NovelToon NovelToon

VINDICTA ( BALAS DENDAM )

Siapa dia ?

    Malam itu, terlihat ramai warga warga berkumpul di depan rumah kecil milik Sanusi, diantaranya ada beberapa Polisi yang berjaga diluar rumah.

Dari dalam rumah, keluar Sanusi bersama dua Petugas keluar rumah. Sanusi di borgol, Polisi menangkap Sanusi.

Seorang anak kecil berusia 10 tahun berlari mengejar keluar rumah dengan menangis.

"Jangan bawa Bapak, Bapak bukan pembunuh, lepaskan, lepaskan Bapaakk !" Teriak anak kecil berusia 10 tahun.

Petugas Polisi tak perduli, mereka tetap membawa Sanusi ke mobil Polisi .

Petugas Polisi lainnya menghalangi sang anak agar tidak mendekati Bapaknya.

Petugas Polisi menahan sang anak, mendekapnya erat agar ia tak dapat bergerak dan berlari mendekati bapaknya.

Sanusi sudah masuk ke dalam mobil patroli Polisi yang terparkir di depan rumahnya.

Para warga memandang penuh kebencian pada sang anak yang menangis meraung raung.

Anak itu melihat mobil Patroli Polisi yang pergi dari rumahnya membawa bapaknya.

Polisi yang memegangi tubuhnya melepaskan pegangan dan dekapannya.

Lalu Polisi pergi begitu saja meninggalkan sang anak yang menangis terduduk di tanah.

Para warga yang menonton segera membubarkan diri masing masing, membiarkan sang anak sendiri meratapi nasibnya.

Seorang Pria separuh baya, berusia sekitar 46 tahun dengan penampilan yang mewah pakaiannya ada di lokasi itu.

Dari penampilannya menunjukkan jika dirinya orang terpandang dikampung itu.

Pria itu terlihat tersenyum puas melihat Sanusi di tangkap dan dibawa Polisi.

Dia lalu masuk ke dalam mobilnya, menyuruh Supir pribadinya untuk pergi meninggalkan rumah Sanusi.

Suasana seketika sepi, sunyi senyap setelah warga warga bubar dan para Petugas Polisi pergi membawa Sanusi.

Sang Anak masih menangis tersedu sedu, air hujan turun dengan derasnya, membasahi tubuh sang anak yang masih terduduk menangis di tanah.

Sang Anak tak perduli hujan, dia menangis, dia membiarkan tubuhnya terkena air hujan yang turun dengan derasnya.

     Di waktu lainnya, saat itu, sang anak kecil berusia 10 tahun yang kita kenal bernama Yanto sedang menemani adik perempuannya yang berusia 6 tahun.

Adik perempuannya saat itu dalam kondisi sakit parah, ada komplikasi di hatinya.

Yanto yang ditinggal bapaknya karena dipenjara atas tuduhan pembunuhan dan pemerkosaan tak bisa berbuat apapun juga.

Dia tak punya biaya, dan tak tahu harus bagaimana caranya mengobati sakit adiknya.

Satu satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah menemani, menghibur, memberi makan adiknya.

Dia selalu menyuapkan makanan pada adik perempuannya yang bernama Wita.

Saat itu Wita terlihat senang wajahnya memegang sebuah boneka kayu pemberian abangnya.

"Wita suka boneka kayunya, buat Wita ya Bang." Ujarnya pada Yanto dengan wajah lugu dan cerianya.

Wajah Wita terlihat pucat karena sakitnya, Yanto mengangguk tersenyum menatap wajah adiknya itu.

Seorang gadis kecil berusia 8 tahun mendekati Yanto dan Wita, dia terlihat senang melihat boneka ditangan Wita.

"Waah, bagus bonekanya ya Wit." Ujar Maya, nama gadis berusia 8 tahun itu.

Wita mengangguk senang, lalu mengajak Maya untuk bermain boneka bersamanya.

Maya pun duduk disamping Wita, bermain boneka bersama, saat itu Yanto mencium seperti bau terbakar, dan suasana didalam rumahnya saat ini terasa panas.

Yanto cepat keluar kamar Wita, ingin melihat apa yang terjadi dirumahnya.

Saat Yanto keluar dari kamar, dia begitu kaget karena melihat api berkobar besar membakar rumahnya yang terbuat dari kayu.

Melihat rumahnya terbakar, Yanto panik, api menjalar dengan cepat, melalap dan membakar semua ruangan rumahnya.

Yanto dengan wajah panik cepat berlari masuk ke kamar menemui Wita dan Maya yang saat itu sedang asyik bermain boneka.

"Cepat keluar Maya, kebakaran, rumah ini kebakaran !!" Teriak Yanto memberitahu pada Maya yang kaget.

Wita bingung mendengar perkataan Yanto, Yanto cepat menggendong Wita, berusaha untuk menyelamatkan diri.

Yanto, Maya dan Wita yang berada dalam gendongan Yanto berlari dan berusaha keluar dari ruang tamu rumahnya yang sudah terbakar.

Kayu yang terbakar jatuh dari atas atap rumah, hampir mengenai tubuh Yanto dan Wita.

Mereka berhasil menghindar, api sudah berkobar mengelilingi ruangan.

Hampir tak ada celah untuk melarikan diri, Maya terlihat panik, dia menoleh ke seluruh ruangan.

Maya lalu cepat berlari ke arah belakang rumah, menerobos kobaran api.

Melihat Maya yang menembus kobaran api, Yanto semakin panik dan kaget.

"Mayaaaa ,jangan lakukan itu !!" Teriak Yanto histeris.

Namun Maya tak mendengarnya, dia sudah berhasil menerjang kobaran api, terjatuh berguling guling dilantai dapur rumah Yanto.

Yanto lalu cepat mengambil keputusan, dia melompat menerjang jendela rumahnya.

Yanto melemparkan tubuh adiknya lebih dulu keluar rumah dari jendela, kemudian dia melompat dari jendela.

Yanto berhasil keluar dari kepungan api yang sudah menjalar besar didalam rumahnya.

     Diluar rumahnya, Yanto yang terguling guling ditanah karena melompat dari jendela rumahnya segera mendekati adiknya yang meringis kesakitan di tanah.

Yanto semakin panik begitu melihat Wita seperti susah sekali untuk bernafas.

"Wiiit, kamu kenapa ? Kamu kenapa?!!" Ujar Yanto menepuk nepuk pelan pipi adiknya yang terus seperti megap megap kehabisan nafas.

Yanto panik melihat keadaan adiknya, dia menatap kedepan, mencari cari.

Dia melihat beberapa orang berdiri dengan melemparkan kayu kayu yang sudah terbakar api ke arah rumahnya.

"Hentikan ! Jangan bakar rumah kami !! Apa salah kami pada kalian, cukup, hentikaaan !!" Teriak Yanto pada warga warga yang sengaja membakar rumahnya.

Yanto mendekat dan menyerang warga yang sedang melempari kayu terbakar kerumahnya.

Warga mendorong, menendang tubuh kecil Yanto hingga terjatuh di tanah,

Terdengar secara sayup sayup suara Wita, adiknya tengah memanggilnya.

"Bang Yanto, tolong bang, sakit..." Ujar Wita dengan suara terengah engah karena susah bernafas.

Yanto melihat adiknya lalu cepat berlari mendekatinya, saat itu juga Wita pingsan, tak sadarkan diri, melihat adiknya pingsan.

Yanto semakin panik, dia menangis mengangkat tubuh adiknya, memangku kepala adiknya dipahanya, dia terduduk ditanah menangis sejadi jadinya.

"Bangun Wiit, banguuunn... kamu gak boleh pergi, kamu gak boleh ninggalin abang." Ujar Yanto dalam tangisannya meratapi Wita yang pingsan.

Sementara warga warga yang membakar rumahnya bubar, pergi meninggalkan Yanto dan Wita, rumah Yanto sudah habis terbakar.

Kobaran api yang begitu besar dengan cepat melalap habis dan membakar seluruh rumah Yanto yang hanya terbuat dari kayu kayu.

Yanto yang menangis cepat berdiri dan menggendong adiknya, dia segera lari meninggalkan rumahnya.

Yanto membawa Wita, dia meminta pertolongan orang orang agar adiknya di tolongin.

Yanto menggendong Wita menyusuri jalan setapak tanah dekat rumahnya.

Saat itu dia melihat seseorang berdiri menatap kearah rumahnya, segera Yanto mendekatinya.

"Tolong pak, tolongin saya." Ujar Yanto memelas pada orang tersebut yang hanya terdiam tak berani berbuat apapun.

Dia melirik ke dalam mobil, di jok belakang ada seorang pria separuh baya duduk.

Yanto melihat ke dalam mobil, segera dia mengetuk kaca mobil, Wita masih ada di gendongannya.

"Tolongin saya pak, tolong bawa adik saya kerumah sakit, tolong pak." Ujar Yanto mengetuk kaca jendela mobil.

Pria paruh baya membuka sedikit kaca jendela, menyuruh orang yang berdiri di luar mobil untuk segera masuk dan pergi dari situ.

Orang yang berdiri diluar mobil cepat masuk kedalam mobil, menyalakan mesin mobil dan pergi meninggalkan Yanto yang kebingungan itu.

Pria paruh baya meludah kearah Yanto, Yanto terdiam terkena air ludah pria paruh baya yang pergi meninggalkannya.

Pria itu tak perduli dengan semua keadaan dirinya dan adiknya saat itu.

Dalam tangisan sedihnya, Yanto yang masih menggendong adiknya melangkah pergi, untuk mencoba kembali mencari bantuan.

Setiap kali dia bertemu orang dan meminta tolong, setiap kali juga orang orang yang bertemu dengannya menolak dan tidak mau menolong Yanto.

Bahkan ada diantara mereka yang memandang jijik serta hina pada Yanto dan Wita yang masih pingsan dalam gendongannya.

Yanto dengan susah payah melanjutkan langkahnya, tubuhnya mulai melemah, dia berusaha menguatkan dirinya berjalan dan menggotong adiknya.

Bagi Yanto, yang ada di fikirannya saat itu hanyalah berusaha agar dia segera tiba dirumah sakit, agar adiknya dapat tertolong.

     Dengan wajah panik dan penuh kesedihan Yanto berlari lari kecil, menyusuri jalanan.

Dia yang menggendong Wita berlari menyeberangi jalan raya yang cukup besar dan ramai kendaraan.

Karena panik dan ingin cepat sampai kerumah sakit, dia tidak peduli dan tidak melihat rambu lalu lintas, dengan cepat berlari menerobos jalanan.

Karena kecerobohannya itu, Yanto pun di tabrak sebuah mobil yang melaju dengan cepat dijalan raya itu.

Tubuh kecil Yanto terlempar karena ditabrak mobil, pegangan tangannya yang menggendong tubuh adiknya terlepas.

Wita yang berada dibelakang punggung Yanto terjatuh dari gendongan Yanto.

Wita terguling guling di aspal, kepalanya membentur aspal, terluka dan mengeluarkan darah.

Sementara Yanto yang terpental jauh juga terkulai tak berdaya di aspal jalanan itu, tubuhnya terlihat luka luka.

Seorang pemuda berseragam Polisi yang melihat Yanto ditabrak dan mobil yang menabraknya melarikan diri segera menghentikan mobilnya.

Lalu dia turun dan keluar dari dalam mobilnya, dia cepat berlari kearah Yanto, membopong tubuh Yanto dan memasukkannya ke dalam mobilnya.

"Witaa...Witaa..." Ujar Yanto lemah dalam gendongan pemuda yang menolongnya, lalu Yanto pingsan.

Setelah Yanto berada di dalam mobilnya, cepat sang pemuda berlari mendekati Wita.

Dia mengangkat serta menggendong Wita, membawanya masuk ke dalam mobilnya.

Wita sudah tak bergerak tubuhnya, pingsan seperti Yanto, setelah Wita dan Yanto berada di dalam mobilnya, Sang Pemuda cepat masuk kedalam mobil.

Dia menyalakan mesin mobilnya, lalu segera tancap gas menjalankan mobilnya, pergi meninggalkan tempat itu.

     Pemuda membawa Yanto dan Wita kerumah sakit, petugas rumah sakit dengan cepat dan tanggap serta sigap segera memberi pertolongan.

Petugas medis membawa Yanto serta Wita ke ruang gawat darurat, sang Pemuda wajahnya terlihat cemas dan iba melihat kondisi Yanto serta Wita terluka parah.

Beberapa jam kemudian sang Pemuda menemui Dokter yang mengoperasi Yanto serta Wita.

Dokter memberitahu kondisi Yanto aman dan baik baik saja setelah dioperasi,walau mengalami patah tulang di bagian kaki dan tangannya.

Tapi tidak dengan Wita, Dokter mengabarkan bahwa nyawa Wita tak dapat diselamatkan.

Setelah berusaha di operasi berjam jam, Wita menghembuskan nafasnya, dan meninggal dunia.

Sang Pemuda dengan wajah sedih terdiam, dia tak bisa berkata apapun juga saat itu.

     Setelah kematian Wita, adiknya, hari hari Yanto di isi dengan kesepian dan kesedihan, wajahnya terlihat murung, dia menjadi pendiam.

Saat itu Yanto berada di sebuah panti asuhan, sang Pemuda yang menolong Yanto saat kecelakaan sengaja membawanya ke panti asuhan.

Dengan tujuan, agar dia punya tempat tinggal, karena tahu bahwa Yanto tidak punya keluarga dan rumah.

Siapa sang pemuda ini ? Nanti akan dibuka tentang siapa sebenarnya di bab bab ke depannya.

--- 17 Tahun kemudian --- 

   Terlihat sebuah mobil sport melaju dengan kecepatan tinggi lalu berhenti tepat di dekat seorang gadis cantik yang terlihat tertawa.

Saat itu, dari dalam mobil sport yang mahal itu keluar seorang pemuda gagah.

Pemuda itu berkaca mata hitam, dengan penampilan yang keren, parlente.

Dengan wajah tersenyum, Pemuda itu lantas membuka kacamata hitamnya.

Dia berjalan mendekati gadis cantik yang  sudah lama berdiri menunggunya.

Pemuda itu lalu menggandeng gadis cantik yang tersenyum senang padanya.

Pemuda yang dikenal bernama Mike serta gadis cantik yang bernama Linda itu terlihat akrab, berjalan masuk ke dalam gedung perkantoran.

Gedung perkantoran itu milik Mike, hasil dari pemberian orang tuanya. Dan Linda teman dekat Mike, mereka sangat dekat.

Banyak yang mengira kedekatan serta kemesraan mereka itu karena mereka berpacaran, padahal sebenarnya mereka hanyalah bersahabat.

Walau Mike menyukai Linda dan ingin serius, tapi Linda selalu menolaknya.

Linda mengatakan bahwa dia lebih nyaman menjadi sahabat Mike daripada pacar. Dan Mike menerima alasan Linda .

   Di dalam sebuah rumah yang terlihat gelap dan hanya di sinari lampu lampu pijar berwarna kuning cahayanya dengan watt kecil.

Terlihat seorang bapak yang duduk menatap televisi serta seorang ibu yang sedang menjahit di mesin jahit.

Tubuh mereka tak bergerak, diam mematung, lalu di kamar tidur anak, terlihat seorang gadis cantik yang sedang berbaring di ranjang.

Di kursi meja belajar,ada juga duduk gadis kecil seperti sedang belajar.

Di ruangan lain, terlihat sosok pemuda yang tidak terlihat wajahnya sedang asyik serius membuat sebuah patung lilin.

Dia sedang membuat sebuah patung lilin dengan sosok gadis kecil yang cantik.

Setelah selesai, tampak sorot matanya menatap puas dan senang pada patung lilin yang selesai dibuatnya.

Dia lalu merapikan semua peralatannya, kemudian pergi meninggalkan patung lilin gadis kecil itu.

Ternyata seorang bapak, seorang ibu yang ada diruang tamu depan tivi dan di mesin jahit adalah patung patung lilin yang sengaja dibuat sang pemuda misterius itu.

Sama halnya dengan gadis kecil yang berada di dalam kamar, terbaring di ranjang dan di meja belajar.

Mereka semua adalah patung patung lilin yang dibuat pemuda misterius itu.

Suasana yang gelap dan hanya diterangi sinar kuning lampu pijar membuat suasana dalam rumah tersebut mencekam.

Dengan keberadaan patung patung lilin yang seperti manusia aslinya membuat rumah itu terlihat menakutkan dan mengerikan.

Jika ada orang yang masuk ke dalam rumah itu, tentunya akan ketakutan dan teriak histeris.

Karena melihat patung lilin dengan nuansa gelap mencekam didalamnya.

Sang pemuda misterius duduk di kursi meja makan, tentang siapa dirinya sengaja dibuat menjadi sosok yang misterius untuk kepentingan cerita kedepannya.

Pemuda misterius itu menyendok nasi dan meletakkannya ke piring, mengambil lauk.

Lalu dia memberikan piring yang telah berisi nasi dan lauk pauk ke hadapan gadis kecil yang duduk di kursi meja makan.

Tepat di hadapannya, gadis kecil yang ternyata, sebuah patung lilin juga, sama seperti patung lainnya di dalam rumah.

"Sekarang waktunya kita makan, habis makan, aku akan bacain cerita komik buat kamu tidur." Ujar pemuda misterius tersenyum.

Suaranya terdengar berat dan ngebass, dia bicara pada patung lilin berbentuk gadis kecil.

Wajahnya mirip dan sama persis dengan wajah  kedua patung lilin gadis kecil yang berada di dalam kamar. 

Pemuda itu dengan cuek dan santainya menikmati makanannya, sesekali dia tersenyum dan tertawa.

Dia menatap pada patung lilin gadis kecil yang duduk didepannya, seolah sedang bicara dan becanda saat makan bersama sama. 

Siapa pemuda misterius ini ? Mengapa ada begitu banyak patung patung lilin yang dibuat dan di pajangnya di dalam rumah?

Apa maksud dan tujuannya dengan adanya patung patung lilin tersebut? 

Semua akan terjawab sedikit demi sedikit dalam bab bab berikutnya. Tetap ikuti kelanjutan ceritanya.

Akan banyak kejutan kejutan yang akan terjadi dalam cerita ini, hal yang tak terduga, sebuah misteri yang terus menyelimuti akan mengarungi alur cerita ini.

Hari yang bersejarah

   Sebuah mobil sedan mewah berhenti di halaman sebuah hotel, bangunan hotel terlihat baru dan megah, hotel berkelas dengan ketinggian lantai hingga 110 lantai.

Di halaman hotel terlihat banyak karangan karangan bunga dari berbagai orang orang, rekan bisnis dari Bramantio, pemilik hotel.

Saat ini, akan dilangsungkan peresmian pembukaan hotel tersebut.

Hotel yang diberi nama " Hera ", seorang pemuda gagah keluar dari mobil, bergegas membuka pintu belakang mobil sedan mewah.

Pemuda gagah itu bernama Gavlin, supir pribadi keluarga Bramantio, dari dalam mobil keluar Bramantio, pria tua yang berumur 63 tahun, disusul istrinya, Masayu.

Setelah keluar dari dalam mobilnya, dia menatap bangga ke arah hotel miliknya, melirik pada istrinya yang berdiri tepat disampingnya.

"Akhirnya, apa yang aku impikan terlaksana juga Ma." Ujar Bramantio pada istrinya, Masayu.

"Hari ini, hari yang bersejarah buat kita Pah, Mama bangga." Ujar Masayu pada Bramantio, suaminya.

Dia tersenyum manis pada suaminya, Bramantio menggenggam jemari tangan Masayu.

Mereka lalu melangkah berjalan masuk ke dalam gedung hotel mewah miliknya.

Setelah kepergian Bramantio dan Masayu, Gavlin, supir pribadi Bramantio segera masuk kembali kedalam mobil.

Dia meninggalkan halaman hotel menuju ke tempat parkir hotel yang berada di lantai bawah hotel.

     Di dalam ruang pertemuan hotel, tampak ramai para undangan yang telah hadir.

Tepuk tangan meriah terdengar menyambut kehadiran Bramantio pemilik hotel beserta Masayu, istrinya.

Pembawa acara berdiri di atas panggung, di depan mikrofon dia mulai membuka acara, karena yang punya hajatan sudah hadir ditengah tengah para undangan.

Mike, pemuda gagah dengan penampilannya yang mewah telah hadir di ruangan itu.

Mike melihat Bramantio dan Masayu sudah ada diruangan tersebut, Mike segera menghampiri mereka.

"Selamat pah. Akhirnya papah mewujudkan impian papah punya hotel mewah seperti ini." Ujar Mike tersenyum pada papahnya.

Mike anak kandung dari Bramantio dan Masayu, satu satunya anak yang sangat mereka sayangi, karena anak tunggal.

Mike menjadi pemuda yang sedikit arogan dan manja pada kedua orang tuanya.

Semua kebutuhan dan apa saja yang di inginkan harus segera dipenuhi orang tuanya.

Kedua orang tuanya pun tidak bisa menolak permintaannya. Mike diberikan sebuah perusahaan yang cukup besar dan sukses.

Perusahaan yang bergerak dibidang real estate, duduk sebagai direktur utama dan pemegang saham utama diperusahaan real estate yang diberikan nama " Savana ".

Bramantio memberikan perusahaan itu agar Mike bisa lebih bersikap dewasa dan bertanggung jawab, dengan memimpin perusahaan.

Kedua orang tuanya berharap Mike akan bisa bijak dalam menyikapi kehidupan.

Memang sebelum memegang perusahaan, Mike pemuda yang urakan, sering ke pesta pesta, tempat tempat hiburan, berjudi.

Selain itu, Mike juga suka mabuk mabukan, menghambur hamburkan uang.

Pendidikan tinggi yang didapatnya saat bersekolah di luar negeri di sia siakan begitu saja oleh Mike.

Untuk itulah Bramantio sengaja memberikannya perusahaan real estate miliknya.

Tujuannya agar Mike bisa menggunakan otaknya dan mengeluarkan ilmu yang didapatnya dari luar negri dengan benar dan tepat.

     Di dalam ruangan itu, tepat ditengah tengah ruangan, terlihat sebuah patung besar dan tinggi, masih di tutupi kain putih.

Berbagai macam hiasan indah ada di sekitar ruangan, membuat kesan megah acara tersebut.

   Di luar gedung hotel, terlihat Gavlin melangkah keluar dari parkiran mobil.

Saat dia hendak berjalan masuk ke dalam hotel, dia melihat seorang gadis cantik berdiri di depan mobil sedan kecil.

Kap depan mobilnya terbuka, wajah gadis itu terlihat sangat kesal.

Gavlin tersenyum melihat gadis itu, dia lalu berjalan ke arah gadis cantik yang sedang kebingungan melihat mobilnya.

"Pasti ini bukan mobilmu kan ?" Ujar Gavlin santai dan tersenyum menatap gadis cantik itu.

"Darimana kamu tau ?" Tanya Maya, gadis cantik tersebut.

"Ya karena keliatan kamu gak ngerti ngatasi mobil ini yang mogok, kamu juga pasti gak tau kalo mobil ini gak sehat." Ujar Gavlin tersenyum manis lagi.

Maya terlihat sedikit kesal mendengar perkataan Gavlin, dia lalu abaikan Gavlin.

Maya berusaha mengecek mesin mobil, tapi dia tak tahu harus bagaimana memperbaiki mobilnya yang mogok itu.

"Ini mobil kantorku, aku dipinjamin buat meliput acara peresmian hotel milik pejabat daerah sini." Ujar Maya cuek.

Wajah Maya terlihat sedikit kesal, dia melihat pada mesin mobilnya yang mogok.

"Oh, kamu juga tamu undangan acara itu?" Ujar Gavlin tersenyum.

Maya tidak menanggapinya, cuek dan tetap sibuk mengutak atik mesin mobilnya.

Melihat Maya yang berpura pura memperbaiki mesin mobil, Gavlin tersenyum.

Dia tahu kalau Maya tidak paham tentang mesin mobil, Gavlin lalu melangkah mendekat, berdiri tepat disamping Maya.

"Biar aku yang benerin, minggir." Ujar Gavlin menyuruh Maya untuk menyingkir dari tempatnya.

Dengan kesal dan membersihkan tangannya karena sedikit kena minyak mesin, dia menggeser tubuhnya.

Maya memberikan tempat pada Gavlin yang lantas segera mengecek mesin mobil Maya. 

Beberapa saat setelah Gavlin mengutak atik mesin mobil, dia melihat Maya yang terlihat berdiri dengan cemas.

Maya melihat jam ditangannya, ada rasa khawatir dia akan terlambat mengikuti acara peresmian pembukaan hotel megah milik Bramantio.

"Coba kamu nyalain lagi mobilnya." Ujar Gavlin menyuruh Maya.

Maya lalu masuk kedalam mobil, mencoba menghidupkan mobilnya, mobil berbunyi.

Wajah Maya terlihat senang mengetahui mobilnya sudah normal dan bisa berjalan lagi.

Dia menoleh dengan mengeluarkan kepalanya dijendela pintu mobil, melihat ke arah Gavlin.

"Udah bisa, thanks ya." Ujar Maya tersenyum senang, Gavlin lantas menutup kap mobil Maya, lalu berjalan mendekati Maya yang duduk di jok depan stir mobilnya.

"Ada baiknya, pulang dari sini kamu bawa ke bengkel, biar gak dorong seharian nanti." Ujar Gavlin.

Gavlin tersenyum menatap Maya yang menahan kesalnya mendengar ucapan Gavlin.

Dia lalu menjalankan mobilnya meninggalkan Gavlin yang berdiri menatapnya dengan tersenyum.

Gavlin membersihkan tangannya yang kotor karena memperbaiki mobil Maya.

Saat pertama melihat dan bertemu Maya, ada getaran aneh yang dirasakan Gavlin.

Jantungnya berdegup cepat melihat Maya saat berdiri di dekat mobilnya.

Gavlin tengah merasakan sesuatu hal aneh, yang dia sendiri tidak tahu apa itu.

Dia menatap ke arah Maya yang sudah menghilang bersama mobilnya, masuk ke tempat parkir hotel.

Terlihat seorang gadis cantik berpenampilan seksi bagai seorang putri kerajaan berjalan dengan gemulai.

Dia memasuki pelataran ruang pertemuan tempat digelarnya acara peresmian.

Wajah cantiknya tersenyum melangkah di ikuti pandangan seluruh undangan yang berdecak kagum melihat kedatangannya.

Mike yang melihat kedatangan gadis cantik dan seksi itu tersenyum senang, dia menyambut gadis itu.

"Liiinndaaa...akhirnya kamu datang juga..." Ujar Mike tersenyum, Linda, nama sang gadis cantik, sahabat baik Mike itu tersenyum.

Mike dan Linda cipika cipiki, lalu Linda mendekati Bramantio dan Masayu yang berdiri disamping Mike.

"Selamat ya Om, Tante, maaf Linda telat." Ujar Linda pada Bramantio dan Masayu.

"Tidak apa kok, baru pembukaan, belum acara utamanya." Ujar Bramantio tersenyum, Linda pun mengangguk tersenyum.

"Kamu cantik Lin, beruntung Mike kalo kamu mau jadi istrinya." Ujar Masayu berbisik lembut pada Linda yang tersenyum tertawa kecil.

"Mama apaan sih, kami ini sahabat baik Ma, lebih baik dari orang pacaran." Ujar Mike pada mamanya.

"Gak ada salahnya kan kalo kalian disatukan, biar makin kuat persahabatan kalian kalo di ikat dengan pernikahan." Ujar Masayu.

Masayu tersenyum melirik pada Mike yang menahan malu, Mike lalu melirik Linda yang tersenyum kecil.

Sebenarnya hati kecil Mike ingin menjadikan Linda sebagai istrinya, namun dia tidak bisa memaksa.

Karena Linda berkali kali mengatakan padanya, jika dia lebih nyaman bersama Mike dengan status sahabat baik mereka, tidak lebih dari itu.

Terdengar suara pembawa acara sedang menyampaikan materi materi acara peresmian hotel.

"Benar juga ide mama kamu Mike, papahnya Linda, pak Wijaya, sahabat baik papah." Ujar Bramantio.

"Kalo kami jadi besan, hubungan akan semakin erat terjalin, apalagi kamu bisa menjalin kerjasama dalam binis nantinya." Ujar Bramantio.

Mike dan Linda terdiam, Bramantio berfikir dan membuat rencana untuk menjodohkan Mike dan Linda agar mereka menjadi pasangan suami istri.

Bramantio merasa , jika Mike menikahi Linda, maka peluangnya untuk memiliki beberapa persen saham perusahaan asuransi papah Linda bisa terwujud.

Selama ini dia sudah mengincar, dan mencari cara bagaimana agar Wijaya, papah Linda mau menjadi rekan bisnisnya.

"Baiklah para hadirin, kini kita tiba pada puncak acara ini, yakni pembukaan hotel Hera dengan membuka patung sebagai simbol kemegahan hotel ini." Ujar MC.

Bramantio yang mendengar Pembawa Acara membuka acara, menjadi tersadar dari lamunannya.

"Pak Guntur sudah datang ?" Tanya Bramantio berbisik mendekati Asisten Managernya yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Saya belum lihat beliau pak." Ujar Surya, nama Asisten Manager Bramantio itu.

Bramantio membagi pandangannya keseluruh ruangan, mencari cari, tapi dia tidak melihat Guntur ada di situ.

Gavlin terlihat masuk ke dalam ruangan itu, dia ingin melihat bagaimana proses acara peresmian hotel yang digelar dengan mewah dan biaya mahal itu.

Wajah Gavlin terlihat memandang seisi ruangan, tampak wajah wajah bahagia di ruangan itu.

Bramantio menghela nafasnya, dia lantas bergegas naik ke panggung karena pembawa acara sudah memanggil terus namanya.

Bramantio berdiri diatas panggung, pembawa acara meninggalkan Bramantio sendiri.

Bramantio lalu berdiri didepan mikropon, bersiap siap untuk menyampaikan kata kata untuk meresmikan hotel miliknya tersebut.

"Sebenarnya, saya masih menunggu rekan saya pak Guntur, bersama beliau saya bisa membangun hotel ini." Ujar Bramantio.

"Jadi terasa ada yang kurang, jika beliau tidak berdiri di sini bersama saya." Ujar Bramantio tersenyum.

Masayu, istrinya menoleh ke sekitar ruangan, dia tak melihat Guntur diruangan itu, Mike juga mencari cari, tidak menemukan Guntur juga.

"Kemungkinan beliau sedikit terlambat hadir, baiklah, saya akan mulai saja." Ujar Bramantio tersenyum.

Maya yang sudah ada diruangan itu mengambil kamera yang dibawanya, dia mulai meliput acara tersebut.

Maya seorang Reporter sebuah majalah bisnis, yang ditugaskan oleh Direksinya untuk khusus meliput kegiatan peresmian hotel Bramantio.

Dia datang memenuhi undangan khusus Bramantio yang berteman baik dengan pemilik majalah tempat Maya bekerja.

Maya melirik pada Gavlin yang berdiri tidak jauh dari tempatnya, Gavlin menatap ke depan, melihat tegas pada Bramantio, dia tidak peduli Maya melihatnya.

Maya lalu melanjutkan kegiatannya, untuk membuat dokumentasi acara.

" Kepada semua pihak yang terlibat dalam pembangunan gedung Hotel Hera ini, saya dan pak Guntur menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya." Ujarnya.

"Mudah-mudahan, kerja keras semua ini akan membuahkan hasil  yang lebih baik." Ujar Bramantio lagi.

"Dan hotel ini bisa membuat nyaman buat orang yang datang dan menginap di sini." Tepuk tangan meriah terdengar dari para undangan.

Mike, Linda dan Masayu yang berdiri berdekatan tersenyum bangga bertepuk bangga menatap Bramantio yang berdiri gagah diatas panggung.

Bramantio lalu berjalan turun dari panggung kearah patung yang berdiri gagah dan tinggi ditengah ruangan itu.

Setelah dia tiba di depan patung yang tertutup kain keseluruhannya itu, dia pun mengangkat tangannya.

"Dengan ini, saya buka hotel ini buat umum !" Ujarnya dengan suara lantang dan tegas.

Bersamaan dengan dia mengangkat tangannya keatas, saat itu juga kain yang menutupi patung itu terangkat dan terbuka.

Tampak jelas dan indah serta mewah patung yang tinggi besar berdiri gagah setelah kain tidak lagi menutupinya. Patung yang berwujud dewa Hera.

Tepuk tangan meriah terdengar, decak kagum terlihat dari wajah wajah para undangan yang hadir.

Maya segera mengabadikan moment tersebut, tidak mau ketinggalan sedikitpun.

Tiba tiba, ada sesuatu yang jatuh dari atas atap ruang pertemuan peresmian hotel itu.

Sesuatu itu sosok tubuh Pria yang terjatuh dan menimpa patung wanita berwujud sosok Dewa Yunani bernama Hera, Dewa pelindung kekayaan.

Bramantio sengaja memilih patung Dewa Hera sebagai simbol kekayaan hartanya yang harus di lindungi.

Sosok Pria yang terjatuh dari atas atap itu menimpa tangan patung Dewa Hera hingga patah.

Lalu tergeletak di lantai ruang pertemuan dengan luka luka disekujur tubuhnya.

Darah mengalir di lantai, orang orang yang ada di ruangan itu teriak histeris.

Begitu melihat ada sosok pria yang sudah menjadi mayat terjatuh dari atas atap ruangan tersebut, mereka panik berlarian.

Bramantio tersentak kaget, begitu juga Masayu, Mike, Linda, Maya yang melihat kejadian itu cepat pindah posisi mendekat ke tempat kejadian.

Dengan maksud, agar dia bisa leluasa mengabadikan semua yang terjadi.

Bramantio syock saat melihat sosok pria yang sudah menjadi mayat itu adalah Guntur, rekan bisnisnya yang sudah ditunggunya datang.

"Guntuurr ?!" Ujar Bramantio syock, wajahnya begitu kaget, dia tak menyangka Guntur mati.

Masayu dan Mike segera mendekati Bramantio yang berdiri kaku menatap mayat Guntur yang terkapar di lantai.

Linda hanya berdiri terdiam, dia tercekat, tak tahu harus bagaimana, dia tak menyangka akan menyaksikan hal yang mengerikan di acara tersebut.

Gavlin yang melihat kejadian itu semua segera berlari kearah Bramantio yang masih berdiri gemetar tubuhnya.

"Lebih baik bapak tinggalkan ruangan ini, biar saya yang urus semuanya." Ujar Gavlin pada Bramantio yang meliriknya lalu mengangguk.

Mike dan Masayu membawa Bramantio yang terlihat lemas itu pergi dari ruangan.

Para undangan yang takut karena melihat mayat Guntur segera berlari keluar dari ruang pertemuan, membubarkan diri masing masing.

Suatu peristiwa yang tak pernah di rencanakan Bramantio dan tidak akan pernah diharapkannya.

Peresmian hotel yang dibanggakannya harus di rusak dengan penemuan mayat Guntur.

Guntur adalah orang yang selama ini menjadi rekan bisnisnya, dan tahu dengan semua sepak terjang Bramantio dalam menjalani bisnis.

Gavlin mengamankan lokasi, para petugas keamanan yang ada di sekitar ruangan membantunya.

Dari luar masuk beberapa petugas keamanan lagi mendekati mayat Guntur.

Mereka datang karena tahu dari para undangan yang lari keluar dari dalam hotel dengan teriak ada mayat.  

Salah seorang Petugas Keamanan segera melaporkan pada kepolisian tentang kejadian itu.

Maya yang mengabadikan semua, berdiri terdiam menatap mayat Guntur yang terbujur kaku penuh luka luka yang begitu banyak.

Luka sayatan yang dilakukan dengan cara sadis, membuat Guntur mati bersimbah darah.

Gavlin yang melihat sudah banyak Petugas Keamanan diruangan itu untuk mengamankan mayat Guntur segera berlari keluar hotel.

Maya masih tetap berada diruangan tersebut, dia mengambil photo atas atap, tempat dimana tubuh Guntur terjatuh.

     Mobil datang mendekati Bramantio yang duduk di anak tangga halaman hotel ditemani istri dan anaknya.

Gavlin bergegas keluar dari dalam mobil, membuka pintu belakang mobil.

Lalu dia mendekati Bramantio yang masih terlihat lemas, membawa masuk Bramantio ke dalam mobil di ikuti Masayu, istrinya.

Setelah Bramantio beserta Masayu didalam mobil, segera Gavlin masuk ke mobil.

Dia duduk didepan stir, lalu menjalankan mobil dan meninggalkan hotel tersebut.

Dari kaca spion depan Gavlin melirik pada Bramantio yang duduk di jok belakang, diam tercenung, tubuhnya gemetar lemas.

Bramantio tak pernah menduga hari ini adalah hari yang benar benar bersejarah dalam hidupnya, ditandai dengan kematian mengerikan Guntur.

Gavlin mempercepat laju mobilnya, Mike berdiri dihalaman hotel menatap ke arah mobil yang sudah menjauh dan menghilang.

Miketerdiam, raut wajahnya menunjukkan jika dia sedang berfikir saat itu.

Geger

   Sesampai dirumah mewah miliknya, Bramantio menghempaskan pantatnya ke sofa yang ada di ruang tamu.

Wajahnya terlihat menunjukkan kebingungan, dia tak mengerti kenapa Guntur mati.

Siapa yang membunuh Guntur? Dia memegang kepalanya, mengurut urut keningnya, merasakan pusing, Masayu duduk di samping Bramantio.

"Siapa yang membunuh Guntur ? Apa maksudnya meletakkan mayatnya di hotelku? Ujar Bramantio.

"Seperti disengaja, agar acara peresmian hotel berantakan." Bramantio kesal.

Masayu menggenggam tangan suaminya, berusaha memberinya ketenangan.

"Aku harus cari tau, siapa pembunuhnya, dan apa motifnya membunuh Guntur!" Ujar Bramantio geram.

"Apa pak Guntur selama ini ada musuh pah ?" Tanya Masayu pada Bramantio yang meliriknya lalu tersenyum getir.

"Ya pasti ada Ma, pebisnis seperti kami pasti banyak musuh yang menjadi lawan karena tidak senang dengan keberhasilan kami selama ini." Ujar Bramantio.

"Apa diantara lawan bisnis kalian yang membunuhnya ?" Ujar Masayu, Bramantio terdiam.

Dia melirik kembali wajah istrinya, berfikir sejenak. kemudian dia menarik nafasnya.

"Bisa jadi Ma, Papah juga belum yakin, tapi pasti papah segera tau siapa pelakunya." Ujar Bramantio menatap tajam menahan amarahnya.

"Jangan bertindak diluar batas pah, kalo tau siapa pelakunya, lebih baik serahkan ke polisi, biar polisi yang mengurusnya." Ujar Masayu pada suaminya.

Dia khawatir, suaminya bertindak gegabah dan main hukum rimba lagi seperti yang sudah sudah dia lakukan.

Masayu tahu sepak terjang suaminya itu, Bramantio tidak akan segan segan main kekerasan guna mendapatkan apa yang menjadi keinginan dan incarannya.

Dia tak perduli jika harus menyingkirkan orang orang yang menghalangi langkahnya dalam menjalankan bisnisnya.

Apalagi sahabat baiknya mati di bunuh, tentunya Bramantio tidak akan diam begitu saja, dia akan mengerahkan anak buahnya, untuk memburu pembunuh Guntur.

"Aku gak bisa hanya diam saja Ma, apa yang dilakukan pembunuh itu pada Guntur, aku harus membalasnya, bagaimanapun caranya !" Ujar Bramantio geram.

"Tapi pah..." Ujar Masayu dengan wajah khawatir menatap suaminya.

"Jangan ikut campur urusanku Ma. Aku lebih tau bagaimana menyelesaikan masalah ini !" Ujar Bramantio memotong pembicaraan istrinya.

Wajahnya terlihat marah, dia tak senang istrinya meminta dia untuk melibatkan kepolisian.

"Tinggalkan papah sendiri Ma.Tolong." Ujar Bramantio memejamkan matanya dan merebahkan kepalanya pada senderan sofa.

Masayu menghela nafas, dia berdiri, lalu melangkah pergi meninggalkan Bramantio sendiri di ruangan itu.

   Siang itu, terlihat Maya berdiri didepan kasir sebuah Mini Market, dia membayar belanjaan.

Setelah membayar, kasir memberikan tas plastik berisi belanjaan pada Maya yang lantas segera berbalik keluar dari dalam Mini Market.

Di depan pintu keluar, dia berpapasan dengan Gavlin yang hendak masuk ke dalam Mini Market, mereka bertabrakan.

Maya kesal, saat dia melihat Gavlin berdiri dihadapannya, dia tak jadi marah karena ternyata Gavlin yang menabraknya. Gavlin tersenyum melihat Maya.

"Ketemu lagi kita." Ujar Gavlin tersenyum pada Maya yang cuek membuka pintu lalu keluar dari dalam Mini Market.

Gavlin lalu berbalik dan dia melihat ke arah Maya yang sedang berjalan keluar.

"Hei Jelek ! Gimana mobilmu ?" Tanya Gavlin teriak.

Mendengar perkataan Gavlin, langkah Maya terhenti, raut wajahnya berubah menjadi marah.

Dia kesal karena Gavlin mengatai dia "Jelek", Maya segera berbalik menghadap pada Gavlin yang berjalan keluar dari mini market mendekati Maya.

"Apa kamu bilang ? coba bilang sekali lagi, aku pengen denger." Ujar Maya dengan wajah menahan marah.

Dia menatap tajam Gavlin yang tersenyum berdiri dihadapannya dengan sikap tenang.

"Aku bilaaangg, ka...muu... Jelek !" Ujar Gavlin secara perlahan seperti mengeja mengucapkan kalimat pada Maya.

Maya langsung melotot matanya menatap wajah ganteng Gavlin yang tersenyum menahan tawa.

Gavlin melihat ekspresi wajah Maya yang marah, dia menahan tawa, karena melihat wajah Maya lucu saat marah.

"Kamu kira kamu keren, jadi seenaknya bilang aku jelek ?" Ucap Maya dengan sikap menantang Gavlin.

"Kata orang sih gitu, udah delapan ribu delapan ratus delapan puluh delapan orang yang bilang aku keren." Ujar Gavlin.

Dengan sikap tenang dan tersenyum Gavlin menatap wajah Maya yang terlihat mencibir.

"Diiih, kepedean." Ujar Maya lalu berbalik hendak meninggalkan Gavlin.

"Eeh, mobil kamu gimana ?" Tanya Gavlin lagi.

"Udah ku meseumkan di garasi kantor !" Ujar Maya menjawab pertanyaan Gavlin dengan sikap cuek tak berbalik melihat Gavlin.

Dia terus jalan terburu buru pergi meninggalkan Gavlin yang tertawa melihat sikap Maya itu.

Setelah sedikit jauh Maya dari pandangannya, Gavlin pun melangkah mengikuti ke arah Maya pergi.

Maya yang menyusuri trotoar jalanan, melewati ruko ruko dengan menenteng tas plastik belanjaannya, tidak menyadari jika Gavlin mengikutinya dari belakang.

Gavlin berjalan dibelakang dengan menjaga jarak, agar Maya tidak tahu kalau dia mengikutinya.

Gavlin ingin tahu dimana rumah Maya, karena dia sering melihat Maya datang belanja ke Mini Market tempat yang dia juga biasa belanja untuk keperluan dirinya.

Maya berhenti di pinggir jalan raya, menunggu mobil mobil yang banyak melintas dijalanan.

Maya melirik lampu lalu lintas yang masih belum berubah dari hijau ke merah.

Gavlin yang posisinya sudah dekat dengan Maya bersembunyi di balik gardu listrik yang ada di pinggir jalan itu.

Gavlin terus mengarahkan pandangannya pada Maya yang terlihat berdiri menunggu dengan sikap cueknya.

Saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah, Maya cepat melangkah dijalur penyebrangan.

Gavlin mengikutinya, namun wajah Gavlin berubah kaget, dia melihat dari arah lain sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi.

Mobil itu melaju ke arah Maya yang berjalan di garis jalur penyebrangan khusus orang.

Melihat hal itu, reflek dan dengan cepat Gavlin berlari mengejar Maya.

Gavlin segera menangkap dan memeluk tubuh Maya erat, membawa Maya untuk menghindar dari mobil yang melaju kencang.

Mobil dengan kecepatan tinggi melintas melewati Gavlin dan Maya yang terjatuh di aspal jalanan.

Maya dapat diselamatkan Gavlin, sedikit saja Gavlin terlambat menolongnya, nyawa Maya akan melayang dilindas mobil.

Di atas aspal jalanan, terlihat tubuh Gavlin berada di bawah, dan posisi tubuh Maya berada diatas tubuh Gavlin.

Maya menatap wajah Gavlin, dia diam sejenak, wajah mereka yang begitu dekat membuat Maya terdiam.

Jantungnya berdegup cepat, Gavlin menatap wajah Maya dengan tatapan yang membuat hati Maya luluh saat itu, Gavlin tersenyum menatapnya.

"Hampir saja kamu ditabrak." Ujar Gavlin tersenyum.

Maya tersadar dari lamunannya, dia lalu cepat bangun dan berdiri, melepaskan dirinya yang menindih tubuh Gavlin.

Mobil mobil yang berhenti mendadak karena kejadian itu, lalu melaju meninggalkan Gavlin dan Maya.

Gavlin dan Maya cepat berdiri, mereka berdua berjalan ke pinggir jalan, berdiri diatas trotoar.

"Ada yang terluka ?" Tanya Gavlin menatap Maya, ada rasa khawatir pada kondisi Maya.

"Gak apa apa kok, cuma dikit syock aja, kaget." Ujar Maya membersihkan bajunya yang kotor.

"Terima kasih ya udah nolong aku." Ujar Maya tersenyum ramah menatap Gavlin yang hanya mengangguk santai.

Mata Maya tertuju pada siku lengan kiri Gavlin, wajahnya kaget melihat siku Gavlin terluka dan berdarah.

"Kamu terluka. Maaf ya." Ujar Maya merasa bersalah pada Gavlin.

"Gak apa, santai aja, nanti juga sembuh." Ujar Gavlin dengan sikap tenang dan senyumannya.

"Iya, biar gimana juga harus di obati, biar gak infeksi." Ujar Maya.

"Ikut aku." Ajak Maya pada Gavlin yang berdiri diam , dia bingung menatap wajah Maya.

"Ayo, malah bengong kayak kucing lapar gitu." Ujar Maya menatap wajah Gavlin yang bingung.

"Kemana ?" Tanya Gavlin.

"Kerumahku, aku akan mengobatimu, di rumah aku ada obat obat luka." Ujar Maya pada Gavlin.

Maya melangkah, dia berjalan sementara Gavlin masih berdiri diam ditempatnya.

Melihat Gavlin masih diam, Maya mendekatinya lalu menarik tangan Gavlin.

Mau tak mau karena Maya menarik paksa dirinya, dia pun mengikuti Maya. Mereka berjalan menuju rumah Maya.

   Sesampainya di rumah Maya, Maya menyuruh Gavlin masuk, dengan ragu ragu dia masuk ke dalam rumah kelas menengah itu.

Didalam rumah, Gavlin berdiri terpaku menatap seluruh ruangan, dia sedikit grogi, merasa canggung, karena sebelumnya tidak pernah datang kerumah seorang gadis. 

"Heei, hobimu bengong ya ." Ujar Maya tertawa melihat Gavlin yang berdiri tercenung , Gavlin tersadar.

"Eeh, maaf, aku gak pernah main kerumah cewek." Ujar Gavlin.

"Ealaah, cuek aja lagi. Kayak apaan aja. Duduk deh, tunggu ya, aku ambil obat obatan dulu." Ujar Maya cuek.

Gavlin mengangguk kikuk, dia lalu duduk di sebuah sofa yang ada diruang tamu rumah Maya itu.

Sementara Maya masuk kedalam ruangan lain meninggalkan Gavlin duduk sendirian masih menatap seluruh ruangan rumah itu.

Tak berapa lama kemudian, Maya datang sudah berganti pakaian rumah dengan membawa kaleng bekas biskuit, didalamnya ada bermacam macam obat obatan.

"Sorri kelamaan, aku mandi dulu." Ujar Maya lalu duduk disamping Gavlin.

Dia lalu mengambil obat tetes luka khusus mencegah infeksi, lalu meneteskan botol obat luka pada lengan Gavlin yang terluka.

Gavlin diam tak bereaksi saat obat diteteskan ke lukanya. Maya lalu mengambil perban, dia membalut luka Gavlin.

Gavlin hanya diam menatap wajah Maya yang terlihat serius mengobatinya.

"Beres deeh." Ujar Maya selesai mengobati luka Gavlin, Gavlin melihat perban yang menutupi lukanya, dia tersenyum.

"Makasih ya." Ujar Gavlin menatap wajah Maya yang mengangguk tersenyum.

Maya merapikan obat obatan, memasukkan kembali kedalam kaleng yang ada diatas meja ruang tamu, menutup kaleng tersebut.

"Kita belum kenalan, boleh tau nama kamu ?" Tanya Maya menatap wajah Gavlin.

"Aku Gavlin Hernandes, panggil aja Gavlin." Ujar Gavlin.

"Wooow, turunan bule ya ?" Ujar Maya tertawa, Gavlin tertawa kecil.

"Nggak kok, aku asli Indonesia, gak ada darah bule. Cuma gak tau aja, aku dikasih nama sama orang tua angkatku itu." Ujar Gavlin.

"Dulu aku tinggal di amsterdam, di adopsi."

Ujar Gavlin memberi penjelasan pada Maya yang kaget mendengar bahwa Gavlin di adopsi.

"Oh gitu, maaf ya, aku gak tau." Ujar Maya.

"Gak masalah, nyantai aja. aku baru setahun balik ke sini, orang tua angkatku tetap dinegaranya." Ujar Gavlin.

"Itu sebabnya kamu kerja jadi supir pribadi pak Bramantio dan keluarganya ?" Ujar Maya.

"Kok kamu tau ?" Tanya Gavlin, dia heran Maya bisa tahu pekerjaannya.

"Ya taulah, aku kan pernah liat kamu ngantar pak Bramantio ke kantornya, waktu di acara peresmian hotelnya juga." Ujar Maya tersenyum pada Gavlin.

"Oh, pantesan tau." Ujar Gavlin tertawa.

"Kamu belum kasih tau nama kamu?" Ujar Gavlin pada Maya.

"Aku Maya Anggreini, panggil aja Maya. sama seperti kamu, aku juga di adopsi sama papahku sekarang, pak Bastian namanya." Ujar Maya.

"Tapi Ayahku itu lebih dikenal dengan julukan Gatot, Gatot kaca." Ujar Maya tersenyum menatap wajah Gavlin.

"Sama dong kita berarti." Ujar Gavlin, Maya mengangguk.

Mereka tertawa, terlihat suasana ceria diantara mereka, kedekatan mulai terjalin antara Gavlin dan Maya.

Gavlin menatap dalam wajah cantik nan ayu Maya, saat dia di dekat Maya dan menatapnya, ada rasa yang begitu beda dirasakannya.

Dia begitu merasa nyaman dan mendapatkan ketenangan saat bersama Maya.

Gavlin tidak mengerti kenapa dirinya bisa merasakan hal seperti itu.

   Di tempat lain, di sebuah perkampungan, suasana malam yang hening dan dingin membuat situasi terlihat mencekam.

Sekelebat bayangan melesat terbang, melompat lalu berdiri di balik sebuah pohon besar.

Sosok bayangan itu menutupi seluruh tubuhnya hingga tidak ada yang tahu siapa dirinya.

Sorot matanya tajam menatap kerumah rumah warga, ada amarah tampak jelas dari sorot matanya itu.

Dia seperti menunggu saat waktu yang tepat untuk menjalankan aksinya.

Lolongan suara anjing terdengar keras, menambah suasana semakin mencekam.

Sosok bayangan itu lalu pergi dari tempatnya bersembunyi, Suasana perkampungan kembali sepi sunyi.

Setengah jam berlalu, sosok bayangan misterius berlari ke arah sebuah rumah warga.

Dengan cepat menerobos masuk kedalam rumah, di dalam rumah dengan gerak cepat dia menggorok leher Joko, warga yang saat itu sedang tertidur dikamarnya.

Joko sendirian didalam rumah itu, setelah Joko mati, sosok bayangan orang misterius menggotong mayat Joko, membawanya keluar, pergi meninggalkan rumah itu.

   Hari telah berganti pagi, saat itu sang matahari baru saja muncul menunjukkan keindahan cahayanya, menerangi perkampungan dengan sinarnya.

Tiba tiba terdengar suara teriakan histeris dari salah seorang warga yang sedang berjalan di jalanan perkampungan itu hendak ke ladangnya.

Dia berdiri ditempatnya, tubuhnya kaku dan gemetar, matanya melotot kearah atas pohon pohon besar yang ada diperkampungan itu.

Para warga warga yang mendengar teriakan Kusno, warga yang teriak itu segera keluar dari dalam rumah masing masing, berlari ke arah suara Kusno teriak histeris.

Warga warga segera berdatangan karena pagi pagi buta merasa terganggu dengan teriakan Kusno itu. 

"Ada apa sih, pagi pagi teriak teriak gak jelas !" Ujar seorang warga yang kesal dan menggerutu.

Warga warga berkumpul di dekat Kusno yang berdiri dengan tubuh gemetar ketakutan.

"Ada apa sih pak Kusno? ngagetin aja !" Ujar seorang warga.

"Iya nih, pagi buta udah bikin geger." Ujar warga lainnya pada Kusno yang lantas menggerakkan tangannya, mengangkat dan jari telunjuknya mengarah ke atas pohon.

"Kamu kenapa No ?" Tanya warga tiga, seorang pria yang lebih tua dari Kusno bertanya dan menepuk bahu Kusno .

"Ii...iiituu...liaat..." Ujar Kusno menunjuk ke atas pohon dengan wajah yang ketakutan.

Warga warga melihat kearah pohon yang ditunjuk Kusno, sontak dan serentak warga warga kaget.

Warga warga pada teriak histeris saat melihat apa yang ada di atas pohon yang ditunjuk Kusno.

"Ada mayaaaat, tolllooongggg, mayaaaaaat !! Pembunuhan, tolooonnng !!" Teriak warga satu ketakutan.

Mereka semua yang ada ditempat itu berdiri terpaku ditempatnya masing masing, wajah mereka kaget dan ada yang menunjukkan ketakutan.

Para warga dan Kusno melihat diatas pohon ada mayat Joko, warga tetangga mereka tergantung di salah satu pohon besar.

Selain mayat Joko, di atas dua pohon besar yang ada di dekat pohon tempat mayat Joko tergantung ada mayat lain.

Kusno dan para warga warga melihat dua mayat warga mereka tergantung dengan kondisi yang sama seperti Joko, sudah mati.

Seketika, Kusno yang menemukan ketiga mayat itu tergantung di atas pohon terkulai duduk ditanah.

Kakinya lemas, dia tak sanggup lagi berdiri, Seketika saja, kampung mereka menjadi geger.

Digemparkan dengan adanya tiga mayat yang tergantung diatas pohon.

Mereka tak menyangka, kampung yang selama ini terasa nyaman, terjadi pembunuhan.

Dan mereka tak pernah menyangka jika Joko, Amir, Mudin , ketiga mayat yang tergantung , mati dibunuh.

Para warga bertanya tanya, kenapa mereka dibunuh, siapa yang sudah tega membunuh ketiga orang tersebut ? 

Dari sorot mata para warga itu terlihat ada rasa saling curiga diantara mereka masing masing.

Mereka ingin mencari tahu siapa yang sudah membunuh ketiga orang itu dengan sadis.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!