"Ma, Papa hari ini pulang telat," ujar Yuda pada istrinya.
"Papa ada meeting sampai pulang telat?" tanya Ajeng istri Yuda.
"Tidak, Papa mau jenguk Surya. Kasian dia, Ma. Sekalian mau jemput Mentari," jelas Yuda.
"Mentari jadi tinggal di sini?" tanya Ajeng.
"Jadi, Ma."
Sementara mereka memiliki anak tunggul yang bernama Alga. Di mana anaknya itu belum memunculkan batang hidungnya pagi ini.
"Alga belum bangun?" tanya Yuda lagi.
"Seperti biasa, Pa. Hari Senin, dia pasti telat bangun," jawab Ajeng dengan santai.
Ajeng sendiri sudah tidak heran lagi dengan anaknya itu, karena dia tahu apa yang dilakukan anaknya. Dia pasti menjemput Citra, kekasihnya yang berstatus model.
Disaat Yuda dan istrinya tengah sarapan, Alga pun datang dan langsung mendudukkan diri di sebelah mamanya.
"Pagi Ma, Pa?" Ucap Alga sembari mencium pipi sang mama.
"Alga? Papa gak suka dengan kebiasaanmu yang selalu terlambat ke kantor," cetus Yuda sang papa.
Semetara Alga, dia hanya terdiam karena tidak bisa menjawab. Dia sendiri menyadari akan hal itu, semenjak ia kembali menjalin hubungan dengan Citra, ia sering kesiangan dan terlambat ke kantor.
Alga dan Citra sempat berpisah setelah beberapa tahun silam, dan mereka dipertemukan kembali. Yang di mana, Citra adalah cinta pertama Alga.
Sayang, orang tua Alga sendiri tidak terlalu suka dengan wanita itu. Karena propesinya yang sebagai model yang di mana selalu memakai baju terbuka seperti barang diobral.
Yang membuat orang tua Alga tidak menyukainya adalah, tidak harus selalu terbuka bukan jika di luar kerjaan?
Karena Yuda lebih dulu selesai, akhirnya ia berangkat ke kantor lebih dulu.
"Tunggu, Pa!" kata Alga.
"Habiskan sarapanmu, Papa tidak mau kamu sakit." Yuda pergi meninggalkan anaknya.
Alga hanya bisa menghela napas, ia kembali melanjutkan sarapannya sendiri. Sementara sang mama mengantar suaminya ke depan rumah. Setelah itu, mama Alga kembali duduk di kursi meja makan. Menemani anaknya di sana.
"Alga, jangan membuat Papa tidak menyukai pacarmu." Kata Ajeng sambil merapihkan piring kotor dan hendak menyimpannya ke dapur. Tapi disaat itu juga asisten rumah tangganya datang menghampiri.
"Biar saya saja, Nyonya." Bi Ati datang dan langsung mengambil piring kotor itu.
"Loh, bukannya Bibi masih sakit?" tanya Ajeng dan obrolannya dengan Alga terputus.
"Sudah baikan, Nya," jawab bi Ati.
Setelah kepergian bi Ati, Ajeng kembali berbicara pada anaknya.
"Kamu denger gak sih Mama ngomong!"
"Denger, Ma. Tapi aku kasihan pada Citra jika tidak menjemputnya, Mama tahu 'kan kalau dia model baru? Dia belum punya segalanya, Ma." Alga mencoba memberi pengertian pada mamanya.
"Iya Mama tahu, tapi kalau keseringan begini Papamu bisa marah, Alga. Apa lagi Papamu itu tidak terlalu suka dengannya," jelas Ajeng.
Tidak ingin mendengar ceramah dari sang mama, Alga lebih memilih menyudahi sarapannya meski belum selesai.
"Alga berangkat, Ma." Pamit Alga sembari mencium pipi mamanya.
Ajeng hanya menggelengkan kepalanya, anaknya itu memang susah dibilangin jika menyangkut kekasihnya.
* * *
Alga mulai sibuk di kantor, karena papanya memberi tugas banyak padanya dan itu menyita waktunya. Ia sampai tidak sempat menyapa ponselnya, bahkan sudah beberapa pangilan dan chat masuk. Namun ia membiarkan itu meski ia tahu panggilan dan chat siapa yang masuk.
Tapi sepertinya hanya dengan cara itu agar ia bisa fokus pada kerjaannya.
Disaat Alga sibuk, papanya datang ke ruangannya. Pria paruh baya itu tersenyum melihat keseriusan Alga yang sedang bekerja.
Alga memang orang yang bertanggung jawab. Sedari kecil, Yuda menanamkan sifat itu pada putranya. Alga berumur 28 tahun, cukup matang untuk menjalani rumah tangga.
Yuda tahu, anaknya itu setia pada kekasihnya. Meski sudah cukup matang, ia sendiri tidak menyuruh anaknya untuk menikahi kekasihnya itu. Pria paruh baya itu akhirnya duduk di depan Alga.
"Apa masih banyak pekerjaanmu?"
"Sedikit lagi, kenapa memangnya?" Alga bertanya tanpa menoleh sidikit pun pada Yuda. Karena ia ingin cepat selesai dan ingin menemui Citra, ia sendiri sudah berjanji akan menjemputnya.
"Kamu masih ingat Om Surya 'kan?"
"Hmm."
"Beliau sakit keras, Papa akan menjenguknya sekalian menjemput Mentari."
Mendengar itu, Alga menoleh ke arah papanya.
"Sakit, jemput Mentari. Maksud Papa?" Alga hanya kenal dengan Surya, untuk Mentari ia tidak begitu kenal.
"Iya, sementara, Tari tinggal bersama kita. Kasian dia tinggal sendiri di rumahnya, kamu tahukan semenjak Mamanya meninggal mereka hanya tinggal berdua."
Surya sendiri adalah orang penting bagi Yuda, karena Surya, ia bisa hidup seperti sekarang. Sayang nasibnya tak seberuntung dirinya.
Yuda merasa berhutang budi pada Surya, dan ia akan menjalankan amanah sahabatnya itu. Jika kelak ia tak berumur panjang, ia hanya meminta agar anak gadisnya itu dirawat olehnya.
"Tapi aku gak bisa ikut, Pa. Ada janji dengan Citra," tolak Alga, ia sendiri tahu kalau percakapan mereka mengarah pada bahwa ia harus ikut dengannya menjenguk Surya.
"Ya sudah, Papa berangkat sendiri. Ingat! Jangan pulang larut. Biasakan pulang tepat waktu!" Bukannya apa-apa, Yuda hanya tidak ingin terjadi sesuatu pada anak tunggalnya. Tahu Citra selalu memakai baju kekurangan bahan dan membuat anaknya terbawa suasana.
"Iya, Pa. Aku janji tidak terlambat pulang. Aku hanya akan menjemputnya dan mengantarnya pulang, tidak lebih," janji Alga.
Karena omongan Alga selalu menepati janjinya, Yuda pun percaya. Anaknya tidak mungkin mencoreng nama baik keluarga.
* * *
"Yuda, Aku titip anakku ya?" lirih Surya yang tengah terbaring lemas di atas branker.
"Kamu tenang saja, Sur. Aku pasti menjaga Tari," jawab Yuda.
"Tari, kamu baik-baik ya di sana? Jangan merepotkan Om Yuda," kata Surya pada anak gadisnya yang bernama Mentari.
Mentari berumur 18 tahun, ia tengah duduk di bangku kelas tiga dan hampir lulus.
"Iya, Yah. Tapi Ayah janji ya? Ayah harus sembuh, aku tidak mau hidup sendiri." Tari mulai menjatuhkan air matanya, ia belum siap ditinggalkan oleh ayahnya apa lagi ibu Tari belum ada setahun meninggal.
"Masih ada Om, Tari." Yuda mengusap lembut bahu Tari, sampai gadis yang terkenal jutek itu akhirnya tersenyum tipis.
"Sudah malam, sebaiknya kalian pulang," titah Surya.
Akhirnya, Mentari ikut bersama Yuda ke rumahnya.
Dalam perjalanan, Mentari mencoba bertanya dan menghilangkan kecanggungan. Tari belum cukup dekat dengan Yuda, meski ayahnya sudah cukup lama menjalin hubungan dengannya.
"Apa rumah Om masih jauh?"
"Sebentar lagi sampai."
Dan benar saja, mereka pun sampai. Tari melihat pagar menjulang tinggi, ia sendiri sampai takjub.
"Ayo, Tari. Masuk?" ajak Yuda.
"Ah, iya. Om."
Tari dan Yuda masuk ke dalam rumah.
"Bi, ajak Tari ke kamar tamu."
"Maaf, Tuan. Kamar tamunya sedang dalam perbaikan."
Yuda nampak berpikir, karena kamar tamu hanya ada satu, sementara kamar yang lain masih kosong tanpa adanya kasur di dalamnya. Akhirnya ia putuskan.
"Ajak dia ke kamar Alga."
"Baik, Tuan. Ayo, Non," ajak bi Ati.
...----------------...
Semoga readers suka dengan cerita ini, jangan lupa vote, like, dan komen. Terimakasih.
Mentari dan bi Ati sampai di kamar Alga. Gadis itu melihat seisi kamar, ia mendengar jelas tadi, bahwa kamar ini pemiliknya adalah pria. Kamarnya terlihat sangat rapi, cat berwarna gold. Sungguh, Tari merasa nyaman di kamar ini.
"Bi, apa kamar ini tidak terisi?" tanya Tari kemudian, padahal ia hanya ingin tahu saja karena tadi Yuda bilang 'ajak ke kamar Alga.'
"Kamar ini diisi oleh Den Alga, Non."
"Nanti kalau Alganya pulang bagaimana?" Tidak mungkin mereka tidur satu kamar bukan?
"Itu urusan, Tuan. Maaf ya, Non. Bibi permisi." Bi Ati pun langsung undur diri, karena ia merasa sudah mengantuk.
Setelah kepergian Bi Ati, Tari memindai seisi kamar. Cukup puas akan hal itu, ia mulai merebahkan diri di kasur. Kasur yang sangat empuk hingga tak terasa, ia tertidur dengan cepat ditambah lagi, ia memang sangat lelah hari ini.
Bolak-balik, rumah, sekolah, dan rumah sakit. Cukup menguras tenaganya hari ini. Hingga dengkuran halus pun mulai menggema.
* * *
"Semoga saja semuanya sudah tidur?" ucap Alga yang baru saja sampai. Ia melirik jam di tangan, waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Ia pun berjalan mengendap-endap, tidak ingin membuat isi rumah terbangun.
Karena ia pun sudah mengantuk berat, akhirnya ia langsung tidur tanpa menyalakan lampu yang terlihat gelap gulita di kamarnya.
Karena posisi Tari tidur di sisi sebalahnya, jadi Alga tidak mengetahui ada orang yang sudah tertidur di ranjangnya. Tanpa berlama-lama, Alga menghempaskan tubuhnya di atas kasur, ia mulai memejamkan matanya dan tertidur dengan pulasnya.
Beberapa jam kemudian, mereka merubahkan posisi. Mereka tertidur saling berpelukan, yang mereka kira sedang memeluk guling.
Hingga akhirnya, Tari lebih dulu terbagun. Karena penciumannya mencium aroma parfum laki-laki.
Disaat Tari membuka mata, betapa terkejutnya ia berada dalam dekapan seorang laki-laki yang tak ia kenali.
"Aaaaa ...," teriak Mentari.
Seketika Alga terbangun karena suara Tari begitu kencang. Bukan cuma Alga yang terbangun dengan teriakan itu, mama papa Alga pun terbangun, dan langsung menghampiri ke sumber suara.
"Ada apa, Tari?" tanya Yuda sebelum ia melihat keberadaan putranya di sana.
Tanpa menjawab, Tari melindungi tubuhnya dengan kedua tangannya yang menyilang di dada.
"Apa sih pagi-pagi sudah ribut?" tanya Ajeng yang baru saja tiba, tak lama ia menyadarinya.
"Alga ... Kamu berani mengajak perempuan menginap dan tidur satu kamar?" Ajeng marah tanpa mendengar penjelasan Alga. "Papa, kenapa Papa diam saja?" sambung Ajeng pada suaminya.
Yuda terdiam, ini memang salahnya tidak memberitahu Alga akan keberadaan Mentari, tapi seharusnya anaknya itu tahu kalau ada orang di kamar ini. Tidak mungkin Alga tidak tahu bukan? Pikir Yuda.
Tanpa ba, bi, bu, be. Yuda memarahi Alga.
"Kamu itu apa-apaan, Alga. Sudah tahu ada orang di sini, kenapa tidur di sini?" Yuda pun menyalahkan anaknya, bahkan sudah jelas kalau ini adalah salahnya.
"Siapa yang mengizinkan orang lain tidur di kamarku? Ma, aku tidak tahu ada perempuan di sini," jelas Yuda.
"Heh, siapa kamu? Kenapa tidur di kamarku?" tanya Yuda pada Tari.
"Aku, Tari. Yang mengizinkanku tidur di sini Om Yuda," jawab Tari dengan jelas, karena ia merasa ada hak untuk tidur di sini setalah mendapat izin dari si pemilik rumah.
Mendengar jawaban Mentari, mata Alga langsung tertuju pada papanya. Ia tak terima karena sudah disalahkan oleh mamanya akan keberadaan gadis yang tak ia kenali itu.
"Papa ... Kenapa Papa bisa ceroboh seperti itu?" Ajeng menyalahkan suaminya akan kejadian ini. "Kalau terjadi sesuatu di antara mereka bagaimana, Pa?"
"Tidak ada yang terjadi apa-apa," jawab Tari dan Alga bersamaan. Hidung mereka sudah kembang kembis menahan amarah masing-masing. Mereka berdua merasa dirugikan di sini, tapi bingung harus menyalahkan siapa? Tidak mungkin juga ia menyalahkan Yuda, Alga sendiri tidak berani.
"Sudah-sudah, malu kalau sampai didengar tetangga," ujar Yuda. "Alga, sebaiknya kamu keluar," titah Yuda pada anaknya.
"Kenapa harus aku? Dia saja yang
keluar, inikan kamarku." Jelas Algi sambil melirik tajam ke arah Mentari.
Mentari sendiri tidak kalah menunjukkan mata tajamnya pada si pemilik kamar.
"Apa kamu lihat-lihat? Sudah sana keluar!" tegas Alga
"Dasar, bukannya minta maaf malah ngusir," batin Tari yang mendumel.
"Alga, sebaiknya kamu yang keluar. Biarkan Tari di sini, kasihan dia," ucap Ajeng yang mulai menyadari bahwa gadis itu adalah Mentari yang dijemput suaminya semalam. Karena semalam ia sudah tidur, jadi tidak tahu bahwa dia adalah Tari.
Rela tidak rela, akhirnya Alga keluar dari kamarnya sendiri. Berjuta kekesalan yang ia rasakan pada gadis itu.
Setelah kepergian Alga, Tari bernapas lega.
"Sebaiknya kamu mandi, Tari. Bukankah kamu harus sekolah hari ini," ujar Yuda.
Tari mengangguk, dan langsung bergegas ke kamar mandi.
* * *
Dengan menggerutu, Alga pun akhirnya menempati kamar tamu. Kamar yang masih dalam perbaikan itu kini ia tempati secara terpkasa. Ia menemui bi Ati yang sedang berada di dapur.
"Bi, tolong ambilkan baju-bajuku di kamar," titah Alga pada bi Ati.
Bi Ati mengangguk dan langsung pergi ke kamar yang di tempati Mentari.
Tok tok tok
"Non, ini Bibi," ucap bi Ati setelah mengetuk pintu.
Pintu pun terbuka, dilihatnya oleh bi Ati. Mentari sudah siap dengan seragam putih abu-abunya.
"Ada apa, Bi?" tanya Tari setelah pintu terbuka.
"Mau ambil baju Den Alga, Non."
"Oh." Mentari membuka lebar pintu, dan mempersilahkan bi Ati masuk ke dalam sana. Sementara si bibi masuk, Tari keluar karena ia sudah siap berangkat sekolah.
"Mentari, sini." Ajeng melambaikan tangannya ke arah Tari, mengajak gadis itu untuk sarapan bersama. Ia pun akhirnya menghampiri pasutri itu yang di mana ada Yuda dan istrinya.
"Ini, makan yang banyak." Ajeng menyodorkan piring yang sudah terisi penuh dengan makanan.
"Tante, ini kebanyakan," kata Tari, ia tidak terbiasa makan sebanyak itu.
"Kamu harus banyak makan, biar tubuhmu sedikit berisi." Ajeng merasa Mentari terlihat sangat kurus, ia merasa kasihan dengan gadis itu. Mendengar cerita dari suaminya, Tari berhak mendapatkan dengan semua ini. Perjuangan Surya membantu Yuda berhasil sampai detik ini, itu membuat Yuda dan Ajeng harus membalas semuanya.
Disaat Ajeng dan Yuda perhatian pada Mentari, Alga datang dan duduk bersebrangan dengan Tari. Pria itu fokus pada makanannya tanpa menoleh ke arah Tari sedikit pun. Terlebih lagi ia cemburu karena orang tuanya lebih memperhatikan gadis itu.
Sekilas ia melirik ke arah Mentari.
"Oh, masih sekolah ternyata," batin Alga.
"Alga, kamu sekalian antar Mentari ya?" ucap Yuda.
Alga sampai tersedak mendengarnya, kenapa harus ia yang mengantarnya? Tidak tahu apa kalau Alga masih dongkol dengan kamarnya yang di tempati secara paksa oleh gadis itu.
"Tidak usah, aku bisa naik angkutan umum," tolak Tari.
"Baguslah," batin Alga.
"Aku gak bisa, Pa. Aku harus jemput Citra," tolak Alga. Tanpa mendengar jawaban orang tuanya, pria itu langsung beranjak dari tempatnya dan bergegas pergi dari sana.
"Alga!" teriak Yuda.
Namun Alga tidak menggubrisnya, ia kesal pada gadis itu. Seenaknya saja menempati kamar miliknya, apa lagi gadis itu tak berbasa-basi sedikit pun padanya. Alga anggap, Tari sebagai musuh yang sudah merampas kamar miliknya, apa lagi setelah ia melihat kejadian barusan. Perhatian orang tuanya pun teralihkan pada gadis kecil itu.
"Tidak apa-apa, Om. Aku sudah terbiasa berangkat sendiri naik angkutan," jelas Tari.
"Kalau tidak ada urusan mendadak, Om pasti mengantarmu, Tari," kata Yuda. "Oh iya, kamu tidak perlu ke rumah sakit biar Om dan Tante yang menjenguk Ayahmu nanti, kita bisa gantian menjenguknya," sambungnya lagi.
"Ta-tapi, Om."
"Tidak ada tapi-tapian, bukankah kamu harus banyak belajar? Sebentar lagi 'kan ujian, buatlah Ayahmu bangga, Tari," ujar Yuda lagi.
Tari pun akhirnya pasrah, dan kini ia berangkat sekolah sendiri. Karena rumah itu sedikit jauh dari angkutan umum, Tari berjalan beberpa meter ke depan. Sampailah ia menemukan angkutan umum, ia menyetop angkutan itu dan langsung naik ke dalam.
Tari sampai di sekolah, ia belajar seperti biasa. Tari murid cukup berprestasi di sekolahnya, ia juga memiliki sahabat bernama Bunga.
"Tari," sapa Bunga.
Tari tersenyum ramah pada Bunga, dan mereka berjalan berbarengan ke ruang kelasnya.
* * *
"Apa, kalian tidur satu kamar?"
"Ssuuttt, jangan berisik. Nanti yang lain denger."
Mentari tengah menceritan kejadian semalam yang tiba-tiba ia dan pria yang bernama Alga tidur dalam satu kamar.
"Kalian tidak ...," duga Bunga.
"Tidaklah," pungkas Tari.
"Kamu tahu dari mana kalau pria itu tidak ngapa-ngapain kamu? Bisa sajakan dia menciummu," bisik Bunga.
Mentari langsung membayangkan ia dan Alga berciuman tadi malam. "Tidak-tidak! Itu tidak mungkin, dasar pria mesum," kesal Tari dalam hati. Ia terus menggelengkan kepalanya di hadapan Bunga.
"Tari, kamu gak apa-apakan?"
"Ih bener apa kata kamu, Bunga. Kalau semalam dia menciumku dan ..." Pikiran Tari terus berkelana hingga ia berpikir kalau pria itu sengaja tidur dengannya.
Tak terasa, belajar sambil mengobrol membuat jam pelajaran begitu cepat selesai. Tari dan Bunga berpisah di gerbang, sementara di sebrang sana ada seorang pemuda tampan yang sengaja menunggu Mentari.
Bunga lebih dulu melihat keberadaan pria itu, ia sendiri memberitahukan kepada Tari sebelum mereka berpisah tadi. Mentari pun melihat orang itu, ia tersenyum padanya.
Mentari menyebrang jalan dan menghampiri pria itu, pria yang bernama Chiko. Mereka sudah kenal cukup lama, Chiko pria yang mungkin seumuran dengan Alga. Mereka bertemu secara tidak disengaja.
Saat Mentari duduk di kelas 2 SMP Chiko tak sengaja menabrak Tari sampai gadis itu terluka di bagian tangan. Dari situ mereka bertemu dan berteman sampai sekarang.
"Sudah mau pulang?" tanya Chiko setelah Mentari berada di dekatnya.
"Hmm, aku harus pulang sekarang," jawab Tari.
"Tapi aku mau mengajakmu makan dulu sebelum pulang, inikan sudah waktunya makan siang."
Akhirnya, Mentari dan Chiko makan siang bersama di resto yang lumayan terkenal di daerah sana.
* * *
"Pesan apa?" tanya Chiko setelah mereka sudah berada di resto.
"Aku mau makanan seperti yang biasa aku makan saja, Mas."
Chiko sendiri sudah tahu makanan apa yang disukai oleh Tari, Chiko langsung memesan makanan itu pada pelayan. Pelayan itu mencatat semua pesanan Chiko.
Dan pelayan pun undur diri setelah mencatat semua pesanan itu.
Sementara di meja sebrang sana, ada Alga dan kekasihnya yang kebetulan mereka makan siang juga di sana. Alga melihat keberadaan Tari.
"Sama siapa dia?" batin Alga. Karena itu bukan urusannya, ia pun mulai tak mempedulikan keberadaan gadis itu. Ia menikmati makanannya bersama Citra.
Mentari sendiri tahu ada Alga di sebrang meja sana. Mentari jadi merasa tidak enak, ia takut kalau pria itu melaporkan pada Yuda. Bukankah Yuda sudah bilang bahwa ia harus langsung pulang setelah sekolah. Hingga tatapan mereka bertemu, namun hanya sekilas.
Alga dan kekasihnya lebih dulu selesai, dan beranjak dari sana. Saat Alga melewati meja Tari, Tari seolah tidak melihat dan pura-pura tidak saling mengenal.
"Mas Chiko, setelah selesai makan aku mau langsung pulang ya? Sekarang aku tinggal sama Om Yuda, tidak enak kalau pulang telat."
"Saudaramu?"
Tidak ingin percakapan ini berlanjut, Mentari mengiyakan jawabannya.
Karena makan siang sudah selesai, Chiko langsung mengantar Mentari pulang sesuai keinginan gadis itu.
* * *
"Makasih ya, Mas?" ujar Tari setelah ia sampai di kediaman Yuda.
Chiko mengangguk, dan pria itu langsung undur diri. Setelah Chiko benar-benar pergi, Mentari masuk ke dalam rumah, ia bertemu Ajeng di sana. Ajeng sama baiknya dengan Yuda.
"Baru pulang, Tari?" tanya Ajeng.
"Iya, Tante. Aku ke kamar dulu," pamit Tari. Diangguki oleh Ajeng.
"Oh iya, Tari. Kalau mau makan langsung saja ke meja makan." Mentari menoleh ke arah Ajeng.
"Aku sudah makan, Tante. Tadi tidak sengaja bertemu temen dan mengajak makan siang," tolaknya kemudian.
"Oh ya sudah kalau begitu, kamu istirahat saja. Tante sekarang mau pergi, kamu baik-baik di rumah." Karena Ajeng pergi bersama suaminya menemui Surya. Tari sendiri sudah tahu karena tadi pagi Yuda sudah memberitahukannya.
"Salam buat Ayah, Tante."
"Tentu."
* * *
Malam menunjukkan pukul 8. Ini sudah waktunya makan malam, tapi Ajeng dan Yuda masih belum pulang. Akhirnya, hanya ada Mentari dan Alga di meja makan.
Mereka tak bersuara sedikit pun, padahal, Mentari berharap pria itu membahas soal kejadian tadi siang. Tapi sepertinya, Alga tidak peduli akan hal itu, karena itu memang bukan urusannya.
Alga lebih dulu selesai, ia langsung pergi meninggalkan Tari seolah tidak ada orang di sana.
"Dasar pria tak ada sopan-sopannya, apa dia tidak lihat ada aku segede ini di sini," gerutu Mentari. "Apa dia masih marah ya soal kamar yang aku tempati." Tapi ya sudahlah, lagian itu keinginan Yuda agar ia menempati kamar itu.
Mentari langgsung membereskan piring kotor termasuk bekas Alga, ia membawanya ke dapur dan mencucinya. Meski bi Ati sudah melarangnya, Tari ya tetap Tari. Gadis itu bersi kukuh pada keinginannya.
* * *
Mentari sedang belajar malam ini di kamar, tanpa permisi ada seseorang yang masuk ke dalam kamar itu.
Dan orang itu adalah Alga, Alga benar-benar tidak menganggap ada orang di sana. Sementara Tari, ia merasa terganggu akan kehadiran Alga.
"Hey, kamu tidak lihat ada orang di sini?" cetus Tari.
Alga menghentikan aktivitasnya yang sedang mencari buku di meja yang ditempati Tari yang sedang belajar.
"Oh, aku kira tidak ada orang. Setidaknya kamu izin dariku kalau ingin menempati kamar ini." Alga tak kalah ketus dari Mentari.
Sepertinya perang di antara mereka akan dimulai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!