***** Happy Reading******
"Sekarang kalian berdua sudah sah menjadi suami istri. Sekarang aku menyerahkan putriku padamu untuk menggantikanku menjaga dan melindunginya. Aku harap kamu bisa membahagiakan putriku dan tidak pernah menyakitinya, seperti aku yang tidak pernah menyakitinya. ujar Satrio pada Bisma, laki-laki yang baru saja sah menjadi menantunya itu.
"Baik, Pa! aku janji akan menjaga Riana dengan baik." Bisma berucap dengan nada yang sangat tegas dan meyakinkan.
"Aku pegang kata-katamu," setelah mengucapkan apa yang perlu dia ucapkan pada Bisma menantunya, Satrio mengalihkan tatapannya ke arah Riana anak perempuannya perempuannya.
"Riana, sekarang kamu sudah jadi seorang istri. Pesan papa, jadilah istri yang baik, dan patuhilah semua perintah suamimu, selagi itu kamu anggap baik. Tapi satu hal yang harus kamu ingat, kamu jangan sampai berpikir dengan kamu sudah menjadi seorang istri, papa akan lepas tangan begitu saja. Jika kamu mengalami kesulitan, datanglah pada papa." ujar Satrio dengan manik mata yang berembun menahan tangis.
Dia tidak menyangka, kalau hari ini akan tiba, di mana putri yang dia besarkan dengan tangannya sendiri dari bayi setelah istrinya meninggal Karena melahirkan Riana, telah dewasa dan bahkan sudah menjadi seorang istri dari seorang pria yang dia cintai.
"Iya, Pah. Ana akan selalu mengingat pesan, Papa. Terima kasih, sudah menjadi papa yang terbaik buat Ana selama ini. Aku sayang, Papa." Riana memeluk pria setengah baya itu dengan erat sambil menangis tersedu-sedu. Pria yang merupakan cinta pertamanya, yang rela tidak menikah lagi, karena takut kalau istri barunya nanti tidak menyukai putri satu-satunya itu dan karena besarnya cintanya pada almarhum istrinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sepasang pengantin baru itu, kini sudah berada di kamar pengantin yang merupakan kamar Riana sewaktu masih gadis dan malam ini dirinya akan berbagi kamar dengan Bisma pria yang sudah sah menjadi suaminya itu.
"Mas, tidak apa-apa kan kita tidur di kamar sempit seperti ini?" tanya Riana yang sebenarnya sangat canggung berada di dalam satu kamar dengan seorang pria untuk pertama kalinya.
"Tidak papa, Sayang. Bagaimanapun keadaan kamarnya, aku sudah bahagia, asal itu bersamamu," ujar Bisma dengan lembut, membuat pipi Riana berubah merah karena malu.
"Mas, apa malam ini kamu akan meminta hak kamu?" tanya Riana, lirih sambil menundukkan kepalanya, malu untuk menatap suaminya.
"Apa kamu sudah siap? kalau kamu belum siap aku tidak akan memaksamu." jawab Bisma, diplomatis. Dia memang sudah bertekad tidak akan memaksa Riana untuk melakukan seperti yang dilakukan oleh pengantin baru pada umumnya, jika wanita itu belum benar-benar siap.
Reyna mengangkat wajahnya untuk menatap Bisma yang kini juga tengah menatapnya dengan tatapan yang penuh cinta.
"Aku bersedia, Mas. Bagaimanapun, aku sudah jadi istrimu dan aku wajib memberikan hak kamu." ucap Riana pelan.
"Sungguh?" Bisma bertanya memastikan dan senyum pria itupun seketika terbit begitu melihat kepala wanitanya itu mengangguk dengan bibir yang tersenyum.
Bisma menyentuh dagu Riana dan mulai mendekatkan bibirnya ke bibir wanita itu. Akan tetapi, ketika bibirnya hampir menyen0tuh bibir Riana, tiba-tiba, ponselnya berbunyi, pertanda ada panggilan masuk.
"Sial! mengganggu saja," umpat Bisma dalam hati.
"Tunggu dulu ya, Sayang. Aku mau jawab telepon dulu." Riana menganggukkan kepalanya, mengiyakan.
Bisma meraih ponselnya, dan wajahnya seketika berubah pucat melihat siapa yang tengah menghubunginya malam-malam begini.
"Hmm, Sayang aku keluar sebentar ya. Aku mau jawab telepon di luar dulu,"
"Kenapa harus di luar, Mas? emang itu dari siapa?" tanya Riana sedikit curiga, ketika melihat perubahan wajah suaminya.
"Ini dari atasanku di kantor. Sepertinya ada hal yang sangat penting, makanya dia harus meneleponku malam-malam begini." ucap Bisma dengan nada yang sangat meyakinkan.
"Oh, ya udah. Angkat aja dulu, Mas." ucap Riana.
Bisma melangkah keluar agak jauh dari rumah sederhana itu. Dia akhirnya menghubungi kembali orang yang tadi sedang meneleponnya, dengan memperhatikan keadaan sekitar terlebih dulu.
"Halo, Sayang. Kenapa sih tadi tidak menjawab teleponku?" terdengar suara wanita yang merajuk dari ujung telepon.
"Maaf, Sayang. Tadi aku di dalam kamar mandi. Kamu jangan merajuk ya, kan sudah aku telepon balik." ujar Bisma dengan nada lembut, seperti kebiasaannya bila membujuk wanita yang juga merupakan istrinya itu.
Ya, wanita yang sekarang sedang berada di line telpon dengan Bisma itu, adalah Dania, istri pertama Bisma, yang merupakan seorang model terkenal sekaligus cinta pertama Bisma di SMA. Sedangkan Riana adalah istri kedua Bisma, yang dia langsung jatuh cinta ketika pertama kali bertemu dengan wanita itu setahun yang lalu. Dan Riana sama sekali tidak tahu, kalau Bisma seorang pria beristri, dikarenakan pria itu mengaku kalau dirinya masih lajang dan tidak pernah menikah sama sekali.
"Kapan kamu pulang, Mas,? aku sudah kangen sama kamu dan juga sentuhanmu. Kamu nggak kangen sama aku?" suara manja, Dania dari ujung sana, membuat libido Bisma terpancing. Dia membayangkan tubuh molek istrinya itu meliuk-liuk di depannya dan bergerak turun naik di atasnya.
"Kamu jangan memancingku sekarang, Dania. Hanya mendengar suara sensualmu saja sudah bisa membuatku panas." Dania terkekeh di ujung sana, senang karena berhasil memancing hasrat Bisma walau hanya dengan ucapan.
"Minggu depan aku akan pulang, kamu harus persiapkan dirimu. Aku tidak akan melepaskanmu nanti." sambung Bisma kembali.
"Iya deh iya. Aku tunggu kedatanganmu, Sayang. Aku mau lihat seberapa buas kamu nantinya."
"Kamu akan lihat nanti!" ucap Bisma lagi.
"Sayang, tadi ada tas model baru, dan aku mau beli, tapi uangku kurang. Aku minta kamu Kirimin uang dong." pinta Dania dengan nada yang sangat manja.
"Ini nih kalau ada maunya, pasti langsung berbicara dengan nada yang sangat lembut. Tapi kalau sudah marah, suaranya bisa seperti singa." ucap Bisma, berpura-pura sewot.
"Jadi, bagaimana? mas nggak mau kasih nih?" suara Dania sudah terdengar lirih, pertanda wanita itu akan melakukan jurus pamungkasnya, yaitu dengan berpura-pura ingin menangis.
"Aku hanya bercanda, Sayang. Ya udah, nanti aku akan transfer ke rekening kamu. Kamu jangan ngambek ya. Sekarang kamu lebih baik tidur dan mimpikan aku. Bye sayang, muuach." Bisma memasukkan kembali ponselnya setelah panggilan sudah benar-benar terputus.
Kemudian, Bisma melangkah kembali masuk ke dalam rumah dan langsung menuju kamar Riana.
Dia melihat Riana masih setia menunggunya sambil bermain dengan ponselnya.
"Ada urusan apa bos kamu telepon, Mas? kamu tidak disuruh kerjakan besok?" tanya Riana dengan wajah was-was. Dia mengira kalau suaminya itu hanya karyawan kantor biasa, karena memang Bisma mengakunya seperti itu. Padahal Bisma adalah seorang Presdir di perusahaannya sendiri.
"Tidak kok, Sayang. Tadi dia cuma menanyakan masalah laporan hasil barang yang aku pasarkan saja. Satu minggu ini, aku akan bersamamu, tapi minggu depan, aku harus ke Jakarta untuk seminggu atau lebih, kamu tidak apa-apa kan?".
Rania tersenyum simpul sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Pergi saja,Mas. Aku tidak apa-apa kok." jawab Riana, dengan senyuman yang tidak pernah tanggal dari bibirnya, walaupun sebenarnya, jauh di lubuk hatinya dia merasakan sedih yang amat sangat, karena baru menikah, tapi sudah ditinggal.
Tbc
"Sayang, aku berangkat dulu ya. Aku janji, minggu depan akan datang lagi ke sini." ucap Bisma sambil membalas pelukan Riana yang mendekap tubuhnya sangat erat.
"Benar, ya. Aku sedih lo, Mas baru seminggu menikah tapi, sudah ditinggal." rajuk Riana dengan bibir yang mengerucut.
Bisma semakin mengeratkan pelukannya dan memberikan kecupan di puncak kepala istrinya itu.
"Aku juga tidak mau seperti ini, Sayang. Aku mau kita setiap hari bersama, menghabiskan waktu berolahraga di kamar. Tubuhmu sudah seperti candu bagiku,"
Semburat merah langsung menghiasi pipi mulus dan putih milik Riana mendengar ucapan mesum suaminya. Teringat jelas bagaimana dia dan Bisma, tiap malam tidak pernah libur melakukan penyatuan, merasakan nikmatnya surga dunia.
"Sebenarnya aku mau melakukannya sekarang denganmu, Sayang. Tapi nanti aku ketinggalan pesawat," bisik Bisma dengan nada yang sensual.
Tiupan napas yang berasal dari mulut Bisma, membuat tubuh Riana meremang. Tidak bisa dipungkiri kalau dirinya pun menginginkan penyatuan dengan sang suami. Akan tetapi dia tidak mau egois, yang hanya karena ingin memenuhi hasratnya, sang suami ketinggalan pesawat sehingga dia harus membayar ongkos pesawat sendiri nantinya.
Sama halnya dengan Riana, Bisma pun ingin menyergap tubuh istrinya itu sekarang. Untuk membeli tiket pesawat baru, bukan hal yang sulit untuk dia lakukan. Akan tetapi, dia tidak mau kalau dirinya melakukan hal itu, Riana akan curiga dan bertanya dari mana dia mendapatkan uang yang banyak untuk membeli tiket pesawat.
"Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bermaksud membohongimu mengenai statusku, tapi aku tidak mau, kalau kamu tidak bersedia menikah denganku dan meninggalkanku kalau aku jujur dengan statusku," batin Bisma sambil menatap intens wanita yang kini juga dicintainya, seperti cintanya pada Dania, istri pertamanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bisma kini sudah berada di dalam pesawat dari Surabaya menuju Jakarta. Pria itu terlihat menatap bantalan awan-awan putih di luar. Pikirannya sangat kalut kini, mengingat ucapan papa mertuanya yang mengatakan, kalau dirinya lain kali lebih baik membawa serta Riana bersamanya ke Jakarta, karena bagaimanapun, suami istri itu baiknya hidup dalam satu rumah.
"Apa yang harus aku lakukan? hari ini aku mungkin bisa lega, karena bisa memberikan alasan. Tapi bagaimana dengan ke depannya? tidak mungkin aku, selalu memberikan alasan yang sama." Bisma mengajak hatinya untuk berbicara sendiri.
Ya tadi, Bisma beralasan pada mertuanya itu, akan memboyong Riana ke Jakarta, kalau dia sudah menemukan rumah yang akan mereka tempati nantinya.
"Arghh! biarkan aja lah dulu! nanti saja aku memikirkannya." Bisma mengusap wajahnya dengan kasar, frustasi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah menempuh waktu selama 1jam 30 menit, pesawat yang ditumpangi oleh Bisma kini sudah mendarat dengan selamat di Bandara Soekarno Hatta.
Begitu keluar dari dalam, Bisma langsung masuk ke dalam sebuah mobil mewah, yang memang sudah diperintahkannya lebih dulu, untuk menjemputnya di bandara.
Langit kini sudah mulai berganti warna menjadi jingga karena matahari sudah mulai kembali ke peraduannya.
"Bagaimana kabar Nyonya, Pak Jono?" tanya Bisma pada supir pribadinya, dengan kaki yang menyilang dan netra yang fokus pada ponselnya.
"Nyonya baik-baik saja, Tuan!" jawab pak Jono, seadanya.
"Oh, Ok!" Bisma mangut-mangut tanpa mengalihkan tatapannya dari ponselnya. Kemudian dia terlihat mengotak-atik sesuatu di ponselnya, apa lagi kalau bukan mengganti nama kontak Riana menjadi nama seorang laki-laki dan menghapus semua, riwayat chat. Lalu dia juga tidak lupa mengembalikan nama kontak Dania ke nama sebelumya. Karena dia tahu, kebiasaan Dania yang akan selalu melalukan razia pada ponselnya.
Setelah dirasa semuanya sudah baik-baik saja, Bisma langsung menghubungi Dania.
"Halo, Sayang, kamu dimana?" tanya Bisma setelah terdengar suara Dania menjawab dari ujung telepon.
"Aku sedang di luar sama teman-teman, Sayang. Baru saja selesai pemotretan."
"Oh, aku kirain kamu ada di rumah sekarang. Soalnya aku dalam perjalanan Ke rumah kita."
"Serius?! kalau begitu, aku akan pulang sekarang, tunggu aku di rumah ya. Bye sayang," Bisma, memutuskan panggilan dengan bibir yang tidak berhenti tersenyum.
Bisma hendak menghubungi Riana untuk mengabari istri Keduanya itu, kalau dirinya sudah tiba dengan selamat di Jakarta. Akan tetapi, begitu dia menekan tombol panggil, ponselnya tiba-tiba mati karena kehabisan daya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Sayaaaang!" Dania langsung berlari dan melompat ke arah Bisma yang langsung menangkap dan mengengdong wanita itu.
"Aku kangen kamu," ucap Dania sambil mengecup bibir suaminya.
"Aku juga tentu saja sangat kangen, Sayang." jawab Bisma sambil berkali-kali mencium Dania.
"Kita ke atas, yuk!" Bisma menurunkan tubuh sang istri dan menggandeng tangan Dania bersama menuju ke kamar mereka.
Bisma langsung menutup pintu kamar begitu tubuh mereka sudah sepenuhnya masuk ke dalam kamar.
"Aku merindukanmu, Sayang!" Bisma menarik tubuh Dania untuk semakin dekat padanya dan langsung menyerang bibir wanita itu dengan ganas dan penuh hasrat.
Dania yang juga merindukan sentuhan suaminya membalas serangan suaminya. Cukup lama mereka melakukan pemanasan sebelum sampai ke inti. Setelah dirasa sudah cukup, akhirnya kedua insan yang sudah terbakar gai*rah itu akhirnya melakukan penyatuan. Ruangan itu kini dipenuhi dengan suara-suara yang bisa mengundang libido bagi orang yang mendengarnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara Bisma dan Dania yang sedang menikmati indahnya surga dunia, nun jauh di Kalimantan, Riana sedang gelisah menunggu kabar sang suami yang dari tadi tidak memberikan kabar padanya.
"Aku lebih baik menghubunginya. Kalau begini, aku tidak akan tenang," batin Riana dengan tangan yang meraih ponselnya.
Riana mencoba menghubungi nomor Bisma, tapi yang menjawab suara operator yang mengatakan kalau nomor itu sedang tidak bisa dihubungi.
Riana mencoba sekali lagi, hasilnya tetap sama.
"Kenapa nomor mu tidak bisa dihubungi sih, Mas? tidak terjadi apa-apa kan denganmu?" bisik Riana pada dirinya sendiri.
"Aku harus berpikiran positif. Bisa saja, Mas Bisma langsung ada urusan penting yang tidak bisa ditunda. Aku yakin nanti dia pasti akan menghubungiku," Reina manggut-manggut, berusaha tenang dengan apa yang baru saja dilontarkannya dalam hati.
Karena tidak mendapat jawaban dari Bisma, Riana akhirnya memutuskan untuk mengirimkan pesan, berharap nanti setelah ponsel sang suami aktif, pria itu langsung menghubunginya.
"Sepertinya apa yang papa ucapkan tadi benar. Lebih baik aku ikut saja ke Jakarta, karena Mas Bisma lebih banyak melakukan pekerjaan di Jakarta dari pada di sini. Baru ditinggal sehari saja aku sudah tidak tenang begini, bagaimana kalau sampai berlama-lama?" Riana masih tetap asik mengajak hatinya untuk bercengkrama. Seandainya ada orang lain yang melihatnya, mungkin orang-orang akan menganggap dia gila.
Cukup lama Riana menunggu telepon dari suaminya. Akan tetapi, sampai jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, belum ada tanda-tanda kalau pria itu akan menghubunginya. Karena lelah menunggu, Riana pun akhirnya jatuh tertidur dengan ponsel di tangannya.
Tbc
Please jangan lupa untuk like, vote dan komen. Thank you
Sudah dua bulan waktu berlalu, Rania sudah diboyong oleh Bisma ke Jakarta satu bulan yang lalu, karena dia sudah tidak bisa menemukan alasan yang cocok untuk diberikan pada sang ayah mertua.
Kadang kala, Rania merasa ada hal yang aneh dengan Bisma suaminya, karena acap kali tidak bisa pulang ke rumah kecil mereka, dengan alasan sedang lembur, atau tiba-tiba ke luar kota. Akan tetapi Rania selalu menepis kecurigaannya, karena tidak ingin kehidupan pernikahannya hancur karena rasa curiga dan tidak percaya pada Suami.
Bagi Rania di dalam sebuah hubungan itu, harus dilandasi dengan rasa percaya pada pasangan kita.
Hari ini Rania, tiba-tiba ingin sekali berbelanja pakaian di sebuah mall, karena dia tidak mau Bisma suaminya, bosan dengan dirinya yang selalu memakai pakaian yang itu-itu saja.
"Hmm, kayak aku tidak perlu membeli pakaian yang mahal-mahal. Yang penting nyaman dan sesuai, pasti akan terlihat tetap cantik. Kasihan Mas Bisma yang harus kerja capek-capek, tapi aku dengan mudahnya menghabiskannya," bisik Riana pada hatinya sendiri, sambil berpindah ke stand pakaian yang harganya lebih murah dari pakaian yang berjejer rapi di stand yang pertama dia kunjungi, hingga membuat pelayan di stand itu, menatap sinis ke arahnya dan pastinya mengumpati Riana di dalam hati.
"Setelah selesai dengan keperluannya, Riana berniat untuk makan siang dulu sebelum pulang. Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika dia melihat pria yang sangat dia kenal bersama dengan seorang wanita cantik, yang menggelayut manja di lengan pria itu. Kedua orang itu, memasuki restoran yang hendak dituju oleh Riana.
"Bu-bukannya itu, mas Bisma? tapi siapa wanita itu?" batin Rania dengan hati yang sakit.
"Apa mas Bisma selingkuh di belakangku?" hati Rania semakin sakit dengan kalimat yang baru saja tercetus di pikirannya.
"Ah mungkin itu hanya sahabatnya saja," Rania masih berusaha untuk berpikiran positif.
"Tapi kalau hanya sahabat, kenapa harus semesra itu" Rania menyangkal tapi dia mematahkan kembali sangkalannya.
"Dari pada aku sibuk menduga-duga, mending aku samperin aja mereka dan menanyakan apa hubungannya mereka," Rania, mengayunkan kakinya, melangkah menghampiri dua sejoli yang tingkat kemesraan mereka semakin menjadi-jadi.
"Mas Bisma, ini siapa?" tanya Rania dengan nada yang sangat lembut, begitu berdiri di depan meja dimana suami dan wanita itu duduk.
Wajah Bisma yang tadinya sangat bahagia langsung berubah 180 derajat. Wajah pria itu pucat, seperti tidak dialiri darah sama sekali.
"A-Ana? ka-kamu ngapain di sini?" Bisma terlihat sangat gugup hingga kecurigaan Riana semakin besar.
"Aku sedang belanja pakaian, Mas." jawab Riana masih dengan intonasi suara yang masih lembut.
"Siapa dia, Sayang?" tanya wanita yang bersama dengan Bisma dengan mata yang menghunus tajam.
Riana terkesiap kaget, begitu mendengar wanita itu memanggil suaminya dengan panggilan sayang.
"Kenapa kamu panggil suami saya, Sayang? apa hubungan kalian berdua?" Riana mengalihkan tatapannya ke arah Bisma, " Mas, jelaskan, ada apa ini?"
Bisma terlihat semakin pucat melihat tatapan Riana yang meminta penjelasan.
"Hei, siapa yang kamu sebut suamimu? dia itu suamiku, bukan suamimu. Enak saja kalau bicara," suara wanita yang ternyata Dania istri pertama Bisma, mulai meninggi.
"Su-suamimu? tidak mungkin! dia itu suamiku, Mbak," jawab Rania dengan mata yang mulai berembun.
"Sayang, jelaskan ada apa ini?!" suara Dania sudah semakin tidak terkendali.
Inilah perbedaan Rania dan Dania. Rania wanita yang sangat lembut dan selalu berpikiran positif sedangkan Dania, wanita yang sangat emosional.
"Kita pulang dulu! aku akan jelaskan di rumah. Malu kalau di sini." Bisma berjalan mendahului kedua wanita yang merupakan istrinya itu, sebelum Dania mengamuk.
"Aku mau kamu jelaskan di sini, Mas!" teriak Dania yang tidak bergeming dari tempatnya berdiri.
Akan tetapi Bisma tetap berjalan, dengan wajah yang memerah menahan malu, membuat Dania dan Riana mau tidak mau akhirnya menyusul Bisma.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bisma membawa kedua istrinya itu ke rumah yang ditempatinya bersama dengan Dania selama ini.
"Kalian berdua duduk dulu!"
"Tidak usah basa-basi, Bisma! sekarang jelaskan siapa dia?" Dania yang sudang dipenuhi dengan emosi, menyebut nama suaminya begitu saja dengan mata yang sudah memerah.
Bisma tidak langsung menjawab. Dia menatap dua wajah wanita yang dicintainya, bergantian. Dua wajah dengan ekspresi berbeda. Dania dengan amarahnya, Riana dengan wajah sendunya.
"Jawab, Bisma!" desak Dania, yang semakin emosional melihat Bisma yang diam saja.
"Baiklah! dia Riana striku sama seperti kamu," ucap Bisma, dengan intonasi yang sangat pelan.
"Apa?!" bukan hanya Dania yang memekik, Riana juga sama seperti Bisma.
"Mas, bilang ini tidak benar. Kamu bercanda kan?" Riana mengguncang-guncang tubuh Bisma, dengan air mata yang sudah berhasil lolos dari matanya.
"Hei, jangan sentuh suamiku!" Dania menarik tangan Riana dan mendorong tubuh wanita itu dengan keras, hingga membuat tubuh Riana hampir terjatuh. Untung saja tangan Bisma dengan sigap menangkap tubuh itu.
"Dania! kamu jangan kasar begitu! dia ini __"
"Dia ini apa, hah?! ayo jawab! dia ini apa?" amarah Dania sudah tidak bisa terkendali, hingga membuat Bisma terdiam.
"Mbak, aku ini istrinya Mas, Bisma. Aku tahu kamu juga istrinya, tapi aku yakin kalau, Mbak itu adalah orang yang hadir di antara kami berdua.Jadi aku mohon, supaya kamu meninggalkan Mas Bisma."
"Apa kamu bilang? aku yang hadir di antara kalian berdua? sekarang jelaskan, sudah berapa lama kalian berdua menikah? hah?!"
Riana bergeming, merasa bimbang dengan apa yang ada dipikirannya. Dia merasa kalau Dania adalah istri yang baru dinikahi oleh Bisma, dan dirinyalah yang pertama.
"Kenapa diam? JAWAB!" bentak Dania.
"Dua bulan, Mbak!" desis Riana.
"Dua bulan? dan kamu dengan percaya dirinya mengatakan kalau aku yang hadir di antara kalian berdua? ck, kasihan sekali kamu! asal kamu tahu aku dan Bisma__"
"Dania!"
"Diam kamu! aku sedang berbicara dengan 'pelakor' ini." Dania mengarahkan jari telunjuknya ke arah muka Bisma, ketika pria itu hendak memotong ucapannya.
Dania kembali menatap Riana dengan rahang yang mengeras dan mencengkram dagu wanita itu.
"Asal kamu tahu, kalau aku dan Bisma sudah 6 tahun menikah! dan apa tadi kamu bilang? dua bulan? dasar perempuan tidak tahu diri!" Dania menarik rambut Riana dengan kencang, hingga membuat wanita itu merintih kesakitan.
"Dania, lepaskan dia!" Bisma menarik tubuh Dania dan mendorong tubuh istri pertamanya agar menjauh dari Riana.
"Mas, apa itu benar? katakan kalau itu tidak benar?" Riana menatap Bisma dengan tatapan memohon, berharap pria itu mengatakan kalau Dania berbohong.
"Itu benar, Sayang! dia istri pertamaku dan kamu yang kedua,"
pegangan Riana melemah dari tubuh Bisma seiring merosotnya tubuhnya, terduduk di lantai. Dia tidak pernah menyangka kalau dirinya ternyata yang kedua.
"Kami sudah dengar sendiri kan? sekarang kamu pergi dari rumahku! karena rumah ini jijik menerima wanita penggoda seperti kamu."
"Dania! Riana tidak salah! dia bukan wanita penggoda, tapi aku yang salah. Aku tidak __"
"Kamu jangan membela di lagi! aku yakin kalau sebenarnya dia sudah tahu yang kamu sudah beristri. Dia hanya berpura-pura tidak tahu aja! kamu jangan tertipu dengan wajah polosnya!" Dania menyela, sebelum Bisma selesai berbicara.
"Ada apa ini?" tiba-tiba seorang wanita setengah baya muncul dari arah pintu.
Tbc
Please like vote dan komen dong guys. Thank you 🙏🏻
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!