...Novel kedua Cimai sudah up, silahkan klik profil ya🙏...
..."JANDA KEMBANG PILIHAN CEO DUDA"...
...Jangan lupa di like 💞👍...
...••••••••••••••••...
Beberapa tahun yang lalu..
Nandini menggeliat terlebih dahulu saat mendengar ponselnya berdering dengan suara yang sangat nyaring.
''Siapa sih pagi-pagi udah nelpon..'' gerutunya dengan suara khas bangun tidur.
''Anita'' Dini mengernyitkan keningnya karena sahabatnya itu menghubungi di waktu masih menjelang subuh.
''Hmm, apa Nit?'' tanya Dini dengan menempelkan ponsel di telinganya dan mata masih terpejam.
''Ibuku meninggal Din,'' lirih Anita.
Nandini langsung beranjak dan rasa ngantuk yang sedari tadi masih menyerangnya, kini hilang seketika.
''Apa katamu? jangan ngadi-ngadi Nit..'' protes Dini tidak percaya.
''Aku serius Din, ya sudah aku cuma mau ngabarin itu aja, maaf sudah ganggu waktu tidurmu,'' Ujarnya dengan suara serak lalu memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari Dini.
Tut Tut Tut
''Eh Nit, Nita, Anita.. halo.. yah langsung dimatiin, gimana ini,'' Dini yang nyawanya belum seratus persen kumpul masih bingung harus ngapain.
Setelah mengabari teman-temannya dan meminta salah satu teman mereka yang rumahnya paling dekat dengan rumah Anita untuk mengecek kebenarannya, kini Nandini percaya, di kediaman Anita sudah ramai dan para tetangganya sudah menyiapkan kursi-kursi untuk para pelayat.
Nandini langsung bersiap-siap dan berpamitan dengan ibunya untuk melayat ke rumah Anita, sahabatnya.
Dini juga datang bersama teman-teman yang lain.
''Nita, yang sabar ya,'' Dini memeluk erat sahabatnya, airmatanya ikut tumpah seketika membayangkan betapa sedihnya hati Nita saat ini.
Nita hanya mengangguk sedih, matanya sudah sangat sembab.
Nandini dan Anita, kedua gadis ini baru bertemu saat mereka masuk ke sekolah kejuruan, mereka berasal dari SMP yang berbeda dan memilih melanjutkan di sekolahan yang sama.
Awalnya juga biasa saja karena memang belum saling mengenal, termasuk kepada teman-teman yang lain.
Hingga akhirnya saat mereka akan naik ke kelas sebelas, mereka sering ngobrol, yang awalnya mereka tidak sebangku langsung berencana jika naik kelas sebelas akan sebangku.
Hari demi hari, mereka semakin akrab, sebenarnya mereka akrab dengan banyak teman, tetapi untuk yang lebih intens, Nandini hanya merasa nyaman dengan Anita, begitupun sebaliknya.
Mereka selalu bertukar cerita yang tidak mereka ceritakan kepada teman lainnya, dari hal kecil sampai yang sangat serius.
Setiap harinya selalu ada saja hal yang membuat mereka tertawa, sampai mereka sekarang sudah berada di kelas dua belas.
Teman-teman juga sudah tau jika ibunya Anita sakit sejak beberapa bulan yang lalu, seminggu yang lalu, Dini dan beberapa teman yang lainnya berkunjung ke rumah Nita, kondisi ibu sudah semakin lemah, suaranya sangat pelan dan badannya semakin kurus.
Hingga pada hari ini, kabar duka sampai di telinga Dini, hanya dialah yang diberi kabar langsung oleh Nita.
.
Pemakaman berjalan dengan lancar, cuaca sedikit mendung namun tidak hujan.
Satu persatu sudah meninggalkan area pemakaman, tersisa Anita yang ditemani oleh Dini dan beberapa teman yang lain.
Ayah, kakak Anita dan adiknya juga sudah kembali ke rumah.
Anita perempuan satu-satunya dirumahnya, berbanding terbalik dengan Dini, ia memiliki satu saudara laki-laki kandung.
Kakak-kakak mereka sama-sama sudah berumahtangga dan hidup mandiri.
''Nita, pulang yuk.. ibu nggak suka lihat kamu sedih terus,'' bujuk Dini.
Anita hanya menggeleng pelan.
Dini menghela nafas seraya berfikir lagi untuk mencari cara membujuk Anita agar mau diajak pulang.
''Nita, anak sholihah, anak baik, anak cantik.. kalau sayang ibu yok pulang, mandi, wudhu, pake mukena dan kita kirim do'a sama-sama,'' bujuk Dini lagi.
Sepertinya cara ini ampuh, Anita mengusap papan nisan lalu beranjak berdiri.
''Bu, aku pamit dulu,'' ucapnya.
Yang lain ikut senang karena akhirnya Anita mau di bujuk pulang.
Kini tersisa Dini, ia tak ingin meninggalkan sahabatnya yang sedang bersedih.
Ia selalu berada di samping Anita, memberikan support, termasuk menyuapi Anita makan meskipun sering di tolak.
Dini ikut merasakan bagaimana sedihnya Anita, diam-diam ia ikut menitikkan airmata.
Ada seseorang yang memperhatikan Dini dan Nita, namun Dini tak menyadari hal itu.
Tidak disangka persahabatan mereka semakin erat, sekarang Anita dan Nandini sudah di penghujung kuliahnya.
Selain kuliah, Anita sibuk mengurus cafe yang ia dirikan bersama dengan kekasihnya, Nandini pun ikut bekerja disana, hitung-hitung untuk nambah uang jajan.
Cafe yang mulai di buka jam 11 siang itu selalu ramai pengunjung, Anita selalu menyempatkan waktu di setiap harinya untuk terjun langsung meskipun sudah memiliki 3 pekerja, sedangkan Dini bekerja saat tidak ada jam kuliah.
Karena saat ini sudah tidak ada jam kuliah lagi, Dini bisa full di cafe.
''Hai Kak Dini,'' sapa Afryan, adik dari Nita.
''Ehh si kacang kapri datang..'' sahut Dini melirik sekilas lalu fokus membersihkan meja-meja lagi.
Yang lain ikut tertawa mendengar panggilan kesayangan Dini untuk Afryan.
Mereka sudah sering ketemu, Dini juga menganggap Afryan sebagai adiknya sendiri.
''Haiisss Kak Dini..ngeledek terus awas aja ku sumpahin jatuh cinta,'' protes Fryan sambil membuat kopi sendiri ala barista.
''Ih nggak maulah sama dede-dede haha,''
Dini masih tertawa lalu kembali ke belakang, meletakkan kain lap pada tempatnya.
Sedangkan Fryan terus menggerutu karena diledek oleh Dini.
-
Malam ini malam Sabtu, karena tidak disangka bahan-bahan sudah menipis sejak sore, akhirnya cafe tutup lebih awal.
Tiga pekerja juga sudah pulang, tinggal Anita, Dini, dan Fryan, mereka menikmati makan malam bertiga dengan dibumbui candaan.
Kekasih Anita yang seorang dokter umum, jarang sekali mengunjungi cafe ini, hanya sesekali saat hari Minggu karena libur praktek.
''Eh Din.. Aldo ngajakin ke pantai nih hari Minggu, ikut yuk..'' ajak Nita semangat.
''Naik apa?'' tanya Dini.
''Hehe motor, sama temen-temen komunitasnya tuh mau touring katanya..'' jawab Anita.
''Lah terus aku dimasukin tank bensin gitu..'' gerutu Dini.
''Haha ide yang bagus,'' ledek Anita.
Dini mendengus kesal.
''Aku nggak diajak nih..'' protes Fryan yang sedari tadi menunggu tawaran dari kakaknya.
''Haha adik rasa kakakku tersayang kelupaan..''
''Emangnya mau ikut??'' tanya Nita.
''Kalau diajak sih kuylah gaskeun..'' ujarnya semangat.
''Waahhh boleh.. berarti kamu bonceng Kak Dini ya..'' Suruh Nita sambil menatap Dini dan adiknya secara bergantian dengan tatapan semangat.
Dini dan Fryan langsung saling menatap.
''Gimana mau nggak Kak di bonceng sama adik yang cakep ini?'' tanya Fryan pede.
''Hilih gayamu.. yaudah deh terpaksa, tapi awas kalau ugal-ugalan..'' ancam Dini sambil menunjukkan kepalan tangan di depan Fryan.
''Haaaaa atut maaaakk...haha'' ledek Fryan lalu tertawa terbahak-bahak.
Anita hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya ini, adik yang sering dikira seperti kakaknya karena badannya sangat tinggi dan gagah.
Jika Anita menggemari dunia kuliner, beda dengan Afryan yang sangat menggilai dunia otomotif.
Bahkan sejak SMP ia sudah menggeluti dunia otomotif, hingga melanjutkan ke STM dan kini ia sudah memiliki bengkel dan toko sparepart yang cukup besar di beberapa lokasi.
Usaha yang ia rintis sejak pertama masuk STM dan bantuan biaya dari ayahnya yang ia tolak untuk dipakai kuliah karena Fryan memilih untuk langsung terjun belajar berbisnis.
''Yaudah buruan abisin makannya, terus kita pulang.'' ajak Nita.
''Siap boskuhh..'' jawab Fryan dan Dini kompak.
''Kompak banget kalian.. cie..'' ledek Nita.
Uhuk uhuk
''Aihh Nita jangan ketularan kapri dah..'' protes Dini karena tersedak.
''Haha oke deh maaf..'' Anita melirik ke arah adiknya yang ternyata juga tengah meliriknya.
Nandini sudah bangun lebih awal dari hari-hari biasanya, karena berdasarkan perjanjiannya dengan Nita, mereka akan berangkat cepat untuk menghindari kemacetan.
''Bu, aku nggak sarapan di rumah, soalnya menurut info dari Nita sih katanya sudah memesan tempat untuk sarapan,'' Ujar Dini kepada ibunya.
''Beneran?'' tanya ibu.
''Katanya sih gitu.. lihat aja nanti si kapri datengnya cepet apa mundur, kalau cepet berarti ya beneran Bu..'' jelas Dini.
''Kamu ini Din, seenaknya aja manggil nama anak orang, bagus-bagus di kasih nama eh malah kamu ganti si kapri,'' omel Ibu pada Dini.
''Ihh nggak papa Bu.. itu panggilan sayang dari kakak Dini buat dede kapri haha,'' jawab Dini yang diikuti oleh gelak tawanya.
''Nggak boleh gitu Dini.. jangan diulangi atuh, manggil yang bener..''
''Emang siapa Bu namanya?'' tanya Dini menggodai ibunya.
''Nak Pryan''
Buahahaha
Nandini tidak bisa menahan gelak tawanya saat mendengar sang ibu menyebutkan nama Afryan.
''Ibu aja nggak bener tuh nyebut nama si kapri..'' Dini sudah sering mendengar jika ibunya menyebut huruf F dan V otomatis berubah menjadi huruf P.
''Afffryan'' Ibu membenarkan penyebutan nama dengan kesal.
''Nahh itu ibu bisa nyebut huruf F...'' protes Dini.
''Itu hanyalah contoh!'' kata Ibu langsung melenggang meninggalkan Dini yang sedang cekikikan.
''Emak-emak kalah debat langsung pergi haha.. eh astaghfirullah ngetawain emak sendiri, dosa tau Din..huuu kau ini jaga mulutmu!!'' oceh Dini kepada dirinya sendiri.
Dini langsung kembali ke kamar, mempersiapkan tas, dompet, hp, jangan sampai ada yang tertinggal.
Kapri : Kakak, aku oteweh
Dini membaca pesan dari adek ketemu gedenya lalu menggelengkan kepala.
Dini : Oke dede
Kapri : 😘
''Kumat alay nih anak,'' gumam Dini tanpa berniat membalas pesan balasan dari Fryan.
Sepuluh menit Dini menunggu, akhirnya mendengar suara moge masuk ke halaman rumah Nandini.
"Dini.. nak Pri eh Fffryan udah datang!" teriak ibu.
"Iya Bu." Dini langsung bergegas keluar dari kamar.
"Langsung aja ya Kak, Nita udah pesen G.P.L!" ujar Fryan menirukan nada bicara kakaknya.
"Haha dasar adek kurang ajar, manggil yang bener, KAKAK NITA!"
"Salahnya kecil." balas Fryan.
"Heh nggak boleh menghina ciptaan Tuhan"
"Aw sakit Kak!!" pekik Fryan karena masih pagi sudah mendapat cubitan dari Dini.
"Badan doang yang gagah, cubit dikit nangesss..." Dini langsung kembali ke dalam untuk berpamitan kepada ibunya.
Dini kembali ke ruang tamu bersama dengan ibunya yang sedari tadi masih di dapur.
"Hati-hati ya nak, jangan kebut-kebutan." pesan ibu.
"Siap Bu.." jawab Fryan.
Mereka pamitan dan langsung menaiki motor menuju ke lokasi tujuan.
Lokasi pertama adalah menikmati sarapan terlebih dahulu bersama dengan Nita dan para anggota komunitas Aldo.
Tiga puluh menit selesai, mereka langsung melanjutkan perjalanan ke sebuah pantai yang akhir-akhir ini sedang viral.
Maka dari itu, Aldo bersama teman-temannya tidak ingin sampai tidak kebagian tempat apalagi hari ini adalah akhir pekan, mereka memilih membooking tempat terlebih dahulu beserta konsumsi untuk makan siang.
Satu jam perjalanan, mereka sudah tiba di lokasi tujuan, benar saja, akhir pekan yang sangat ramai.
Mobil dan motor sudah berjejer rapi di parkiran dari ujung ke ujung, ntah sejak kapan mereka sudah tiba disini.
Rombongan langsung menuju ke tempat yang sudah di booking dengan arahan dari seorang laki-laki.
.
Komunitas Aldo bukan hanya anak motor biasa, mereka selalu rutin setiap bulannya melakukan kegiatan sosial ke beberapa tempat secara bergilir, seperti yayasan yatim piatu atau mereka para pekerja jalanan. Bahkan pertemuan mereka saat ini juga sedang melakukan koordinasi untuk kegiatan sosial selanjutnya, lokasi mana lagi yang tepat untuk menjadi sasaran mereka.
Setelah pembahasan selesai, mereka lanjut menikmati makan siang yang baru selesai dihidangkan dari salah satu rumah makan yang ada di pantai tersebut, menu utamanya tentu saja hasil tangkapan laut.
Fryan selalu berada di dekat kakak-kakaknya, ia belum berminat untuk bergabung dengan komunitas calon kakak iparnya itu, ia masih ingin fokus ke bisnisnya sendiri, bergabung dalam suatu komunitas tidaklah mudah menurutnya, karena setiap manusia memiliki pola pikir yang berbeda, dan ia belum siap dengan segala perbedaan dalam sebuah anggota komunitas. Saat ini Fryan memilih hanya menjadi pendengar setia saja.
.
Mereka menikmati keindahan pantai di bawah sinar matahari yang lumayan redup, cuaca memang sedikit mendung.
Beberapa jepretan sudah berhasil diabadikan oleh tukang foto sewaan, karena anggota komunitas Aldo akan pulang terlebih dahulu, mereka hadir dari berbagai profesi yang hanya meluangkan sedikit waktunya, sedangkan Aldo masih ingin bersama dengan kekasihnya mumpung hari libur.
''Thanks ya semuanya, hati-hati di jalan,'' ucap Aldo kepada teman-temannya.
''Wokeee.'' jawab mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!