Namaku Priyanka Putria, usiaku kini sudah menginjak angka 24 tahun. Aku miliki 2 kakak laki-laki kembar. Namanya Aryan Pradipta Putra dan Bryan Pradipta Putra. Inilah kisahku, si buruk rupa yang tajir.
Ayahku seorang pengusaha ternama di Jakarta. Sejak SMA aku memilih tinggal sendirian di salah satu rumah Ayah dekat perkampungan. Awalnya keluargaku menolak, tapi aku bersikukuh ingin hidup mandiri.
"Tapi janji sama Bunda. Kamu harus sering-sering main kerumah!" titah sang ratu keluargaku. Hanya anggukan kepala yang kulayangkan.
Aku tak suka hidup dirumah mewah milik Ayah. Terasa hampa. Kesibukanlah yang menghantarkan situasi itu kerumah kami. Kedua kakak kembarku sibuk kerja. Kini Aku tengah melanjutkan kuliah S1 yang sempat ku tunda. Aku sempat kerja kesana kemari. Menjadi pelayan restoran, kafe, spbu dan lain-lain. Aku mencari kerja tanpa bantuan keluargaku.
Mereka sempat marah, karena tahu putri satu-satunya bekerja keras. Hanya saja aku lebih keras kepala, sehingga tak bisa mereka bantah. Aku berbeda dari kedua kakakku. Penampilanku jauh dari kata cantik. Justru aku terlihat sangat jelek. Kunciran kuda tak lepas dari tatanan rambutku, dengan pakaian casual disertai kacamata yang menghiasi wajahku.
Tak ada laki-laki yang mau mendekatiku. Tapi dua orang yang mau menjadi sahabatku. Zoan dan Anyelir, kami bersahabat sejak SMA. Jelas persahabatan kami murni sebatas teman. Zoan tak pernah ada rasa kepadaku karena usia dia jauh lebih muda dari kami berdua. Karena otaknyalah dia bisa sejajar dengan kami.
"Ka, lo nggak kangen sama ortu lo?" Tanya Anyelir penasaran sama hidup gue.
"Hmm.. Kangen sih, tapi mereka aja nggak mau nginep dirumah gue." sahutku mulai bete. Aku yang selalu mendatangi mereka, sedangkan mereka sebulan sekali aja tidak.
Sejujurnya mulai kesal. Kakak-kakakku sibuk dengan dunia mereka. Kak Aryan harus gantiin Ayah di perusahaan sedang kan Kak Bryan kadang ngajar di kampusku kadang harus ke rumah sakit. Kak Aryan memang memilih menggantikan Ayah, sedangkan Kak Bryan katanya mending jagain aku dari jauh jadi memilih menjadi dosen disini.
Siang ini di kantin ramai. Aku dan kedua sahabatku memilih makan di kafe utara yang lebih mahal sedikit. Bukan sok-sokan, tapi terpaksa daripada laper.
"Widiw, itik buruk rupa punya nyali juga makan di kafe ini." seru Citra si primadona kampus yang dari dulu ngejar-ngejar Kak Bryan.
"Kayaknya kafe ini jadi bau gitu ya, sejak kedatengan 3 itik buruk rupa!" sambung Leli si dayang-dayang Citra.
"Hush, siapa pun berhak makan disini selama nggak ngutang." Sahut Ibu Tini yang menjajakkan dagangannya di kafe ini.
Kami bertiga hanya tersenyum miris ke arah Citra dan kelompoknya. Kami duduk di bangku dekat kaca yang langsung menghadap ke lapangan basket. Disana mereka masih menghina kami bertiga, sampai sesosok pria berbadan atletis berkemeja biru laut memasuki kafe itu.
"Liat Pak Bryan masuk." Histeris wanita di kafe itu.
Aku dan kedua sahabatku langsung menoleh ke pintu masuk. Langkah pria itu langsung menghampiri mejaku. Aku bete karena akan menimbulkan masalah lagi dengan kehadiran lelaki itu di meja kami.
"Masalah datang!" gumamku yang didengar oleh kedua sahabatku, sedangkan mereka hanya tertawa.
"Hai sayang!" Serunya dengan mengecup keningku.
"Ya Tuhan, benar-benar nih Kakak gue. Bikin orang meradang sama gue." batinku.
"Ciye.." ujar kedua sahabatku membuat semua orang di kafe itu meradang.
"Kak, malu ih. Jangan gitu dong. Gue nggak mau mati dikeroyok sama fans lo ya!" ucapku sambil mencubit perutnya.
Kak Bryan hanya tertawa mendapatkan perlakuanku seperti itu. Kakak-kakakku memang usil sehingga selalu membuatku geram. Kak Bryan memang lebih usil daripada Kak Aryan tapi keduanya jika sudah bersatu dunia seakan memihak padanya.
Teleponku berdering tertera disana Mr. A. Ketiga orang itu hanya senyam senyum melihat aku sedikit panik.
Mr. A
Hallo
Priyanka
Hemm
Mr. A
Dimana cantik?
Priyanka
Di kafe utara kampus. Kenapa sih, bertele-tele gini. Nyebelin tahu. Sama kayak dia aja nih.
Mr. A
Hahaha. Si Bryan maksud kamu cantik.
Telepon langsung kumatikan karena bete. Aku senang diperlakukan baik sama kakak-kakakku. Tapi sebenarnya aku lagi kesal sama mereka, yang hanya menemuiku di tempat terbuka. Untuk sekedar main ke rumah, mana mau.
"Hai, Pak Bryan. Boleh gabung nggak?" Ucap Citra sambil menaruh tangannya di pundak Kak Bryan.
"Jangan Cit. Nanti primadona bau itik lagi!" seru Zoan di susul tawa kami semua.
"Nggak apa-apa deh bau, asal deket sama Pak Bryan." sahutnya sambil mencoba duduk dipangkuan kakakku yang ganteng.
Aku tahu kakakku itu sudah mulai risih dengan kelakuan cewek didepannya. Tapi dia nggak bisa menolak, padahal wajahnya sudah menunjukkan kesal. Sayangnya si primadona itu tidak peka, jadi aku harus turun tangan.
"Mas, kamu mau selingkuh depan aku?" rengekku pada kakak tercintaku.
"Nggak sayang. Kamu kan lihat sendiri, siapa mendekati. Aku atau dia?" sahut kakakku dengan wajah menahan ketawa.
"Kalian berdua pacaran?" geram si primadona.
"Aku ini wanita kedua dalam hidupnya Mas Bi." Ucapku manja.
"Wanita kedua? Lalu siapa wanita pertamanya. Itu pasti akulah." Dengan pedenya dia bertanya dan menjawab sendiri.
"Kamu salah wanita pertamaku ya ibukulah. Priyanka adalah wanita kedua dalam hidupku yang takkan pernah tergantikan." tegas kakakku dengan nada meninggi.
Citra berlalu dengan amarah. Aku tahu pasti akan ada bullying lagi untukku setelah ini. Sudah biasa, setiap aku dekat dengan lelaki muda yang ganteng pasti kena bullying. Terlebih lagi dosen idola kampus.
Kepergian Citra membuat kami bertiga tertawa lepas. Mengingat betapa bodohnya dia diperlakukan demikian oleh idolanya. Aku hampir lupa dengan maksud kedatangan kakakku ini.
"Kenapa nyamperin aku?" tanyaku sambil menyeruput jus melon yang tadi dibawa lelaki tampan.
"Bunda dan Ayah kangen kamu. Kenapa nggak pulang-pulang?" nadanya sedikit sendu.
"Kalau rindu ya datengin anaknya atuh! Masa anaknya terus yang datengin. Rumahnya juga rindu pemiliknya tih!" Sahutku dengan nada melas.
Aku juga rindu Ayah, Bunda dan kedua kakakku. Tapi aku sebal mereka tak pernah mau menginjakkan kakinya kerumah yang kini aku tinggali seorang diri. Aku tahu masa lalu masih mengelayuti hidup mereka.
Sesekali boleh dong dihampiri. Sekedar menengok anak dan rumahnya. Komunikasi pun jarang, aku juga ingin pulang dan berkumpul bersama. Tapi aku selalu saja dibilang anak pungut oleh ibu-ibu komplek atau rekan kerja Ayah yang datang berkunjung ke rumah. Aku keluar dari rumah hanya untuk meminimalisir rasa sakit hatiku.
"Hai Priyanka." ujar lelaki berbadn atletis dengan kaos basket menghampiri mejaku.
Agak malas aku menyahutinya. Lelaki idola kampus nomer dua setelah kakakku. Kenapa aku lelah dikelilingi wajah-wajah rupawan. Ingin rasanya aku mengutuk diriku sendiri.
"Aku balik ke kelas dulu ya." ucapku pada Kakakku sambil menarik kedua sahabatku.
"Pak Bryan kita permisi dulu ya." ucap kedua sahabatku sambil sedikit menundukkan kepala.
"Hati-hati ya. Ka, jangan lupa nanti telepon ya!" teriaknya membuat semua isi kafe menatapku.
"Priyanka, tunggu." ujar seseorang sambil menahan tanganku.
"Ada perlu apa sih Abian?" tanyaku dengan ketus.
"Bisa bicara berdua?" kutatap kedua sahabatku dan kulihat Kak Bryan tengah berdiri dari kursi hendak berjalan kearahku.
"Mampus deh kalo si Kakak kesini." batinku.
"Setelah selesai kelas terakhir kita ketemu di perpustakaan." Jawabku sambil berusaha melepaskan tangannya.
Aku dengan cepat pergi meninggalkan kafe. Aku dan Abian pernah pacaran, hanya saja dia berselingkuh dariku. Dia pacaran dengan Siska teman baikku sejak kecil. Aku tak mungkin sesakit ini, jika bukan melihatnya bercumbu di apartemen Siska yang saat itu aku sedang main.
Flash Back On
"Yang, kita ke apartemen Siska ya, dia lagi kurang fit katanya." seruku pada Abian sambil menggandeng tangannya.
"Baiklah tuan putriku." sahutnya sambil mencubit hidungku.
Kami pun pergi dengan mobil jazz kesayangan Abian. Selama di perjalanan aku dan dia tak bicara banyak. Tak terasa kami sampai di basement apartemen Siska.
Ting..
Aku dan Abian segera masuk kedalam lift. Aku masih menggandeng dan meletakkan kepalaku di bahunya. Aku suka sekali bermanja-manjaan dengannya. Tak terasa pintu lift terbuka.
Kupencet bel, tak lama sosok perempuan dengan baju tidur yang minim membuka pintu. Aku langsung masuk sebelumnya kucium pipi temanku itu.
"Sudah makan belum lo?" tanyaku dengan penuh perhatian.
"Be.. Belum say!" serunya sedikit gugup.
"Ya udah, kalau gitu gue buatin lo bubur oke. Yang, kamu temenin Siska dulu ya." ujarku sambil menaruh tas dan melangkahkan kaki ke dapur.
Aku asyik dengan duniaku memasak bubur untuk orang-orang yang kusayang. Terdengar sedikit suara gaduh diruang tamu. Aku tak menggubrisnya. Setelah selesai ku taruh bubur-bubur itu di 3 mangkuk. Aku melangkah keruang tamu, dimana disana ada kekasih dan temanku menunggu.
Prang...
Kuambil tas dan berlari menuju lift. Sayangnya lift tidak dapat terbuka dengan cepat. Aku berlari ke tangga darurat dengan secepat mungkin. Sedangkan dibelakang Abian tengah mengejarku. Tak ku dengarkan teriakannya yang memanggil namaku.
Sakit rasanya dimana aku melihat kekasihku tengah bercumbu mesra dengan temanku. Selama ini aku percayai dan kujaga kesucian cinta kami. Air mataku tak kunjung reda selama seminggu.
Flash Back Off
Kelasku telah selesai, aku ingat akan janjiku tadi pada Abian. Kulangkahkan kaki dengan malas ke arah perpustakaan. Disana sudah nampak lelaki berkemeja biru duduk didekat jendela. Berat rasanya kakiku melangkah masuk, tapi semua harus selesai agar ia tak lagi mengganggu hidupku.
"Duduk Ka." ujarnya sambil menggeser bangku di depannya untuk kududuki, tapi aku memilih duduk di bangku lain.
Aku tahu Abian kesal dengan sikapku. Tapi itu semua salahnya yang telah membuat hatiku padam. Abian adalah cinta pertamaku, ku tak pernah melakukan hal-hal yang berlebihan selama pacaran. Hanya sebatas bergandengan tangan dan kecupan kening. Selain itu jangan harap aku berikan, cinta tulus bukan seperti menggumbarnya.
"Ka, maafin gue ya." ucapnya memelas sambil memegang jemariku dan segera kutepis.
"Gue nggak bisa nolaknya Ka. Gue mencintai lo lebih dari apapun, tapi jujur, gue juga menyayangi dia!" ucapnya penuh kejujuran yang terpancar dalam matanya.
Hatiku seakan terkena ratusan belati saat mendengar kata-kata itu. Dimana letak perasaan lelaki ini, sampai tega menyakiti 2 hati perempuan. Tidakkah dia memiliki adik atau ibu. Tanpa banyak kata, kutampar wajahnya dan berlalu meninggalkannya tanpa kata. Aku menangis, karena ini pertama kalinya aku kasar terhadap laki-laki.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!