucap Varo yang terlihat panik saat mamanya meminta dia datang ke rumah sakit.

"Mama akan kirimkan alamatnya sekarang juga, kamu cepatlah kemari," ucap Willna dengan suara yang dibuat seolah-olah dia sangat panik.

"Aku akan sampai sana dalam waktu 15 menit, mama tenangla." Ucap Varo yang langsung memutuskan sambungan telepon.

"Pasti dia pikir aku yang kenapa-napa. Tapi, yaudah biarkan saja." Ucap Willna sambil tersenyum saat sambungan telepon sudah berakhir.

15 menit kemudian.

Tampaklah seorang laki-laki muda, bertubuh tinggi dan berwajah tampan. Dia berjalan cepat menuju ke depan ruangan ICU dengan raut wajah khawatir. Ya dialah Alvaro Giovanno, anak pertama dari Willna dan Wilson.

"Kenapa mama dan papa ada di luar? jadi yang sakit Vika?" tanyanya saat sudah berada di depan kedua orang tuanya.

"Kalau tau yang sakit dia, mending lanjutin kuliah saja." Sambungnya yang akan pergi dari sana.

Tapi sebelum dia benar-benar melangkahkan kakinya, Wilson lebih dulu menghentikannya.

"Bukan adik kamu yang sakit," ucap Wilson sambil memegang tangan anaknya agar tidak pergi.

"Lalu kenapa kalian ada di sini? Dan kenapa mama nyuruh aku datang ke sini? Ada apa sebenarnya?" tanya Varo secara beruntun.

Akhirnya Wilson pun berdiri dan menghadap ke Varo. Dia menegang kedua pundak anaknya itu.

"Nak, kamu mau kan turuti satu permintaan dari kami?" tanya Wilson.

Varo mengernyitkan alisnya. Dia bingung kenapa tiba-tiba saja papanya meminta sebuah permintaan. Tapi dia juga sangat penasaran apa yang akan diminta papanya itu.

"Papa mau apa?" tanya Varo.

"Papa minta kamu menikah dengan anak dari orang yang telah papa tabrak." Ucap Wilson tanpa ragu.

"Apa? Menikah?" tanya Varo yang kaget dengan permintaan dari papanya.

Wilson hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Heh, permintaan konyol macam apa itu?" Varo tersenyum smirk.

"Aku tidak mau! Aku sudah memiliki kekasihku sendiri. Dan satu lagi, aku masih kuliah!" tegas Varo yang melepasnya tangan Wilson dari pundaknya.

Willna yang sedari tadi duduk dan diam pun akhirnya ikut berdiri, "Apakah mama perlu bersujud di hadapan kamu, agar kamu mau menuruti permintaan dari kami ini sayang?" tanya Willna dengan nada bicara yang menyedihkan.

"Jangan lakukan itu ma, aku tidak akan pernah mau menikah dengan orang lain selain pacarku sendiri!" Varo tetap kukuh dengan ucapannya.

"Baiklah kalo itu maumu," sahut Wilson.

"Pa..." Willna memegang tangan Wilson.

Wilson pun mencoba menenangkan Willna dengan cara memegang kembali tangan Willna yang memegangnya.

"Akhirnya papa mau ngertiin aku," ucap Varo dengan tersenyum penuh dengan kemenangan.

"Papa akan menarik semua fasilitas yang papa berikan padamu!" ucap Wilson yang berhasil membuat Varo membelalakkan matanya. Dia tidak menyangka papanya akan berbicara seperti itu.

Sedangkan Willna, dia tersenyum meremehkan sang anak. Dia tau kalau Varo tidak mungkin bisa bertahan tanpa fasilitas dari papanya. Karena memang Varo masih belum mau bekerja di perusahaan sang papa. Jadi dia masih mengandalkan uang dari papanya.

"Emang papa tega, liat anak sendiri jadi gelandangan?" tanya Varo dengan setenang mungkin. Dia berpikir papanya tidak akan tega melihat dia menjadi seorang gelandangan.

"Jika kamu tega melihat papa di penjara, kenapa papa tidak tega melihat kamu jadi gelandangan?"

Berakhir sudah harapan Varo untuk menolak permintaan orang tuanya. Dia tidak menyangka papanya akan mengatakan itu semua. Dia tidak mau menjadi gelandangan. Jika dia jadi gelandangan, bukankah pacarnya akan meninggalkan dia? Oh tidak, lebih baik dia menerima permintaan papanya itu.

"Tuan, ini barang yang anda minta, dan ini penghulunya." ucap Oscar orang kepercayaan Wilson, dia menyerahkan sebuah kotak cincin. Wilson pun menerima kotak cincin itu dan meminta Oscar memanggil beberapa dokter untuk menjadi saksi pernikahan ini.

"Panggillah beberapa dokter!" perintah Wilson.

"Baik tuan," jawab Oscar yang berlalu pergi.

"Varo, jangan bikin malu papa." Bisik Wilson tepat di telinga Varo.

"Baiklah, mari kita masuk." Ucap Wilson yang diangguki Willna dan penghulu, kecuali Varo.

Mereka pun masuk ke dalam dengan Varo yang mau tidak mau harus tetap menuruti permintaan sang papa.

"Jika saja bukan ancaman dari papa, gue kagak mau," gerutu Varo

yang berjalan mengikuti kedua orang tuanya.

Sesampainya di dalam, terlihatlah Elvina yang menundukkan kepalanya di samping sang ibu. Sedangkan Risa, dia masih setia mengusap kepala Elvina dengan sangat lembut.

"Permisi," ucap Wilson saat sudah berada di samping Risa.

Elvina yang mendengar jika ada yang datang pun langsung mengangkat kepalanya. Begitu juga dengan Risa yang langsung menoleh ke samping. Mereka berdua terkejut saat melihat banyak orang yang masuk.

"Tuan, ada apa ini?" tanya Elvina yang bingung.

"Mama dan papa apa-apaan sih, kenapa mereka menyuruhku menikahi wanita jelek seperti itu." gerutu Varo dalam hati setelah melihat penampilan Elvina.

Yah, penampilan Elvina sangat acak-acakan. Masih berpakaian sekolah, mata yang sembab dan rambut yang sudah sedikit berantakan juga.

"Jadi gini, tadi kan saya tidak sengaja mendengar ucapan anda. Saya bermaksud untuk mengabulkan salah satu dari ucapan anda tadi. Saya berniat untuk menikahkan anak saya dengan anak anda sekarang juga." Jelas Willna dengan terus tersenyum.

"Nyonya, anda tidak perlu melakukan semua itu. Jika semua ini karena anda merasa bersalah, sungguh tidak perlu nyonya. Saya dan Elvina sudah memaafkan anda dan suami anda." ujar Risa dengan lemah.

"Tidak, ini tidak seperti apa yang anda pikirkan," ucap Willna.

"Kita ini sama-sama perempuan, sama-sama seorang ibu, dan saya juga memiliki seseorang anak perempuan. Untuk sekarang ini, saya bisa merasa apa yang anda rasakan. Jadi saya mohon, terima anak laki-laki saya ini menjadi menantu anda." jelas Willna panjang lebar dan dia pun sudah memegang tangan Risa.

Risa terdiam sesaat, dia memikirkan perkataan dari Willna. Perkataan yang tidak langsung, tapi Risa paham maksud dari Willna. Risa menatap Elvina, rasa khawatirnya semakin besar. Dia tidak mau jika dia pergi nanti Elvina sendirian. Mungkin ini yang terbaik.

"Baiklah, saya setuju." Ucap Risa dengan tersenyum masih dengan melihat ke arah Elvina.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!