NovelToon NovelToon

MY CEO MY HUSBAND

Butuh Uang

Di malam hari yang gelap di tambah dengan derasnya hujan dan suara guntur yang menggelegar, tidak dapat menghentikkan langkah kaki seorang gadis yang memiliki tujuan untuk menyelamatkan nyawa Ibunya. Tadi sore Ibunya di larikan ke Rumah sakit karena tiba - tiba pingsan pada saat sedang bekerja di toko kue.

Gadis itu terus berlari menuju ke arah komplek perumahan elite. Ketika ia sudah sampai di depan rumah yang di tujunya ia langsung mengetuk pintu dengan keras berharap agar pintu tersebut segera dibukakan.

"Ayah....Ayah...." teriak gadis itu dengan suara tinggi.

Tak butuh waktu lama pintu pun terbuka dan nampak seorang wanita paruh baya yang keluar dari balik pintu itu.

"Ada apa kamu kemari, Davina?" tanya wanita itu dengan tatapan sinis.

Wanita itu adalah istri pertama dari Ayahnya, yang bernama Laras.Tanpa menjawab pertanyaan dari wanita itu, Davina mulai kembali menanyakan keberadaan Ayahnya.

"Ayah, ada dimana, Bibi? Aku ingin bertemu dengan nya sekarang." Ucap Davina sedikit panik. Ya..., Davina tidak mau memanggil ibu tirinya dengan sebutan ibu walaupun dari kecil Ayahnya sering menyuruh Davina untuk memanggil Laras dengan sebutan 'Ibu' tapi tak pernah ia lakukan.

"Dia...."

Sebelum Laras menyelesaikan ucapannya, Ayah Davina sudah keluar dan berkata "Ada apa kamu kemari?" tanya Bagas heran dengan kedatangan putri keduanya.

Ibu Davina, Vera merupakan istri kedua dari Bagas. Alasan Bagas menikah dengan Vera karena ingin memiliki anak laki - laki tapi sayangnya takdir berkehendak lain yang lahir dari rahim Vera adalah anak perempuan yaitu Davina Aurellia.

Setelah Davina berusia 7 tahun, Bagas menceraikan Vera karena desakan dari istri pertamanya Laras, Karena pada waktu itu Laras sedang hamil anak kedua mereka yang dinyatakan dokter berjenis kelamin laki - laki.

Waktu itu walaupun masih kecil, Davina kecil sudah mengetahui apa yang telah terjadi dengan kedua orang tuanya. Jadi semenjak ibu Davina berpisah dengan Ayahnya dia tidak pernah menanyakan Ayahnya lagi. Karena ia tahu jika menanyakan keberadaan Ayahnya, hanya akan membuat ibunya kembali bersedih.

"Aku hanya ingin meminjam uang 500 juta, Ayah" ujar Davina langsung.

"Apa?!" ucap ibu Laras yang langsung mendorong Davina sehingga membuat Davina kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

Melihat Davina yang di dorong istrinya membuat Bagas merasa iba, bagaiman pun selama 12 tahun bercerai dengan Vera. Bagas tak pernah sekalipun mengunjungi Davina dan menafkahinya.

"Katakan untuk apa kamu perlu uang sebanyak itu?" tanya Bagas penasaran karena selama berpisah dengan Vera. Mantan istrinya sama sekali tidak pernah menuntut apapun.

"Untuk ibu." jawab Davina sambil terisak. ia tidak mampu melanjutkan kata - katanya karena teringat dengan perkataan dokter tentang kondisi ibunya.

"Apa yang terjadi dengan ibumu?" tanya Bara lagi.

"Ibu di diagnosa oleh dokter terkena gagal ginjal sehingga ibu harus segera melakukan transplantasi ginjal untuk menyelamatkan nyawanya, Yah" jawab Davina tentang kondisi ibunya.

"Baiklah, Ayah akan membantumu. Dan datanglah besok ke kantor Ayah." ucap Bagas datar.

"Apa, Mas?! Kamu mau membantu wanita itu!" teriak Laras merasa tidak terima dengan ucapan suaminya.

"Sudahlah Laras..., aku sudah putuskan akan membantu Davina"

"Aku tidak terima!!" teriak Laras yang ingin menyerang Davina lagi tapi dengan sigap Bagas menahannya dan mencekal pergelangan istrinya itu.

"Hentikan Laras!!!" bentak Bagas.

"Davina lebih baik kamu pulang sekarang!" seru Bagas yang tidak ingin Laras mencelakai Davina lebih jauh.

"Baik Ayah, Aku akan pulang dulu. Besok pagi aku akan langsung ke kantor Ayah" ucap Davina sambil tersenyum tipis. dan langsung meninggalkan rumah ayahnya tersebut.

Kini perasaan Davina sedikit lega setelah mendengar ucapan Ayahnya, Setidaknya ia punya harapan untuk menyelamatkan nyawa ibunya. ia sungguh tidak tahu harus mencari pertolongan kemana lagi selain Ayahnya. Karena ia tidak mengenal dengan keluarga ibunya.

Sekarang tujuannya adalah kembali ke Rumah Sakit dan menemui ibunya.

Setelah kepergian Davina dari rumahnya, Bagas langsung mengajak Laras untuk masuk kedalam rumah. Dengan emosi yang masih meluap - luap Laras memarahi tindakan suaminya.

"Mas, Aku tidak mau kamu membantu Davina," ucap Laras dengan nada suara yang terdengar kesal. Laras berharap agar suaminya itu bisa merubah keputusannya.

"Tidak! Aku tidak akan pernah mengubah keputusanku, Laras" tegas Bagas. Karena ia memiliki alasan sendiri melakukan ini.

"Apa alasanmu melakukan ini, Mas? Apakah kamu masih mencintai Vera?" tanya Laras

yang menatap leakat suaminya. ia yakin ada alasan tersendiri.

"Bukan karena aku masih mencintai Vera," jawab Bagas. Bahkan Bagas sama sekali tidak pernah mencintai Vera. Karena ia menikahi Vera karena ingin memiliki anak laki - laki untuk menjadikan anak itu sebagai penerus perusahaannya.

"Terus apa alasannya, Mas? Cepat kasih tahu, Mas?" desak Laras tak sabar.

"Kamu masih ingat dengan Leon. Pemilik Daehan Grup? ," tanya Bagas sambil menyandarkan tubuhnya di kepala rannjang.

"iya aku masih ingat. Dia adalah sahabat, Mas Bagas yang telah membantu Mas yang hampir bangkrut 10 tahun yang lalu" jawab Laras

"Ya, Karena satu minggu yang lalu Leon datang menemuiku dengan sebuah permintaan yang aneh?"

"Lalu apa permintaan Mas Leon itu?" tanya Laras penasaran karena suaminya mengatakan permintaan yang aneh.

"Leon, meminta salah satu putriku untuk di nikahkan dengan anak tunggalnya, yaitu David," jawab Bagas tak bersemangat.

"Hah? Benarkah? Tapi maksudnya salah satu putri kita itu apa, Mas? Bukannya putri kita itu cuma satu yaitu Clara." ucap Laras yang tidak percaya dengan apa yang di dengarnya, Suatu keberuntungan bukan jika menjadi besan orang kaya.

"Iya, itu benar. Karena Leon tahu kalau Mas memiliki dua orang putri bukan satu orang. dan dia tahu tentang Mas yang memiliki putri bernama Clara dan Davina. waktu itu Leon memberikanku waktu selama satu minggu untuk memikirkannya dan memberikan jawaban secepat mungkin."

"Kenapa Mas tidak langsung menyetujuinya?"

"Laras, yang menikah itu bukan Aku, jadi saya tidak bisa mengambil keputusan," jelas Bagas memberikan pengertian pada istrinya. Bagaimanapun ia tak ingin memaksa putrinya apalagi umur anaknya tergolong masih muda. Tapi mengingat janjinya pada Leon, Mau tidak mau Bagas harus merelakkan salah satu putrinya. Walaupun Bagas tak pernah mencintai Vera, tapi Bagas menyayangi Davina sebagai putrinya.

"Kalau begitu suruh Clara saja untuk menikah dengan anaknya Mas Leon. Pasti putranya sangat tampan seperti Mas Leon," ujar Laras yang sudah membayangkan jika putrinya menikah dengan pewaris Daehan Group, hidupnya pasti tidak akan pernah susah.

"Kamu yakin jika Clara, Mau?". Jawab Bagas penasaran.

"Sangat yakin, Mas?"

Kemudian Bagas mengambil sebuah amplop yang berada di laci, lalu mengambil selembar foto dan memberikan foto itu kepada istrinya.

"Foto siapa ini, Mas? tanya Laras yang sedang memperhatikan foto yang sedang di pegangnya.

"David. Anaknya Leon" jawab Bagas.

Terima kasih sudah membaca. Maaf kalau masih banyak typho.

Jangan lupa like komen dan vote.

Memanfaatkan Kesempatan

Mendengar jawaban suaminya. Laras langsung membulatkan matanya dan menutup mulutnya dengan tangan, Karena ia masih tidak percaya apa yang telah di ucapkan oleh suaminya.

" Kamu bercanda, Mas?"

"Tidak Laras."

itu foto yang dia dapatkan dari seorang pria yang mengaku sebagai asisten pribadi Leon hari ini. Jadi mana mungkin ia bercanda.

Melihat raut wajah suaminya yang serius membuat Laras yakin bahwa apa yang yang di ucapkan suaminya adalah kenyataan.

"Ya sudah Mas, Aku mau tidur," ucap Laras suaranya terdengar malas. dan membelakangi suaminya.

"Ya, besok aku akan coba tanyakan dulu pada Clara apakah dia mau menikah dengan David atau tidak."

'Jangan di tanya pasti jawaban Clara tidak mau'. ucap Laras dalam hati kemudian memejamkan matanya.

Sedangkan Bagas sudah bisa menebak bahwa putri pertamanya pasti akan menolak dan Bagas punya rencana untuk menikahkan Davina dengan David. Apalagi Bagas tahu saat ini Davina sedang membutuhkan uang. Jadi dia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk meminta Davina agar mau menikah dengan David. itulah tujuan sebenarnya kenapa Bagas mau membantu Davina.

"Maafkan Ayah, Davina. Ayah terpaksa melakukan ini karena ingin menepati janji Ayah yang dulu pada Leon sahabat Ayah" ucap Bara dalam hati. lalu memejamkan matanya.

Dari rumah Ayahnya sampai ke rumah sakit, ia menggunakan taxi karena jalanan yang sepi dan gelap membuatnya sedikit takut. Setelah ia sampai di rumah sakit, ia masuk ke dalam rawat inap kamar Ibunya yang sedang terbaring dengan selang yang terpasang di hidung Ibunya.

Davina memegang tangan Ibunya, dan berkata" Ibu jangan pernah tinggalkan aku. Ibu harus bertahan, aku akan melakukan apapun demi kesembuhan Ibu" ucap Davina. Air mata kembali membanjiri wajahnya yang cantik. Hari ini ia merasa menjalani hari yang terasa panjang dan sulit tak lama Davina akhirnya tidur karena kelelahan.

*****

Ke esokkan harinya, Vera yang sudah terbangun dari tidurnya melihat ke arah Davina, putri tunggalnya kini sudah beranjak dewasa.

Walaupun usianya masih 19 tahun ia sudah memiliki banyak aktivitas setiap hari. pagi hari ia bekerja dan malam hari ia bekerja part time di sebuah cafe yang tak jauh dari kantornya. Semua ia lakukan untuk mendapatkan uang yang banyak agar bisa melanjutkan pendidikannya ke perguruan Tinggi. Davina bekerja sebagai staf Admin di salah satu perusahaan terkenal di kota K yaitu di Daehan Group.

Melihat Ibunya yang sudah membuka matanya membuat Davina menghampiri Ibunya dan memberikan seulas senyuman dan ucapan selamat pagi.

"Davin..." panggil Vera.

"Iya, Ada apa, Bu?"

"Maafkan Ibu," ucap Vera sambil menangis. Vera merasa menjadi seorang Ibu yang tidak berguna untuk anaknya, seharusnya di usia Davina sekarang ia harus melanjutkan ke perguruan tinggi tapi malah mengurusi dirinya yang sakit.

"Bu, Ibu tidak akan kesalahan apapun, padaku. Kenapa harus meminta maaf?" tanya Davina sambil mentap ibunya.

"Maaf, karena selama ini Ibu selalu menyusahkanmu?"

"Ibu tolong jangan pernah berbicara seperti itu lagi, selama ini Davina tak pernah merasa di susahkan oleh ibu?" ucap Davina dengan lembut.

Tak lama suster dan Dokter Candra yang menangi Vera datang keruangannya untuk memeriksa keadaan Ibunya.

Setelah pemeriksaan selesai, Dokter Candra meminta Davina agar segera ke ruangannya.

Tok tok tok...

"Masuk!" Sahut Candra yang sedang memeriksa hasil laboratorium milik Vera.

"Permisi, Dok" ucap Davina yang langsung duduk berhadapan dengan Dokter Candra.

"Nona Davina, Setelah saya teliti lebih lanjut, Secepatnya kita harus melakukan operasi transplantasi ginjal itu. jika tidak akan sangat membahayakan keadaan Ibu Vera." jelas Dokter Candra.

"Baik, Saya mengerti, Dok. Segera akan saya mengurus administrasinya," ucap Davina

Setelah itu Davina langsung keluar dari ruangan Dokter Candra dan berpamitan dengan ibunya untuk pergi bekerja. dan Davina berencana akan pergi ke kantor Ayahnya saat jam makan siang.

Sebelum benar - benar meninggalkan rumah sakit. Davina meminta tolong pada Bibi Irma, yang merupakan tetangga sekaligus teman ibunya untuk menjaga ibunya dan menghubunginya jika terjadi sesuatu pada ibunya.

"Bi, aku titip ibu yah?"

"Iya, Davina. Kamu nggak usah khawatir. saya akan menjaga ibu kamu disini" jawab Bi Irma dengan suara lembut.

"Terima kasih banyak, Bi" balas Davina tulus, Jika tidak ada Bi Irma, yang maubmembantu menjaga ibunya ia tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa lagi."

Setelah berpamitan pada Bi Irma dan ibunya, Davina la nemilih naik bus menuju kantornya.

Suasana pagi ibu kota K sangatlah ramai dan jalanan menjadi macet. Dengan sedikit berlari

akhirnya Davina berhasil mendapatkan sebuah bus yang tujuannya ke arah perusahaanya bekerja.

Setelah sampai di halte bus dekat perusahaan. Davina melirik jam tangannya yang hampir menunjukkan pukul delapan pagi. Dengan setengah berlari memasuki gerbang perusahaannya yang besar itu. Namun pada sudah sampai pada pintu lobi ia tidak sempat melihat kedepan karena sedang terburu - buru.

Bruk.

Saat ini posisi Davina sedang berada di atas tubuh seorang pria yang di tabraknya. Karena pada waktu Davina akan jatuh pria tersebut langsung menarik tubuh Davina agar tidak jatuh ke belakang. Hingga pada akhirnya mereka berdua ambruk di lantai.

saat ini posisi mereka sangatlah dekat seperti orang yang sedang berciuman, tetapi karena wajah Davina yang tertutupi rambut, ia tidak sempat memperhatikan wajah pria itu. Dari belakang ada suara wanita " Anda tidak apa - apa, Pak Presdir?" Setelah mendengarkan kata 'Presdir' Davina buru - buru langsung bangun dari tubuh pria tersebut.

"Maaf Pak," ucap Devina. Sambil menundukkan kepalanya. Devina sama sekali tidak berani menatap wajah pria itu. Apalagi setelah wanita itu mengucapkan kata 'Presdir'. Yang Devina tahu setelah mendengar gosipnya di Departemenya Presdir baru mereka yang baru dua hari memimpin perusahaan ini sangat tampan dan umurnya masih muda.

"Hmm,," Hanya itu yang di ucapkan oleh pria itu dan berlalu tanpa melihat Devina lagi. Sebenarnya pria itu sedang terburu - buru untuk pergi ke bandara, untuk menjemput Maminya sehingga ia tidak memperhatikan jalan.

"Ah, telat lima menit," desah Devina pelan saat sudah mengabsen dirinya di mesin absensi.

Desahannya sampai terdengar oleh sahabat sekaligus teman satu timnya di bagian Administrasi yang bernama Venus.

Venus yang tidak sengaja baru masuk dari ruangannya karena baru dari toilet untuk menambah warna bibirnya.

"Siap - siap potong gaji, ya" goda Venus.

Memang peraturan di perusahaan ini sangat ketat, tidak boleh terlambat walau hanya satu menit saja dan jika telat maka gaji akan di potong 100.000 per jam lalu aturan lainnya jika tidak masuk tanpa keterangan gajinya selama 3 hari tidak akan di bayarkan oleh perusahaan. Terdengar kejam memang, tetapi aturan itu di buat agar semua karyawan bisa disiplin dan tepat waktu.

"Vina... Panggil Venus. Sebagian besar temannya di kantor memanggil namanya dengan sebutan "Vina" katanya lebih gampang untuk menyebutkan.

"Ada apa, Ve?" tanya Davina yang sedang mengetikkan tugas yang baru saja di berikan ole Bu, Jova. Kepala admin mereka.

"Lo, udah tahu belum tentang Presdir baru yang ada di perusahaan kita?"

"Belum dan nggak mau tahu," ucap Davina cuek dan masih fokus dengan kerjaannya. ia harus menyelesaikannya sebelum makan siang dan setelah itu dia akan izin setengah hari kepada Bu Jova, untuk pergi ke kantor Ayahnya."

Terima kasih sudah membaca..

Jangan lupa, like, komen dan vote.

Membuat perjanjian

Davina tidak menceritakan mengenai hal yang terjadi dengan ibunya kepada Venus, karena ia tidak mau membagi bebannya kepada sahabatnya itu.

"Vina, kamu ke ruangannya Pak Riko sekarang ya, serahkan laporan ini kepadanya." Pinta Bu Jova.

"Ba... Baik, Bu." ucap Davina terbata. Riko adalah manager HRD di perusahaan ini, dia sudah menyukai Davina sejak pertama kali bertemu bahkan sudah menyatakan perasaannya kepada Davina tapi Davina selalu menolaknya dengan berbagai alasan.

Kali ini malah harus bertemu dengan Riko lagi, setelah dua hari yang lalu Davina kembali menolaknya. Pasti suasananya akan menjadi canggung.

"Ve, bantuin dong, anterin ini ke ruangannya Pak Riko," ujar Davina meminta bantuan Venus untuk mengantarkan laporan yang baru saja di berikan oleh, Bu Jova.

"Big No, Na!" Tolak Venus.

"Please..." ucap Davina memohon. Ia masih belum sanggup jika harus bertemu dengan Riko lagi, apalagi setelah penolakannya yang kesekian kali, ia merasa tak enak hati apalagi Riko selalu membantunya dan bersikap baik kepadanya.

"Gak bisa, Vina sayang, lihat nih tugasku juga masih menumpuk,"

Venus pun menujukkan data yang harus ia buat.

"Aku yang kerjain itu semua. Tapi, kamu ke ruang Pak Riko sekarang, Bagaimana?" Davina mencoba menego kepada sahabatnya itu.

Venus meletakkan jari telenjuknya di dahinya seolah berpikir.

"Oke deh, kamu kerjain semua ya, sampai selesai."

"Iya, gampang itu," tutur Davina menyetujui.

"Ya sudah, mana laporan yang tadi di kasih Bu Jova?" tanya Venus yang sudah berdiri di samping Davina. Venus sudah mengganti sandal jepit dengan sepatu flat miliknya.

Davina membuka laci mejanya dan menyerahkan kepada Venus bundelan laporan yang sebelumnya di berikan oleh Bu Jova.

"Kalau Pak Riko, nanyain kamu gimana, Vina?" goda Venus yang masih berdiri di sebelah Davina.

"Terserah kamu mau jawab apa, Ve," jawab Davina yang masih fokus menghadap komputer.

"Beneran?" masih menggoda Davina.

"Iya, sudahlah kamu cepat pergi sana," kata Bu Jova tadi urgent tuh laporannya." seru Davina mengusir Venus agar segera pergi dari ruangan mereka.

Setelah di usir oleh Davina. Venus bergegas ke ruang pak Riko dengan gaya jalan yang lenggak - lenggok seperti model profresional ia berjalan menuju lift. Departement Admin berada di lantai 12 sedangkan Departement HRD berada di lantai 17, jadi Venus, harus menunggu antrian lift sebelum naik ke lantai 17.

"Venus..."

Mendengar namanya yang di panggil, Venus langsung menoleh ke sumber suara.

"Eh, Mbak Hilda. Ada apa Mbak?" tanya Venus.

"Saya mau tanya, Davina bukannya nama teman kamu yang sering ke kantin bareng kamu itu?" tanya Hilda memastikan. Ia lupa - lupa ingat nama gadis itu, karena dalam urusan pekerjaan tidak pernah berhubungan dengan gadis itu.

"Davina, Mbak. Ada apa?" tanya Venus yang masih bingung tentang pertanyaan Hilda yang tiba - tiba bertanya tentang sahabatnya.

"Kasih tau dia, Pak Presdir inigin menemui dia besok pagi," ujar Hilda dengan ketus.

Sekarang Hilda menjabat sebagai sekretaris Presdir yang baru, jadi hal ini di infokannya pasti bersangkutan dengan Pak Presdir.

"Haah, Pak Presdir ingin menemui, Davina?" gumamnya pelan namun masih bisa terdengar oleh Hilda.

"Jangan lupa sampaikan itu! Ingat sampai ada gosip karena Pak Presdir tidak suka ada gosip di perusahaannya," Hilda mengingatkan.

Sebenarnya ia malas harus ke ruangan Admin untuk menemui Davina, jadi ia menyampaikan pesan itu lewat Venus. Hilda juga tidak tahu kenapa Presdirnya ingin bertemu dengan Davina, bahkan Presdirnya minta data tentang Davina.

"Baik, Mbak."

Ting..

Lift terbuka. Dengan buru - buru Venus masuk ke dalam lift dan memikirkan kesalahan apa yang telah di lakukan oleh sahabatnya itu dengan Pak Presdir baru mereka.

Ting...

Lift terbuka di lantai 17, Venus keluar dan menuju ke bagian Manager HRD.

Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Venus langsung masuk ke dalam ruangan tersebut dan membuat pemilik ruangan terkejut atas kedatangannya.

"Kok, kamu yang datang, Ve?" tunjuk sang pemilik ruangan yang bernama Riko Adipura.

"Iya, ada Pak dengan saya, Pak? Bapak kecewa gitu yang datang saya?" tanya Venus to the point.

Venus tahu bahwa Riko Adipura manager HRD yang berusia 25 tahun itu menyukai Davina sejak satu tahun yang lalu.

"Sudah tahu, pakai nanya lagi?" sahut Riko tak suka apalagi Venus masuk ke ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Padahal sebelumnya Riko sudah berpesan kepada Bu Jova agar Davina yang mengantarkan laporan yang dimintanya. Tapi bukan sang pujaan hati yang datang, jadi membuat mood hari ini rusak.

"Hallo, Pak. Sudah ya jangan bete gitu dong hanya gara - gara saya yang anterin laporan ini," ucap Venus seraya meletakkan laporan yang di bawanya di atas meja Riko.

"Emangnya Davina kemana, kok kamu yang anterin?" tanya Riko penasaran.

"Dia sangat sibuk sekali, Pak. Tadi saya liat dia ada isi form ijin meninggalkan tempat kerja. Mungkin, habis siang di bakalan pergi dan gak bakalan balik lagi.

"Mau kemana?" tanya Riko ingin tahu.

"Mana saya tahu, Pak. Coba Bapak tanyakan langsung pada orangnya," sahut Venus tidak peduli dengan pertanyaan Riko.

"Ya sudah, sana kamu cepatan keluar dari ruangan saya dan ingat tiap kali harus ketuk pintu dulu sebelum masuk, PAHAM?!" Riko memperingati Venus dan menatapnya tajam kali ini.

"Iya... iya, Pak. Jangan gitu ah, Davina gak suka loh cowok yang kaya gitu."

"Masa sih? Coba kasih tahu, apa kriteria cowok Davina," tanya Riko, ingin tahu lebih jauh mengenai Davina. Akhirnya mereka menghabiskan waktu 30 menit untuk membicarakan tentang Davina.

Setelah urusannya selesai dengan Riko, Venus kembali ke ruangannya.

"Ve, ini kerjaan kamu sudah kelar semua," ujar Davina sambil menunujukan data yang sudah ia copy di flashdisk yang sebelumnya sudah di letakkan dime kerja Venus.

"Wih, gercep banget ya, kamu," puji Venus menatap kagum pada teman kantornya ini. ia saja jika mengerjakan tugas itu mungkin bisa sampai dua jam, dan ini Davita bisa mengerjakannya tidak sampai 1 jam.

"Oh ya, Pak Riko titip salam tuh sama kamu, Davina,"

"Oh..., Davina hanya ber oh ria, tidak menanggapi apa yang di ucapkan oleh Venus.

"Kok cuma, Oh sih, Vina?" itu Pak Riko beneran cinta mati sama kamu deh. Masa dia sangkain kamu yang datang, Venus mencoba mempromisikan Riko di depan Davina, karena Riko dan Venus sudah membuat perjanjian jika Davina menjadi pacar Riko, Riko akan membelikan barang mahal yang di minta oleh Venus.

"Ok, done. " ucap Davina setelah mengetik tanda titik di laporan yang di ketiknya.

Jangan lupa like, komen dan vote

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!