Hari itu di Bandara Internasional yang ternama di Negeri ini, tampak seorang gadis berparas cantik dan imut berjalan mendorong koper warna silvernya meninggalkan Bandara. Gadis itu celingukan kesana kemari mencari seseorang yang mungkin dapat dikenalinya.
Ah…tentu saja dia tidak mengenal siapapun, gadis itu bernama Hyorina Nasywa Putri Mahardika, putri dari keluarga Mahardika yang baru saja menyelesaikan pendidikan kedokterannya di salah satu Universitas ternama di Jerman. Sudah sejak lima tahun yang lalu sejak keberangkatannya ke Jerman waktu itu, dia tidak pernah kembali. Semua itu dia lakukan demi fokus terhadap kuliahnya, tanpa mengingat lagi akan hal yang telah menimpa keluarganya. Kejadian pahit yang telah melukai hatinya, kehilangan orang tercinta dalam kehidupannya. Bagi seorang gadis, kehadiran sosok Ibu adalah teman sekaligus obat penyembuh segala luka, tempat curhat yang tidak akan pernah berkhianat terhadapnya. Namun, diusianya yang masih duduk di bangku kelas 3 SMA, dia harus menelan pil pahit akibat Ibunya meninggal secara tiba-tiba akibat serangan jantung, itulah vonis Dokter pada saat itu.
Setelah lima tahun berlalu, kini ia sudah menjadi seorang Dokter, sesungguhnya dia enggan untuk kembali namun Ayahnya terus saja mendesak agar dia bisa pulang dan bisa ikut membesarkan rumah sakit yang telah di bangun oleh keluarganya. Rasa rindu akan Ayah dan Kakaknya itulah yang membuat Hyorin setuju untuk kembali. Namun, dia tidak pernah memberitahukan kapan tepatnya ia akan kembali. Hingga pada akhirnya, dia memutuskan untuk pulang minggu depan.
Kepulangannya kali ini tanpa sepengetahuan Ayah dan Kakaknya, dia ingin memberikan surprise kepada Ayah dan Kakak laki-lakinya yang pasti sudah sangat merindukannya. Tetapi, dia sudah menelfon sahabatnya sejak rencananya pulang ke tanah air seminggu yang lalu, dan sahabatnya ini sudah bersedia untuk menjemputnya. Namun, batang hidung sahabatnya itu sejak tiga puluh menit yang lalu tak kunjung muncul juga dihadapannya, telfonnya pun tidak aktif. Merasa jenuh menunggu tanpa pasti, dia memutuskan untuk mencari taksi saja.
“Hufttt….kebiasaan buruk, selalu saja terlambat.” umpat Hyorin kesal kepada sahabatnya yang tak kunjung datang.
Hyorin menarik kopernya dengan tergesa-gesa karena sedang merasa kesal, tiba-tiba dia menabrak seseorang.
Dug….
Kepalanya menabrak dada bidang seorang lelaki yang bertubuh tinggi dan tegap, Hyorin yang tingginya 165 cm hanya sebahu laki-laki itu.
“Maafkan saya, tidak sengaja menabrak Anda.” Hyorin berkata dengan sopan karena memang ini murni kesalahannya.
Lelaki itu bukannya menjawab, malah menatap Hyorin dengan tatapan tajam dan mengintimidasi.
“Tuan Anda ini sombong sekali, saya sudah minta maaf kepada Anda tapi Anda diam saja.” umpat Hyorin lirih, namun masih terdengar oleh lelaki itu.
“Kamu bilang apa? Maaf katamu, lihat kemejaku jadi basah dan kotor begini, kamu tahu saya sedang terburu-buru, tidak ada waktu lagi untukku berganti pakaian!” lelaki itu berkata dengan nada yang sangat kesal.
Hyorin tidak bisa berkata apa-apa selain maaf, karena memang itu kesalahannya akibat dia kurang hati-hati.
“Hei gadis tengik kenapa kau diam saja!!! awas saja kau kalau kita sampai bertemu lagi, akan ku buat perhitungan denganmu.”
“Iya…maafkan saya, akan ku pastikan kita tidak akan pernah bertemu lagi.”
Laki-laki itupun berlalu meninggalkan Hyorin, rasanya lega telah lolos dari tatapan membunuh itu.
Ah…sial…sial….sial….kenapa baru menginjakkan kakiku disini lagi sudah sial seperti ini. Umpat Hyorin dalam hatinya sambil menggetok-nggetok kepalanya dan sesekali menghentakkan kakinya di lantai. Dia sesekali menoleh ke belakang, memandang laki-laki yang tadi baru saja bermasalah dengannya. Dia mengumpat terus menerus karena kesal kepada laki-laki itu, dia menganggap laki-laki itu angkuh dan sombong.
Tiba-tiba ada yang menutup matanya dari belakang.
“Hei…siapa ini, tolong lepaskan tanganmu dari mataku. Aku tidak bisa melihat apapun.”
“Selamat datang kembali princess.” Seuntai senyuman manis menyambutnya.
Mereka berdua pun berpelukan dengan sangat erat, melepaskan kerinduan yang begitu dalam mereka rasakan. Perlahan Hyorin mengurai pelukannya.
“Ayah kau menjemputku?” Ucap Hyorin tak percaya.
“Iya nak, aku tahu kamu pulang. Ayah tidak sabar kalau harus menunggumu di rumah saja."
“Lalu siapa yang memberitahu Ayah kalau aku akan pulang?” Tanya Hyorin penuh selidik.
“Lihat itu…” Ayah menunjuk seorang gadis.
“Ih….dasar kamu penghianat, aku kan sudah bilang kepadamu agar tidak memberitahu siapapun kalau aku akan pulang.” Hyorin tampak sedikit kesal.
“Sudahlah nak, dia sangat baik kepada Ayah. Karena dia tahu kalau Ayah begitu merindukan putrinya, selama kau tak ada disini dialah yang selalu mengunjungi Ayah, dari sekian sahabatmu hanya dia yang mau datang meskipun kau tak ada di rumah.” Ucap Ayahnya menenangkan.
“Hai…Orin apakah kau tak merindukanku?” mereka berdua pun saling berpelukan.
Setelah kedua sahabat itu mengurai pelukannya, Hyorin berkata kepada Ayahnya.
“Ayah tidak tahu ya, kalau dia pasti punya modus.” Hyorin berkata sambil mengerlingkan matanya sekaligus melarikan diri dan sahabatnya itu merasa paham atas apa yang Hyorin maksud kemudian mengejarnya.
Tuan Mahardika senang putrinya telah kembali, namun ada sembilu di dalam hatinya. Dia takut untuk mengungkap rahasia kepada putrinya itu. Dia tidak ingin, sama seperti putranya yang memilih untuk pindah dari rumah dan lebih memilih tinggal di apartemen sendirian. Hyorin memiliki Kakak laki-laki bernama Hyoshan Erik Putra Mahardika. Dia bekerja di perusahaan Ayahnya, namun dia tidak pernah mau pulang ke rumah Ayahnya jika tidak ada hal yang sangat penting dan mendesak.
Huuuuuffttttttt……
Tuan Mahardika menghembuskan nafasnya kasar, tidak mau berpikir terlalu jauh akan reaksi putrinya nanti setiba di rumah. Dia pun memilih meninggalkan Bandara dan memilih berlalu menyusul putrinya yang tadi berlari bersama temannya itu menuju mobil, khawatir mereka akan menunggu terlalu lama.
Sopir membukakan pintu mobil untuk Tuan Mahardika begitu melihatnya berjalan menuju ke arah mobil. Sedangkan Hyorin dan Nita sudah duluan masuk ke dalam mobil berwarna silver itu setelah Pak Sopir yang diketahui bernama Udin itu memasukkan koper milik Hyorin ke dalam bagasi mobil milik Ayahnya itu. Hyorin sepanjang perjalanan merasa begitu takjub dengan pemandangan kota yang begitu sudah banyak berubah, yang tetap sama hanyalah kemacetannya. Kota yang akan selalu hidup siang dan malam.
Hyorin bercerita kepada Ayah dan Nita bahwa dia menabrak seseorang tadi waktu di Bandara, tapi orang itu benar-benar sombong menurut Hyorin.
“Ayah aku tadi bertemu dengan orang yang sangat menyebalkan." Ucapnya sambil memanyunkan bibirnya.
“Wah siapa Rin ganteng nggak, cewek atau cowok?”
“Ish…ish…ish kamu ini, sudah tanya ganteng tidak malah balik nanya cewek atau cowok?”
Nita pun terbahak, merasa dirinya salah berucap.
“Yee…anak ini dari dulu tidak pernah berubah, bagaimana kak Hyoshan bisa suka sama kamu…hahh???” Hyorin berkata sambil menaik turunkan alisnya meledek Nita.
Nita begitu merasa malu, karena Om Mahardika Ayah Hyorin otomatis mendengar ucapan mereka.
“Benarkah kamu suka sama Hyoshan nak?” Tanya Om Mahardika penuh selidik.
“Emmm…itu Om, Nita…” Nita tampak bingung mau menjawab apa dengan wajah yang sudah bersemu merah.
Pertanyaan Om Mahardika kali ini, sukses membuatnya tersipu malu sebab memang benar adanya, namun Nita berusaha memendamnya sekuat tenaga agar tidak ada yang mengetahuinya, selain dirinya dan Hyorin.
Laki-laki yang tadi bertabrakan dengan Hyorin terus saja mengumpat kesal, dia bernama Ayesha Reynaldo Akbar, dia seorang Pengacara ternama di Negeri ini.
Kemampuannya memenangkan setiap kasus hukum yang ditanganinya tidak diragukan lagi.
Dia merupakan lulusan Hukum terbaik di Luar Negeri dan kini ia bekerja di Firma Hukum milik Ayahnya. Ayah Ayesh juga merupakan Pengacara kondang yang sudah terkenal jujur, ramah dan baik hati kepada siapapun.
Orang-orang yang pernah menjadi klien Ayah Ayesh tidak hanya dari kalangan atas saja, namun orang-orang kecil yang membutuhkan bantuan Hukum pun ia bantu secara sukarela dan tanpa meminta imbalan apapun. Jiwa sosialnya sangat tinggi dan jiwa kemanusiannya juga sangat tinggi.
Dia juga tegas dan sangat arif bijaksana dalam menangani setiap kasus yang ditanganinya.
Beliau berharap besar kepada putra satu-satunya di keluarga Akbar, agar dapat menjadi Pengacara yang baik dan tidak melihat orang dari kasta yang disandangnya.
Kedua orang tua Ayesh, Tuan Akbar maupun Nyonya Akbar mendidik Ayesh dengan baik sejak kecil, dari mulai kasih sayang terbaik, pendidikan terbaik hingga kini ia dapat mewarisi keahlian Ayahnya.
Kasih sayang Ibunya, membuat Ayesh sebenarnya memiliki hati yang lembut meskipun dia sangat tegas, perfeksionis terhadap penampilannya sendiri dan disiplin terhadap waktu. Itulah yang membuat dirinya sangat kesal hari ini, bertemu dengan gadis urakan menurut Ayesh.
“Gara-gara gadis itu, lihat penampilanku saat ini.” Ayesh mengacak rambutnya dengan kasar karena merasa frustasi dengan kondisi bajunya yang tersiram kopi yang dibawanya masuk ke Bandara tadi pagi, sebab terburu-buru waktu sehingga Ayesh memilih sarapan di mobil sembari berangkat ke Bandara, hanya saja dia masih menenteng kopinya dalam cup yang belum dihabiskan sepanjang perjalanan.
“Yesh kamu bisa mengganti baju dulu di toilet, ini sudah aku bawakan bajunya Yesh.” Ucap Doni asisten pribadi sekaligus sahabat Ayesh.
Ayesh tampak melirik jam tangannya ragu sebab dia harus segera naik Pesawat.
Masih ada waktu sepuluh menit sebelum Tack Off tapi apakah waktunya cukup untuk berganti baju terlebih dahulu? Pikirnya dalam hati.
Baru saja Ayesh hendak mengambil baju yang ada di tangan Doni asistennya, terdengar pengumuman dari pengeras suara yang ada di Bandara memberitahukan bahwa semua penumpang untuk segera memasuki Pesawat.
Ayesh merasa semakin frustasi.
“Yesh kamu pakai saja ini untuk menutupi noda di baju kamu, sampai di tujuan kita lekas ganti baju.” Ucap Doni sambil menyodorkan jaket berwarna biru muda.
“Ini milik siapa Don, aku tidak merasa membawa barang ini?” Tanya Ayesh penuh selidik.
“Ini milik gadis itu sepertinya Yesh, tadi tanpa sengaja terjatuh di atas koper yang kamu bawa. Aku baru menyadarinya tadi.”
“Apa!!! Milik gadis tengik itu?” Ayesh tampak mengepalkan tangannya karena sangat marah terhadap gadis yang mengacaukan harinya itu.
“Pakai saja Yesh dari pada kamu terlihat begitu kotor." Doni terus saja membujuk Ayesh.
Akhirnya setelah perdebatan yang alot dan cukup panjang Ayesh mau memakai jaket itu dengan terpaksa.
Ayesh memasuki Pesawat yang akan membawanya ke Surabaya karena ada kasus penting yang harus diselesaikannya.
Ayesh merasa risih memakai jaket itu, warnanya sungguh tidak sesuai dengan selera berpakainnya. Selain itu, jaket itu cukup kecil untuk dikenakan hanya pas di tubuh Ayesh bahkan bisa dikatakan cukup sesak apabila dipakai secara normal dan bukan dalam kondisi darurat.
“Awas saja kau, kalau bertemu lagi akan ku buat perhitungan denganmu!" Gerutu Ayesh terus menerus.
Doni yang melihat kejadian itu hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala karena baru kali ini, melihat anak dari Tuan Akbar yang sekarang menjadi bosnya bisa uring-uringan karena ulah seorang gadis.
Ayesh terlihat anteng setelah beberapa saat dan dia mulai memejamkan matanya perlahan.
Bau harum dari jaket itu menyeruak memasuki hidungnya, membuat hatinya tenang dan rileks.
Aroma vanilla yang mendominasi hidung Ayesh saat ini mengingatkannya pada sosok gadis yang pernah menolongnya dua tahun yang lalu, yang bahkan namanya saja Ayesh tidak tahu. Namun, hatinya sungguh sudah merasa terpaut dengan gadis berhati malaikat itu.
Ayesh pun tersenyum sendiri mengingat hal itu, gadis yang membuat hari-harinya gelisah sepanjang waktu tidak pernah diketahui lagi keberadaannya.
Terakhir satu tahun yang lalu saat Ayesh kembali ke Jerman karena ada sebuah urusan Hukum yang harus ia tangani, ia kembali ke Apartemen itu untuk mengucapkan terimakasih tapi rupanya gadis itu telah pindah tempat tinggal.
Ayesh menanyakan kepada Pengelola, namun menurut keterangan dari Pengelola gadis itu pindah agar bisa tinggal lebih nyaman mengingat kawasan itu cukup rawan kalau malam hari dan juga jarak tempuh ke rumah sakit tempatnya praktik untuk mengambil kuliah profesi yang cukup jauh.
Mengingat gadis itu sudah harus mengikuti coasisten yang terkadang harus pulang larut malam, karena jadwal yang tidak menentu.
Ayesh dibuat semakin gila kalau harus mengingat hal itu. Di titik ini Ayesh merasa bahagia, paling tidak dia tahu bahwa gadis itu adalah seorang calon Dokter yang mungkin saat ini sudah kembali ke tanah air setelah menyelesaikan study.
Ayesh bertekad akan mencari informasi terkait gadis itu agar mereka dapat berjumpa kembali.
Perlahan-lahan Ayesh nampak terlelap di dalam Pesawat yang ditumpanginya.
****
Di tempat lain, gadis yang membuat perjalanan Ayesh ke Surabaya hari ini menjadi kacau malah sedang bercengkrama ria bersama sahabatnya di dalam mobil Ayahnya.
Gadis itu terus saja berceloteh menceritakan kepada sahabatnya apa yang terjadi saat dia baru tiba di Bandara. Namun, di sela-sela Hyorin dan Ayahnya menggoda temannya yang tersipu malu akibat ulah mereka berdua, Hyorin baru teringat ada sesuatu yang sepertinya hilang.
“Ayah tadi saat memelukku, Apakah ayah melihat aku membawa jaket berwarna biru muda Ayah?” Tanya Hyorin cemas, berharap Ayahnya menjawab dengan jawaban yang melegakkan untuk dirinya.
“Tidak nak, Ayah tidak melihatmu membawa ataupun memakai jaket.”
“Aku lupa menaruhnya Ayah.” Hyorin hampir menangis di buatnya.
“Sudahlah nak, kalau jaketmu hilang nanti kamu bisa membelinya lagi.”
“Iya Ayah.” Jawab Hyorin singkat.
Dalam hatinya dia merasa Ayahnya agak berbeda, padahal dia tahu kalau jaket itu adalah jaket kesayangannya, jaket pemberian mendiang Ibunya. Tetapi, kini entah kemana jaket itu, Hyorin memutuskan untuk mencarinya nanti. Siapa tahu dia lupa menaruh jaketnya itu di koper.
Mobilpun terus melaju membelah jalanan yang padat, hingga akhirnya mereka tiba di pelataran rumah mewah milik keluarga Mahardika setelah menempuh perjalanan hampir satu jam. Sebelumnya mereka memutuskan untuk mengantarkan Nita sahabat Hyorin terlebih dahulu yang tadi menjemput di Bandara.
Khawatir Nita akan terlambat sampai di rumah dan dimarahi oleh kedua orang tuanya.
Meskipun Tuan Mahardika paham betul kalau orang tua Nita yang merupakan sahabat baiknya tidak akan memarahi Nita karena menjemput Hyorin, hanya saja Tuan Mahardika merasa tidak enak sudah terlalu sering merepotkan Nita.
“Sampai jumpa ya Nit, besok kita bisa main bersama.”
“Siap princess, aku akan menghubungimu besok."
“Daaaah….” Ucap Hyorin sambil melambaikan tangannya.
“Terimakasih Nita, Om pamit dulu ya. Salam buat Papa sama Maman kamu ya.”
“Iya Om, hati-hati di jalan.” Nita melambaikan tangannya sebagai salam perpisahan kepada Hyorin.
Nita menyalami tangan Om Mahardika dengan takzim dan mencium punggung tangan orang tua sahabatnya itu.
Om Mahardika memasuki mobil kembali dan mobil pun melaju pergi dari kediaman keluarga Nita.
Hyorin membuka pintu rumahnya dengan antusias, rumah yang selama Lima tahun ini sudah ia tinggalkan.
Rumah yang dulu penuh dengan kehangatan kedua Orang Tua juga Kakaknya sebelum Ibu kesayangan mereka meninggal dunia, karena sebab yang aneh dan belum terungkap selama Lima tahun terakhir.
Mereka selalu meyakini bahwa Ibu mereka meninggal karena serangan jantung. Tetapi, ada hal yang membuat mereka janggal karena yang mereka ketahui selama ini Ibu yang sangat mereka sayangi itu tidak pernah menderita penyakit jantung.
Hyorin berkeliling rumah, keadaannya masih sama seperti saat dia tinggalkan dulu, semuanya masih terawat dengan baik. Tiba-tiba ada wanita paruh baya menghampirinya.
“Non Orin ya? benarkah ini Non Orin? Mbok tidak salah lihat kan Non?” Mbok Nah tampak sumringah melihat Hyorin yang sudah pulang ke rumahnya.
Hyorin menyalami Mbok Nah dan memeluknya. Orin mengurai pelukannya dan berkata.
“Iya Mbok…ini Orin sudah kembali. Apakah Mbok Nah sehat?” Tanya Orin dengan senyum manisnya.
“Mbok sehat Non, Mbok bahagia sekali Non sudah kembali. Kangen rasanya sama kamu Non, kalau tahu Non akan pulang pasti akan Mbok masakan makanan yang enak untuk Non.”
Orin tersenyum bahagia, karena Mbok Nah masih sama seperti dulu menyayanginya dengan tulus.
“Non sekarang istirahat saja di kamar ya, nanti Mbok panggil untuk makan malam kalau masakannya sudah matang. Non pasti lelah setelah perjalanan jauh.” Mbok Nah berlalu pergi ke dapur untuk memasak.
Hyorin menuju kamarnya di lantai dua. Hyorin merebahkan tubuhnya yang penat setelah perjalanan yang panjang untuk bisa sampai di rumah. Dia memejamkan matanya sebentar.
Hyorin menatap langit-langit kamarnya, warna biru muda kesukaanya masih terawat tak tergantikan. Hyorin teringat kembali akan jaket berwarna biru muda yang tiba-tiba menghilang, padahal ia ingat betul saat di Bandara jaket itu masih ada.
Hyorin membongkar kopernya, semua bajunya dia acak-acak, berserakan kesana kemari. Namun, benda yang ia cari tidak diketahui ada dimana rimbanya.
“Waktu itu sapu tangan, sekarang jaket. Ibu maafkanlah anakmu ini yang ceroboh tidak mampu menjaga barang-barang yang kau tinggalkan.” Gumam Hyorin penuh dengan penyesalan atas kecerobohannya.
Hyorin merasa bosan mencari apa yang ia inginkan, setelah menghembuskan nafasnya kasar dan mengacak rambutnya penuh frustasi, kemudian ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Dia mengamati kamar mandinya yang masih seperti dulu dan tetap terawat dengan baik, sama seperti kamarnya yang di rawat oleh Asisten Rumah Tangga yang ada di rumahnya.
Barang-barangnya tetap berada di tempatnya dan tetap bersih. Setelah Lima Belas menit Hyorin keluar dari kamar mandi, mematut dirinya di cermin. Wajah imutnya terlihat begitu segar setelah mandi tadi.
Tiba-tiba Kakaknya menyelonong masuk ke kamar tanpa permisi, memeluk Adik kesayangannya.
“Kenapa pulang tanpa memberikan kabar? aku pasti akan menjemputmu kalau tahu kamu akan pulang.” Cerocos Kakaknya tanpa melepaskan pelukan terhadap Adik yang sangat dirindukannya itu.
“Kakak tidak usah khawatir ada Nita dan Ayah yang menjemputku Kak.”
“Nita sahabatmu itu?” Tanya Hyoshan.
“Iya Kak, niatnya mau ngasih surprise tapi ternyata aku yang dikasih surprise karena Ayah ternyata menjemputku juga.” Jawab Hyorin sambil terisak.
“Kenapa kamu menangis?” Tanya Hyoshan khawatir
“Aku hanya masih merasa sakit ketika melihat rumah ini Kak, itulah sebabnya aku tidak pernah pulang.”
“Sudahlah Rin, kita harus mengikhlaskan semuanya. Kejadian yang sudah lewat biarkan berlalu, kita do’akan Ibu tenang di alam sana.” terang Oshan menenangkan Adiknya yang tampak masih sesenggukan.
“Oh ya, sekarang kamu kan sudah jadi Dokter. Lalu apa rencanamu Rin, mau menikah atau mau bekerja dulu?” Ledek Kakaknya.
“Ih…Kakak ngeselin, bagaimana mau menikah punya pacar saja tidak Kak. Kakak sendiri memangnya sudah siap menikah?”
“Ak…aku masih bingung Rin.” Jawabnya kecut.
“Tidak usah melow Kak, tenang ada yang siap menerima lamaran Kakak.” Hyorin mengerlingkan matanya dan berlalu pergi dari kamar untuk makan malam bersama Ayahnya, karena tadi saat Hyorin keluar dari kamar mandi Mbok Nah datang memberitahu kalau makan malam sudah siap.
“Hei…apa maksudmu Rin? Kamu pikir Kakakmu yang ganteng ini tidak bisa mencari pasangan sendiri!" Hyoshan mengejar Adiknya.
****
Di tempat lain, Ayesh sudah kembali dari Surabaya. Dia tidak menginap di Surabaya karena besok pagi ada rapat bersama Ayahnya di Kantor yang tidak mungkin dia tinggalkan begitu saja. Sebab Ayahnya selalu disiplin terhadap apapun.
Rasa lelah dan mengantuk menyergap tubuhnya, dengan gontai dia masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri dan berniat untuk memejamkan matanya yang lelah.
Ayesh sudah berniat untuk naik keranjangnya yang luas untuk ukuran dirinya sendiri, ingin melepas lelah karena seharian beraktivitas.
Namun, logikanya terus saja menerawang jauh, mengingat kejadian Tiga tahun yang lalu yang ia alami di Jerman, kejadian yang begitu memilukan dan sekaligus ia syukuri.
Wangi vanilla dan mata bening gadis itu masih saja terlintas di benaknya, serasa aroma itu terus saja menempel di hidungnya yang mancung. Ayesh teringat jaket beraroma vanilla yang ia kenakan tadi siang, sangat menenangkan.
Tidak mungkin gadis tengik itu kan, bukan…mereka orang yang berbeda. Aroma itu pasti hanya kebetulan sama. Gumam Ayesh dalam hati.
Ayesh serasa menemukan aroma yang sama tapi ia merasa bukan gadis yang sama yang pernah menolongnya Dua tahun yang lalu, sebab Ayesh merasa gadis yang ditemuinya tadi pagi sangatlah menyebalkan dan tidak memiliki sopan santun.
Berbeda dengan gadis itu, yang samar-samar Ayesh lihat sebelum ia pingsan. Gadis yang manis, bermata besar dan sangat imut. Gadis yang sungguh sempurna. Sedangkan gadis yang ia temui tadi pagi hanyalah gadis biasa, Ayesh menganggapnya seperti itu karena dia hanya melihat sekilas di balik kaca mata hitam yang ia kenakan.
Rasa kesalnya begitu mendominasi, hingga ia tak dapat melihat gadis seperti apa yang menabraknya tadi pagi. Dengan dingin ia melaju pergi meninggalkan gadis itu dengan amarah yang meluap-luap.
Ah…gadis itu kenapa kau tidak pernah ku temukan lagi.
Ayesh begitu berterima kasih kepada gadis yang telah menolongnya. Gadis itu menghilang begitu saja tanpa jejak, dia meninggalkan Ayesh yang terbaring lemah di Apartemen milik gadis yang menolongnya itu.
Hingga kini Ayesh terus saja mencarinya, hatinya terasa telah terpaut oleh gadis bermata bening dan tubuhnya memancarkan aroma vanilla yang sangat memabukkan untuk Ayesh.
Ayesh menatap langit-langit kamarnya, mengingat gadis yang sangat ia rindukan. Melukiskan wajahnya yang samar dalam hatinya.
“Aku harap kau masih menyimpan benda yang aku tinggalkan, karena itu adalah satu-satunya hal yang dapat membuat kita saling mengenali karena aku masih menyimpan apa yang kau sematkan ditubuhku saat itu.” Ayesh bergumam sambil senyum-senyum sendiri bagaikan seseorang yang sedang jatuh cinta akut.
Yah…memang pada kenyataannya Ayesh benar-benar sudah jatuh cinta pada gadis itu sejak pertama kali berjumpa dengannya, meskipun samar Ayesh yakin gadis itu adalah gadis yang sangat lembut dan baik hatinya, tidak terasa Ayesh terlelap hingga pagi menjelang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!