Raisa melambaikan tangannya saat melihat papa dan mamanya juga sedang melihat ke arahnya. Rona bahagia tampak jelas terpancar di wajah cantik Raisa. Ya,Raisa baru saja menyelesaikan pendidikannya,mendapatkan gelar sarjananya di negeri seberang. Setelah 3,5 tahun lamanya Raisa berjauhan dari keluarga,kini ia telah kembali.
Raisa melangkahkan kakinya lebar-lebar sambil menenteng sebuah koper besar di tangannya. Tapi kaki Raisa seolah ingin berjalan mundur tatkala melihat sosok laki-laki yang sudah tak asing lagi dalam ingatannya.
"Rama" Tentu Raisa masih mengingat jelas wajah laki-laki yang sudah melewati malam penuh dosa itu bersamanya beberapa tahun yang lalu
"Kenapa dia ada disini bersama papa dan mama? Lalu siapa wanita itu ?" Raisa menoleh pada wanita paruh baya yang juga berdiri di samping Rama
"Setelah kejadian itu,bahkan aku tak berharap bisa melihat wajahnya lagi" Langkah Raisa semakin pelan. Kakinya seolah kehilangan tenanganya dan tak mampu ia gerakkan lagi. Tapi kaki yang bergerak lemah itu pun sampai juga di hadapan papa dan mamanya,termasuk Rama dan wanita yang entah itu siapa. Raisa tak mengenalnya.
"Selamat ya nak,akhirnya kamu kembali dengan keberhasilan" Hendrawan dan Rianti memeluk puteri mereka secara bergantian
"Selamat atas kelulusan kamu" Rama pun membuka suaranya. Memberikan senyuman penuh arti dan memasang wajah tanpa dosa,seolah tak pernah terjadi apa-apa diantara mereka
Raisa membatu. Wajahnya pun seketika berubah menjadi pucat. Raisa tak sanggup menatap wajah Rama. Melihat wajah laki-laki itu,seperti melihat dosanya sendiri.
"Selamat ya nak" Tanpa memperkenalkan dirinya terlebih dahulu,wanita yang diperkirakan berusia hampir setengah abad itu juga tak kalah memberikan ucapan selamat pada Raisa. Menepuk pundak Raisa seolah sudah kenal dekat padahal ini kali pertamanya mereka bertemu. Wanita itu bernama Sarah,ibu dari Rama.
Raisa menatap wajahnya sebentar sambil melempar senyum yang terkesan dibuat-buat. Raisa tidak tertarik untuk menyapanya balik karena Raisa memang tidak mengenalnya.
"Ternyata calon Rama sangatlah cantik" Imbuhnya sambil tersenyum kembali
Membuat Raisa kian bingung saja.
"Pa,Ma. Bisa kita pulang sekarang?" Raisa sedikit menarik tangan Hendrawan dan Rianti seolah dia ingin segera menyingkir dari sana
"Sa,sebelum kita pulang Rama dan ibunya mengajak kita makan malam,sekalian merayakan keberhasilan kamu" Ucap Rianti
"Apa! Makan malam? Merayakan keberhasilan,bersama Rama dan ibunya?" Raisa semakin penasaran. Dia justru ingin segera pulang agar segala macam pertanyaan yang sudah mengantri di otaknya segera terjawab
"Tapi ma..." Rengekan Raisa hanya direspon kedipan mata oleh Rianti. Itu artinya dia harus menurut,begitu yang Raisa tangkap
Tak ingin berdebat di tempat umum,Raisa pun memilih untuk mengalah.
Rama yang masih setia disana,akhirnya membimbing mereka untuk masuk ke dalam mobil.
"Mobil kita...?" Raisa bingung melihat empat orang yang sudah menyambutnya tadi masuk ke mobil yang sama
"Kami di jemput oleh Rama tadi" Ujar Hendrawan memberitahu
Semua masuk ke dalam mobil menyisakan Raisa yang masih mematung disana. Dan mau tidak mau Raisa harus duduk di bangku yang tersisa,yaitu duduk di depan bersama Rama.
"Sepertinya banyak hal yang sudah aku lewatkan selama beberapa tahun terakhir" Batin Raisa
Rama kemudian melajukan mobilnya ke luar dari Bandara. Suasana tampak hening dari keduanya. Rama maupun Raisa sama-sama terdiam,tidak seperti yang terjadi di bangku belakang. Orangtua dari keduanya terlihat begitu akrab dan mengobrol banyak hal. Tanpa terasa mobil pun sampai di sebuah restoran.
Berbagai menu makan malam terhidang di meja yang sudah Rama pesan sebelumnya. Yang terjadi di restoran masih sama. Raisa berpikir orangtuanya itu ingin dirinya dekat dengan Rama. Raisa jadi merasa seakan-akan dia adalah kekasih Rama. Sampai tempat duduk pun seolah sudah di atur karena kini Raisa kebagian duduk tepat di depan Rama,membuat pandangan mereka bertemu dan saling tatap dalam waktu yang cukup lama. Tenggelam pada pikiran mereka masing-masing.
"Setelah sekian tahun aku menahannya,akhirnya aku bisa melihatmu lagi. Kamu terlihat lebih cantik dan tumbuh menjadi wanita dewasa" Rama tak berkedip menatap wajah Raisa. Memperhatikan keseluruhan fisiknya yang tak banyak berubah, tetap cantik, namun kian matang dan menantang.
"Kenapa aku harus bertemu denganmu lagi? Sejak kapan kamu mengenal papa dan mamaku sampai menjadi dekat seperti in? Dan apa maksud dari semua ini?" Isi hati mereka sangat kontras. Raisa menghela nafasnya dalam-dalam seraya membuang muka
Dengan sangat terpaksa Raisa ikut menikmati makanannya dan pura-pura menyatu dalam suasana yang mereka ciptakan.
"Sa,beliau ini ibunya Rama. Tante Sarah namanya" Hendrawan membuka obrolan,memperkenalkan Sarah pada Raisa
"Senang bisa bertemu langsung denganmu Raisa. Selama ini tante hanya mengenal kamu melalui cerita Rama" Ujar Sarah menanggapi
"Hah! Cerita....Memangnya apa yang sudah Rama ceritakan ? Kita kan hanya bertemu malam itu saja. Apa kejadian malam itu yang dia ceritakan? Astaga,benarkah! Tapi kenapa ibunya bisa setenang itu berbicara" Raisa semakin bingung. Ingin rasanya dia menyeret Rama dari sana dan berbicara empat mata dengannya
Raisa tersenyum kecut. Dia menenggak minumannya. Raisa butuh minum untuk mendinginkan pikirannya yang mulai memanas.
"Tante berharap setelah ini kalian bisa membicarakan pernikahan kalian" Ujar Sarah lagi dengan entengnya
"Huuk....Huukk" Kalimat Sarah membuat tenggorokan Raisa tidak bisa menelan minumannya dengan benar. Raisa tersedak minumannya sendiri. Spontan saja orang-orang yang ada disana terkejut dan memandang ke arah Raisa secara bersamaan
"Pernikahan?" Raisa amat terkejut. Raisa bagaikan tersambar petir di siang bolong
"Apa maksud tante?" Raisa akhirnya bertanya
"Ma,sebaiknya kita selesaikan dulu makan malamnya. Raisa kan baru kembali" Melihat wajah bingung ibunya,cepat-cepat Rama menyela agar tidak terjadi kesalah pahaman antara Raisa dan ibunya
Raisa pun mengalihkan pandangannya pada Rama,menatapnya dengan tatapan sinis.
"Sa,kita bicara lagi besok" Ucap Rama tanpa beban. Rama terlihat sangat hati-hati dalam berbicara dan lebih banyak diam sedari tadi
Raisa tak tau lagi harus menanggapinya seperti apa karena Raisa memang tidak tau apa-apa. Selama kuliah di luar negeri,Raisa memang tidak pernah pulang. Dia hanya saling berkabar melalui telpon saja,itu pun dengan papa dan mamanya. Bukan Rama,apalagi ibunya.
Raisa menatap papa dan mamanya dengan tatapan yang menuntut. Raisa ingin meminta penjelasan pada mereka berdua atas apa yang terjadi karena sejak dari Bandara,mereka juga terlihat tenang. Hendrawan maupun Rianti hanya mengangguk seolah memberi isyarat jika semuanya baik-baik saja.
Merasa malas karena tidak mendapatkan jawaban apapun,Raisa akhirnya memilih untuk menyimpan dulu rasa penasarannya. Bertemu kembali dengan Rama itu artinya dia harus mengingat lagi kejadian beberapa tahun yang lalu. Kejadian yang sebenarnya dia sesali dan berusaha dia kubur dalam-dalam.
Bersambung....
Mohon partisipasinya dengan memberikan like,komennya. Terimakasih
Raisa dan Airin bersorak gembira di halaman sebuah SMA yang selama 3 tahun ini menjadi tempat mereka untuk menimba ilmu. Nama mereka muncul di pengumuman kelulusan.
"Yey...Akhirnya kita lulus" Sorak Raisa sambil memeluk Airin. Teman yang paling dekat dengannya di sekolah. Dari sekian banyak teman Raisa,hanya Airin yang membuatnya merasa nyaman. Raisa bisa bercerita apapun pada Airin tanpa banyak berkomentar
"Tapi sepertinya setelah ini kita akan berpisah" Ucap Airin dengan wajah yang cemberut
"Hanya untuk sementara waktu kan!" Sahut Raisa,masih dengan wajah gembiranya
"Kalau kamu tidak rela aku pergi,kamu ikut aku saja. Kita kuliah di luar negeri sama-sama" Ucap Raisa lagi dengan entengnya
"Aku bukannya tidak mau tapi aku tidak bisa jauh dari ayah dan ibuku" Balas Airin dengan polosnya
"Mau sampai kapan kamu hanya menjadi penunggu rumah dan nempel terus dengan ayah ibumu? Kita ini sudah lulus SMA. Sudah waktunya mencari pengalaman,karena suatu saat nanti kita akan menjadi orang yang mandiri" Raisa tampak serius mengutarakan kalimatnya
"Aku tidak mempunyai keberanian seperti kamu. Biarlah aku kuliah disini saja" Ucapnya sederhana
Airin adalah gadis lugu yang sebagian waktunya dia habiskan di perpustakaan. Airin sebenarnya juga berasal dari keluarga yang berada. Tapi dalam hal pergaulan,Airin kurang bergaul dengan teman-temannya. Dia tidak suka keluar rumah,menghabiskan waktu dan uangnya bersama teman-teman. Kalau pun terpaksa keluar,itu pun karena Raisa yang mendesaknya. Dia lebih nyaman berada di rumah bersama ayah dan ibunya,itu lah sebabnya dia akan sangat cemas bila berjauhan dari orangtuanya itu. Tidak seperti Raisa yang berambisi kuliah di negeri orang dan menjadi lulusan terbaik. Pintar dan kaya,setara dengan keinginannya tersebut. Tapi tidak dengan Airin. Walaupun dia juga memiliki itu semua,keinginan dia hanya satu yaitu bisa kuliah dengan benar dan menjadi seorang dosen.
"Baiklah tidak apa-apa. Kita memang mempunyai jalan yang berbeda tapi aku yakin suatu saat nanti kita akan sama-sama sukses" Balas Raisa kemudian
Airin pun tampak tersenyum.
"Kalian sedang apa disini?" Seorang laki-laki tiba-tiba saja menepuk pundak mereka dari belakang dengan agak keras hingga keduanya berteriak secara bersamaan
"Bima"
Ya,Bima adalah teman laki-laki yang paling dekat dengan mereka berdua. Bima seolah menjadi pelengkap di antara persahabatan keduanya. Bima selalu hadir di tengah-tengah mereka. Kejahilan Bima menjadi warna tersendiri bagi Raisa dan juga Airin.
"Anak-anak yang lain lagi merayakan kelulusan,kalian malah mojok disini. Sedang membahas apa sih?" Bima langsung mendudukkan tubuhnya di tengah-tengah mereka hingga membuat Raisa dan juga Airin harus bergeser ke samping
"Kita sudah lulus,tentu saja kita membicarakan tentang kuliah" Jawab Raisa
"Oh iya bagaimana Sa,jadi kuliah di luar negeri?" Tanya Bima
"Tentu saja" Jawabnya yakin
"Kamu sendiri Bim,rencananya mau kuliah dimana?" Airin menyela
"Aku tak mempunyai kesempatan untuk menentukan akan kuliah dimana,semua sudah di atur oleh abangku" Jawab Bima
"Seperti apa sih abangmu itu? Apapun yang sudah menjadi keputusannya,pasti kamu akan menurut. Dia galak ya" Sungut Raisa
Bima terbahak mendengarkan.
"Abangku itu tegas jika menyangkut soal masa depanku. Tapi dia orangnya baik kok"
"Kamu selalu saja mengatakan jika abangmu itu baik tapi kamu tidak pernah mengajak kami kerumahmu dan memperkenalkam kami dengan abangmu itu" Protes Raisa
"Kalau aku mengajak kalian ke rumah dan bertemu dengan abangku,nanti kalian malah jatuh cinta sama abangku. Terutama kamu Sa" Kilah Bima
"Ih mana mungkin. Aku tidak suka dengan lelaki galak yang terlalu banyak aturan" Raisa melipat tangannya di dada dan berdiri dari duduknya. Raut wajahnya juga sedikit terlihat emosional
"Tapi abangku tampan loh. Lihat saja adiknya,sudah pasti abangnya juga tampan" Bima memegang dagunya sendiri dan berbicara dengan penuh percaya diri
"Hahaha...Kamu ada-ada saja Bim" Raisa tak bisa menahan tawanya,membuat Airin juga ikut tertawa. Bima selalu saja membuat mereka berdua tertawa bahagia
"Jangan-jangan alasan kamu tidak mempunyai pacar selama ini,itu juga karena aturan abangmu itu ya?" Seketika Raisa menghentikan tawanya dan wajahnya berubah menjadi serius
"Tidak juga. Abangku tidak pernah melarangku untuk berpacaran" Jawab Bima santai
"Lantas...?"
"Kamu seperti pernah berpacaran saja. Kamu sendiri tidak pernah memiliki kekasih" Bima juga beranjak dari duduknya dan mengusal kepala gadis itu dengan gemasnya
"Aku tidak tertarik untuk berpacaran. Aku ingin sukses terlebih dahulu" Raisa menyingkirkan tangan Bima dan membenahi rambutnya yang sedikit berantakan
"Ya sama. Sebenarnya aku menyukai seorang perempuan sejak lama tapi aku tidak berani mengungkapkannya. Aku ingin menjadi laki-laki yang pantas dulu,baru setelah itu aku akan langsung meminangnya" Bima tampak serius sambil memandang wajah Raisa
"Cepat diutarakan perasaanmu itu Bim. Nanti keburu diambil orang" Airin yang sedari tadi hanya jadi pendengar,akhirnya berkomentar juga
"Aku tidak khawatir karena aku tahu dia bukanlah wanita yang mudah jatuh cinta pada laki-laki" Bima masih tak memindahkan pandangannya pada Raisa seolah kalimatnya itu tertuju padanya. Sedangkan orang yang dipandanginya sedang fokus menatap ke arah lain
"Tapi belum tentu juga dia mau sama kamu" Raisa pun kembali tertawa dengan renyahnya
"Itu berarti dia bukan jodohku" Lagi-lagi Bima menjawab dengan santai
"Terserah kau saja lah" Balas Raisa jengah
"Setelah ini kalian mau kemana?" Tanya Bima kemudian
"Kalau aku mau pulang saja. Aku sudah tidak sabar memberi tahu ayah dan ibuku kalau aku lulus" Gadis polos itu selalu saja pulang tepat waktu
"Tidak hari-hari biasa,tidak hari kelulusan,kamu sama saja Rin. Tetap saja pulang tepat waktu" Omel Raisa
"Bagaimana kalau kita makan-makan dulu" Ajak Bima kemudian
"Boleh juga" Raisa setuju
"Tapi...." Sedangkan Airin masih menggantung
"Ayolah Rin. Kapan lagi kita bisa pergi bersama! Setelah ini kita belum tentu bisa bertemu lagi,karena kita mempunyai tujuan yang berbeda" Bujuk Bima akhirnya
"Aku telpon ibuku dulu ya. Kalau dia mengizinkan,aku akan pergi bersama kalian" Airin langsung mengambil ponsel di dalam tasnya dan berbicara agak menjauh dari Raisa dan juga Bima
Setelah beberapa menit,Airin menyudahi perbincangannya dan menutup panggilannya.
"Bagaimana Rin,ibumu mengizinkan?" Tanya Raisa
Airin mengangguk.
"Ya sudah,ayo kita pergi" Bima melangkah lebih dulu,mengawali dua teman perempuannya
Mereka bertiga pun akhirnya pergi merayakan kelulusan dengan cara yang sederhana,yaitu menghabiskan beberapa jam bersama teman dekat sambil menikmati beberapa menu makanan kesukaan mereka. Setelah ini,mereka sendiri tidak ada yang tau seperti apa jalan yang harus mereka lalui untuk mencapai cita-cita mereka.
Bersambung....
Jangan lupa like,komennya. Terimakasih
Langkah Raisa tiba-tiba pelan dan bibir yang tadinya tersenyum bahagia seketika juga pudar tatkala melihat papa dan mamanya tertunduk sedih di ruang tamu rumahnya. Raisa sungguh takut. Yang dilihatnya saat ini,sudah jelas bukan keadaan yang baik-baik saja. Dengan perasaan yang bercampur aduk,Raisa menghampiri papa dan mamanya.
"Pa,Ma.. Ada apa?" Tanya Raisa akhirnya
Hendrawan dan Rianti sontak saja menoleh pada Raisa dengan wajah yang sedikit terkejut. Mereka berdua tidak menyadari jika Raisa sudah agak lama ada disana.
"Sa..." Ucapnya lemah. Hanya itu yang mampu keluar dari mulut Rianti. Sedangkan Hendrawan hanya memandang Raisa dengan raut wajah sedih
Raisa pun duduk untuk mengetahui lebih jelas alasan orangtuanya itu berwajah muram.
"Ada apa pa?" Tanya Raisa lagi. Kali ini Hendrawan yang jadi sasarannya karena daritadi dia hanya diam saja
"Papa tidak sanggup untuk memberitahu kamu yang sebenarnya" Jawab Hendrawan dengan lirih
Melihat papa dan mamanya semakin menampakkan wajah sendu,Raisa pun semakin takut untuk mengetahui kenyataan yang ada.
"Memangnya apa yang sudah terjadi? Bagaimana pun juga aku harus tahu!" Seru Raisa
"Papa nak..." Rianti masih menggantung dengan mata yang sedikit mengembun. Rianti seolah tak sanggup untuk meneruskan kalimatnya
"Kenapa dengan papa?" Kali ini Raisa bertanya dengan raut wajah cemas
"Pa...!" Raisa menoleh pada Hendrawan yang belum berani mengangkat wajahnya
"Papa terancam dipenjara" Hendrawan akhirnya memberanikan diri untuk mengatakan yang sejujurnya
Sesaat setelah Hendrawan menyelesaikan kalimatnya,Sontak saja Raisa langsung melotot diiringi detak jantungnya yang berpacu dengan cepat.
"Apa! Dipenjara? Memangnya papa melakukan kejahatan apa?" Raisa benar-benar terkejut mendengarnya
"Maafkan papa Sa. Papa menggelapkan uang perusahaan" Hendrawan seolah berat untuk menyampaikannya. Nada bicaranya bergetar dan sangat lirih hingga hampir tidak terdengar
"Tidak mungkin" Raisa kembali terkejut. Raisa tidak menyangka jika papanya sendiri melakukan tindakan kriminal. Raisa tersandar lemas di sofa
"Sa... Sepertinya rencana kamu untuk kuliah di luar negeri,ditunda dulu ya" Ucap Rianti. Wanita itu seolah sabar menerima kelakuan suaminya dan tidak menampakkan rasa marah sedikit pun
"Apa ma,ditunda?" Bentak Raisa. Menatap Rianti dengan tatapan tajam
"Iya nak. Ditunda dulu atau kamu bisa kuliah disini saja. Rencananya papa akan menjual rumah kita ini. Kita akan membeli rumah yang lebih kecil" Bujuk Hendrawan
"Ini tidak adil pa. Hari ini aku sangat bahagia karena aku sudah lulus dan aku pikir sebentar lagi aku bisa mewujudkan apa yang sudah menjadi impian aku sejak lama. Tapi dengan gampangnya papa ingin aku mengubur mimpi aku itu" Raisa mulai terlihat emosional dengan sedikit meninggikan nada bicaranya
"Mau bagaimana lagi Sa. Papa harus mengganti uang perusahaan. Masih bagus papa tidak dipecat karena papa sudah bekerja lama disana. Tapi posisi papa sebagai direktur keuangan akan dicopot dan diganti dengan jabatan yang lebih rendah. Dan untuk selanjutnya,kita akan hidup dengan sederhana" Terang Rianti dengan panjang lebar
"Aku tidak mau. Aku tetap harus berangkat karena aku sudah mempersiapkan semuanya" Kekeh Raisa
"Tapi papa harus segera mengganti uang perusahaan nak. Jika dalam waktu 1×24 jam papa tidak berhasil mengembalikan uangnya,papa akan dipenjara" Ujar Hendrawan memelas
Sebuah kenyataan pahit yang harus Raisa ketahui lagi. Papanya akan dipenjara jika tidak bisa mengembalikan uang perusahaan.
"Iya Sa. Mama harap kamu mengerti" Rianti menambahkan
"Ini benar-benar tidak adil. Aku tidak tahu apa-apa tapi sekarang aku yang harus menanggung akibatnya" Ucap Raisa sambil berurai airmata
Hendrawan dan juga Rianti hanya mampu terdiam. Mencari solusi atas permasalahannya saja,mereka bingung. Apalagi harus memikirkan keinginan Raisa yang sudah pasti tidak bisa mereka wujudkan untuk saat ini.
"Memangnya berapa yang harus papa ganti ke perusahaan?" Tanya Raisa kemudian
Hendrawan menghela nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan.
"5 milyar" Jawabnya kemudian
"Apa! 5 milyar?" Raisa terhenyak dari duduknya
Raisa marah. Tentu dia juga kecewa. Raisa yang masih berusia remaja,tidak begitu memikirkan nasib orangtuanya. Raisa tidak mau mengerti. Yang dia pikir hanya bagaimana dia tetap bisa kuliah sesuai dengan impiannya selama ini.
"Aku tidak mau tahu. Bagaimana pun caranya,aku tetap harus kuliah di luar negeri" Raisa tetap bersikeras
Hendrawan dan Rianti lagi-lagi hanya diam. Mereka tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk Raisa agar dia mau mengerti dengan keadaan.
"Sa,lebih baik kamu ke kamar dulu. Mandi dan beristirahat. Setelah ini kita bicarakan lagi,oke!" Pinta Rianti setengah mengalihkan pembicaraan dengan tujuan Raisa bisa mempertimbangkan lagi keputusannya
"Bagaimana bisa aku beristirahat dalam situasi seperti ini!" Ucapnya kesal
"Tolong nak. Mama mohon sekali ini saja kamu mengerti dan mau memaafkan kesalahan papa,seperti halnya mama sekarang. Selama ini papa selalu mewujudkan semua keinginan kamu. Kamu itu pintar. Mama yakin mau kuliah dimana pun,kamu pasti akan menjadi orang yang sukses. Kamu tentu tidak ingin kan jika papa dipenjara? Mama ikhlas jika harus hidup sederhana asal papa tidak dipenjara" Rianti kembali memohon sambil menangis tersedu-sedu
"Jangan-jangan selama ini papa menafkahi kami dengan uang haram papa itu ya!" Raisa tak bisa lagi membendung emosinya hingga yang keluar dari mulutnya bukan lagi kata-kata yang pantas untuk didengar
"Raisa..." Rianti memelototi Raisa. Rianti akhirnya juga kesal karena Raisa sama sekali tidak mau mendengarkan ucapannya. Sedangkan Hendrawan masih bergeming seolah ikhlas menerima semua cacian dari puterinya tersebut
"Kenapa pa. Kenapa papa harus korupsi? Padahal aku bukan anak nakal yang suka foya-foya dan menghabiskan uang papa" Bentaknya gusar. Raisa mengguncang tubuh Hendrawan yang sedari tadi hanya diam saja sambil tertunduk malu
"Maafkan papa nak..." Hendrawan menatap Raisa dengan raut wajah penuh penyesalan
"Percuma bicara sama papa" Ujarnya putus asa. Raisa semakin kesal karena papanya itu tidak memberikan penjelasan apapun terkait kesalahan yang dilakukannya
"Silahkan papa jual rumah ini beserta isinya" Raisa yang marah dan kecewa,akhirnya beranjak dari sana dan hendak pergi.
"Mau kemana Sa?" Tanya Rianti yang melihat Raisa menuju ke arah pintu keluar,bukan ke kamarnya
Raisa bersikap acuh dan pura-pura tidak mendengar. Kakinya terus saja melangkah dengan cepat keluar dari rumahnya,masih dengan pakaian putih abu-abu.
Raisa menyalakan mobil dan melajukannya. Raisa bingung harus berbuat apa. Mengingat nominal yang harus diganti papanya sangatlah besar,mustahil untuk meminjam uang pada teman terdekatnya yaitu Bima dan Airin. Mereka memang berasal dari keluarga yang berada tapi tidak mungkin juga mereka mempunyai tabungan pribadi sebanyak itu. Raisa juga malu untuk menceritakan semuanya pada mereka berdua. Disaat semangat yang begitu menggebu-gebu tertanam di hatinya,saat itu pula Raisa harus melenyapkannya dan mengubur mimpinya dalam-dalam karena sebuah kesalahan yang dilakukan oleh papanya. Sungguh pilu bagai diiris sembilu. Itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan perasaan Raisa saat ini.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan like dan komennya. Terimakasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!