NovelToon NovelToon

THE CASE

MARIA DAN PARA MENTERI

-Kasus Tanpa Penyelesaian-

Banyak sekali orang yang mendatangi kediaman kami hari ini. Semua berbondong-bondong memberikan berkas perkara dan meminta kami membantu menyelesaikannya. Sebenarnya kediaman kami bukanlah kantor aparatur negara yang harusnya membantu mereka. Namun, akibat dari kasus yang telah berhasil Naren pecahkan tempo hari membuat kiprah kami menggegerkan seluruh Negeri.

"Ini semua kasus yang konyol, apakah sudah sebobrok ini penegak hukum kami sampai-sampai mereka mengurusi pencurian sapi selama berhari-hari sedangkan kasus korupsi mereka bahkan tak peduli," katanya sambil membalik berkas tentang pencurian anak sapi.

Memang mengejutkan, setelah kami berhasil menyelesaikan kasus berlian yang hilang, selalu saja berkas kehilangan hadir di atas meja kami. Ada seorang warga yang mengeluhkan anak sapinya telah hilang selama lima hari. Dalam berkas itu pemilik menyebutkan bahwa polisi bahkan datang setiap hari mengunjungi rumahnya, hanya sekedar memfoto tempat kejadian perkara atau mengobrol dan numpang ngopi.

"Mereka bahkan tidak menyadari bahwa dari foto mereka sendiri sudah cukup banyak bukti," keluh Naren sembari menatap foto pasak pengikat yang hilang dari tempat semestinya.

Naren menjajarkan semua foto yang ada dan pandangannya ia fokuskan pada salah satu foto di mana terdapat goresan jejak halus di tanah tempat anak sapi itu terakhir kali terlihat. Dengan beberapa ketikan Naren mencoba menghubungi seseorang.

"Pak Mar, apa polisi sudah memberikan berita terkait perkembangan pencarian?" tanya Naren yang sepertinya sedang menghubungi Maryanto pemilik anak sapi.

Naren terlihat menggaruk ujung kepalanya dan mengacak-acak rambut yg menutup dahinya. Aku tahu pasti dia sedang frustasi bila melakukan hal semacam ini. Mungkin lawan bicaranya di seberang memberikan jawaban tidak sesuai dengan yang ia harapkan.

"Sekarang coba anda susuri saja arah goresan tanah itu, ada baiknya jika areanya menuju padang rumput atau tepi sungai. Bila sudah ada perkembangan setelah ini segera hubungi kami." Naren menutup teleponnya.

Satu masalah selesai, Naren mengatakan bahwa sapi itu bukan dicuri melainkan melarikan diri. Naren berharap sapi kecil akan segera di temukan di samping area persawahan atau sungai. Jelas saja polisi tidak mendapatkan perkembangan, karena mereka hanya terfokus pada jejak terompah yang tertinggal di depan kandang. Namun hanya dengan melihat data si pemilik sapi saja, bisa dipastikan bahwa itu jejak kakinya sendiri.

*******

Naren membuka berkas berikutnya, sesekali ia menyeruput secangkir kopi yang telah aku sediakan tadi. Orang memanggilku Farel tangan kanan Narendra, mereka tidak tahu bahwa Naren selalu bisa menyelesaikannya sendiri sedang diriku hanya berguna sebagai pengaduk kopi.

"Rel, kopi buatanmu hari ini sangat menggugah hati," pujinya seraya menyeruput kopi itu kembali.

Andai ia tahu kalau hanya aku yang bisa bertahan bersamanya di sini, beberapa asisten kami sebelumnya memutuskan untuk pergi. Mereka tidak tahan berdiam lama seorang diri saat menanti Naren memecahkan beragam teka-teki. Kalau bukan karena janji persahabatan kami mungkin aku juga memilih pergi alih-alih menemaninya memecahkan misteri.

"Rel, coba kemari dan lihat ini," serunya tiba-tiba sembari melambaikan tangan memintaku menghampiri.

Akhirnya, setelah tiga jam menanti ia membutuhkan bantuanku lagi. Aku sebenarnya sangat benci berdiam diri, namun sudah nasibku memiliki sahabat yang lebih sering tenggelam dalam dunianya sendiri.

'Maria Amanda' nama yang tertulis sebagai identitas pemilik berkas ini. Ia mengatakan bahwa saat ini tengah di bawah sebuah ancaman. Tidak banyak informasi yang dapat kami peroleh dari berkas ini, hanya data Maria Amanda sendiri serta alamat tinggal terbarunya saat ini. Namun, ada satu yang mengusik pikiran kami, aku yakin Naren pun memikirkan hal ini.

'Bila kalian tidak datang malam nanti maka aku akan mati.'

Permintaan macam apa ini, bagaimana bisa ketidakhadiran kami berkaitan dengan penyebab ia mati. Naren melirik meminta pendapatku, percuma saja ia pasti sudah memiliki keputusannya sendiri yang tidak akan bisa kuhalangi.

"Aku ikut kamu aja, Ren ... tidak ada salahnya kita berjalan-jalan malam ini," ucapku sembali berjalan kembali ke kursi malas di dekat mesin pembuat kopi.

"Nah, kau memang sahabat terbaikku, Rel."

*******

"Naren dan Farel ya?" tanya wanita muda di hadapan kami.

Seperti biasa Naren memberikan kartu namanya yang ia buat sengaja untuk mempromosikan diri. Setelah mengambil beberapa kudapan untuk kami Maria mulai memperkenalkan diri.

"Perkenalkan nama saya Maria, saat ini saya dipercaya untuk menangani sebuah kasus dugaan korupsi di instansi kami. Sebenarnya semua berjalan sangat baik hingga satu persatu teman kami mendapatkan kecelakaan saat mencoba mencari bukti," ucapnya sembari menuangkan teh ke cangkir kami.

Naren memilih menikmati teh sembari mendengar penjelasan dari klien kami. Sesekali kupergoki ia tengah mencuri pandang kearah Maria. Ia sepertinya menyadari kejanggalan yang ada di sini.

"Baik, berarti tugas kami adalah memberikan informasi terkait kondisi rekan anda saat ini dan juga mencari cara agar Anda bisa masuk kesana dengan aman tanpa ada yang mengikuti? Lalu menyelidiki beberapa orang di dalam daftar ini?" tanya Naren memastikan apa yang Maria ingin kami lakukan.

"Iya benar, saya sangat mengkhawatirkan mereka namun saya juga tidak bisa mengambil resiko dengan keamanan saya sendiri," ucap Maria kembali memberikan alasan.

Setelah mengambil berkas untuk menunjang penyelidikan kami pamit pulang. Sepanjang perjalanan Naren hanya memandang fokus kedepan, sekali lagi meninggalkanku terdiam di sini.

"Rel," ucapnya

Aku memilih diam dan tidak menyahutnya, sesekali biar Naren merasakan kalau dianggap tidak ada itu tidak menyenangkan.

"Farel!" Rupanya Naren sudah habis kesabarannya.

"Apa? Kamu masih inget kalau aku ada di sini?" ucapku memberikan sindiran padanya.

"Iya, maaf ... maaf ... aku tidak bermaksud mendiamkanmu tadi. Jujur saja mengingat Maria membuatku sedikit lupa diri."

"Kenapa? Kamu menyadari dandanannya?" ucapku masih tanpa menatap ke arahnya.

Naren terdiam, dari sudut mata aku tahu ia kini menatap kearahku. Sepertinya ia terkejut karena aku mengerti apa yang ada dalam pikirannya. Mungkin dia lupa bahwa sudah lebih dari lima tahun aku menghabiskan waktu menemani petualangannya. Bahkan mungkin aku juga tahu baju dalam warna apa yang saat ini ada di balik kemejanya.

"Kamu juga menyadarinya ternyata," ucapnya kembali fokus berkendara.

"Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya, seorang wanita yang tengah dilanda ketakutan akan kematian tapi berdandan seolah ia akan pergi ke pesta pernikahan." Aku mengingat kembali gaun brukat merah yang tadi Maria kenakan beserta dandanannya yang aku sangat yakin tidak cukup satu jam duduk di depan kaca.

"Aku lebih curiga pada Maria, sepertinya kita butuh lebih banyak info tentanya, Rel," ucap Naren

Tanpa menunggu instruksinya lagi jariku telah menari di papan tuts netbook milikku ini. Dengan kemampuan berselancar di alam maya yang aku miliki tidak butuh waktu lama sampai data lengkap Maria terpampang di layar mini. Mulai dari data diri hingga segala data keluargannya kini tertuang di dalam file yang kutemukan.

'Nama Ayah : Anthony Hari Atmaja'

Rupanya benar kecurigaan kami, Maria bukan orang biasa. Dia adalah cucu dari konglomerat terkaya nomor tiga di Indonesia sekaligus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Hari Atmaja. Namun, untuk apa seorang cucu konglomerat bekerja di sebuah instansi kecil yang bahkan tidak bisa membiayai tagihan listrik di apartemennya tadi.

"Menarik bukan, Rel?"

Melihat senyum di wajah Naren justru membuatku bergidik ngeri. Terlebih lagi beberapa saat kemudian aku telah berdiri di depan brankas milik salah satu petinggi Negeri ini. Ya, Naren mengajakku mencari bukti dengan menyelinap ke rumah salah satu menteri, anehnya kami tidak tertangkap bahkan terdeteksi. Suasana baik-baik saja esok harinya tanpa mereka sadari Naren berhasil mengambil surat penting yang berkaitan dengan sebuah kasus dugaan korupsi. Surat inilah yang akan menjebloskan semua oknum itu ke dalam penjara.

*******

CARA UNTUK HIDUP

-Pilihan Untuk Bertahan Hidup-

Aku merasa gila bila mengingat apa yang telah terjadi semalam. Bagaimana bisa secara sadar aku mengikuti Naren menyusup ke rumah seorang menteri. Di saat jantungku masih berlarian seperti ini dengan seenaknya Naren menyunggingkan senyum puas sembari melajukan kendaraan kami.

*******

"Gimana, Rel?"

"Aku tidak tahu lagi apa yang ada dalam pikiranmu, Ren. Bagaimana bisa kita mencuri semua ini?" keluhku sembari melemparkan berkas ke meja Naren.

[tok ... tok ... tok ...]

"Lihat, bahkan sudah ada yang berhasil mengikuti kita sampai sini." Aku berteriak kesetanan merasa kami telah ketahuan.

Naren mendekat ke tepi jendela, jari telunjuk ia arahkan ke depan bibirnya. Aku mengikuti gerakan yang sama, mendekat ke arah jendela dan mencoba melihat sosok wanita muda yang berdiri di depan sana. Naren memberikan kode untuk membereskan semua berkas yang ada di meja. Ia meraih jas hitam terbaiknya lalu mengajakku menemui wanita itu.

[Brak ...]

"Cepat tutup pintu itu!" teriak wanita muda yang baru saja berlari menabrak pintu kami.

Aku dan Naren berpandangan, ia mengangguk tanda memintaku melakukan apa yang wanita muda itu inginkan. Setelah pintu kami tutup wanita itu berlarian kesana-kemari memastikan semua jendela telah terkunci. Apa sebenarnya mau wanita ini? Saat aku ingin menghardiknya Naren mengentikanku dengan lengannya.

"Jadi, adakah penjelasan dari semua ini nona? Tentu saja bukan penjelasan tentang pekerjaanmu sebagai pramuniaga dan juga gaji bulananmu yang tertunda."

Aku sudah biasa melihat cara Naren mengamati lawan bicaranya. Dengan sekali pandang bisa dilihat nama perusahaan yang memperkerjakan wanita ini tertera dalam name tagnya. Selain itu bagi pramuniaga sepertinya sangat wajib menjaga penampilan prima. Hanya saja saat ini hasil catokan rambutnya tampak kemerahan dan tidak lagi tertata. Bisa disimpulkan biaya perawatan bulanannya belum ia terima sedangkan ini sudah memasuki minggu kedua.

Wanita muda itu tampak takjub mendengar semua yang Naren ucapkan. Mungkin ia akan berpikir sama seperti klien kami yang lain bahwa Naren adalah dewanya analisa. Entah siapa orang bodoh pertama yang meberikan julukan itu padanya.

"Baik, sepertinya saya datang ke orang yang tepat. Tapi sebelum itu, saya mohon sembunyikan saya di tempat terbaik yang kalian punya. Setelah orang yang mengikuti saya pergi akan saya jelaskan semua."

[tok ... tok ... tok ...]

Benar saja, seorang pria yang kami kenal telah berdiri di depan sana. Naren memutar matanya, dia mengatakan pada wanita muda itu bahwa tidak akan ada yang bisa bersembunyi dari pria di depan sana. Wanita muda itu menampakkan raut wajah kecewa, Naren hanya bisa menjanjikan bahwa kami akan meminta waktu untuk mendengarkan ceritanya.

"Halo Pak Pramono, lama sekali kita tidak berjumpa," ucap Naren menyapa pria paruh baya dihadapan kami.

"Entah kenapa aku lebih memilih tidak berjumpa dengan kalian berdua selamanya, karena terakhir kali kita berjumpa adalah saat di mana pembunuhan berantai terjadi di kota," ucap Pak Pramono sembari mengedarkan pandangannya.

"Hahaha, jadi anda merasa hubungan kita hanya terikat dengan bau amis darah, begitu kah?" Tawa Naren menggema keseluruh rumah.

"Tidak untuk kali ini anak muda, sepertinya ada gadis cantik yang akan hadir di antara kita," ucapnya sembari menatap tajam pada wanita yang bersusah payah menyembunyikan dirinya di gorden jendela.

Wanita bodoh, sudah kami katakan kalau percuma saja bersembunyi darinya. Hidung pria ini bahkan bisa mencium aroma darah dari jarak tujuh kilometer jauhnya. Sangat bodoh bersembunyi dengan tetap membiarkan aroma parfumnya menyebar di seluruh ruangan ini.

"Karena dia sudah datang ke rumah kami, maka otomatis wanita ini klien kami." Naren berusaha menunjukkan posisinya.

"Apa kalian tidak melihat berita pagi ini? Wanita itu adalah milik kami dan harus di bawa untuk penyelidikan saat ini juga." Pak Pramono mencoba membuktikan otoritasnya.

Bagaimana kami bisa tahu berita pagi ini, bila baru saja kembali dari mencuri. Sampai saat ini aku masih menyesali perbuatan kami tadi malam. Dengan langkah gontai aku menuju meja dan menyalakan peralatan komputer milik Naren. Ketika jaringan telah tersambungkan sebuah headline berita terpampang jelas dengan pilihan warna font merah.

'Percobaan Pembunuhan Pada Hari Atmadja'

Seketika aku menoleh pada Naren, Ia menatap fokus pada layar di hadapannya. Beberapa saat kemudian tawanya kembali menggema keseluruh ruangan. Bagaimana bisa di saat seperti ini ia masih tertawa seperti orang gila.

"Menarik, ini menarik Pak Pramono," ucap Naren ada pria paruh baya dihadapannya.

Pak Pramono dan wanita itu hanya menatap Naren penuh tanya. Apa yang menurutnya menarik dengan berita seseorang yang mengalami tusukan di perutnya. Dan lagi tersangkanya adalah seorang wanita yang kami yakin mendorong tubuh korbannya saja tidak bisa. Mereka tidak tahu bahwa beberapa saat sebelum kejadian itu aku dan Naren ada di sana. Tepatnya di seberang ruang Hari Admadja nyaris meregang nyawa.

"Apa yang membuat kasus ini menarik, Ren?" Pak Pramono menunjukkan rasa penasarannya.

"Jadi, wanita ini maksud saya, Mbak Anita yang menjadi tersangka dari percobaan pembunuhan itu?" tanya Naren masih sembari menahan tawa.

Yang benar saja, seorang Pak Pramono yang kami kenal bisa mempercayai skenario picisan semacam ini. Dengan sekali gampar saja aku sangat yakin Anita akan terlempar jauh dari Hari Admadja. Bagaimana mungkin kami percaya bahwa dia pelakunya. Dan, bagaimana bisa Hari Atmadja sendiri yang memberikan kesaksiannya. Apa dia tidak sadar bahwa secara otomatis dia memproklamirkan diri sebagai pria terlemah abad ini. Serta, hanya dengan sekali teriakan pasti ajudan Hari Atmadja bisa langsung meringkusnya. Tapi ini, Anita bisa selamat bahkan sampai berlari sangat jauh sampai kediaman kami.

"Baik, begini saja ... bagaimana kalau kita biarkan Anita memberikan cerita menurut versinya?" tawar Naren pada pria dihadapannya.

"Aku yakin, Anda pun juga belum memoercayaianya kan?" imbuhku meyakinakan Pak Pramono.

"Baik, mari kita dengarkan dan lihat apa yang bisa kita temukan." Dengan suara lantang ia menyetujui usul kami, seolah-olah kalimat itu yang sedari tadi ia nanti.

Anita kami minta mempercepat ceritanya, karena sebentar lagi anak buah Pak Pramono akan merasa ada yang tidak beres dan menghambur kemari.

"Jujur saja saya tidak mengenal Hari Atmadja sebelumnya, ya maksud saya tentu saja mengenalnya sebagai menteri namun tidak secara pribadi. Semua bermula saat ia mengunjungi stand pameran kami. Sebelum pergi ia memberikanku surat ini secara diam-diam," ucapnya seraya mengeluarkan surat dari jaket yang ia kenakan.

'Datang ke alamat ini, akan kuberikan semua yang engkau inginkan'

(Hari Atmadja)

"Saya hanya wanita biasa yang membutuhkan uang untuk menyambung masa depan. Tentu saja tanpa ragu aku menerimanya, apalagi bukan hal biasa bagi kami menerima tawaran semacam itu." Tanpa malu sedikitpun ia menjelaskan seolah biasa para politisi itu memesan tubuh mereka.

"Ta-tapi bukan saya yang mencoba membunuhnya. Saat pulang ia masih baik-baik saja, bahkan ajudannya sendiri yang mengantarkanku keluar melalui pintu belakang, demi keamanan dalihnya. Namun, di saat berita ini mulai tersebar saya mencoba mendatangi rumah sakit tempatnya di rawat, sungguh mengejutkan saat mendengar kabar ajudannya meninggal di tempat saat melawan pembunuh gelap itu." Tubuhnya mulai gemetar, sepertinya ia sadar satu-satunya harapan telah hilang.

"Menarik, lebih menarik," ucap Naren sembari memainkan penanya.

"Sungguh bukan saya yang mencoba membunuhnya, saya sendiri tidak mengerti kenapa ia menuduh saya." Kini ia mulai menangis meratapi nasibnya.

Pak Pramono dan Naren menerawang menatap atap. Bagaimanapun juga kami tidak bisa mencegah saat telah di tunjukan surat berita penangkapan. Saat ini Anita harus mengikuti proses hukum yang sudah ada.

*******

MEMBUKA PANDORA

-Muara Semua Tanya-

Setelah anak buah Pak Pramono membawa pergi Anita kami bertiga tenggelam dalam danau analisa. Naren seperti biasa duduk di atas kursi, sembari mengetuk dahi dengan jemarinya. Pak Pramono menatap jendela besar di ruangan ini dan sedari tadi entah pandangan ia layangkan kemana. Aku? jangan ditanya, seperti biasa ada di pojok ruang mengaduk kopi sembari menatap mereka berdua.

"Silahkan kopinya," ucapku kepada Pak Pramono sembari menyerahkan secangkir kopi.

"Seperti biasa, Rel ... kopi buatanmu ini dapat menggugah inspirasi," Aku tersenyum jengah mendengar pujian Naren yang sudah basi.

"Bagaimana menurutmu, Ren?" Pak Pramono akhirnya membuka suara.

"Seorang pria yang sengaja mengundang macan betina ke sarangnya, namun di saat yang sama rupanya ada serigala yang telah mengintainya. Identitas serigala sepertinya membuat dia berpikir lebih baik mengorbankan sang macan betina," ucap Naren masih sembari duduk dan mengetuk kepalanya dengan jari.

"Jadi, siapa menurutmu serigala itu?" tanya Pak Pramono lagi.

"Entahlah, bisa jadi orang yang sangat dikenalnya."

Kami bertiga mulai memikirkan beberapa kemungkinan yang ada. Naren melangkah ke arah jendela, ia menatap keluar tanpa mengedipkan mata. Selama beberapa saat kami terdiam dan tenggelam dalam pemikiran masing-masing. Tiba-tiba Naren membalikkan tubuhnya menghandap ke arah Pak Pramono.

"Bolehkah kami berkunjung ke tempat kejadian perkara, Pak?" tanyanya.

*******

Setelah mengurus beberapa perijinan akhirnya kami diperbolehkan masuk tempat kejadian perkara. Terasa aneh saat kedua kalinya memasuki rumah ini dan tidak ada satu orang pun yang menyadari bahwa semalam kami berdua menyelinap kemari. Awalnya kami pikir Pak Pramono akan mengantarkan ke kamar Hari Atmadja, namun ia justru mengarahkan kami ke ruang kerja yang terletak di seberang kamarnya. Ruangan yang sama yang kami masuki semalam.

"Ada yang ingin aku perlihatkan pada kalian," ucap Pak Pramono.

Aku dan Naren saling berpandangan, jangan-jangan ada jejak yang tanpa sengaja kami tinggalkan. Aku segera memeriksa kancing bajuku, begitu juga Naren. Tidak ada yang hilang, lalu apa yang ingin Pak Pramono tunjukan?

"Apa-apaan ini?" teriakku saat memasuki ruangan itu.

Bagaimana mungkin ruangan yang kami tinggalkan dalam kondisi rapi semalam kini hancur begini. Beberapa buku yang ada di rak berjatuhan, ditambah lagi semua barang di meja berserakan. Naren menarik lengan bajuku, ia mengedipkan mata dan memberi kode untuk membuka ponselku.

[Berkas itu, Rel]

Aku langsung mengerti dengan apa yang Naren pikirkan. Siapapun orang yang menghancurkan ruangan ini, pasti ia mengincar berkas yang telah kami curi. Sayangnya aku dan Naren sama sekali belum sempat memastikan isi dari berkas yang kami curi semalam.

[Hubungi Maria, SEKARANG!]

Aku bergegas meninggalkan Naren dan Pak Pramono, dengan maksud mengambil catatan yang ketinggalan di mobil kami. Tentu saja itu hanya alasan, aku keluar untuk menghubungi klien kami Maria, cucu sang konglomerat yang terancam nyawanya. Naren memintaku bertanya pada Maria, barangkali ada yang ia ketahui dari percobaan pembunuhan kakeknya.

"Selamat siang, Maria ... saya Farel yang beberapa waktu lalu menemui, Anda."

"Oh, iya, Farel rekan Narendra ya? Bagaimana apakah ada perkembangan?"

Cucu macam apa yang sempat-sempatnya menanyakan perkembangan di saat kakeknya sedang bertaruh nyawa.

"Seharusnya kami yang bertanya, di mana Anda saat ini? Apakah anda tahu bahwa Pak Hari Atmadja mengalami penyerangan?"

"A-a-apa? Ka-ka-kakek diserang? Lalu bagaimana dengan berkas itu?"

"Berkas? berkas apa yang Anda maksud?"

"Oh, ma-maaf ti-tidak ada berkas apa-apa, saya hanya sedang terkejut saat ini, nanti akan saya hubungi lagi."

Aku menyimpulkan bahwa Maria tidak memiliki info apapun terkait kasus ini, kecuali satu hal yang ia sebut berkas tadi.

"Berkas? Berkas apa lagi yang dia bicarakan?"

"Entahlah, hanya pikiranku saja atau dia memang membahas berkas yang telah kita curi tadi malam," ucapku pada Naren.

"Tapi bahkan kita belum memberitahu dia tentang berkas itu, sebenarnya apa yang terjadi di sini?" ucap Naren sembari mengacak-acak rambut yang menutupi dahinya, aku yakin ia frustasi.

Tidak ada info penting yang bisa kami dapatkan dari tempat kejadian, selain fakta bahwa mungkin ada pihak lain yang saat ini tengah mencari berkas yang kami bawa. Namun, siapa mereka dan ada hubungan apa dengan Maria?

Setelah mendapatkan kabar kalau Hari Atmadja belum bisa memberikan keterangan, Naren memutuskan kembali ke rumah dan sekaligus berniat memastikan sebenarnya berkas macam apa yang kami temukan tadi malam. Pak Pramono tentu tidak keberatan kami pulang, bahkan dia berjanji akan mengunjungi kami esok pagi untuk mendiskusikan temuan-temuan di tempat kejadian serta berdiskusi terkait kasus ini.

"Rel, coba kita perdalam lagi hubungan antara Anita dan Hari Atmadja, aku yakin hubungan mereka tidak sesingkat yang Anita katakan. Bahkan bila mungkin kaitkan juga dengan ajudan yang tewas itu serta Maria," ucapnya sembari membaca semua berkas yang ia hamparkan di meja.

"Maksudmu ada kaitan antara Anita dan Maria juga?"

"Itu baru praduga sementara, Rel. Segera bekerja, akan lebih baik kita segera mendapatkan benang merah dari aroma darah ini. Kalau tidak lelaki tua itu tidak akan berhenti mengejar kita."

"Pak Pramono maksudmu?"

"Siapa lagi, Rel. Lebih baik kita tidak terlalu dekat dengannya, sekedar berjaga-jaga."

Kami berdua mulai larut dalam kesibukan masing-masing. Naren dengan berkasnya dan aku dengan laptopku.

"Ren, coba kemarilah," ucapku pada Naren.

Saat ia datang kutunjukkan beberapa hasil rekaman cctv yang berhasil aku dapatkan. Dari salah satu rekamannya dapat dipastikan bahwa wanita bergaun merah itu adalah Maria. Ia mendatangi booth pameran yang Anita jaga sesaat sebelum kakeknya ke sana. Sebelum ia pergi Maria terlihat memberikan sesuatu pada Anita, sepertinya bukan bayaran untuk salah satu produknya, karena ia pulang tanpa membawa apa-apa.

"Menarik, semakin menarik," ucap Naren sembari membuka video rekaman selanjutnya.

Dalam rekaman kedua dapat kami pastikan bahwa Maria mengunjungi Anita tepat sebelum ia menemui kami di apartemennya. Karena dari dandanan dan pakaiannya yang terekam jelas di lahan parkir itu persis seperti saat ia menemui kami.

Naren terdiam sembari mengetukan jari ke dahinya, sepertinya ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Ia bergegas kembali ke mejanya, mengambil beberapa berkas yang telah ia bubuhi dengan coretan di sana-sini.

"Rel, coba pastikan nama-nama stand dalam pameran nasional itu dan apakah ada yang sama dengan daftar perusahaan dan yayasan yang aku tandai di berkas ini," ucap Naren sembari memberiku salinan berkas yang kami curi dari kediaman Hari Atmadja.

Tidak perlu lama dengan kemampuanku untuk memperoleh semua data yang Naren minta. Hasilnya hampir semua bagian yang ia tandai sesuai dengan nama perusahaan dan yayasan yang ada dalam pameran itu. Tentu saja salah satunya adalah perusahaan tempat Anita bekerja. Setelah kami teliti lebih lanjut semua cctv, Hari Atmadja hanya mengunjungi stand-stand dari perusahaan dan yayasan yang terlampir di berkas ini.

"Pertama hubungan antara mereka dan sekarang fakta tentang pameran ini. Bagaimana kalau sekarang kita cari semua data yang berkaitan dengan latar belakang perusahaan dan yayasan ini, Rel?"

"Aku setuju denganmu, sepertinya ada rahasia besar di sini. Tapi apakah tidak apa-apa kita menyelidiki di luar permintaan Maria?"

"Paling tidak bukan hanya kita yang bermain di sini, Maria sepertinya juga menyembunyikan sesuatu dari kita. Jadi anggap saja ini adalah data penunjang penyelidikan yang berkaitan dengan kasusnya."

Beberapa menit berlalu aku dan Naren masih fokus di hadapan layar masing-masing. Setelah merasa cukup dengan apa yang kudapatkan aku berjalan menuju sudut ruang, mengambil beberapa berkas yang sudah aku cetak tadi.

"Rel, ambilkan milikku juga, ini sudah mau selesai."

Baik, kini kami telah mempunyai data hubungan antara mereka dan juga beberapa berkas yang pasti ada hubungan dengan kasus ini. Aku sangat percaya diri bahwa sebelum Pak Pramono datang besok pagi kami sudah bisa menemukan garis merah yang beraroma darah ini.

*******

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!