NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Om Duda

Chapter 1

Hangatnya sapaan mentari pagi membangunkan jiwa semangat para pejalan kaki di sebuah kota besar. Tak terkecuali gadis berseragam SMA yang kini tengah berjalan menuju sekolah sambil bersenandung ria. Tempat di mana ia mengemban ilmu selama tiga tahun ini. Sekolah elit yang sebenarnya mustahil ia gapai karena keterbatasan ekonomi keluarganya. Namun, sepertinya keberuntungan selalu mendapingi gadis itu. Ia mendapatkan beasiswa sehingga bisa merasakan duduk di sekolah khusus orang kaya itu.

Meylani Putri, itulah namanya. Gadis berkulit sawo matang yang kerap di sapa Mey. Usianya saat ini 18 tahun lebih tiga bulan. Parasnya memang tak terlalu cantik karena kurangnya perawatan. Namun ia cukup manis untuk dipandang. Mey merupakan gadis yang cukup terkenal di sekolah dengan sikap bar bar dan mulut embernya. Tak heran jika ia memiliki banyak teman dan juga musuh. Namun ia tak peduli dengan mereka. Karena sejak awal masuk sekolah, ia hanya memilki satu teman baik. Tasya Stephanie Lander. Si gadis cantik dengan wajah bulenya yang khas. Wajah bule Tasya tentunya diwariskan dari sang Ayah yang notabennya bule asal Bulgaria.

Meski fisik kedua gadis itu jauh berbeda, tetapi hal itu tak menjadi tolak ukur untuk mereka saling menyayangi satu sama lain. Mey begitu menyayangi Tasya, begitupun sebaliknya.

"Mey!" Panggil Tasya saat melihat sahabatnya memasuki gerbang sekolah. Gadis cantik berkulit putih bersih itu sepertinya baru saja di antar oleh supir pribadinya.

Senyuman Mey mengembang dan sedikit berlari menghampiri Tasya. "Baru sampe juga?"

"Iya nih, yuk masuk." Ajak Tasya mengamit tangan Mey. Lalu keduanya pun berjalan satai menuju kelas mereka. Jika berdampingan seperti itu, perbedaan mereka terlihat sangat jelas. Mey berpenampilan sederhana, sedangkan Tasya memakai barang-barang branded. Dari tinggi badan juga Mey terlihat sangat jauh berbeda, tingginya hanya sebatas bahu Tasya. Karena Mey memiliki perawakan yang imut.

"Gimana kabar Bapak lo, Mey?" Tanya Tasya saat mereka sudah memasuki kelas. Lalu duduk di bangku barisan kedua.

"Kayak biasa, Sya. Bapak kumat-kumatan, tapi beberapa hari ini lumayan mendingan." Jawab Mey apa adanya.

"Ibu tiri lo gimana? Masih ngerundung Lo gak?"

"Ya gitulah, setiap hari kerjanya cuma minta cuan. Dia pikir gw gudang uang apa?" Ketus Mey mulai kesal saat membahas Ibu tirinya. Wanita yang dinikahi Bapaknya tiga tahun lalu itu memang tak pernah menyukai Mey. Dan menurut Mey wanita itu hanya menjadi bebannya dan sang Bapak. Karena sejak awal wanita itu selalu mencari masalah. Lebih parahnya lagi, ia berani meminjam uang pada rentenir sampai hutangnya menumpuk. Dan akhirnya Bapaknya yang harus melunasi hutang itu yang entah kapan akan lunas.

"Sabar ya, Beib. Oh iya, Lo udah mikirkan mau milih kampus mana?" Tanya Tasya lagi. Karena ujian sekolah akan berlangsung satu bulan lagi, itu artinya mereka harus sudah mempersiapkan diri untuk tes di perguruan tinggi.

"Kayaknya gw gak lanjut deh, Sya. Kasian bokap kalau gw kuliah, nambah beban. Gw kerja aja deh, gaji di kafe lumayan juga buat bantu Bapak." Jawab Mey jujur. Saat ini Mey memang sudah bekerja paruh waktu di kafe. Mungkin di sanalah ia akan melanjutkan kerjanya. Sejak Bapaknya sering sakit-sakitan, Mey memang memilih untuk bekerja sambil belajar. Jadi gak heran kalau dia sering pulang malam.

"Lo yakin? Kasian banget kan nilai bagus lo." Lirih Tasya merasa kasihan pada sahabatnya. Sejak lama ia ingin sekali membantu Mey dalam urusan ekonomi. Namun Mey selalu menolaknya.

"Atau gini aja, lo kerja sambil kuliah. Tar gw ngomong sama Bokap, kalau biaya kuliah lo Bokap gw yang nanggung." Tawar Tasya dengan wajah berbinar. Pasalnya ia tak rela jika harus berjauhan dengan Mey. Karena itu ia akan mencari cara supaya gadis itu ikut kuliah bersamanya.

"Eh... gak usah. Gw gak mau jadi beban Bokap lo. Lagian selama ini lo udah banyak bantu gw. So biarin gw kerja, kita masih bisa nongkrong bareng kok." Tolak Mey seraya menggenggam tangan Tasya.

Tasya tampak kecewa dengan penolakan Mey. Namun ia juga tak ingin memaksa sahabatnya.

"Janji ya? Kita harus tetap kayak gini. Gw gak mau jauh dari lo." Rengek Tasya memeluk Mey erat.

"Iya, gw bakal atur waktu buat kita ngumpul dan ngobrol. Huh, belum apa-apa udah rindu."

"Bener banget, satu bulan itu waktu yang singkat banget." Keduanya pun saling berpelukan mesra. Mengabaikan tatapan teman-temannya yang menatap mereka geli atau tak suka.

Jam pulang pun tiba, seperti biasa Mey pulang nebeng bareng Tasya. Namun kali ini mereka harus nunggu agak lama. Karena supir pribadi Tasya belum juga muncul.

"Pak Darman ke mana sih? Udah setengah jam belum nongol." Protes Tasya mulai bosan menunggu.

"Sabar, Sya. Mogok kali di tengah jalan," sahut Mey sambil mengedarkan pandangan ke sekitar halaman sekolah yang mulai sepi.

"Bisa jadi," kata Tasya beberapa kali menghela napas.

Tidak lama dari itu, sebuah mobil mewah berhenti di depan mereka. Tasya yang mengenal mobil itu tentu saja merasa heran.

Tumben Pak Darman pake mobil Daddy?

Tasya membulatkan matanya saat melihat seorang lelaki berperawakan tinggi besar yang masih lengkap dengan stelan kantor keluar dari dalam mobil.

"Daddy?" Seru Tasya masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sungguh hari yang mengejutkan bagi Tasya. Seorang David Lander, menjemputnya secara langsung. Tasya tahu betul Daddynya itu sangat sibuk dan tak akan sempat menjemputnya secara langsung. Entah angin apa yang membawa David datang menjemput putrinya hari ini?

"Sorry, Sweety. Daddy terlambat menjemputmu. Pak Darman harus izin anaknya sakit." Ucap David seraya mengecup kening putrinya.

Berbeda dengan Mey, mulutnya sedikit terbuka karena terhipnotis dengan ketampanan seorang David. Ayah dari sahabatnya itu. Bagaimana tidak, David masih terlihat menawan meski usianya hampir kepala empat. Lelaki itu memiliki rahang yang tegas, hidung mancung dan bibir tipis. Dan mata tajam itu berhasil membuat Mey berdebar.

Aaaa... gw mimpi apa samalam? Kenapa gw mendadak masuk ke dunia dongeng gini sih. Ganteng banget nih orang. Dan gilanya lagi dia Bokapnya Tasya.

"Sya, ini beneran Bokap lo?" Tanya Mey tanpa ragu, tatapannya juga masih tertuju pada pahatan Sang Maha Kuasa yang begitu indah.

Baik David maupun Tasya menoleh ke arah Mey. Tasya mengangkat dagu Mey agar mulut gadis itu tertutup. Ia juga tersenyum geli melihat tatapan memuja Mey untuk Daddynya.

Siapa gadis dekil ini? Tanya David dalam hati. Ia memperhatikan setiap inci penampilan Mey yang jauh berbeda dengan putrinya.

"Iya, ini Daddy gw. Ganteng banget ya sampe mulut lo kebuka gitu?" Jawab Tasya terkekeh geli.

"Banget... pantes aja lo cantik kayak bidadari. Ternyata bokap lo gantengnya gak ketulungan." Ujar Mey tanpa rasa malu jika orang yang sedang dibicarakan ada di hadapannya.

"So pasti, meski umur bokap gw udah tiga puluh delapan tahun. Tapi dia masih ganteng, anak muda mah kalah. Btw... Dad kenalin ini Mey, sahabat Sasa dan Mey kenalin ini My Daddy, cinta pertama gw."

Mey terlihat antusias dan langsung mengulurkan tangannya pada David. "Halo Om, saya Mey. Bestienya anak Om."

David menerima uluran tangan Mey. Lalu tersenyum tipis. "David."

Mey terlihat bahagia karena David membeirkan senyuman menawan padanya. Gadis itu pun merapatkan tubuhnya pada Tasya. "Kalau Bokap lo seganteng ini, gw rela jadi Mama tiri lo, Sya." Bisik Mey sambil cengegesan.

"Beneran? Gw juga rela kalau lo yang jadi nyokap gw. Ide bagus tu, udah lama banget bokap gw menduda." Balas Tasya yang juga berbisik.

"Becanda gw, Sya. Lagian bokap lo ganteng gitu mana mau ama gw yang dekil gini."

"Siapa bilang, kalau lo mau gw bisa jodohin kalian berdua."

"Aaa... beneran? Boleh di coba tuh."

"Beneran, lagian gw juga butuh temen curhat di rumah."

"Apa yang kalian bisikkan?" Suara bariton itu berhasil mengejutkan keduanya. Mey dan Tasya pun tak berniat menjawab dan hanya tersenyum kikuk. "Sebaiknya kita langsung pulang, Daddy harus kembali ke kantor." David melirik arloji, lalu kembali memasuki mobil mewah miliknya.

"Ok, Dad. Yuk Mey." Tasya pun menarik Mey memasuki mobil Daddynya di bangku belakang. Sedangkan Tasya duduk di sebelah sang Daddy.

Sepanjang perjalanan, Mey terus memperhatikan wajah tampan David dari balik cermin. Ia benar-benar terpikat dengan ketampanan lelaki itu. Tanpa Mey sadari, sejak tadi Tasya juga memperhatikannya dari balik cermin.

Sepertinya gak ada salahnya kalau Mey jadi Nyokap baru gw. Dia baik dan polos banget, yang jelas gak hanya mengincar harta Daddy. Pikir Tasya dalam hati. Ia tersenyum penuh arti. Berbagai rencana sudah tersusun rapi di kepalanya.

***

Saat ini mobil mewah milik David sudah terparkir di depan sebuah rumah kumuh milik orang tua Mey. Membuat David merasa heran, bagaimana bisa Mey masuk ke sekolah elit itu?

"Om, Sya, makasih ya. Gak mau mampir dulu?" Tanya Mey yang saat ini sudah keluar dari mobil.

"Gak usah Mey, Daddy gw harus balik ke kantor. Lain kali gw mampir. Sebenernya gw rindu sambel terasi buatan lo." Ujar Tasya tersenyum lebar.

"Ok deh, weekend nanti lo mampir deh ke sini. Tar gw buatin nasi liwet. Oh iya, makasih ya Om?" Mey pun melirik David yang sejak tadi terdiam.

"Sama-sama," jawab David datar dan tak berniat menatap lawan bicaranya.

"Ya udah, kami pulang dulu ya?" Pamit Tasya.

"Iya, hati-hati."

Baru saja David ingin melajukan mobilnya, matanya tak sengaja melihat tiga orang lelaki berpenampilan urak-urakan menarik keluar seorang bapak-bapak dari dalam rumah kumuh itu. Ia pun mengurungkan niatnya untuk pergi.

Mey tak kalah terkejut saat melihat Bapaknya di tarik paksa oleh beberapa preman yang biasanya menagih hutang. "Bapak!" Mey berlari kencang menghampiri Bapaknya yang sudah tersungkur di tanah. Mey yang panik pun langsung membantu Bapaknya bangun.

Tasya dan David yang melihat itu pun turun dari mobil. Lalu menghampiri Mey dan membantunya.

"Brengsek! Jangan berani sama orang sakit. Gw udah bilang, minggu depan gw bayar duitnya. Sekarang gw belum gajian." Bentak Mey menatap ketiga lelaki jelek itu dengan tatapan nyalang. Tentu saja ia emosi karena mereka berani menyakiti Bapaknya yang sedang sakit.

"Kelamaan, bos gw udah marah-marah minta duitnya. Kalau lo gak bisa bayar, jaminannya lo harus mau jadi istri keempat Bos." Sahut salah satu dari preman itu.

"Kalian pikir gw mau sama tua bangka jelek itu. Ngelirik aja gw ogah, mana giginya itam semua lagi. Lo bilangin ya ama bos lo itu, gw bakal lunasin utang nyokap gw. Tapi gak gini caranya, lintah darat lo semua." Emosi Mey pun mulai naik ke ubun-ubun. Ia pun segera membuat ancang-ancang untuk melawan ketiga preman itu.

David yang melihat itu tertegun, bagaimana mungkin gadis kecil seperti Mey berani melawan tiga preman itu dengan mulut lantangnya.

"Dasar cewek jadi-jadian, kalau bukan bos suka sama lo udah gw jitak pala lo. Ada duit kagak? Kalau enggak gw obrak abrik ni rumah reyot. Bos butuh duit itu sekarang."

"Berapa hutang mereka?" Kali ini David ikut bersuara. Sontak Mey dan Tasya pun langsung menoleh. Begitu pun ketiga preman itu.

"Wah, siapa ni Mey? Keliatannya orang kaya. Sugar Daddy lo ya? Kebetulan banget, Pak. Mereka itu punya hutang dua ratus juta sama bos gw. Apa lo niat mau bayarin?"

Mendengar itu, perhatian Mey pun kembali terpusat pada preman jelek itu. "Bacot lo! Urusan lo sama gw bukan Om ini. Gw bakal cari uang buat lunasin hutang nenek lampir itu. Minggu depan gw bayar bunganya dulu."

David mengeluarkan sebuah cek dan pulpen dari saku jasnya. Lalu menuliskan nomilan di kertas itu dan sebuah tanda tangan. "Dua ratus lima puluh juta, aku rasa cukup."

David menyodorkan cek itu pada pereman itu.

"Wah, baik bener sugar daddy lo, Mey." Ucap preman itu mengambil cek dengan kasar. "Tapi ingat, hutang dia belum lunas. Ini cuma hutang dua bulan lalu. Nyokap lo minjam lagi lima ratus juta dan jaminannya elo, Mey."

"Apa!" Seru Mey dan Tasya bersamaan. Mereka cukup kaget mendengar ungkapan preman itu. Lalu ketiga preman itu pergi dengan senyuman lebarnya.

"Mey...." panggil Bapak Mey seraya memegang dadanya. Ia juga sangat terkejut mendengar kenyataan itu. Mey pun langsung memapah Bapaknya masuk ke dalam. Yang diikuti oleh Tasya dan David.

"Dasar nenek lampir gak tahu di untung. Di mana dia sekarang?" Omel Mey seraya melempar tasnya asal.

"Mey, Daddy bisa lunasin hutan lo kok. Jadi lo gak perlu khawatir mereka datang lagi dan ngancam lo gini. Gw gak mau lo jadi istri keempat lintah darat itu."

"Gak perlu, Sya. Cek itu aja lebih dari cukup. Untuk yang lainnya gak usah lagi. Terima kasih kalian udah mau bantu. Gw bakal kerja keras buat dapatin duit itu, lagian nenek lampir itu juga belum pulang. Tar gw desak dia buat bayar semua utangnya." Sanggah Mey yang tak ingin merepotkan sahabatnya.

"Terima kasih, Om. Saya janji, kalau saya sudah sukses. Saya akan kembalikan uang itu." Imbuh Mey menatap David penuh rasa terima kasih.

"Tidak perlu, anggap saja itu hadiah dari saya karena mau menjadi sahabat baik Sasa."

"Eh... gak...."

"Jangan nolak lagi, Mey. Gw beneran sayang sama lo, gw gak mau lo kenapa-napa." Potong Tasya mulai menangis sesegukan.

"Sya." Mey membawa Tasya dalam pelukannnya. "Terima kasih buat semuanya."

David yang melihat itu tertegun. Untuk pertama kalinya ia melihat Tasya begitu menyayangi seseorang. Itu artinya Mey benar-benar memikat hati Tasya. Yang David tahu, sejauh ini Tasya tak pernah mempunyai teman, selain gadis bernama Mey ini.

Chapter 2

Sepanjang perjalanan pulang, Tasya terus termenung. Ia masih memikirkan kondisi sahabatnya. David yang melihat itu mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi mulus Tasya.

"Mereka akan baik-baik aja, jangan khawatir." Ucap David mencoba menenangkan hati putrinya yang tengah gundah.

"Sasa sayang banget sama Mey, Dad. Cuma Mey yang tulus berteman sama Sasa. Tanpa embel-embel status keluarga kita."

"Daddy tahu."

"Sasa takut orang-orang itu menyakiti Mey lagi. Dia keliatannya aja berani, padahal hatinya takut. Sasa tahu itu, Dad."

David terdiam dan tak berniat menanggapi.

"Ini semua karena Ibu tirinya Mey. Wanita itu selalu menimbulkan kesulitan dalam hidup Mey. Dan sekarang Mey jadi jamiman buat hutangnya. Sasa gak mau Mey menjadi istri tua bangka itu, Dad. Sasa tahu betul seperti apa lelaki tua itu. Istrinya sudah tiga dan usianya sudah tidak muda lagi." Tasya kembali menangis sesegukan.

"Itu tidak akan terjadi," ucap David mengusap kepala putrinya. Tasya yang mendengar itu langsung menatap David lekat.

"Dad, boleh Sasa minta sesuatu? Selama ini Sasa tidak pernah meminta apa pun dari Daddy. Kali ini, boleh kan Daddy kabulin keinginan Sasa?"

David mengernyit bingung. "Memangnya permintaan apa huh?"

Tasya terdiam sejenak. "Menikahlah dengan Mey."

"What?" Seru David terkejut dengan permintaan tak masuk akal putrinya. Hampir saja David membanting setir karena keterkejutannya. Beruntung ia bisa mengontrol rasa kagetnya itu.

"Jangan gila, Sasa. Daddy tidak mungkin menikahi gadis ingusan itu."

"Dad, Mey bukan lagi gadis ingusan. Lagian Sasa lihat Mey juga tertarik sama Daddy."

"Cukup Sasa. Di luar sana banyak wanita yang tertarik dengan Daddy, apa Daddy juga harus menikahi mereka?"

"Nope, Dad. Sasa cuma mau Mey yang menjadi Mommy baru di rumah kita. Bukan orang lain. Apa Daddy menolak karena Daddy ingin menikahi wanita matre itu?"

David berdecak kesal mendengar perkataan putrinya. "Namanya Nindy, bukan wanita matre, Sasa."

"Sasa tidak mau tahu, hanya Mey yang bisa masuk dalam keluarga kita. Sasa juga akan membahas ini dengan Oma dan Opa, Sasa yakin mereka setuju. Tidak ada yang menerima wanita metre itu di rumah kita." Tegas Tasya memalingkan wajahnya ke luar jendela.

David yang mendengar itu mengeratkan rahangnya. Ia juga tak mampu membatah perkataan putrinya. Juga tak mungkin menikahi gadis dekil dan bar bar itu. David sendiri bingung, sudah lama ia dekat dengan wanita bernama Nindy itu. Namun wanita itu belum juga berhasil mengambil hati putri dan keluarganya.

Ya Tuhan, aku tak pernah membayangkan punya istri dekil dan urak-urakan seperti itu. Sangat jauh dari seleraku.

***

Setelah mengurus Bapaknya. Mey meminta izin untuk berangkat kerja. Karena jam kerjanya hampir tiba. Sebenarnya Mey tak tega meninggalkan Bapaknya sendirian, tetapi ia juga butuh uang untuk membeli obat dan keperluan rumah.

Saat Mey hendak keluar dari rumah. Ia sedikit terkejut karena melihat Ibu tirinya yang pulang dengan beberapa paper bag dengan logo brand yang cukup tekenal. Bahkan penampilan wanita itu terlihat seperti wanita kaya raya. Mey sama sekali tak terkejut lagi dengan penampilan Ibu tirinya itu, karena sudah terbiasa melihatnya.

"Kalau jadi orang gak mampu itu gak perlu berlagak tinggi. Ujung-ujungnya bakal malu sendiri. Oh iya, untuk hutang baru itu bayar aja sendiri. Jangan harap aku mau jadi bahan jaminan. Kenapa gak sekalian aja kamu jadi istri keempat kakek peyot itu? Kan enak bisa hidup mewah." Ledek Mey yang langsung bergegas pergi.

Melda, Ibu tirinya itu merasa kesal mendengar perkataan Mey. Meski ia sudah sering mendengar ucapan pedas Mey, tapi tetap saja sangat kesal saat gadis itu mencerca dirinya.

"Huh, kita liat aja. Setelah aku berhasil menikahkanmu dengan tua bangka itu. Apa mulut manisnya itu masih bisa bersuara?" Melda menyeringai. Membayangkan betapa menderitanya Mey saat menjalani kehidupan sebagai istri keempat lintah darat itu. Sedangkan dirinya akan memanfaatkan posisinya sebagai ibu mertua dari tua bangka itu.

Sejak awal Melda menikahi Bapak Mey hanya karena itu. Ia ingin hidup enak dengan mengorbankan anak tirinya. Menurutnya kehidupan enak itu harus rela mengorbankan sesuatu. Mey lah salah satu korbannya kali ini.

Mey memasuki sebuah kafe tempatnya bekerja dengan wajah kusut. Sehingga membuat teman-temannya merasa heran. Biasanya juga Mey akan membuat keributan saat dirinya datang. Namun kali ini ia tampak senyap.

Pemilik kafe pun merasa heran melihat keterdiaman Mey. Ia menghampiri gadis itu. "Mey, tumben loyo gitu? Ada masalah?"

Mey menatap Ibu bosnya dengan tatapan sendu. "Biasa, Buk. Nenek lampir buat ulah lagi. Saya ganti baju dulu ya buk, permisi."

Mey pun bergegas menuju ruang ganti untuk berganti seragam. Neny sang pemilik kafe hanya bisa menghela napas berat. Ia tahu betul kehidupan Mey seperti apa. Karena hubungan mereka lumayan dekat. Mey bukan tipe orang yang tertutup. Karena itu Neny menyukai pekerja seperti Mey. Selain rajin, ia juga sering menghibur para karyawan dan beberapa tamu langganan. Tak heran lagi jika nama Mey populer di kafe ini.

Saat ini Mey sudah rapi dengan seragam merah hitamnya. Gadis itu keluar dari ruang ganti, lalu berjalan pasti menuju meja barista. Untuk mengantar pesana para pengunjung.

"Mey, antar ini ke meja delapan ya?" Perintah sang barista berwajah tampan.

"Sip." Tanpa banyak basa-basi, Mey langsung mengantar kopi itu ke meja delapan.

"Selamat menikmati," ucap Mey meletakkan cangkir berisi kopi itu di atas meja. Sepasang kekasih yang duduk di sana pun tersenyum dan berterima kasih. Lalu Mey pun kembali ke meja barista untuk mengantar pesanan yang lain.

Saat Mey hendak melangkah menuju meja lainnya, seorang wanita cantik bangun dari posisinya dan tak sengaja menyenggol lengan Mey. Sontak nampan yang Mey pegang pun terdorong dan kopi panas itu mengenai tangannya.

"Awh...." ringis Mey secara refleks meletakkan nampan itu di atas meja. Lalu mengusap lengannya yang mulai memerah.

"Ya ampun, Mbak. Kalau jalan itu hati-hati, untung tangan situ yang kena. Kalau saya yang kena gimana?" Omel sang pelanggan yang menyenggol Mey tadi.

"Mohoh maaf atas ketidak nyamanannya, Mbak." Ucap Mey tersenyum kecut. Beruntung ini kafe, jika kejadiannya di luar. Mungkin Mey sudah mencaci orang tak tahu malu ini. Mey masih tahu posisinya saat ini dan tak mungkin membuat keributan yang akan merugikan kafe.

Mey langsung meninggalkan tempat itu dan kembali ke meja barista. Sang barista tampan itu terkejut saat melihat tangan Mey yang sudah memerah. Tentu saja ia melihat kejadian tadi. Karena posisi meja berista berada di tengah dan bisa melihat kesemua penjuru.

"Mey, tangan lo harus diobatin. Tar bisa melepuh." Kata sang barista tampan bernama Alex.

"Iya, gw obatin bentar ya. Tar kalau Buk Neny tanya, bilang aja gw ke belakang."

"Ok sip."

Mey pun beranjak menuju ruangan belakang. Lalu mencari kotak p3k untuk mengobati lengannya yang kini terasa sangat perih dan panas. Setelah mendapat benda itu, Mey duduk di sofa kecil dan mulai mengolesi lukanya dengan salep. Sampai tak menyadari Buk Neny masuk ke ruangan itu dan menghampirinya.

"Kenapa bisa seperti ini sih, Mey?"

Mey tersentak kaget saat Bun Neny duduk di bibir sofa. Kemudian menarik lengannya yang terluka.

"Eh, Ibu. Itu tadi saya ceroboh dan gak sengaja nyenggol pelanggan. Maaf ya gara-gara saya Ibu jadi rugi hari ini." Jelas Mey merasa bersalah.

"Ck, kamu ini. Tangan kamu luka kayak gini masih aja mikirin untung rugi. Gak usah mikirin kerugian, lagian satu gelas kopi gak bakal buat saya bangkrut. Lihat, sampe merah gini." Omel Buk Neny sambil meneliti tangan Mey yang terkena kopi panas. Lalu meniup lembut kulit Mey yang memerah.

Mey tersenyum bahagia, perhatian Buk Neny membuat Mey marsakan perhatian Ibu kandungnga lagi. Sepuluh tahun Mey tak lagi merasakan kasih sayang seorang Ibu. Kehidupannya yang keras membuat Mey harus menjadi gadis mandiri dan berani.

"Terima kasih, Buk. Saya merasa punya Ibu lagi." Ucap Mey yang tanpa sadar meneteskan air matanya.

Buk Neny yang melihat itu langsung menarik Mey dalam dekapannya. "Ibu senang ada kamu di sini, Mey. Kamu sudah Ibu anggap seperti anak sendiri."

Tangisan Mey pun pecah seketika. Saat ini ia butuh sandaran seorang Ibu. Benar kata Tasya, Mey tampak tegar diluarnya saja. Tapi hatinya sangat rapuh. Sedikit saja ternggol akan merobohkan segalanya. Buk Neny tak keberatan Mey menumpahkan segala unek-unek dalam hatinya. Ia siap menampung itu semua. Entahlah, sejak Mey berkerja di kafenya. Mey benar-benar mencuri hatinya. Tak heran jika karyawan lain merasa cemburu pada Mey karena perhatian lebih dari Buk Neny. Pada dasarnya Buk Neny sangat menyayangi anak-anak yatim maupun piatu.

Chapter 3

Seperti biasa, Mey harus pulang malam karena hari ini pelanggan lumayan ramai. Mey berjalan kaki menunju rumahnya. Karena hari ini ia tak punya uang untuk naik ojek. Teman-temannya banyak yang menawarkan tumpangan. Namun Mey menolaknya karena alasan jalan rumah mereka lain arah. Mey tidak mau merepotkan mereka. Lagian Mey juga sudah sering pulang malam dengan berjalan kaki. Jarak kafe dengan rumahnya juga tak terlalu jauh, dua puluh menit berjalan kaki langsung sampai.

Saat ini Mey melewati lorong sepi dan agak gelap karena tak ada penerangan. Bahkan tempat itu sangat jarang di lalui orang. Di sana hanya ada gudang bekas dan rumah kosong yang hampir runtuh. Sekitar lima menit lagi ia akan sampai rumah. Mey tak sabar untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur. Hanya itu yang ada dalam bayangannya saat ini.

Mey tak menyadari jika dirinya tengah diikuti oleh beberapa preman. Lalu salah satu dari mereka membekap mulut Mey dan menariknya ke dalam gudang. Mey berusaha memberontak dan melepaskan bekapan orang asing itu. Namun tenaganya tak sekuat itu. Mey terus memberontak, berharap lelaki itu melepaskannya.

Mey yang merasa terancam pun segera menggigit tangan besar yang membekap mulutnya. Sontak pemilik tangan itu menjerit kesakitan dan Mey pun berhasil lepas. Gadis itu langsung berlari kencang untuk keluar dari gudang yang minim penerangan itu. Karena tak bisa melihat dengan jelas, kakinya tersandung sebuah balok dan terjatuh. Mey meringis kesakitan karena perih di bagian lutut dan pergelangan kakinya berdenyut hebat. Para preman itu sepertinya akan menangkapnya lagi. Ia bisa mendengar derap kaki mereka yang mulai mendekat.

Dengan gerak cepat, Mey mengambil ponsel jadulnya dan menekan salah satu nomor kontaknya. Mey menghubungi Tasya. Setelah nada sambung terdengar, Mey langsung bicara dan meminta bantuan. Setidaknya jika dirinya mati, ada seseorang yang tahu di mana posisinya.

"Sya, tolong gw. Beberapa preman nyulik gw di gudang bekas di lorong rumah. Lo pasti tahu tempatnya. Sya, gw minta maaf kalau punya banyak salah. Tolong temuin mayat gw kalau misalnya gw mati ya?"

Brak!

Mey terkejut karena salah satu preman merebut ponselnya dan membantingnya dengan keras. Tubuh Mey menggigil ketakutan.

"Lo pikir bisa minta bantuan huh? Mana Mey yang sok berani itu? Kenapa lo? Takut sekarang."

Mey melayangkan tatapan tajam pada lelaki bertubuh besar itu. Meski penerangan yang minim, Mey masih bisa mengenali orang itu. Orang itu tak lain adalah preman yang tadi siang datang ke rumahnya.

"Brengsek! Mau apa kalian?" Bentak Mey berusaha menghilangkan rasa takutnya. Ia juga sedikit mundur dan meringis karena rasa sakit di pergelangan kakinya.

"Bawa dia keruangan yang udah di siapkan. Bos udah nunggu dia di sana." Perintah preman itu pada anak buahnya.

"Oh, jadi kakek peyot itu yang nyuruh kalian nyulik gw? Pengecut lo semua, beraninya main keroyokan. Gak malu apa ama tongkat bisbol di balik celana kalian itu huh?" Semprot Mey berusaha mengulur waktu. Ia sangat yakin Tasya akan mengirim bantuan untuknya. Ia tahu keluarga Tasya memilik banyak anak buah.

Para preman itu malah tertawa mendengar perkataan Mey. "Lo bakal tahu setelah merasakan betapa kuatnya tongkat bisbol kami. Cepat bawa dia."

Dua orang lelaki bertubuh jangkung itu menarik Mey ke sebuah ruangan gelap. Mey sama sekali tak berontak kali ini.

Sedangkan di rumah mewah, Tasya terlihat cemas dan terus mondar-mandir di depan pintu kamar. Setelah mendapat panggilan dari Mey tadi, ia langsung menghubungi David yang masih lembur di kantor dan meminta bantuannya. Kebetulan kantor David tak terlalu jauh dari rumah Mey.

"Ya Allah, tolong lindungi sahabat hamba." Tasya terus melafalkan doa untuk keselamatan sahabatnya.

Kembali ke gudang bekas, Mey di lempar asal di atas sebuah meja besar. Penciuamannya langsung menajam saat menangkap aroma rokok yang menyengat. Matanya juga menangkap bayangan hitam berjalan pelan ke arahnya. Mey beringsut mundur. Berusaha menjauhi orang itu.

"Brengsek kau kakek peyot! Beraninya satu lawan sepuluh. Udah tahu gak punya lagi tenaga, masih aja kegatelan sama perempuan." Cerca Mey berusaha untuk memancing emosi orang itu. Ia sangat mengenal bau lelaki tua itu. Bau rokok yang begitu menyengat. Gak heran kalau gigi lelaki itu hampir menghitam semua.

Mey tersentak kala mendengar suara gelak tawa lelaki tua itu. "Kamu memang calon istriku yang pengertian, bisa memahmi suamimu ini. Karena itu jangan terlalu banyak bergerak saat kamu berada di bawahku. Diam dan nikmati saja permainan panasku."

Mey yang mendengar itu tertawa kencang. Membuat para preman di luar sana merasa heran.

"Sepertinya Bos berhasil menyenangkan wanita itu. Jadi pengen icip." Bisik salah satu preman itu.

"Sabar aja, tar kalau si Bos bosan kita juga bakal dapat jatah. Buktinya kita udah pernah icip semua istri dia." Beberapa preman itu tertawa kecil. Mereka benar-benar tak sabar untuk mendapat jatah itu. Meski Mey memiliki tubuh yang kecil. Namun gadis itu memiliku lekuk tubuh yang indah.

"Aduh... sakit perut gw. Hey kakek tua, emangnya lo masih bisa panasin ranjang? Berdiri aja lo susah. Gw gak yakin lo bisa naklukin gw." Ledek Mey kembali tertawa.

"Kamu pikir aku terpancing dengan ledekan kamu huh? Kamu akan tahu saat tongkat bisbol milikku masuk sepenuhnya dalam sarangmu."

Mey melotot mendengar perkataan frontal lelaki mesum itu. "Jadi penasraan. Ayolah, Kek. Gak asik kalau kita gelap-gelapan. Kayaknya kalau terang lebih seru mainnya." Tawar Mey dengan ribuan rencana licik di kepalanya.

"Bener juga, mana enak kalau kita ***-*** tanpa saling pandang." Mey tersenyum senang mendengar itu. Dengan cahaya terang, ia bisa bebas bertindak.

"Dul... hidupin lampunya." Teriak Kakek tua itu dan lampu pun menyala.

Mey menyipitkan matanya untuk menyesuaikan cahaya. Lalu matanya terbuka lebar saat melihat lelaki tua itu hanya mengenakan kain sarung.

Dasar kakek tua gila! Gw harus segera keluar dari sini. Gw gak rela kalau kesucian gw dia renggut. Please... siapa pun tolong gw. Kaki gw sakit banget. Ringis Mey dalam hati.

Lelaki tua itu pun perlahan menghampiri Mey dengan tatapan nakal. Tatapan itu seakan menelanjangi lawannya. Mey menelan air ludahnya dan mulai ketakutan. Ia akui otot kakek tua itu masih terlihat kekar dan bisa dengan mudah mengoyak kulitnya. Karena sebenarnya lelaki itu tidak terlalu tua. Hanya saja Mey memanggilnya Kakek peyot karena sangking bencinya pada lelaki mesum itu.

"Kenapa? Mulai takut huh?" Lelaki itu menyeringai dan terus mendekati Mey. Mey yang merasa waswas pun semakin mundur. Namun dengan gerak cepat lelaki itu menarik kaki Mey dan menghapus jarak di antara mereka.

"Brengsek! Jangan sentuh gw, najis gw." Teriak Mey sambil menendang lelaki tua itu. Namun lagi-lagi pergerakannya dengan mudah di tahan. Kini kedua kaki Mey berada dalam cengkraman lelaki itu.

"Tolong!" Teriak Mey mulai frustasi. Bahkan tak terlihat bala bantuan dari Tasya setelah sekian lama.

Entah bagaimana lekaki itu sudah berada di atas Mey dan mengunci kedua tangannya. Mey berteriak kesakitan karena lelaki itu menghimpit kakinya yang terkilir. Bahkan cengkraman tangan lelaki itu begitu kuat dan menimbulkan rasa sakit.

"Lepasin gw, gak sudi gw di sentuh sama lo!" Bentak Mey yang berhasil menyulut emosi lelaki itu. Dan Mey pun mendapat sebuah tamparan keras dipipinya. Darah segar pun keluar dari sudut bibirnya. Mey merasa tubuhnya sangat lemas akibat tamparan itu.

Lelaki itu menyeringai dan hendak mencumbu Mey. Namun hal itu tak sempat terjadi karena tubuhnya lebih dulu tersungkur. Seseorang menendangnya dengan sangat kuat.

Dengan pandangan kabur, Mey bisa melihat bayangan laki-laki bertubuh besar dengan sorot mata yang tajam.

"Brengsek! Berani sekali kau menyentuh gadis kesayangan putriku." Suara bariton itu berhasil membuat perasaan Mey tenang. Mey tahu siapa orang itu. Siapa lagi kalau bukan Om duda tampan. Ya, David lah yang menendang lelaki mesum itu.

David menghajari lelaki itu tanpa ampun. Sampai lelaki itu lemah tak berdaya di lantai. Lalu David pun menghampiri Mey yang masih terbaring di atas meja.

"Kamu tidak apa-apa? Saya sempat salah jalan, jadi datang terlambat."

Mey tersenyum simpul. Kenapa ia merasa saat ini dirinya tengah di selamatkan oleh kekasihnya? Bahkan David menjelaskan alasannya terlambat.

"Terima kasih," ucap Mey pelan.

"Kamu bisa bangun?" Tanya David membantu Mey bangun dari posisinya. Mey meringis saat David tak sengaja menyentuh tangannya yang terkena kopi panas.

"Sorry," ucap David menjauhkan tangannya dari Mey. Lalu merangkul gadis itu untuk membantunya berdiri. Namun lagi-lagi Mey meringis kesakitan karena kakinya yang terkilir. Ia juga terduduk kembali di atas meja.

David berdecak kesal dan tanpa banyak berpikir lagi ia langsung menggendong Mey. Tentu saja Mey kaget dan langsung mencengkram kemeja David. Mey mengangkat wajahnya untuk melihat wajah lelaki itu. Jantung Mey berdetak kencang saat melihat wajah tampan itu dari jarak dekat. Lalu mata coklat Mey bertemu langsung dengan netra biru gelap milik David. Namun lelaki itu langsung memalingkan wajahnya dari Mey.

"Bereskan mereka semua, bawa mereka ke kantor polisi." Perintah David pada anak buahnya.

"Baik, Sir."

David membawa Mey keluar dari gudang itu dengan memasang wajah datar. Sedangkan Mey tanpa malu terus menatap wajah tampan itu sampai puas. Bahkan dengan berani Mey membenamkan wajahnya di dada bidang David.

"Mey... ya Tuhan." Pekik Tasya yang baru saja keluar dari mobil. Ia sangat terkejut saat melihat penampilan Mey yang cukup berantakan. David yang melihat itu memberikan tatapan tajam pada putrinya.

"Siapa yang mengizinkanmu keluar malam-malam seperti ini, Sasa?"

"Sorry, Dad. Sasa cuma khawatir dengan Mey."

"Sudahlah, kita harus bawa teman kamu ke rumah sakit." Ujar David berjalan cepat menuju mobilnya.

Tasya tersenyum penuh arti saat melihat kedekatan dua orang itu. Kemudian ia pun masuk kembali dalam mobilnya. "Ikutin mobil Daddy, Pak."

"Baik, Non."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!