Siang itu Nina pulang kerja dengan sedikit terburu-buru. Letak tempat kerja dan jalan raya lebih kurang dua ratus meter. Rasa malas menyelimuti hatinya Nina untuk menuju jalan raya tersebut. Bagaimana tidak, panas yang cukup ekstrim dan tempat menunggu bis yang agak jauh dari tempat kerjanya membuatnya lebih memilih menelpon taksi dari pada jalan menunggu bis di pinggir jalan sana.
Tak lama taksi yang di pesannya pun datang. Nina segera naik dan taksi pun melaju.
"Kemana neng?"tanya sang sopir.
"Jalan merpati",kata Nina singkat.
Sang sopir pun mengangguk tanpa bertanya lagi. Taksi melaju dengan kecepatan sedang. Setengah perjalanan tiba-tiba Nina teringat akan sesuatu.
"Pak ke minimarket itu bentar ya, ada yang mau aku beli, gak lama bentar aja",kata Nina pada sopir taksi tersebut.
Sang sopir pun meminggirkan taksinya. Nina keluar dari taksi dan menuju minimarket tersebut. Tak lama Nina kembali keluar dengan menenteng kantong plastik kecil. Nina buru-buru menuju taksi. Nina sangat terkejut ketika tiba-tiba ada sebuah motor besar hampir menyerempet tubuhnya. Motor besar itu pun bermaksud untuk ke minimarket tersebut. Nina yang masih dalam keadaan gemetar karena kaget, masih tegak di posisinya semula. Jantungnya serasa mau copot. Sopir taksi yang melihat kejadian itu segera turun dan menemui Nina. Dengan sigap dan cepat sopir tersebut sudah berada di dekat Nina yang masih berdiri bengong.
"Kamu tidak apa-apa?", tanya pak sopir sedikit khawatir.
Nina cuma menggeleng. Tenggorokannya rasa tercekat. Sang sopir yang melihat Nina tidak apa-apa segera menghadang pergerakan pengendara motor tersebut yang ingin memasuki minimarket itu juga yang bergerak melenggang santai tanpa dosa.
"Eehh mas bukannya khawatir melihat orang yang hampir elu tabrak, malah santai seperti tak melihat apa-apa. Coba mas lihatnya pakai mata jangan pakai dengkul jadi kelihatan", kata sopir pada pengendara motor tersebut geram.
"Koq jadi salah saya sih pak?terus kenapa juga anda yang ribut, yang punya badan saja santai, dia tuh yang sembarang, jalan tanpa lihat kiri kanan, coba lihat dia juga gak kenapa-kenapa kan?", kata si pengendara tanpa merasa bersalah.
"Eeh ngeyel nih orang, gak makan bangku sekolah kali ya", kata sang sopir menahan emosinya.
"sudah minggir sana, saya banyak urusan. Malas meladeni orang sakit seperti kalian", kata pengendara motor tersebut seraya sedikit mendorong sang sopir supaya tidak menghalangi jalannya. Sang sopir mulai terpancing, di tariknya tangan si pengendara motor tersebut sehingga mereka kembali berhadapan.
"Ohh ternyata anda mau dengan kekerasan ya", kata pengendara motor tersebut mulai memasang kuda-kuda.
Nina tidak mau urusan menjadi ribet dan panjang. Nina melerai perdebatan keduanya.
"Sudahlah pak lupakan saja, buang-buang waktu saja meladeni orang macam dia",kata Nina yang sudah bisa menguasai dirinya.
"Hei nona, jaga mulut ya, sembarangan. Kamu kan yang salah jalan gak lihat-lihat lagi, jangan salah kan aku kalau aku berbuat kasar pada kalian", kata sang pengendara hendak menarik tangan Nina tapi cepat di tepis oleh Nina. Nina mundur satu langkah ke belakang.
Di saat yang bersamaan ada dua orang pemuda yang melihat kejadian tersebut. Lama mereka memperhatikan.
"Sepertinya aku mengenal wanita itu", kata pria satunya.
"Iya sepertinya Nina, ada apa ya?", kata pria satunya.
"Yuk kita ke sana", kata pria satunya lagi.
Mereka menuju di mana Nina dan pak sopir berada. Mereka memutar arah mobilnya. Dan mendatangi Nina dan sang sopir yang masih terlibat adu mulut dengan si pengendara motor tersebut.
"Benaran Nina",kata pria itu lagi.
Mereka mendekat ke Nina dan kedua pria tersebut melihat perdebatan yang terjadi antara sopir taksi dan seorang pemuda. Mereka yang tak tahu masalah sebelumnya akhirnya bertanya pada Nina.
"Nin, ada apa?",tanya pria satunya.
"Eeh kak Jimmy dan kak Marsel, ini kak tadi aku hampir di serempet oleh dia, untung aku bisa ngelak, dan itu pak sopir yang aku pesan taksinya", jelas Nina.
"Kamu gak apa-apa kan?", tanya Marsel.
"Alhamdulillah nggak kak", kata Nina.
"Syukurlah", kata Marsel lagi.
Sang pemuda pengendara motor ingin berlalu karena melihat tak ada gunanya berlama-lama di situ. Dia membatalkan niatnya untuk belanja di minimarket tersebut. Dia kembali menaiki motor besarnya. Tapi sang sopir taksi tak mau pemuda tersebut kabur tanpa ada penyelesaian masalah, minimal meminta maaf atas kesalahannya.
"Turun atau massa akan bertindak brutal padamu", kata sang sopir kesal sambil memegang jaket pemuda tersebut.
Pemuda tersebut turun dari motornya dengan muka menegang menandakan kalau dia juga menahan emosi yang hampir meledak. Pemuda tersebut menyibakkan jaketnya yang di pegang sang sopir taksi.
"Lepas", kata sang pemuda.
Sang sopir taksi melepaskan pegangannya pada jaket pemuda tersebut. Marsel dan Jimmy bermaksud menengahi.
"Sudahlah kita selesaikan dengan damai, kamu minta maaf dengan mbak ini", kata Marsel menyarankan pada pemuda tersebut untuk meminta maaf pada Nina.
"Minta maaf?dia yang salah kenapa aku yang minta maaf, gak salah apa", kata pemuda itu sambil berkacak pinggang.
"Songong amat ni anak", kata Jimmy yang sedari tadi cuma melihat saja.
Pemuda tersebut mengeluarkan dompetnya dan memberikan beberapa lembar seratus ribuan kepada Nina.
"Ini ambil, kamu mau ini kan, minggir aku mau pergi", kata pemuda tersebut memberikan beberapa lembar uang pada Nina, Nina bengong dan pemuda tersebut mendorong si sopir taksi untuk tidak menghalangi pergerakannya lagi.
"Bocah kurang ajar", kata sang sopir seraya menjatuhkan bogem keras ke rahang pemuda tersebut.
Sang pemuda meringis dan bermaksud menyerang balik sang sopir. Sang sopir mengelak. Sang pemuda tak kehabisan akal, dia menendang paha sang sopir sehingga sang sopir terduduk di tanah. Sang sopir bangkit dan kembali membalas menerjang sang pemuda. Satu tendangan mendarat di perut pemuda tersebut. Pertarungan semakin sengit. Banyak orang mulai berdatangan ingin tahu apa yang sedang terjadi. Mereka bukannya melerai tapi asik menonton adegan tersebut.
"Ada tontonan tinju gratis nih", kata seorang emak-emak yang juga ada di situ.
Marsel dan Jimny saling pandang. Nina berusaha melerai tapi tak di gubris kedua orang tersebut.
Jimmy maju ke depan melerai pertarungan yang semakin sengit tersebut.
"Hentikan", teriak Jimmy.
Tapi karena sudah kalap, sang pemuda terus menyerang sang sopir. Jimmy menengahi. Tapi apes bagi Jimmy dia malah kena tendangan dari kaki pemuda tersebut tepat mengenai iganya. Sang pemuda jadi gelagapan. Dia cepat menaiki motornya dan tancap gas meninggalkan tempat tersebut. Sang sopir ingin mengejar tapi gerakannya kalah cepat.
###jangan lupa komen, like dan votenya ya, ma kasih###
Marsel cepat menghampiri Jimmy yang memegangi iganya. Sang sopir juga maju melihat keadaan Jimmy. Nina yang tak menyangka Jimmy akan terkena pukulan dari pemuda tadi masih menutup mulutnya karena rasa kaget yang tak terhingga. Marsel membawa Jimmy ke dalam mobil. Jimmy menarik nafasnya yang terasa sesak. Nina cepat menengok keadaan Jimmy.
"Kak Jimmy maafin Nina ya, maafkan", kata Nina seraya duduk di samping Jimmy.
"Kak Marsel gimana ini?", kata Nina ketika melihat Jimmy yang mengap-mengap seperti ikan yang hidup di air panas.
"Kita bawa ke rumah sakit aja", kata Marsel pada Nina.
"Bagaimana dengan taksi tadi?", tanya Nina bingung.
"Bayar aja, kamu ikut aku ke rumah sakit", kata Marsel tanpa pikir-pikir lagi.
"Iya udah deh, aku bayar dulu ya", kata Nina turun kembali dari mobil dan membayar ongkos taksi tersebut.
Nina kembali naik ke mobil. Marsel segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga terdengar suara berdecit dari ban mobilnya.
"Kak Marsel maaf ya semua gara-gara aku jadinya begini", sesal Nina.
Seandainya dia tak mampir ke minimarket tersebut, pasti semua ini tak akan pernah terjadi. Kini semua telah terjadi. Nina menyesal.
Nina kembali memandangi Jimmy yang meringis tanpa suara. Sepertinya sangat kesakitan.
"Kak Marsel cepetan dong", kata Nina cemas.
"Iya ini udah cepat", jawab Marsel menambah kecepatan laju kendaraannya.
Nina tambah cemas ketika melihat wajah Jimmy tambah pucat.
"Kak Jimmy ku mohon bertahanlah", kata Nina sambil memegang bahu Jimmy.
Tak ada jawaban dari Jimmy. Jimmy menahan sakit yang tak terhingga pada iganya. Dia tak begitu mendengarkan kata-kata Nina.
Tak lama mereka pun sampai di rumah sakit. Jimmy segera di bawa ke IGD untuk segera di adakan pemeriksaan general check up.
Betapa terkejutnya Nina dan Marsel ketika dokter mengatakan kalau iga Jimmy ada yang patah dan akan segera di adakan tindakan operasi secepatnya.
Marsel tak mau ambil pusing, dia langsung menyetujui ketika dokter bilang kalau Jimmy perlu tindakan operasi. Kalau tidak segera di lakukan operasi maka Jimmy akan tambah susah untuk bernafas.
Dokter segera melakukan tindakan operasi atas persetujuan Marsel. Marsel memberitahukan kepada orang tuanya Jimmy, kalau sahabatnya itu sekarang sedang berada di rumah sakit. Marsel sengaja tidak menceritakan kejadian sebenarnya di telepon. Biar orang tua Jimmy datang dulu ke rumah sakit.
Nina tambah merasa bersalah. Kalau tidak karena membelanya, Jimmy tak akan mengalami hal buruk ini. Nina mondar mandir. Hatinya sangat cemas. Berkali-kali Nina *******-***** tangannya sendiri penuh rasa takut. Takut kalau terjadi apa-apa terhadap Jimmy.
"Kalau kak Jimmy mati gimana?", bisik batin Nina dalam takutnya.
"Ya allah gimana ini, aku sangat takut", gumam Nina.
Sesekali Nina mengusap wajahnya. Telapak tangannya berkeringat. Menandakan Nina dalam keadaaan setres berat.
"Ini ambil", kata Marsel memberikan satu botol air mineral pada Nina.
Nina menerimanya. Nina hanya memegang air tersebut tanpa meminumnya. Hatinya gelisah, pikirannya kalut. Dalam hatinya terus berdoa untuk keselamatan Jimmy.
"Nin, aku lihat kamu mondar-mandir seperti itu aku jadi ikut cemas. Cobalah untuk tenang", kata Marsel mengingatkan Nina.
"Bagaimana aku bisa tenang kak, kak Jimmy begini gara-gara aku", kata Nina kecut.
"Ini cuma kecelakaan, pemuda itu ingin menendang sopir taksi itu tapi malang bagi Jimmy justru dia yang terkena", jelas Marsel.
"Iya kak tapi tetap saja penyebabnya adalah aku, coba kalau kalian tak datang melihatku, semua ini tak akan terjadi", kata Nina menyesali semuanya.
Marsel hanya menghela nafasnya. Dia bingung apa yang akan dia katakan kalau orang tua Jimmy nanti datang. Benar saja tak lama kemudian orang tua Jimmy datang.
"Mana Jimmy? apa yang telah terjadi padanya?", tanya mamanya Jimmy beruntun.
Marsel dan Nina saling tatap sebentar.
"Jak Jimmy...", Nina belum selesai bicara tapi sudah di potong oleh Marsel.
"Ini tante, tadi ada pemuda yang hampir menabrak kami, karena emosi Jimmy pun marah dan terjadilah perkelahian dengan pemuda tersebut. Jimmy patah tulang iga karena tendangan tersebut", jelas Marsel sedikit berbohong untuk menyelamatkan Nina.
Nina menatap tak mengerti pada Marsel. Marsel hanya mengedipkan matanya sedikit pada Nina. Memberi tanda pada Nina untuk tak memperpanjang masalah.
"Ini siapa?", tanya mama Jimmy ke Nina.
Nina baru saja mau menjawab tapi cepat di dahului oleh Marsel.
"Ini Nina tante, kebetulan sebelum kejadian dia ikut kami untuk pulang ke rumahnya, karena kebetulan tadi kami lewat tempat kerjanya dia, melihat dia menunggu taksi iya kami ajak saja sekalian", kata Marsel berbohong untuk kedua kalinya.
Nina mengeryitkan dahinya.
"Oohh, terus Jimmy di mana sekarang?", tanya mamanya Jimmy cemas.
"Masih di ruang operasi tan", kata Marsel.
Mamanya Jimmy terduduk lemas di kursi tunggu. Nina tak tahu harus berbuat apa.
Flashback**
Marsel dan Jimmy adalah temanan semenjak SMA. Jimmy merupakan anak orang terkenal di kotanya. Marsel sekarang bekerja di perusahaan orang tua Jimmy sebagai asisten Jimmy. Mereka sudah seperti saudara.
Nina merupakan adik kelas mereka dulunya. Nina di kenal karena pintar dan juga cantik. Tapi saat itu Jimmy tidak tertarik dengan Nina karena Nina orangnya pendiam dan bisa di bilang kuper.
Mama Jimmy orangnya sangat cerewet. Segala sesuatu kalau tidak sesuai dengan hatinya maka akan timbul keributan. Marsel sebagai sahabat Jimmy sangat mengenal watak mamanya Jimmy.
Flashback end**
Marsel yang sangat tidak ingin Nina jadi sasaran empuk mamanya Jimmy, terpaksa sedikit berbohong demi kebaikan bersama.
"Bagaimana keadaan Jimmy ma?", tanya papanya Jimmy yang baru datang. Nafasnya terengah-engah. Mungkin karena setengah berlari menuju di mana keberadaan Jimmy.
"Masih di ruang operasi pa", kata mamanya Jimmy yang tangisnya mulai meledak.
Tadi cuma di tahannya. Sekarang air mata itu tak bisa lagi di bendungnya. Mama Jimmy menangis meratapi nasib anaknya.
"Kita berdoa saja tante, semoga kak Jimmy tak kenapa-kenapa", kata Nina pada mamanya Jimmy.
Tenggorokan Nina rasa tercekat mengatakan itu. Nina tetap merasa bersalah atas kejadian ini
"Kamu siapa?", tanya papanya Jimmy penuh selidik.
Sebelum menjawab Nina memandang ke arah Marsel sebentar.
"Saya temannya kak Marsel dan kak Jimmy pak", jawab Nina sambil tersenyum tipis.
"Oh gitu", kata papanya Jimmy singkat.
Tak ada lagi pembicaraan. Semua diam. Suasana jadi hening. Sesekali terdengar isak tangis mamanya Jimmy memecah keheningan.
Nina duduk sambil matanya hanya sanggup memandangi ujung sepatunya saja. Rasa bersalahnya yang besar, ia bahkan tak sanggup memandang wajah kedua orang tua Jimmy.
Marsel duduk sambil memainkan kunci mobil yang ada dalam genggamannya. Dia juga bingung mau ngomong apa lagi. Jadi yang bisa dia lakukan sekarang hanya bisa diam.
.
.
.
.
Selamat membaca ya readers...
Jangan lupa beri like, vote dan komennya juga ya.
Mampir juga ke karyaku yang lain:
Masih Ada Pelangi (tamat).
Seorang dokter keluar dari ruang operasi. Mama Jimmy yang melihat keadaan tersebut cepat mendatangi sang dokter.
"Bagaimana keadaan anak saya dok?", tanya mamanya Jimmy masih dalam keadaan cemas.
"Operasinya berhasil, anak ibu baik-baik saja, dalam waktu kebih kurang 1 jam anak ibu akan segera siuman, saya permisi", kata sang dokter.
"Syukurlah, terima kasih banyak Dok", kata mamanya Jimmy dengan senyum di wajahnya.
Dokter segera berlalu. Nina dan Marsel mengucap syukur.
"Terima kasih ya allah", kata Nina seraya mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
"Tante om kak Jimmy sudah selesai operasi, saya pulang dulu", kata Nina pamit pada kedua orang tua Jimmy.
"Biar ku antar", kata Marsel cepat.
"Nggak usah kak, Nina naik taksi aja", kata Nina menolak dengan halus.
"Gak papa sekalian aku juga mau pulang, nanti baru ke sini lagi", kata Marsel pada Nina.
"Iya udah gak usah di tolak, itu rejeki, mumpung Marsel lagi baik", kata papanya Jimmy ikut nyeletuk.
"Iya udah deh, mari om tante", kata Nina lagi.
"Hati-hati", kata mama Jimmy pada Marsel dan Nina.
Nina dan Marsel berlalu.
"Kamu kerjanya tiap hari ya Nin?", tanya Marsel setelah mereka sudah berada di dalam mobilnya Marsel.
"Iya kak, hari minggu pun gak libur", kata Nina.
"Wah capek banget itu", kata Marsel sambil matanya tetap fokus ke jalan raya.
"Sangat, tapi mau gimana lagi kak, cari kerja sekarang susah", kata Nina.
"Bagaimana kalau kamu berhenti saja dari kerjamu?", kata Marsel membuat Nina tercengang.
Berhenti?mau makan apa keluargaku?bisik batin Nina. Nina merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Nina sudah tidak mempunyai ayah lagi. Ibunya sakit-sakitan. Adiknya yang kini duduk di bangku SMA butuh biaya. Bagaimana mungkin dia berhenti dari kerjanya.
"Kak Marsel ternyata suka bercanda ya", kata Nina pada Marsel.
"Maksudnya gini, kamu berhenti kerja di situ dan kamu bisa kerja di perusahaan Jimmy, karena sekarang kami butuh tenaga seorang wanita yang ulet, pintar dan bisa di percaya tentunya", kata Marsel.
Nina kembali tercengang seakan tak percaya dengan pendengarannya.
"Kebetulan sekretaris Jimmy lagi cuti hamil, untuk sementara kamu bisa menggantikannya", kata Marsel sukses membuat Nina bengong.
"Nin koq bengong, kamu dengar kan?", tanya Marsel.
"I i iya kak dengar", kata Nina terbata.
Marsel yakin Nina cocok untuk tugas itu. Nina cantik, tinggi semampai, pintar dan ulet. Walau mungkin nantinya Nina sulit beradaptasi karena Nina kelihatannya pemalu. Tapi Nina punya potensi.
"Terima kasih ya kak udah di anterin pulang, gak mampir dulu nih?", kata Nina berbasa-basi.
"Nggak terima kasih mungkin lain kali, oh iya senin nanti kamu sudah bisa kerja", kata Marsel pada Nina.
Senin?ini kan sabtu?waduh...bisik batin Nina.
Memang pepatah lama memang benar adanya, kalau sudah rejeki tak akan lari kemana.
"Baik kak terima kasih", kata Nina sambil melambaikan tangannya pada Marsel.
Setelah mobil yang di gunakan Marsel tidak terlihat lagi dalam pandangannya, Nina baru masuk ke dalam rumahnya.
*****
Jemari Jimmy bergerak pelan. Perlahan Jimmy membuka matanya. Langit-langit putih rumah sakit adalah pertama yang di lihat oleh Jimmy.
Jimmy masih belum sadar penuh. Perlahan kesadarannya mulai terasa. Jimmy mulai sadar kalau sekarang dia berada di rumah sakit. Mama Jimmy yang menyadari ada pergerakan yang di rasakannya. Dia segera memandang kepada Jimmy.
"Kamu sudah sadar nak",kata mamanya Jimmy seraya memegang tangannya Jimmy.
Mamanya memanggil suaminya yang beada di luar ruangan. Sang mama memberitahu kalau putranya sudah siuman. Sang mama kembali masuk dan mengambil air minum, lalu di berikannya pada Jimmy.
"Syukurlah kamu sudah siuman", kata sang papa.
"Marsel mana Ma?",tanya Jimmy setelah dia menyadari tak ada Marsel di situ.
"Dia tadi mengantar Nina pulang, kemudian langsung pulang ke rumahnya, tapi katanya tadi dia akan kemari lagi", jelas sang mama.
Jimmy baru ingat kalau tadi Nina juga mengantarnya ke rumah sakit tersebut. Jimmy ingin bangun dari tidurnya tapi cepat di cegah oleh sang mama.
"Eeeehh jangan duduk dulu", kata sang mama.
"Kenapa denganku Ma?", tanya Jimmy tak mengerti.
"Kamu kan baru sudah operasi, jadi jangan banyak gerak dulu", jelas sang mama.
"Operasi? operasi apa Ma?", tanya Jimmy semakin tak mengerti.
"Apa kamu tak ingat kejadian beberapa jam yang lalu terhadapmu?", tanya sang mama.
"Aku hanya tahu igaku sakit sekali, setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi", kata Jimmy.
Pikirannya mulai berkelana mengingat kejadian yang terjadi antara sopir dan pemuda pengendara motor tersebut. Jimmy menghela nafasnya. Terasa sakit di iga sebelah kirinya.
"Iga sebelah kiri kamu ada yang patah, makanya cepat di operasi tapi sekarang sudah di tangani oleh dokter, emangnya kamu kenapa sih?", tanya sang mama walau dia sebenarnya sudah mengetahui semuanya dari Marsel.
"Ceritanya panjang ma, tapi sudahlah,,pemuda tersebut juga sudah kabur entah kemana",jelas Jimmy.
"Iya sudah yang penting kamu sudah baikan, istirahat, makan yang banyak dan minum obatnya biar cepat sembuh",kata sang mama mengingatkan.
Jimmy mengangguk. Walau di dalam keluarganya Jimmy terkenal keras kepala, tapi untuk sekarang ini dia tidak membantah setiap yang di katakan mamanya. Jimmy berusaha memejamkan matanya kembali. Dia mengingat kembali kejadian siang tadi. Saat di mana Nina sangat ketakutan dan mencemaskan dirinya. Dia mengingat bagaimana Nina menggenggam tangannya karena khawatir yang berlebihan.
"Nina", bisik batin Jimmy.
Jimmy anak seorang pengusaha ternama di kotanya, Purnama Wijaya. Nama yang cukup di segani oleh banyak orang di kota tersebut. Mempunyai kekayaan yang tak terhitung jumlahnya dan mempunyai perusahaan terkenal yang sedang berkembang pesat.
Jimmy di kenal sangat banyak dekat dengan para gadis cantik. Tapi tak satu pun yang menyangkut di hatinya. Baginya dekat dengan wanita cuma sebagai hiburan semata tidak lebih.
Tapi semenjak kejadian siang tadi, dia jadi kepikiran akan Nina. Gadis biasa yang notabenenya seorang adik kelasnya. Nina terkenal pintar di sekolahnya, pendiam dan kutu buku. Bagi Jimmy itu sangat tidak menarik.
Tapi lagi-lagi mengingat kejadian itu, Jimmy jadi senyum-senyum sendiri.
"Lucu melihat mukanya kalau lagi cemas dan kalut begitu", gumam batin Jimmy.
"Kamu kenapa nak?", tanya sang mama saat melihat Jimmy sedang senyam-senyum sendiri.
Jimmy kaget. Walau bekas operasi masih menyisakan sakit yang tak terkira. Tapi mengingat wajah Nina rasa sakit itu sedikit berkurang.
"Nggak ma, cuma teringat kata-kata Marsel di kantor tadi pagi, mama tahukan Marsel orangnya gimana?",tanya Jimmy pada mamanya.
"Iya Marsel orangnya suka guyon", kata sang mama membenarkan.
Pintu ruangan Jimmy terbuka.
"Nina..", kata Jimmy tersenyum senang.
bersambung....
Jangan lupa komen, vote dan likenya ya..Terima kasih.
Mampir juga ke karyaku yang lainnnya:
Masih Ada Pelangi (tamat).
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!