"Lepaskan, Lepaskan aku,." ucap perempuan berkacamata memberontak saat dia diseret paksa oleh seorang pria dalam kegelapan membawanya kesebuah rumah kosong yang ada dibelokkan gang dekat rumahnya.
"Kau diam lah," sungut pria tersebut menarik serta membekap mulut Adiba seorang wanita polos.
"Aku mohon Rendra lepaskan, lepaskan aku" Adiba semakin memberontak tak kala mereka berdua semakin masuk kedalam rumah kosong tersebut.
"Dasar wanita sok lugu, salahmu sendiri yang membuatku malu didepan teman-temanku. Wanita kutu buku yang sok cantik sepertimu haruslah diberi pelajaran saat ini" Rendra begitu emosi dia mendorong Adiba hingga jatuh ke lantai kasar rumah kosong tersebut.
"Kau mau apa Rendra?" ucap Adiba takut-takut sambil memundurkan dirinya terus menghindar dari Rendra yang melepaskan kancing kemeja putihnya satu persatu.
Pria bernama lengkap Rendra Aditama Galiel itu terus berjalan mendekat, tubuh bagian atasnya kini sudah terbuka semua. Dia menghempas kemejanya itu begitu saja dengan senyum smirk berjalan mendekati Adiba yang sudah terpojok di dinding saat ini.
"Kemari kau," Rendra menarik kuat tangan Adiba membuat perempuan itu seketika berdiri saat ini.
"Rendra aku mohon lepaskan aku, aku mohon. Maaf jika aku membuatmu malu" lirih Adiba ketakutan.
"Terlambat, kau sudah membuatku malu terlebih dahulu mengerti"
"Salah sendiri menolak ku di depan umum tadi" lanjut Rendra menatap sinis Adiba.
"A..aku melakukan itu karena dirimu menjadikan aku taruhan mu kan" pungkas Adiba.
Benar dia dijadikan taruhan oleh Rendra dan teman-temannya di kampus Fakultas kedokteran yang ada di salah satu kampus di kota ini.
Adiba dan Rendra adalah Mahasiswa/Mahasiswi Di fakultas yang sama.
Rendra mendorong kuat Adiba ke lantai lagi dan dengan segera dia berada di atas Adiba saat ini.
"Rendra, Rendra kamu mau apa. Tolong menjauh lah dari diriku"
"Terserah diriku mau apa?"
Rendra mencium leher Adiba menelusuri setiap tubuh Adiba yang masih menggunakan pakain lengkap.
Adiba tidak tinggal diam, dia terus memukul-mukul Rendra agar turun dari tubuhnya.
"Rendra jangan lakukan ini padaku, aku mohon jangan Rendra. Ingat Dosa Rendra"
"Diam lah kau sedari tadi terus berisik" Rendra langsung membekap mulut Adiba dengan ciuman panasnya.
Tetesan air mata, keluar begitu saja dari mata cantik itu. Sungguh dia memohon pertolongan saat ini agar ada keajaiban yang menolongnya.
Rendra menaikkan rok Adiba keatas, menarik pakaian dalam perempuan itu keluar.
"Huhuhu, Rendra aku mohon jangan..Jangan lakukan ini padaku jangan Rendra" Adiba menangis terisak sambil terus mendorong Rendra agar jatuh dari tubuhnya namun sia-sia tenaganya kalah kuat dengan pria itu.
Dan akhirnya apa yang ia jaga selama dua puluh tahun ini terenggut begitu saja.
Mahkota kesuciannya diambil paksa oleh temannya sendiri. Sungguh dia membenci pria ini.
"Arkkhh,." dengan menangis Adiba masih bisa merasakan sakit saat milik Rendra masuk kedalam miliknya.
Rendra sendiri menatap Adiba yang menangis dengan puas.
"Rasakan balasan mu mengerti" ucapnya seakan telah berhasil membalaskan rasa sakit hatinya.
Berkali-kali dia mengeluarkan miliknya memaju mundurkan kepemilikannya di milik Adiba.
"Arkhh, Rendra" erang Adiba menahan sakit di pusat kewanitaannya.
"Bagaimana? enakkan"
"Kau memang pria jahat Rendra, aku membencimu" ucap Adiba menangis mencoba menahan ******* kenikmatan. Bukan ini bukan kenikmatan baginya tapi merupakan kesakitan.
………………
Adiba perempuan malang itu di tinggalkan begitu saja oleh Rendra dengan pakaian yang acak-acakan serta roknya yang masih terangkat.
Perlahan dia bangkit rasa sakit mendera hebat di pusat intimnya.
"Arkh,." rintih nya menahan sakit.
"Kenapa kau begitu kejam sekali denganku Rendra,." ucap Adiba pilu mengingat apa yang barusan dilakukan Rendra padanya yang telah merenggut kesuciannya begitu saja.
"Aku telah kotor, huhuh..Ya Allah kenapa ini terjadi padaku" Adiba menangis mengusap lengannya kasar seakan membersihkan kotoran ditubuhnya.
"Aku benci sekali denganmu Rendra, aku benci" ucap Adiba histeris di rumah kosong itu. Rasa takutnya akan hantu seolah sirna ketika dirinya telah hancur berkeping-keping seperti ini.
Dengan menahan rasa sakit Adiba berdiri dari duduknya saat ini merapikan rok serta pakaiannya yang tak berbentuk.
Dia menangis terisak, tangisnya yang pilu seakan tiada yang mendengar hanya suara jangkrik saja yang terdengar di kesunyian malam ini.
Dia perlahan berjalan keluar dari rumah kosong itu memeluk dirinya sendiri erat merapatkan eratannya ke tubuh sambil terus berjalan layaknya orang lemah. Memang saat ini dia begitu lemah, lemah sekali tubuhnya seakan terasa remuk karena ulah Rendra padanya.
Harapannya saat ini hanya satu semoga, pria itu tidak menaburkan benihnya dan semoga tidak tumbuh benih pria bejat itu di dalam rahimnya ini.
°°°°°
Rendra duduk di bawah pohon di Kampusnya lebih tepatnya didepan Fakultas Kedokteran saat ini senyum sinis keluar begitu saja dari bibirnya. Ia memegang bibirnya sendiri saat ini.
"Bibirnya membuatku candu sekarang" gumamnya memikirkan ciumannya pada Adiba semalam.
"Bukan bibirmu saja yang membuatku candu Adiba, tapi milikmu juga" ucapnya sensual.
"Maaf aku mengambil milikmu dengan paksa, salahmu sendiri mempermalukan diriku" lanjut Rendra masih saja membayangkan apa yang dia lakukan pada gadis polos berkacamata itu.
Seorang kutu buku, yang berusaha ia dapatkan karena ajang taruhan semata.
"Woii, kenapa lo melamun pakai senyum-senyum sendiri lagi. Kemasukan penunggu pohon ini" ucap Davin teman dari Rendra yang datang-datang sudah mengejutkan pria itu.
"Bisa nggak sih loh, nggak usah ngagetin gue" ucap Rendra menepuk kasar Davin.
"Sory, habisnya gue lihat loh senyum-senyum sendiri kayak orang ke sambet"
"Ke sambet apaan lo?" lanjut Davin.
"Ke sambet gawang yang bikin gue nagih" ucap Rendra asal.
"Lo habis main futsal? waah nggak asik lo nggak ajak-ajak gue. Lo ngajak siapa? ngajak Fajri ya? Parah memang lo"
"Siapa juga yang main futsal bego" Rendra memukul pelan kepala Davin.
"Lo yang bego, bisa-bisanya mukul gue" Davin tidak terima dan dia balas memukul Rendra.
"Udahlah, males gue ngomong sama lo" Rendra langsung bangkit dari duduknya dan langsung pergi tapi langkahnya terhenti karena tangannya dipegang oleh Davin.
"Iih apaan sih lo main pegang-pegang gue jijik tahu" pungkas Rendra menepis tangan Davin.
"Gue juga jijik megang tangan lo" ucap Davin.
"Apaan?"
"Lo kemarin jadi kasih pelajaran si kutu buku?" ucap Davin lirih.
"Kenapa lo tanya begitu?"
"Nggak Pa-pa, gue penasaran aja"
"Kepo deh lo, udah ah gue mau ke kelas" ucap Rendra dan langsung pergi.
"Memang dasar ya lo" seru Davin saat Rendra pergi meninggalkan dirinya tanpa menjawab pertanyaannya saat ini. Padahal ia sangat penasaran sekali.
°°°
T.B.C
Perempuan bernama Adiba Khumaira Ramastya putri bungsu dari dua bersaudara anak dari Rama dan Fara itu kini bagaikan kantung tak berisi yang teronggok diujung ruangan kamar kosnya yang gelap. Dia duduk menekuk lututnya menangis sejadinya di kamar sunyi itu.
Hidupnya telah hancur, hidupnya hancur tak berarti. Pria bejat itu mengambil segalanya mengambil masa depannya yang sangat ia ingin gapai.
"Kamu jahat Rendra, kamu jahat," ucapnya pilu.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang, hidupku hancur gara-gara dia" ucap Adiba menangis begitu deras.
"Ayah ibu, maafin Adiba yah. Maafin Adiba" ucap Adiba berkali-kali. Harapannya saat ini hanya satu semoga didalam dirinya tidak akan ada yang akan tumbuh. Semoga saja apa yang dilakukan pria bejat itu tidak ada hasil.
"Akhhh," jerit Adiba begitu frustasi, berkali-kali dia seakan membersihkan sesuatu dari tubuhnya. Dia merasa tubuhnya ada kotoran yang harus dihilangkan.
Adiba menjambak rambutnya terus-terusan seakan dia menyiksa dirinya sendiri. Malam kelam kemarin begitu mengerikan, dia sungguh benci dengan Pria yang bernama Rendra itu. Sungguh dia membencinya,.
Adiba begitu hancur sampai-sampai dia mengabaikan apapun dia berdiam ditempatnya, acuh dengan Hp miliknya yang berdering beberapa kali. Tak ada niat untuknya melihat atau bahkan mengangkatnya. Dia tengah ingin sendiri tak ingin diganggu oleh yang lain.
………………
Rendra merasa kesal sendiri dia membanting Hp di meja kantin membuat kedua temannya yang melihat dia merasa aneh.
"Heh lo kenapa? marah nggak jelas begitu" ucap Fajri pada temannya yang seperti kesal sendiri.
"Nggak, gue lagi sebel aja sama pembantu gue" bohong Rendra.
Davin dan Fajri saling lihat satu sama lain seakan mereka tidak percaya masa kesal sama pembantu sampai segitunya.
"Kenapa kalian lihatin gue begitu?" ketus Fahri menatap dua orang didepannya.
"Nggak, kepedean banget deh lo" pungkas Davin.
"Si kutu buku tadi nggak berangkat, nggak ada yang bisa kita gangguin nggak seru" ucap Fajri.
"Iya, suasana kampus sepi nggak ada dia yang biasa kita godain terutama sama nih orang. Dia godain niatnya mau taruhan sama kita eh malah dia yang dipermalukan sama tuh cewek" Davin tertawa cekikikan meledek Rendra.
"Kalian berdua bisa diem nggak, mau gue sumpel mulut kalian berdoa pakai bakso hah"
"Wah-wah mau dong, siapa yang nggak mau dikasih bakso" ucap Fajri antusias.
"Sini mulut lo gue jejelin bakso semangkuk mangkuknya ucap Rendra kesal.
"Ya jangan semangkuk nya juga kali, baksonya aja."
"Udah deh diem, kepala gue pusing"
"Pusing kenapa lo, pusing karena cupu nggak berangkat kampus. Wah jangan-jangan tadi lo nelpon tuh cewek lagi. Sudah jatuh cinta lo" Davin menatap penasaran Rendra.
"Jangan asal deh lo, mana mungkin gue suka sama tuh cewe mata empat. Bukan tipe gue, gue mau pulang" ucap Rendra kesal menegak jus jeruk didepannya dan menaruhnya keras di meja.
"Kenapa tuh anak sensi bener bawaannya" ucap Fajri melihat kearah Davin sesekali dia juga melihat kearah Rendra yang berjalan pergi sambil menenteng tas.
Rendra berjalan kesal, kenapa kedua temannya itu harus membicarakan Adiba. Soal Adiba kemana perempuan itu saat ini kenapa dia tidak masuk ke kampus.
"Kemana dia? Apa, apa jangan-jangan..Tidak..tidak mungkin" dia langsung berlari kencang, entah kenapa dia berpikir buruk tentang Adiba yang tidak sadarkan diri ditempat yang dia gunakan untuk memperawani wanita itu.
………………
Adiba perlahan mulai bangkit, dia tidak mungkin terkurung dalam belenggu terus-terusan.
"Lupakan Diba, lupakan soal semalam. Semangat lupain masa lalu, lupain. Ayo banggain ayah sama ibu" ucap Adiba perlahan berdiri dia melawan rasa frustasinya. Dia ingin sukses dan ingin menjadi seorang dokter, dia tidak mungkin menyerah soal hal ini meskipun mahkotanya terenggut.
Dia berjalan kearah saklar lampu untuk menyalakan lampu dikamar kostnya yang gelap ini sungguh dia harus bangkit jangan seperti ini.
Dia mengambil hpnya yang berbunyi tadi. Namun kini sudah mati, dia melihat siapa yang menelponnya matanya menajam dan cengkraman pada Hp semakin mengerat.
"Kenapa pria brengsek itu meneleponku" ucapnya penuh kebencian akan ingatannya atas apa yang terjadi semalam.
Adiba langsung memblokir nomor Rendra, dia tidak ingin sekalipun ingin berhubungan dengan pria brengsek itu.
Setelah memblokir nomor Rendra dia melihat panggilan masuk yang lain di sana tertulis nama My mom, lagi dia begitu sedih. Apakah nanti dia bisa membahagiakan kedua orang tuanya, doanya saat ini hanya satu tidak tumbuh sesuatu di dalam rahimnya. Semoga tidak ada benih dari pria brengsek itu didalam perutnya. Hanya itu harapannya saat ini, kalau itu sampai terjadi pasti dia akan dikeluarkan dari kampus dan harapannya untuk menjadi seorang dokter terhenti.
………………
Rendra berlari masuk kedalam rumah kosong tempat dimana dia memperkosa Adiba semalam. Entah rasa takut, rasa cemas melingkup masuk kedalam hatinya.
"Adiba, Adiba.." teriaknya memanggil-manggil nama Adiba.
Dia berjalan mendekati tempat dimana dia merenggut kesucian Adiba. Tidak ada, perempuan itu tidak ada disitu lalu kemana Adiba.
"Dia tidak ada disini, lalu dia dimana? Ah sial, aku tidak tahu dia tinggal dimana" Rendra menendang meja yang ada didepannya.
Dia mengambil Hp dalam saku celananya saat ini, ia akan menghubungi Adiba kembali mencobanya sekali lagi siapa tahu perempuan itu mengangkatnya.
Tapi sama saja, Malah sekarang tidak bisa dihubungi. Mengirimkan pesan saja batin Rendra tapi pesannya tidak bisa tidak terkirim.
"Apa dia memblokir ku, Sial.." kesalnya sendiri.
Rendra langsung berjalan keluar dari rumah kosong itu.
"Kenapa aku jadi begini, sadar Rendra cuman gara-gara kau ketagihan dengannya membuatmu jadi gila seperti ini. Ingat dia sudah mempermalukan mu beberapa hari lalu" ucap Rendra kesal sendiri dengan dirinya.
"Oke, Perempuan itu sekarang menghilang. Lihat jika terjadi apa-apa dengannya aku tidak akan tanggung jawab" putus Rendra karena kesal.
Dia lalu berjalan kearah mobil miliknya yang terparkir di depan rumah kosong ini mobil sport berwarna silver itu begitu cocok dipakai oleh Rendra.
Rendra masih meneliti sekitar tempat itu entah kenapa masih ada rasa penuh harap kalau perempuan bernama Adiba itu masih ditempat itu. Rasanya ia ingin melihat wajah perempuan tersebut.
"Ah sudahlah, kau memang sudah gila Rendra" ucap Rendra lagi dan masuk kedalam mobilnya saat ini.
Dia masuk kedalam mobil dengan santai, tapi arah matanya masih tetap menelisik daerah sekitar.
"Jika memang kau ingin menghilang, menghilang lah. Bawa keburukan ku bersamamu. Dengan kau menghilang maka aku akan aman dari Ayahku. Kalau sampai dia tahu aku menodai perempuan bisa mampus aku" gumam Rendra dan langsung menyalakan mobilnya.
°°°
T.B.C
Seminggu berlalu setelah kejadian naas itu yang menimpa Adiba atas perbuatan rendra padanya. Kenyataan pahit yang membuat dirinya mengurung diri semingguan di dalam kamar kost miliknya.
Meskipun itu sebuah hal yang memilukan serta memalukan baginya dia tidak bisa berlarut-larut dalam kesedihan tersebut. Cita-citanya begitu besar untuk membahagiakan orang tuanya sehingga dia hari ini harus memaksakan dirinya sendiri untuk masuk ke kampus lagi. Dia tidak boleh mendapat masalah di kampus ini, ia akan mengejar gelar sarjananya dan sukses untuk orang tuanya. Dia akan mempersembahkan gelar dokter itu pada orang tuanya yang selalu mendukung dirinya selama ini.
Adiba berjalan santai berusaha bersikap biasa saja, dan apabila dia bertemu pria bejat yang telah menodai dirinya. Ia akan diam saja, tak menganggap pria itu ada di hadapannya.
Degup jantung Adiba begitu kencang, tangannya menggenggam kuat selempang tas menahan rasa takut yang hendak muncul dalam dirinya.
“Diba,.” Seru seorang wanita berambut pendek berlari kecil mendekati Adiba saat ini yang akan berjalan menuju kelasnya. Seketika Adiba melihat kebelakang dimana perempuan itu berlari menghampiri dirinya.
“Tere,.” Ucapnya lirih menatap heran pada temannya itu yang mengambil nafas dalam-dalam.
“kamu kemana aja sih seminggu ini nggak ke kampus. Pak Dirgam nyariin kamu tahu terus aku ngehubungi kamu nggak bisa-bisa Hp kamu mati” tukas Perempuan bernama Tere tersebut. Dia mencecar Adiba dengan begitu banyak pertanyaan..
“Ak..aku, aku pu..pulang kampung” jawab Diba dengan tergagap karena dia bingung harus menjawab apa. Padahal dia selama seminggu hanya mengurung diri di dalam kamar indekosnya.
“kamu pulang kampung? Kenapa nggak bilang padaku sih Diba, kan aku bisa bilang sama pak Dirham biar kamu nggak di absen kosong” tukas Tere pada Diba. Tere merupakan teman Diba satu-satunya di kampus ini.
Teman-teman Diba yang lain menjauhi Adiba karena Adiba anak yang pintar dan disukai oleh Dosen-Dosen di kampus. Bahkan diusianya sekarang dia menjadi Asdos. Bukan itu saja Pak Dirham dosen muda di kampus ini sepertinya juga menaruh hati pada Adiba. Karena perhatian pria itu yang begitu lebih terhadapnya.
“nggak Pa-pa kok Tere aku absennya kosong, kalau begitu kita ke kelas yuk” Adiba segera mengajak Tere masuk kedalam kelas mereka saat ini.
...................
Rendra sedang berada di kantin kampusnya bersama dengan kedua temannya. Dia minum jus jeruk dan semangkuk bakso panas di depannya saat ini. saat dia tengah menyeruput jus jeruk tersebut pandangannya langsung beralih pada dua orang yang berjalan masuk kedalam kantin. Dia begitu saja menegakkan tubuhnya menatap perempuan itu yang hampir seminggu menghilang dan membuat dirinya membayangkan hal-hal senonoh bersama perempuan tersebut.
Jujur dia terbuai dengan apa yang membuatnya terngiang terus dengan apa yang dia lakukan seminggu lalu. Ia pikir perempuan itu telah pergi kemana. Ternyata dia saat ini muncul kembali.
Secara refleks Rendra langsung berdiri membuat kedua temannya bingung.
“mau kemana lo?” tanya Davin pada Rendra yang berdiri sambil pandangannya tak beralih kemana-mana. Ia hanya fokus pada perempuan berkacamata yang berjalan dengan lesu digandeng oleh seorang temannya masuk kedalam kantin.
“gue pergi dulu,” tukas Rendra dan langsung berjalan pergi menghampiri kedua orang itu.
“mau kemana tuh anak” tanya Fajri yang bingung akan kemana Rendra.
“kayaknya dia mau nemuin tuh cewek mata empat deh” tunjuk Davin pada Adiba dan juga Tere.
“Wah bocah itu kayaknya emang udah suka deh sama Adiba. Dia dari kemarin mikirin tuh cewek terus bahkan masuk ke kelas tuh cewek tanya ke teman-teman sekelasnya soal Adiba” jelas Fajri pada Davin.
“Masa sih, seorang Rendra suka sama kutu buku macam Adiba. Bukannya Rendra benci dengan Adiba karena telah menolak dia dan karena Adiba juga dia kalah taruhan dan memberikan mobilnya sama lo” heran Davin. Jujur dia memang penuh keheranan saat ini dia tidak percaya jika seorang Rendra bisa menyukai Adiba.
“nggak tahu juga, tapi ka..Eh lihat-lihat. Rendra narik paksa tuh cewek pergi” pungkas Fajri terhenti dan langsung menyuruh Davin untuk melihat kearah Rendra yang tiba-tiba saja menarik Adiba entah pergi kemana.
.........................
“Rendra, Rendra lepaskan aku, aku bilang lepaskan” ucap Adiba memberontak dia berusaha melepaskan tangan Rendra dari pergelangan tangannya saat ini.
Rendra tetap diam dan dia terus menarik Adiba ketempat yang sepi dan mengarah kedalam gudang saat ini. Rendra mendorong paksa Adiba masuk kedalam gudang itu, dia memang sengaja mengajak perempuan berkacamata tersebut kesini. Karena ia ingin membicarakan sesuatu.
“Kau darimana saja selama seminggu ini?” tanya Rendra sambil menghempaskan Adiba.
Adiba menatap tajam Rendra dan berjalan kearah pintu, dia tidak ingin menjawab pertanyaan dari pria bejat seperti Rendra. Ia tidak mau lagi berurusan dengan pria yang telah mengambil kesuciannya itu.
“kau mau kemana? Jawab aku” Rendra mencekal tangan Adiba yang akan membuka pintu.
“bukan urusanmu, lepaskan aku. aku benci denganmu, minggir aku mau keluar” tukas Adiba.
“Kau pikir bisa pergi begitu saja dengan mudah hah, tidak akan bisa. Layani aku dulu sekarang” Rendra menghempas Adiba dan dia mendorong perempuan itu kedinding menghimpitnya.
“kau mau apa? Tolong jangan begini kan aku. aku bukan ****** mu mengerti, apa kau belum puas dengan yang kau lakukan padaku seminggu lalu” tatapan tajam begitu terlihat jelas dalam manik mata Adiba. Dia menatap penuh kemarahan pada pria yang menghimpitnya saat ini. dia sebenarnya gemetaran takut kalau Rendra akan melakukan hal bejat lagi terhadapnya.
Rendra yang mendengar itu malah tersenyum miring menatap Adiba yang menahan takut padanya.
“Kenapa kau takut, biasa saja” lirih Rendra dengan ringan.
Dia tiba-tiba saja mencium Adiba dan beralih pada leher perempuan itu dia menciumi leher tersebut dan menghisapnya membuat Adiba yang tadi melawan saat ini beralih mendesah karena Rendra.
“Kau menikmatinya juga ternyata, tapi maaf sayang. Aku bisa menahan nafsuku saat ini. lain kali aku akan lanjutkan” Rendra menjauh dari Adiba dan dia pergi begitu saja setelah melakukan hal tersebut pada perempuan itu.
Adiba langsung terduduk di lantai, dia menghembuskan nafas lega karena Rendra tidak melakukan hal bejat padanya di kampus. Meskipun begitu air matanya luruh menetes begitu deras dan isakan mulai keluar dari mulutnya.
“kenapa nasibku begini, kenapa menjadi tidak tenang seperti ini” ucap Adiba dengan bibir bergetar hebat.
Kuat Kah ia jika terus menerima hal seperti ini dari Rendra, apa dia berhenti saja dari kampus ini pergi sejauh mungkin agar tidak bertemu dengan pria itu lagi. Dia benar-benar merasa berat berada di kampus ini dengan pria yang telah merebut kesuciannya itu yang semakin seenaknya sendiri.
°°°
T.B.C
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!