NovelToon NovelToon

Me And The Rich Man

Chapter 1

Di dalam sebuah kamar dengan pencahayaan temaram ....

“Hentikan! Aku mohon lepaskan aku!” lirih Hanna sambil mencakar punggung lelaki yang sedang bergerak dengan liar di atas tubuhnya. 

Entah untuk yang ke sekian kali bibirnya berkata tidak dan jangan, memohon untuk dilepaskan, tetapi berbeda dengan tubuhnya yang seakan meminta lebih. Bahkan kata tidak dan jangan yang terus terucap dari bibirnya bercampur dengan des*ah napas yang justru membuat telinga yang mendengarnya semakin menggila. 

“Aku sangat lelah, tolong berhen—hmmphh.” Belum sempat Hanna menyelesaikan kalimatnya, bibir laki-laki itu sudah melahapnya dengan rakus. Semakin Hanna memberontak, semakin erat pula laki-laki itu mencengkeramnya. Seolah tak ingin melepaskan kenikmatan yang ia peroleh dari gadis di bawahnya walau hanya sesaat.

Detik itu juga seluruh tenaga yang dimiliki Hanna seperti tercabut dari tubuhnya. Ia tak lagi memiliki daya untuk melepaskan diri. Tangannya yang sejak tadi berusaha mendorong dada laki-laki itu perlahan bergerak turun dan memilih mencengkram kain seprai demi menyalurkan rasa yang sulit ia jabarkan.

Sakit, lelah, benci dan malu bercampur menjadi satu. Keringat pun telah bercampur membasahi seluruh tubuh. Hingga segalanya terasa mencapai puncaknya. Kelopak mata Hanna seketika terpejam dengan dada membusung ketika merasakan sesuatu yang basah dan lengket mengalir di bagian bawah tubuhnya.

Sementara laki-laki itu langsung ambruk di atas tubuh Hanna setelah melepaskan bibit-bibit kehidupan baru. Hanya hembusan napasnya yang memburu menerpa wajah Hanna. Dan secara perlahan mulai teratur yang menandakan dirinya sudah terlelap.

_

Hanna Cabrera, seorang gadis berusia 20 tahun yang bekerja sebagai pelayan di salah satu klub malam ternama di Istanbul, Turki.

Hanna adalah gadis yang berasal dari keluarga menengah. Ayahnya memiliki sebuah perusahaan keramik yang hampir gulung tikar. Sedangkan ibunya yang merupakan istri ke dua, meninggal saat melahirkannya.

Sejak kecil, Hanna tinggal bersama ayah kandung dan ibu tirinya. Hanna juga memiliki seorang kakak tiri yang membencinya.

Meskipun kadang menerima perlakuan tak adil, namun Hanna tak menganggapnya sebagai sesuatu yang perlu dipermasalahkan. karena hidupnya sudah rumit dan penuh masalah. Ia tak ingin masalah keluarga menambah deretan panjang masalah-masalah dalam hidupnya.

Malam ini, ia terpaksa mengalami kejadian nahas. Bermaksud menolong seorang pria dari jebakan kakak tirinya, Hanna justru menjadi korban pelampiasan.

Pria yang telah merenggut kesuciannya tak lain adalah sahabat dari kakak tirinya, Cleo. Hanna tak sengaja mendapati Cleo sedang mencampur obat perangsang ke dalam minuman seorang pria yang tengah dalam keadaan mabuk berat di sebuah pesta di klub malam.

Ia pun berniat menolong pria itu dan membawanya pergi ke sebuah penginapan tanpa sepengetahuan Cleo. Tak disangka dirinya malah menjadi korban pelampiasan.

Dialah Evan Maliq Azkara, seorang pria tampan berusia 27 tahun. Bungsu kembar dari keluarga besar Azkara, Sebuah keluarga sultan yang berasal dari Turki.

Evan memiliki wajah tampan dan secara fisik mendekati kata sempurna. Di usia yang masih sangat muda, Ia telah menjadi seorang pengusaha yang cukup sukses.

Sebuah perusahaan raksasa bernama 'Keong Kembar Group' yang memiliki kantor pusat di Kota Jakarta, yang kemudian membuka cabang di beberapa negara di dunia, termasuk di Turki.

Evan juga baru saja menyelesaikan pendidikan kedokterannya dan sedang mempersiapkan diri untuk menempuh pendidikan sebagai dokter spesialis. 

Dengan segala kesempurnaan yang dimiliki Evan, gadis mana yang tidak menginginkannya? Bahkan Cleo sampai berusaha menjebak dirinya.

Lain halnya dengan Hanna. Baginya, Evan tak lebih dari pria kaya yang telah menghancurkan masa depannya. Gadis itu menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Dalam kesunyian malam, ia menangisi kemalangannya. 

Kini Hanna terbaring tak berdaya. Hanya suara Isak tangis yang memecah kesunyian. Dalam hati berharap segalanya hanyalah sebuah mimpi buruk.

***** 

Chapter 2

Terbaring dengan tubuh remuk, mata Hanna telah sembab karena menangis sepanjang malam. Boleh jadi ia menyesal telah berusaha menolong laki-laki itu.

Hanna melirik evan yang masih tertidur pulas. Meskipun tidak memiliki perasaan khusus, tak dapat dipungkiri ia memiliki kekaguman terhadap sosok Evan yang memiliki wajah tampan rupawan. Tak heran jika dirinya dieluh-eluhkan para gadis. Namun, pagi ini semua kekaguman itu telah berubah menjadi rasa benci.  

Hanna bangkit dan meraih pakaiannya yang teronggok di lantai. Bahkan sisa kegiatan semalam masih menyisakan rasa perih. 

Setelah mengenakan pakaian, ia menatap penuh kebencian terhadap Evan. Ia juga tahu seberapa tidak sukanya Evan terhadap dirinya. Selama ini, Evan tidak pernah bersikap baik kepada Hanna karena Cleo selalu mampu membuat Hanna terlihat buruk di mata semua orang. Tetapi Hanna tidak pernah mempedulikan apapun penilaian orang.

“Aku akan melupakan kejadian malam ini dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Aku tidak mau terlibat masalah apapun dengan orang kaya sepertimu. Lagi pula, kau hanya akan melemparkan sejumlah uang padaku sebagai kompensasi agar aku tutup mulut atas kejadian ini.” 

Setelah memastikan tidak ada barang miliknya yang tertinggal di sana, ia melangkah pergi meninggalkan Evan seorang diri.

****

Dengan langkah tertatih, Hanna memasuki sebuah rumah. Namun, langkahnya seketika terhenti ketika berada di ruang tamu.

Ayah, ibu tiri dan juga kakak tirinya, Cleo, ada di sana dan menatap penuh kemarahan. Ibu Flora, yang merupakan ibu tiri Hanna langsung berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Hanna. Ia lemparkan beberapa lembar foto milik Hanna yang tengah tertidur dalam pelukan seorang pria yang wajahnya disamarkan.

"Jadi seperti ini kelakuanmu selama ini? Aku benar-benar tidak menyangka. Ayah, lihatlah kelakuan anakmu di luar sana. Jadi selama ini benar yang dikatakan Cleo, dia menjual tubuhnya pada pria-pria kaya?" Tatapan wanita itu menyiratkan api permusuhan.

Detik itu juga, sebuah tamparan keras ia hadiahkan di pipi Hanna. Namun Hanna sama sekali tak bereaksi, walaupun bekas tamparan dari ibu tirinya meninggalkan rasa perih.

Ia telah menduga, bahwa Cleo sudah mencuci otak keluarganya, terlihat dari senyum sinis di wajah kakak tirinya itu.

"Apa begini saja? Ayo pukuli aku sepuas hatimu!" ucap Hanna dengan ekspresi menantang. "Memang ini kan yang kau inginkan? Memukuliku sampai mati."

Mendengar nada bicara Hanna, sang ayah pun mendekat. Dengan penuh kemarahan, pria paruh baya itu lantas memberi tiga tamparan beruntun ke wajah putri kandungnya.

Plak! Plak! Plak!

"Pergi dari kehidupan kami! Kau hanya seorang gadis tidak punya harga diri yang rela menjual tubuhmu pada seorang pria kaya. Kau bukan anakku lagi!"

Hanna mengusap wajahnya yang terasa kebas. Bukan dari tamparan yang membuatnya merasa sakit. Namun ketidakpercayaan keluarga, apalagi ayahnya sendiri.

"Baiklah ... Kalau itu keinginanmu. Tapi lihat saja, suatu hari kau akan menyesal. Terus saja mempercayai anak kebanggaan kalian itu." Ia menatap sinis terhadap Cleo.

"Cukup! Kau malah mau melemparkan kesalahanmu pada putriku. Aku sudah dengar semuanya dari Cleo. Kau mau menuduh Cleo yang bukan-bukan. Begitu kan?"

Tangan Ibu Flora terangkat. Ingin menampar Hanna lagi, namun gadis itu mencengkramnya kuat-kuat sehingga lengan ibu tirinya menggantung di udara.

"Jangan coba menyentuhku! Aku sudah lelah selama ini menghadapi kalian. Dan kau Ayah ... lupakan bahwa kau punya anak perempuan bernama Hanna!"

Setelah mengucapkan kalimatnya, Hanna menghempas tangan ibu tirinya dengan kasar, menatap mereka satu-persatu dengan penuh kebencian. Lalu melangkah pergi meninggalkan rumah itu tanpa membawa apapun.

"Pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi!" teriak Ibu Flora saat menatap Hanna dari balik pintu.

Hanna tak begitu peduli dan melangkah tanpa menoleh sedikit pun. Ia yang merupakan anak dari istri ke dua sang ayah sudah sering kali menerima perlakuan buruk dari ibu dan kakak tirinya. Sementara ayahnya bagaikan boneka yang akan menuruti apapun perkataan istri dan anak pertamanya.

Diusir dari rumah bukanlah sesuatu yang aneh baginya. Karena memang inilah yang diharapkan Ibu Flora dan Cleo, yaitu melihat Hanna pergi dari kehidupan mereka selamanya.

****** 

Hai semua, selamat datang di karya baruku.

Ada yang masih ingat dengan julukan "Keong Kembar" ?

Ya, ini adalah cerita Evan, bungsu kembar dari keluarga Azkara.

Jangan lupa add favorit ya, biar dapat notif kalau Babang Evan si Keong lucknut ini update.

Terima kasih.

Love love sekebun

Chapter 3

Sang mentari telah meninggi ketika Evan terbangun dari tidurnya. Sisa mabuk semalam meninggalkan rasa sakit di kepala. Sebenarnya ia bukanlah seorang peminum. Sebagai calon dokter, Evan menjalani pola hidup sehat. Entah setan apa yang merasukinya hingga semalam lepas kendali dan mabuk-mabukan.

Tunggu! Dimana ini?

Evan baru sadar tidak sedang berada di kamar pribadinya. Setelah meneliti ruangan itu, ia baru sadar tengah berada di sebuah penginapan. Sepasang bola matanya pun melebar karena terkejut, saat mendapati tubuhnya hanya terbalut selimut. Sedangkan seluruh pakaian teronggok di lantai. Hanya ponsel miliknya yang berada di atas meja.

“Apa yang terjadi?” 

Jantungnya berdetak lebih cepat. Menebak dalam benaknya sendiri, tentang apa yang sudah dilakukannya semalam dan bersama siapa, karena kini ia hanya seorang diri di kamar itu. 

Menyibak selimut, mata Evan terbelalak ketika menemukan bercak darah di permukaan seprai. Irama jantungnya semakin kencang. Tangannya gemetar mengusap cairan merah yang telah mengering itu.

Mungkinkah ia baru saja merenggut keperawanan seorang gadis? Kalau begitu, siapa? Pertanyaan itu terus muncul di benaknya. 

“Ini tidak mungkin!” teriaknya seraya memaki diri dalam hati. Mencoba mengingat lagi kejadian semalam. 

Bayang-bayang seorang gadis pun muncul dalam ingatannya, tetapi samar. Ia tidak dapat mengingat dengan jelas.

Evan menjambak rambutnya dengan kedua tangan demi melepaskan rasa frustrasi yang membelenggunya. Jika keluarga besar Azkara tahu, ia mungkin akan dihukum berat. Apalagi oleh dua kakak laki-lakinya.

***

Setelah membersihkan tubuhnya, Evan keluar dari kamar. Menuju meja resepsionis untuk bertanya. Tampak seorang wanita muda menyambutnya dengan senyuman.

"Selamat siang, Tuan! Ada yang bisa saya bantu?"

“Semalam aku menginap di kamar 3382B. Boleh aku tahu, siapa yang membawaku kemari?” tanya Evan kepada sang resepsionis. 

“Saya tidak tahu, Tuan. Mungkin yang bertugas semalam tahu. Tapi sebentar ... saya akan periksa dulu.” Wanita itu kemudian memeriksa daftar pengunjung melalui sebuah layar komputer. “Kamar 3382 reservasi atas nama Ervan Maliq Azkara.” 

Sial! Orang itu menggunakan tanda pengenalku untuk memesan kamar. 

“Semalam aku mabuk. Aku tidak tahu siapa yang membawaku kemari. Boleh aku lihat rekaman CCTV semalam?” 

“Maaf, Tuan ... Kamera CCTV-nya sedang mengalami kerusakan sejak dua hari belakangan.” 

Evan menghembuskan napas kasar. Tangannya terkepal menahan rasa marah. Ia semakin frustrasi. “Penginapan macam apa ini? Kamera CCTV saja rusak, lalu bagaimana kalian mengatasi kalau ada bahaya?"

"Maaf, Tuan." Hanya itu yang dapat dikatakan sang resepsionis.

Evan keluar dari penginapan sederhana itu setelah tak menemukan petunjuk apapun tentang gadis yang bersamanya semalam. Ia juga menuju klub malam tempatnya minum. Namun, tak juga menemukan petunjuk apapun, karena hal yang sama kembali terjadi. Rekaman CCTV klub malam tak berfungsi.

Laki-laki itu duduk di dalam mobil miliknya yang masih berada di parkiran kelab malam.

"Ada apa ini? Apa aku sedang dijebak?" gumamnya menyandarkan punggung.

Ia baru saja akan menyalakan mesin mobil ketika ponsel berdering tanda panggilan masuk. Tertera nama Rafli, seorang sahabatnya. Evan pun segera menggeser simbol hijau di layar ponsel.

"Ada apa?" tanyanya ketus.

"Aku baru tiba di Istanbul Central Bus Station. Bisakah kau menjemputku?"

"Baiklah, kebetulan aku membutuhkan bantuanmu."

Panggilan terputus, Evan segera melajukan mobil menuju sebuah stasiun yang tadi disebutkan sahabatnya.

Hanya butuh waktu tiga puluh menit, Evan telah tiba di stasiun. Siang itu cukup dipadati oleh lautan manusia. Sehingga Evan tampak kesulitan mencari sosok Rafli.

"Kemana keong sialan itu?" gerutunya seraya menoleh ke kanan dan kiri. Kakinya melangkah tanpa arah. Hingga ....

Bruk!

Evan mundur beberapa langkah ketika tubuhnya bertabrakan dengan seseorang. Terlihat seorang gadis berambut cokelat tengah memunguti barang bawaannya yang terjatuh.

"Maaf, aku tidak sengaja!" Suara itu membuyarkan konsentrasi Evan. Ia seketika menoleh pada pemilik suara yang terasa tidak asing itu.

"Kau?" gumamnya dengan alis berkerut.

Hanna berdiri dari posisi berjongkoknya dan memasukkan beberapa benda ke dalam tas. Ia pun tampak terkejut bertemu Evan di tempat itu.

Ia mundur beberapa langkah. "Ma-maaf, aku tidak sengaja menabrakmu," ujarnya menunduk dengan wajah memucat.

Evan hanya menganggukkan kepala tanpa ekspresi di wajahnya.

"Maaf, aku harus pergi." Hanna melangkah pergi. Sementara Evan mematung, menatap punggung Hanna yang semakin menjauh.

"Hey ..." Tepukan mendarat di bahu yang akhirnya membuyarkan lamunannya. Rafli berdiri di sisinya.

"Dari mana saja kau? Sejak tadi aku mencarimu."

"Justru aku yang mencarimu. Aku pikir kau tersesat." Rafli menatap heran Evan yang sejak tadi terus menatap ke satu arah. Lalu melirik seorang gadis berambut panjang yang berjalan dengan cepat membelakangi mereka. "Siapa gadis yang kau lihat?"

"Hanna Cabrera," jawabnya tanpa menoleh. Tatapannya lurus terarah pada Hanna yang kemudian menghilang di antara puluhan manusia.

"Oh ... Gadis yang kau sebut sebagai gadis murahan karena bekerja di klub malam itu ya?"

"Iya. Memang Hanna Cabrera ada berapa?"

"Kadang hati dan bibir memang tidak sinkron, ya... Bibir berkata benci tapi hati memuja. Iya kan?" sindir Rafli tertawa kecil.

Evan menatap kesal kepada Rafli. Membuat tawa sahabatnya itu terhenti. "Jangan sok tahu! Ayo pergi, ada yang perlu aku bicarakan denganmu!"

Evan beranjak, namun sesekali menatap ke belakang demi mencari sosok gadis tadi. Namun, tak nampak sosok Hanna di antara ratusan manusia yang memadati stasiun.

"Sudah, katanya tidak suka, kenapa masih dicari?"

"Diam kau, Keong!"

****

Setibanya di rumah, Evan menceritakan kepada Rafli tentang apa yang dialaminya semalam--yang mabuk-mabukan hingga tanpa sadar menghabiskan malam dengan seorang gadis asing.

Rafli sangat terkejut mendengar ucapan sahabatnya itu. Sebab selama bersama Evan, ia sama sekali tak pernah mendapatinya mabuk, apalagi tidur dengan seorang gadis.

"Kau sudah gila, Evan! Bagaimana kau bisa mabuk-mabukan?"

"Berhentilah menanyakan itu. Yang harus kau lakukan adalah membantuku menemukan gadis yang bersamaku semalam." Ia menghela napas kasar. Kepingan rasa sesal pun merasuk ke hati.

Sejatinya Evan tidak suka minum minuman beralkohol, tetapi melihat gadis yang disukainya berada di antara banyak pria di klub malam membuatnya tak tahan dan memilih melampiaskannya pada minuman hingga mabuk.

Entah mengapa hatinya bisa bertaut pada seorang gadis yang sebenarnya ia benci.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!