NovelToon NovelToon

Cinta Pertama Kalila

Eps. 01

Hola Readers,

Bertemu lagi di novel ke-5 ku.

BAGI KALIAN YG SUDAH MEMPERBAHARUI APLIKASI MANGATOON / NOVELTOON, KALIAN BISA MEMBERIKAN KOMENTAR DI SETIAP PARAGRAF LOH. CARANYA CUKUP TEKAN, PARAGRAF YG INGIN DIKOMENTARI.

YUK BANTU AKOH MENINGKATKAN POPULARITAS NOVEL INI, DENGAN MEMBERIKAN KOMENTAR SEBANYAK-BANYAKNYA 🤭

SAAT KALIAN BACA NOVEL INI, AKU SUDAH SELESAI MENULIS HINGGA EPISODE-35 (TERBIT 3 EPISODE/HARI LOH).

MOHON DUKUNGANNYA YA 🙏

HAPPY READING ❤️

...❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️...

Kalila Nasution Point of View

“Kalila ... jangan main jauh-jauh!”

Kalian mendengar suara teriakan itu? Itu suara nenekku. Namanya Nenek Laila Tanjung. Bukan Laila canggung seperti lagu Melayu itu, ya. Tapi, Laila Tanjung. Salah satu marga dari daerah Sumatera Utara, tanah kelahiran kami.

Kalian tau, hanya bermain di pekarangan rumah tetangga saja, nenekku sudah berteriak seperti itu. Karena aku, hanya boleh bermain sebatas di pekarangan rumah saja. Tentu saja aku menuruti keinginan nenek itu. Karena aku—Kalila Nasution, seorang gadis kecil yang penurut.

Bukan tanpa alasan aku selalu jadi gadis kecil penurut. Pernah suatu hari, aku bermain di taman yang terletak tidak jauh dari kediaman kami. Taman itu hanya berjarak 200 meter dan berada di sebuah komplek perumahan.

Ketika teman-teman mengajakku bermain di sana, aku pun memutuskan untuk ikut bermain ke taman itu. Di taman itu ada perosotan, ayunan dan jungkat-jungkit. Untuk anak-anak sepertiku, yang berusia delapan tahun, tentu saja semua permainan itu sangat menarik. Hari itu aku senang sekali. Aku bermain ayunan sambil tertawa riang bersama teman-temanku.

Namun, tanpa aku ketahui, ternyata nenek tengah sibuk mencari ku ke sana ke mari. Dan ketika aku kembali ke rumah, sabetan dari seikat sapu lidi pun mampir di betis ku. Perih!

“Ampuun Nek ... Ampuuun,” teriakku. Nenek pun menghentikan sabetannya, setelah tiga kali sapu lidi itu mendarat cantik di betis ku.

“Nenek kan sudah bilang, kalau bermain jangan jauh-jauh! Bagaimana nanti kalau diculik!” teriak Nek Laila.

Yang aku rasakan saat itu bukan hanya sakit di bagian betis ku, tapi juga malu dengan teman-temanku yang hanya jadi penonton di sana.

Itulah untuk pertama dan terakhir kalinya aku di pukul oleh nenek, maupun keluargaku yang lain.

Sejak saat itu, aku benar-benar hanya bermain di teras rumahnya saja. Setiap hari teman-teman selalu datang mengunjungi dan bermain bersama di rumahku.

Seperti siang ini, sepulang sekolah teman-temanku langsung menghampiri. Ada Rani, Tri dan Ajeng. Rumah mereka persis di seberang rumah ini.

Inilah ritual yang selalu kami jalani sekarang setelah sepulang sekolah. Makan siang bersama yang dilanjutkan dengan bermain hingga sore hari.

***

Jika siang hingga sore hari seperti sekarang, di rumah ini hanya ada tiga orang— aku, nenek dan kakek.

Sebenarnya aku mempunyai dua orang kakak laki-laki, yang biasa aku panggil dengan sebutan abang.

Yang pertama bernama Bang Khalid. Seperti kebanyakan anak sulung lainnya, Bang Khalid begitu keras kepala dan suka mengatur. Tapi, Bang Khalid itu pria penyayang. Umur kami terpaut lima tahun.

Sedangkan yang kedua bernama Bang Kairav. Antek-anteknya Bang Khalid. Usiaku dengan bang Kairav hanya terpaut tiga tahun. Sssttt ... Dia sedikit gila!

Mereka berdua selalu pulang sore hari. Karena saat ini mereka sibuk belajar untuk menghadapi ujian akhir. Jika Bang Khalid akan lulus dari bangku SMP tahun depan, Bang Kairav akan segera lulus dari sekolah dasar di tahun ini. Sedangkan ibuku juga sibuk bekerja hingga sore hari.

Ibuku seorang wanita karir. Kami biasa memanggilnya dengan sebutan mamak.

Dulu mamakku seorang teller biasa di salah satu bank swasta di kota kelahiran ku— Kota Medan. Namun, sekarang mamakku sudah menjadi head teller di sana. Berkat mamakku lah kami dapat hidup layak, walau tanpa seorang ayah.

Ayahku?

Kalian pasti berpikir jika dia telah tiada, sehingga mamak harus banting tulang menghidupi kami semua.

Tidak! Perkiraan kalian salah. Ayahku masih hidup. Namun dia meninggalkan kami semua.

Apa alasannya?

Aku sendiri tidak tau. Seluruh keluargaku tidak ada yang memberitahukan mengapa ayah meninggalkan ku. Meninggalkan kami.

Sampai saat ini, yang aku tau, kami hidup berkecukupan berkat kerja keras mamak. Dari hasil tetesan keringat mamak. Karena itu, kami semua— aku, Bang Khalid dan Bang Kairav, tidak ada yang berani membantah mamak.

Aku sangat mencintainya, tentu saja. Dia adalah alasan aku belajar dengan giat. Bukan hanya aku, Bang Khalid dan Bang Kairav juga sama. Kami berlomba-lomba menjadi juara di setiap semester. Hanya satu tujuan kami, melihat raut bangga di wajah mamak.

Tentu saja, kami bertiga selalu mendapatkan juara. Bahkan Bang Khalid, selalu mendapatkan beasiswa sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Bukan hanya mamak, kami semua bangga padanya.

Mamak kami memang seorang wanita karir. Walaupun begitu, dia tidak lupa untuk mengurusi kebutuhan kami bertiga. Mamak selalu memasak makanan untuk sarapan, dan menyiapkan bekal untuk kami bawa ke sekolah.

Ya ... kami bertiga selalu membawa bekal ke sekolah. Termasuk Bang Khalid yang sudah duduk di bangku SMP. Hingga kami hampir tidak pernah berbelanja di kantin sekolah. Uang saku yang diberikan oleh mamak setiap hari, akhirnya kami tabung.

Mamak ku hebat, bukan begitu?!

***

Setiap pulang bekerja, mamak selalu membawa banyak jinjingan. Bukan kudapan untuk kami santap saat itu juga. Tapi mamak selalu membawa bahan makanan untuk menu masakan esok hari.

Seperti hari ini, mamak tiba di rumah saat azan isya berkumandang. “Assalamu'alaikum,” ucap Mamak saat baru berada di teras rumah.

Bang Khalid dengan sigap berjalan cepat dan mengambil beberapa kantong plastik yang dijinjing oleh mamak. Aku pun turut berlari menghampiri mamak, menyusul Bang Khalid.

“Masak apa besok, Mak?” tanyaku penasaran.

“Sibuk kali muncung mu itu. Tinggal makan saja kau besok,” balas Bang Khalid. Bang Khalid memang begitu, ada saja celotehannya yang membuatku kesal. Tapi aku tau, jika dia sangat menyayangi aku. Bukan hanya dia, seluruh isi rumah sangat menyayangi dan memanjakan aku.

“Tau nih si kuntet! Bantuin tidak pernah, taunya makan saja! Jangan banyak tanya kau!” lanjut Bang Kairav.

Dan, entah mengapa, walaupun aku tau kalau mereka hanya bercanda, wajahku selalu cemberut mendengar celetukan-celetukan kedua abangku itu.

“Neneeeeek ...,” rengek ku. Merengek kepada nenek adalah jalan ninja ku. Karena nenek memang selalu membela aku. Malaikat penolongku.

“Kalian berdua ini selalu saja menggoda Lila,” ujar Nek Laila.

Jika nenek sudah turun tangan, Bang Khalid dan Bang Kairav tidak berani meneruskan untuk menggodaku. Mereka hanya terkikik-kikik seperti biasa.

Aku selalu merasa bahagia walaupun menjalani hari-hari tanpa seorang ayah. Bang Khalid terkadang mengganti perannya menjadi seorang ayah. Dia yang selalu melindungi ku, menjaga ku.

Dialah cinta pertama ku.

Khalid Nasution.

Aku menyayanginya. Aku juga menghormatinya. Namun kami harus tinggal terpisah.

Ketika aku berusia sepuluh tahun, mamak membeli sebuah rumah yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggal kami. Dengan menaiki angkutan umum, butuh waktu 45 menit untuk tiba di rumah itu.

Bang Khalid dan Bang Kairav ikut pindah dengan mamak ke sana. Sementara aku, harus tetap tinggal dengan nenek dan kakek, karena harus melanjutkan pendidikan ku satu tahun lagi di sekolah yang lama.

Selama satu tahun kami tinggal terpisah. Tapi setiap hari sabtu, sepulang sekolah, nenek dan kakek mengantarkan aku ke rumah mamak. Dan pada hari Minggu, aku kembali ke rumah nenek dan kakek. Biasanya, Bang Khalid ikut serta bersamaku ke rumah nenek. Bahkan Bang Khalid selalu mengunjungi ku setiap hari, selepas dia pulang sekolah.

Dan setelah aku lulus sekolah dasar, aku pun ikut pindah menyusul Bang Khalid dan Bang Kairav. Begitu juga dengan kakek dan nenek yang ikut tinggal bersama kami. Sedangkan rumah yang selama ini kami tempati, langsung di sewakan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Nantikan kelanjutan kisah Kalila ya 🤗

Hari ini terbit 3 Episode 💕

Jejak 👣 :

Muncung : Mulut (biasa orang Medan bilang mulut itu muncung 😅 )

Kuntet : Pendek

...Jangan lupa untuk selalu tekan LIKE 👍, tuliskan KOMENTAR✍️ kamu dan BERI HADIAH & VOTE yaaa .......

...Jangan lupa juga untuk memberikan RATE...

...⭐⭐⭐⭐⭐ di sampul halaman depan....

Eps. 2

(Masih) ... Kalila Nasution Point of View

Kehidupanku semenjak pindah dan menjadi siswa SMP, tidak terlalu berbeda. Aku hanya keluar rumah untuk pergi ke sekolah dan kursus bahasa Inggris. Sehingga kami hanya berkumpul pada malam hari.

Aku yang terbiasa hanya di rumah, sama sekali tidak mempunyai teman di perumahan ini. Temanku hanyalah kedua makhluk itu. Khalid dan Kairav.

Berbeda dengan pergaulanku di sekolah. Aku mempunyai banyak teman. Termasuk teman pria. Beberapa kakak kelas juga berusaha mendekatiku. Mereka bahkan berusaha menarik perhatian Bang Khalid.

Sejak masuk sekolah menengah pertama, Bang Khalid yang mengantar dan menjemput ku sekolah.

“Bang,” sapa Bang Taufik.

Bang Taufik adalah salah satu kakak kelas yang berusaha mendekatiku. Kakak kelas ku itu bahkan mengambil tangan bang Khalid dan menciumnya dengan takzim. Bang Khalid pun menatap pria itu dengan tajam, hingga Bang Taufik beranjak dari sana.

“Abang duluan ya, La,” ucapnya padaku. Aku tersenyum manis dan mengangguk, “iya Bang,” jawabku.

“Heh! Kau ingat ya Dek. Belajar yang benar. Jangan terlalu dekat dengan teman pria. Jangan pacaran gak jelas. Kau ini masih kecil. Ingat itu.”

Aku mengerutkan dahi ku mendengar ucapan kakak sulung ku itu.

Bukankah bang Khalid sudah berpacaran sejak dia SMP? Kenapa dia melarang ku sekarang?

Banyak sekali pertanyaan di dalam benakku. Namun aku enggan menanyakannya kepada Bang Khalid. Aku hanya menatapnya dengan penuh tanda tanya.

“Awas saja kalau kau ketahuan pacaran. Habis kau sama Abang,” ucapnya lagi. Aku bertambah bingung dengan ultimatum yang diberikan oleh Bang Khalid.

Padahal aku menantikan sekali, masa-masa sekolah menengah pertama. Masa-masa akil baligh dan mengenal lawan jenis. Masa di mana cinta monyet mulai bersemi.

Aku ingin sekali punya kekasih saat ini. Agar, ketika Bang Khalid dan Bang Kairav pergi berkencan ketika malam Minggu, aku pun punya seseorang yang bisa mengisi kekosongan malam itu tanpa kedua abangku.

“Muka kau itu, macam mau ber*k ku lihat. Sudah, masuk sana kau.”

Bagai kerbau yang ditusuk hidungnya, aku pun menuruti ucapan abangku itu. Walau ada banyak pertanyaan di benak ini.

Dan sejak itu, Bang Khalid benar-benar mengawasi pergaulanku. Dia benar-benar seperti detektif. Dia bahkan tau, dengan siapa aku tengah dekat. Bang Khalid pasti mendatangi pria itu dan memintanya untuk tidak lagi mendekatiku.

Akhirnya, tidak ada teman pria yang berani mendekat. Semua karena Bang Khalid memberikan ultimatum kepada mereka. Entah apa yang Bang Khalid katakan. Yang jelas tidak ada lagi teman pria yang berusaha menarik simpati ku.

Pernah aku melayangkan protes kepada abangku itu. Namun tentu saja, aku tidak bisa berkutik dibuatnya.

“Abang kenapa sih? Kenapa aku tidak boleh pacaran? Abang dan Bang Rav saja sudah berpacaran sejak SMP. Apalagi Bang Rav tuh, dari SD sudah ada pacarnya!”

“Bah! Kau bawa-bawa pula aku! Kau itu perempuan. PE-REM-PU-AN!”

“Kenapa rupanya kalau perempuan? Abang tidak pernah belajar emansipasi kah?”

“Sudah diam! Pokoknya kalau Abang bilang kau tidak boleh pacaran, ya berarti tidak boleh!”

“Iya, kenapa?”

“Karena Abang tidak mau kau menemukan orang yang salah!”

Aku hanya bisa diam. Sebenarnya aku tau, Bang Khalid begitu, karena tidak mau aku berkenalan dengan pria brengsek.

Atau lebih tepatnya lagi, ‘pria brengsek seperti ayah.’

***

Author Point of View

Setahun berlalu ...

Khalid baru saja menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas. Abang sulung Kalila itu, akan melanjutkan pendidikannya di kota hujan. Bahkan Khalid berhasil mendapatkan beasiswa penuh di Institut Pertanian Bogor. Bu Alinah— ibunya Khalid, Kairav dan Kalila, teramat bangga dengan prestasi akademik putra sulungnya itu.

Seminggu sebelum keberangkatan Khalid ke kota Bogor, seluruh keluarga mereka turut membantu pria itu berkemas. Memberi saran barang-barang apa saja yang wajib di bawa oleh Khalid.

“Baju lengan panjang kau masih bagus-bagusnya Lid?” tanya Bu Alinah. Khalid pun mengangguk, “masih Mak. Ada lima pun ini.”

“Tidak kurangnya itu? Dingin di Bogor itu,” jelas Bu Alinah. Khalid mendatangi ibunya dan memijat kedua pundak wanita paruh baya itu.

“Insyaallah cukup Mak. Khalid juga ada jaket.”

“Nih, ada sarung juga. Nanti Abang bisa pakai sarung kalau dingin, Mak,” lanjut Kairav. Khalid yang masih memijat ibunya itu pun mengangguk setuju.

“Nanti mamak beli selimut. Jangan pakai sarung. Nanti kau bisa-bisa diejek sama teman-temanmu di sana.”

“As you wish, baby,” ucap Khalid mesra. Bu Alinah pun mengusap-usap tangan anak sulungnya itu. Khalid dan Kairav memang sudah terbiasa bersikap mesra pada sang ibu. Lain halnya dengan Kalila. Kedua lelaki itu selalu menggoda adik mereka. Menjahili Kalila.

Hampir seluruh barang yang akan dibawa oleh Khalid terkemas rapi di dalam koper jumbo itu. Melihat koper besar di hadapannya, mata Kalila mengembun. Rasanya dia berat sekali melepaskan cinta pertamanya itu. Baru kali ini mereka akan terpisah jauh. Sangat jauh.

Kairav melihat adik kesayangannya itu tengah terdiam dengan raut wajah sedih. Kairav pun mendatangi dan langsung merangkul pundak Kalila.

“Bang, mau menangis sepertinya adik Abang yang paling cantik ini,” ujar Kairav sembari mencubit gemas pipi Kalila. Kalila yang gede gengsi pun mengelak. Gadis yang sebentar lagi duduk di bangku kelas 2 SMP itu, menyikut abangnya dengan keras, hingga Kairav mengaduh.

“Siapa yang menangis?” ucapnya dengan dagu terangkat. Gadis itu memang terkenal dengan gengsinya yang gede. Hingga kedua kakak lelakinya selalu gemas pada Kalila.

“Biar saja dia menangis, biar tambah lebar hidungnya nanti. Biar tidak ada cowok yang mau!” celetuk Khalid. Wajah Kalila langsung memberengut.

“Mereka tidak mau bukan karena hidungku lebar. Tapi karena Abang galak! Harusnya di rumah ini ada tulisan, awas ada Abang galak!” Kalila mengatakannya dengan tangan yang sudah berkacak pada pinggangnya.

Ucapan Kalila membuat seisi rumah tertawa terbahak-bahak. Kalila bukan melawak. Ucapan gadis itu benar adanya. Tidak ada pria yang berani mendekatinya, karena mereka semua diancam oleh Khalid. Namun entah mengapa, sikap gadis manja itu selalu menimbulkan gelak tawa di rumah mereka.

*

Berita mengenai Khalid yang menuntut ilmu ke Kota Hujan pun, menyebar di sekolah Kalila. Bukan Kalila yang sengaja menyebarnya. Hanya saja beberapa teman Kalila yang menaruh hati pada Khalid, histeris mendengarkan idola mereka akan pindah keluar kota.

Sekolah tempat Kalila belajar sekarang, adalah almamater Khalid. Bahkan Kairav pun juga bersekolah di sana. Karena sekolah itu, salah satu sekolah favorit di Kota Medan.

Dan setiap tahunnya, Khalid selalu tampil dengan grup bandnya. Mengisi satu atau dua buah lagu, di setiap acara pentas seni, dari tahun ke tahun. Tentu saja hal itu membuat dirinya diidolakan banyak wanita di sana.

“Kita tidak bisa melihat Bang Khalid lagi, dong,” ucap Rina. Salah satu teman Kalila. Gadis berusia dua belas tahun itu pun merengek di hadapan Kalila. Kalila hanya menggelengkan kepalanya, karena heran melihat tingkah beberapa teman sekelasnya.

Begitu juga dengan Anita, gadis itu bahkan rela menunggu Kalila di depan gerbang sekolah, demi berbincang sebentar dengan Khalid, seperti hari ini.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...Jangan lupa untuk selalu tekan LIKE 👍, tuliskan KOMENTAR ✍️ kamu dan...

...BERI HADIAH & VOTE yaaa .......

...Jangan lupa juga untuk memberikan RATE...

...⭐⭐⭐⭐⭐ di sampul halaman depan....

Eps. 3

Begitu Kalila tiba di gerbang sekolah bersama Khalid yang mengantarnya dengan sepeda motor, Rina dan Anita sudah menunggu di sana. Mengajak Khalid berbincang. Tentu saja Khalid selalu meladeni ocehan teman-teman Kalila yang berkumpul di sana. Hal itu membuat Kalila kesal. Gadis remaja itu hanya bisa menatap kakak lelakinya dengan tajam.

“Feniiii ...,” teriak Kalila. Khalid pun memutar wajahnya, melihat sahabat Kalila yang baru saja tiba. “Assalamualaikum Bang,” ucap Feni sambil mengatupkan kedua tangannya. Feni memang berbeda dengan ketiga temannya. Feni menggunakan jilbab dan benar-benar menjaga tutur kata. Dia pun menjaga pergaulan dengan lawan jenisnya.

Khalid tersenyum, “wa'alaikumussalam ... baru sampai Fen?”

“Halaaah ... Basa basi busuk! Sudah jelas Feni baru sampai, kenapa harus ditanya lagi?!” ujar Kalila. Gadis remaja itu pun merangkul lengan sahabatnya, “yuk Fen, kita masuk saja. Biarkan saja dua orang centil ini tebar pesona kepada pria galak itu!” cebik Kalila. Rina dan Anita menatap tajam Kalila. Sementara Khalid terkekeh dengan ucapan adik kesayangannya itu.

“Iya, sana masuk. Belajar yang benar!”

Teriakan Khalid mengiringi langkah kaki Kalila dan Feni. kedua gadis remaja itu pun masuk ke lingkungan sekolah mereka. Khalid terus memandangi Kalila dan Feni yang perlahan menjauh.

Aah ... seandainya Kalila seperti Feni yang menjaga pergaulannya dengan para pria, tentu saja dia akan merasa tenang meninggalkan gadis remaja itu. Begitulah yang ada di pikiran Khalid saat ini.

Pria itu memang mengagumi Feni.

Bagaimana bisa, ada gadis remaja yang sudah menjaga dirinya dengan baik seperti Feni. Feni memang gadis luar biasa. Hanya dengan memandangnya saja bisa membuat hati kita menjadi tenang.

Khalid terus memandangi kedua gadis itu— Kalila dan Feni. Ada rasa syukur di hatinya ketika Kalila mendapatkan Feni sebagai sahabatnya. Siapa tau adiknya itu bisa berubah sebaik Feni. Setidaknya menutup auratnya.

“Bang ... Bang Khalid ... Bang!”

Rina dan Anita membuyarkan lamunan Khalid. “Kenapa?” tanya Khalid lembut. Kedua gadis remaja itu langsung tersipu.

“Abang jangan khawatir. Kita akan menjaga Kalila dengan baik,” ujar Rina. Anita pun mengangguk setuju. Khalid tertawa sembari menganggukkan kepalanya.

Rina dan Anita pun terus menyampaikan perasaan sedih mereka, ketika tau Khalid akan melanjutkan pendidikannya di Bogor.

Kedua gadis itu langsung bersorak riang, ketika Khalid mengajak mereka untuk bertukar nomor ponsel. Selama ini, hanya nomor ponsel Feni yang disimpan oleh Khalid. Karena memang Kalila lebih dekat dengan Feni.

Rina dan Anita pun dengan heboh menyampaikannya kepada Kalila. Namun gadis itu malah menanggapinya dengan kesal.

Palingan Abang meminta nomor ponsel Rina dan Anita, hanya untuk menjadi mata-mata.

Itulah yang ada di benak Kalila. Gadis remaja itu memang hapal betul dengan tingkah Khalid. Gadis itu pun hanya bisa menghela napas berat.

“Kenapa?” tanya Feni. “Sedih ya, karena Abang mau kuliah di Bogor?” lanjut Feni.

Kalila menggelengkan kepalanya, “tadinya aku pikir bisa terbebas dari belenggu Bang Khalid. Nyatanya dia punya antek-antek baru,” ucap Kalila sembari melirik kedua temannya yang tengah girang.

“Jangan suudzon, bisa saja Bang Khalid hanya ingin bersilaturahmi dengan mereka.”

“Kau itu terlalu berprasangka baik Fen. Aku kenal watak abangku,” sungut Kalila. Feni hanya tersenyum mendengarnya.

***

Sudah satu Minggu berlalu. Besok pagi Khalid akan berangkat ke Bogor dengan diantarkan oleh Bu Alinah. Malam ini, Kalila memilih untuk tidur di kamar kedua kakak lelakinya. Keadaan kamar itu menjadi ricuh. Karena Kalila kini tidur di antara kedua kakak lelakinya.

“Bang Rav, di sebelah Bang Alid dooong ...,” rengek Kalila. Ia menjadi tidak bisa bernapas karena dekapan kedua lelaki itu.

“Bang Raaaaav .... Yang mau pergi kan Bang Alid. Kenapa Abang peluk aku?!”

“Ya kali, aku peluk Bang Alid!” ujar Kairav. Khalid pun mengangguk setuju.

“Aku pun gak mau, kau peluk!” jawab Khalid sambil bergidik ngeri.

“Makanya kita peluk si Kuntet ini saja Bang!” seru Kairav.

Dan beginilah yang terjadi selanjutnya. Kalila menjadi sasaran empuk kedua kakak lelakinya. Gadis remaja itu, kini bagai bantal guling yang diapit oleh Khalid dan Kairav, hingga Kalila pun berteriak. Tenaganya sudah lelah, karena sedari tadi sibuk menyingkirkan tangan dan kaki Kairav yang ikut memeluknya seperti yang dilakukan Khalid.

Usaha Kalila sia-sia. Kedua kakak lelakinya itu malah semakin mengeratkan pelukan mereka. Gadis itu kembali meronta. Dengan sekuat tenaga, akhirnya dia berhasil meloloskan diri dari kungkungan kedua kakak lelakinya itu.

Kalila langsung duduk dan memukul Khalid dan Kairav dengan guling. Tentu saja mereka terkekeh-kekeh karena perlakuan Kalila. Terlebih gadis remaja itu memukuli mereka sembari berteriak dan menyebutkan kalimat andalannya ketika bertengkar dengan kedua lelaki kesayangannya itu.

“Memang dasar lah kalian, abang-abang yang gak ada akhlak! Gak ada akhlak! gak ada akhlak!” teriak Kalila yang terus memukul Khalid dan Kairav dengan guling. Tidak ada perlawanan dari kedua lelaki itu. Mereka hanya pasrah dan terus terkekeh-kekeh.

Karena merasa kesal dengan tingkah Khalid dan Kairav, Kalila memutuskan untuk meninggalkan kamar itu dengan wajah cemberutnya tentu saja.

Dengan langkah kesal, Kalila turun dari ranjang dan berjalan menuju pintu. Gadis itu pun keluar dari kamar kedua kakak lelakinya.

Ledakan tawa yang menggema dari Khalid dan Kairav, mengiringi langkah kesal Kalila. Suara tawa Khalid dan Kairav pun terus terdengar hingga Kalila masuk ke kamarnya.

*

Beberapa saat setelah beranjak nya Kalila dari kamar mereka, tawa Khalid dan Kairav pun reda. Sambil menatap langit-langit kamar, masing-masing dari mereka mengusap air yang hampir mengalir dari kedua sudut mata mereka. Khalid dan Kairav sungguh merasa puas sudah mengerjai gadis remaja itu. Kedua lelaki itu menghela napas. Kairav menoleh, menatap Khalid yang tidur di sebelahnya.

“Bang,” panggil Kairav. Khalid pun menoleh, menatap Kairav yang kini sudah merubah posisi tidurnya. Kini mereka saling tatap.

“Kita hanya tinggal berdua di kamar sepi ini, Bang,” ucap Kairav manja. Khalid melirik adiknya dengan tajam. Kairav pun bergerak cepat dan bergelayut manja di lengan Khalid. Kairav bahkan menggesek-gesekkan wajahnya di sana, hingga Khalid bergidik ngeri dan langsung mendorong kasar wajah adik lelakinya itu. Namun Kairav terus berusaha memeluk erat Khalid. Bahkan Kairav hendak mencium abangnya itu.

“Bangs*t kau Rav!” teriak Khalid sambil terus mendorong adik lelakinya. Namun Kairav tentu saja tak berputus asa dan lanjut menggoda Khalid. Bahkan kini, dia sudah berhasil memeluk erat tubuh Khalid.

“B*bi kau! anj*ng! monyet!”

Dan Khalid pun terus mengabsen seluruh penghuni kebun binatang. Kamar itu kembali menjadi riuh. Dan suara riuh mereka baru reda, ketika Bu Alinah menggedor pintu kamar.

“Tidur kalian!”

Bersambung ....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...Jangan lupa untuk selalu tekan LIKE 👍, tuliskan KOMENTAR ✍️ kamu dan...

...BERI HADIAH & VOTE yaaa .......

...Jangan lupa juga untuk memberikan RATE...

...⭐⭐⭐⭐⭐ di sampul halaman depan....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!