NovelToon NovelToon

Sweet Scandal

PERKENALAN

Hai readers☺️ Apa kabar✋

Semoga semua tetap dalam lindungan-Nya.

Ini adalah karya ketiga Author Kawe di Noveltoon. Mohon dukungannya agar Author Kawe ini bisa menyelesaikan novel ini.

Sebelum lanjut membaca, ada baiknya kita lihat dulu siapa saja yang akan mengisi peran di Novel recehan ini 🤭

Perkenalkan si cantik ...

...Irene Kinara...

Cantik, muda, pekerja keras, baik hati, penyayang. Hidup di panti asuhan sejak kecil. Selama ini ia berpikir, ia adalah seorang anak yatim piatu. Namun siapa sangka, pernikahan penuh kepalsuan yang dijalaninya justru membawanya pada sebuah fakta baru tentang jati dirinya yang sebenarnya.

...Axelle Allardo...

Aktor papan atas. Pria dingin, cuek, tidak mudah jatuh cinta. Punya seorang kekasih yang sering di tutup-tutupi dari media demi karir. Pertemuannya tanpa sengaja dengan Irene justru menghadirkan kesalahpahaman hingga menjadi sebuah skandal yang mengancam karirnya. Demi menutupi skandal dan demi menyelamatkan karir yang berada diambang kehancuran, mau tidak mau sebuah sandiwara pernikahan pun dilakukan.

...Zaky Hanniel...

Baik hati, suka menolong, namun tegas jika menyangkut urusan pekerjaan. Ia manajer Axelle. yang usianya hanya terpaut empat tahun dari Axelle.

...Olivia Rajendra...

Pemilik Olive Galery. Desainer terkenal. Satu-satunya penerus keluarga Rajendra. Kehilangan seorang putri saat usia putrinya baru menginjak 3 bulan.

...Clarissa Margareta...

Cantik, muda, model terkenal, ambisius. Mengabaikan hubungan demi karir, demi mimpi menjadi seorang super model. Namun akhirnya menyesal karena sang kekasih akhirnya telah berpaling.

Ch. 1

Riuh terdengar suara anak-anak saling bersahutan. Pagi itu, meja makan bak pasar dengan pedagang dan pembeli yang saling tawar-menawar. Ada yang memukul-mukul meja, ada yang saling mengejek, bahkan ada yang hendak naik ke atas meja. Benar-benar ramai, gaduh, padahal hanya ada sepuluh anak kecil saja. Tapi ramainya sudah mengalahkan pasar.

Pemandangan seperti itu sebenarnya sudah tidak asing lagi di panti asuhan Kasih Bunda. Dan pengelola panti pun sudah terbiasa dengan tingkah mereka. Karena memang yang mengelola panti itu hanya Bu Norma seorang. Dengan dibantu seorang gadis cantik, yang sebenarnya pun adalah penghuni panti.

"Tenang semuanya ... Sarapannya sudah datang. Ayo, duduk yang rapi. Kalau tidak, Kak Irene tidak akan memberi kalian sarapan." Ujar seorang gadis dengan nampan besar yang berisi sarapan untuk anak-anak panti.

"Ayo dong Kak, kami sudah sangat lapar." Seru seorang anak diantara mereka dengan wajah memelas.

"Ayo Kak. Lapar nih." Imbuh seorang anak lagi.

"Baiklah. Tapi, duduk yang manis dan jangan ribut." Titah Irene.

Anak-anak itu pun menuruti perkataan Irene. Duduk manis di tempatnya masing-masing, menunggu sarapan disajikan.

Dengan senang hati, Irene pun mulai menyajikan sarapan mereka, nasi goreng dan telur ceplok. Menu sarapan ala kadarnya, sederhana, namun mengenyangkan.

Setelah menyajikan sarapan anak-anak panti, Irene sendiri kini tengah bersiap-siap berangkat untuk mengais rejeki, untuk biaya hidupnya sehari-hari dan untuk membantu keuangan panti. Meski hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Namun Irene tak pernah mengeluh akan kesulitan hidup yang ia jalani. Masih di beri kesehatan dan rejeki yang cukup saja, Irene sudah sangat bersyukur.

"Besok, biar Ibu saja yang menyiapkan sarapan anak-anak. Kasihan kamu jadi sering telat berangkat kerja." Ucap Bu Norma, pengelola panti.

Irene sudah hidup di panti asuhan itu selama 22 tahun. Dan Bu Norma yang telah merawatnya sejak kecil. Hingga Irene pun terbiasa memanggilnya dengan sebutan Ibu. Karena bagi Irene, Bu Norma adalah ibunya.

"Tidak apa-apa Bu. Aku sudah terbiasa kok dengan pekerjaan seperti ini. Lagipula, Ibu sudah cukup repot mengurus anak-anak. Jadi, kalau hanya untuk menyiapkan sarapan, aku bisa." Ucap Irene sembari menguncir rambut panjangnya. Kemudian menyemprotkan sedikit parfum di pergelangan tangan dan ceruk lehernya.

"Iya, Ren. Tapi kamu juga harus memperhatikan kondisi kesehatan kamu. Ibu hanya tidak mau saja kamu sampai sakit karena kelelahan." Seraya berjalan mengikuti langkah Irene keluar dari kamarnya.

"Doakan saja semoga aku tetap dalam keadaan sehat walafiat. Agar aku bisa membantu Ibu memenuhi kebutuhan panti. Uang yang kita dapat dari sumbangan warga, dari donatur, itu tidak cukup untuk kebutuhan anak-anak. Meski hanya sedikit, aku ingin membantu Ibu memenuhi kebutuhan panti. Kasihan anak-anak, Bu." Irene tetap kekeh. Ia merasa sanggup melakukan apapun demi untuk membantu Bu Norma membiayai kebutuhan anak-anak panti.

Belum lagi, akhir-akhir ini, pemilik tanah meminta mereka untuk segera pindah. Karena kabarnya, pemilik tanah dimana panti asuhan Kasih Bunda berdiri, akan menjual tanahnya. Dan kabarnya, di tanah itu akan dibangun sebuah hotel berbintang. Tentu saja hal itu membuat mereka cemas. Pasalnya mereka tidak tahu harus pindah kemana. Dan lagipula, mereka tidak punya cukup uang untuk menyewa tempat baru.

Dan jika mereka masih ingin tinggal di tempat itu, mereka harus membayar dengan harga dua kali lipat dari harga yang ditawarkan oleh calon pembeli tanah.

Irene tidak menginginkan hal itu terjadi. Untuk itu ia rela bekerja keras, banting tulang siang dan malam, demi mengumpulkan pundi-pundi uang untuk menyambung hidup.

"Aku berangkat dulu, Bu." Pamit Irene kemudian berjalan keluar rumah. Berdiri sejenak di depan pagar, menunggu tumpangan.

Tak berapa lama, tumpangan datang. Irene pun bergegas naik angkutan kota menuju tempat kerjanya.

.

.

Super Clean Laundry, tempat kerja Irene. Buka dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 22.00, malam hari. Dan Irene adalah satu-satunya karyawan yang bekerja sepanjang hari, dari empat orang karyawan Laundry tersebut.

Seperti kemarin, hari ini Irene telat sepuluh menit. Dan tentu saja hal itu mengundang omelan pedas dari Marta, pemilik Laundry.

"Sekali lagi kamu telat, bukan hanya gaji kamu saja yang saya potong, tapi kamu akan saya pecat." Omel Marta. Pemilik Laundry yang tak kenal ampun.

Bukan Irene berhati baja, tapi hanya ini satu-satunya pekerjaan yang bisa ia dapatkan setelah susah payah mencari kesana-kemari.

"Maaf, Bu." Ucap Irene singkat dengan wajah tertunduk.

"Jangan panggil saya 'Bu'. Saya belum setua itu. Panggil saja Mami." Protes Marta. Yang memang belum setua ibu-ibu komplek. Bisa dibilang, tante-tante lah. Tante yang sangat mengidolakan seorang aktor yang tengah naik daun saat ini. Seorang aktor tampan yang digilai banyak wanita. Siapa namanya, Irene tidak tahu. Dan tidak mau tahu. Karena baginya yang terpenting adalah hidupnya dan anak-anak panti.

"Iya, Mami."

"Ya sudah, sana, cucian banyak. Siang nanti kamu antar pakaian ke Olive Galery. Ingat, jangan sampai pakaiannya rusak. Karena itu adalah pakaian milik desainer terkenal."

"Baik, Mami." Patuh Irene yang kini mengangkat wajahnya, menatap Marta.

"Kerjakan tugas kalian dengan baik. Jangan ada yang mengganggu." Kemudian melenggang masuk ke ruangannya sembari bergumam, "dramanya Axelle sebentar lagi tayang. Aku tidak ingin melewatkannya. Axelle ku ... I am coming ..."

Irene pun menghembuskan napas panjang. Lega rasanya jika si Maleficent itu kembali mengurung diri di ruangannya. Setidaknya Irene tidak akan melihat tampang bengisnya untuk sejenak. Astaga, seseram itukah Marta?

"Lega ya Ren? Rasanya disini tuh, adem." Ucap Tari sambil mengelus-elus dadanya. Tari adalah salah satu rekan kerja Irene.

"Bukan cuma disitu, tapi disini juga, plong." Balas Irene sambil mengorek kupingnya.

"Baru punya Laundry saja, galaknya minta ampun."

"Wajarlah Tar. Kan dia bos nya. Jelas dia tidak ingin rugi."

"Ya sudah, ayo kita mulai pekerjaanya. Eh, siang nanti mau aku temani ke Olive Galery?" Tawar Tari. Sembari keduanya melenggang ke ruang mesin cuci.

"Boleh. Asal kamu tidak keberatan aja."

"Dengan senang hati, Ren. Siapa tahu, di sana aku bisa ketemu Axelle." Wajah Tari tampak sumringah saat menyebutkan nama Axelle.

"Siapa itu? Kamu sama saja dengan Mami Marta. Setiap hari, Axelle terus yang disebut."

"Kamu ini kolot atau gimana sih, Ren? Masa Axelle saja kamu tidak tahu. Itu loh, Ren ... Axelle, artis ngetop itu."

"Tidak kenal. Sering sih dengar namanya, tapi mukanya belum pernah lihat."

"Ya ampun Ren ... Ini nih Axelle ..." Sembari mengambil ponselnya. Kemudian mulai mencari foto Axelle dari beranda akun sosial medianya.

"Nih, Ren, Axelle. Kamu lihat baik-baik. Super cool orangnya. Sangat tampan Ren."

Namun Irene tak menghiraukan Tari. Ia lebih memilih mulai menyibukkan diri dengan cucian yang menumpuk, ketimbang sekedar melirik foto Axelle.

"Mulai kerja Tari. Kalau Mami ngomel lagi gimana? Mau kamu dipecat?" Seru Irene.

"Payah kamu ah Ren. Masa Axelle saja kamu tidak kenal. Lihat nih fotonya. Ganteng kan?" Sungut Tari sambil mengangkat ponselnya untuk memperlihatkan foto Axelle pada Irene.

"Mau seganteng apapun dia, percuma. Dia tidak akan pernah bisa jadi milik kalian. Lagipula, mana mungkin artis top begitu bisa jatuh cinta dengan gadis dari kalangan rendah seperti kita."

"Apa salahnya jadi penggemar. Hanya mengagumi saja, memangnya tidak boleh?"

"Terserah kamu. Tapi kalau aku, rugi rasanya mengagumi orang seperti itu."

"Kamu belum kenal Axelle sih, makanya kamu bisa ngomong seperti itu. Orangnya baik kok. Aku sudah pernah datang ke acara jumpa fansnya. Dia itu orangnya ramah." Bela Tari tak mau Irene meremehkan idolanya.

"Pencitraan mungkin Tar. Lagian, mana mau mereka dikenal buruk oleh penggemarnya."

"Terserah kamu deh, Ren." Dengan wajah cemberut Tari melenggang menghampiri Irene yang mulai sibuk dengan pekerjaannya. Tari cukup mengulas senyumnya melihat tingkah rekan kerjanya itu.

.

.

Dengan skuter matik berwarna pink, di bawah terik mentari yang terasa begitu menyengat, Irene dan Tari melaju dengan kecepatan rata-rata menunju tempat tujuan mereka, Olive Galery. Yang katanya, pemilik galery itu adalah seorang desainer terkenal. Siapapun pasti pernah mendengar nama Olivia Rajendra. Desainer kondang yang rancangannya banyak diminati kalangan papan atas, termasuk artis-artis terkenal. Salah satunya, kata Tari, adalah Axelle. Entah siapa pula Axelle itu, Irene tidak mau tahu.

Tiba di depan Olive Galery. Irene memarkirkan skuter matiknya. Di boncengan, Tari turun dengan hati-hati. Sebab di tangannya, menggantung gaun seorang desainer ternama. Seperti pesan Marta, jangan sampai gaun itu rusak, kotor, atau apapun semacamnya yang bisa merusak gaun mahal itu.

"Sini Tar. Biar aku saja yang bawa." Pinta Irene sembari mengulurkan tangannya hendak meraih gaun itu dari tangan Tari.

"Hati-hati, Ren. Bisa dipecat kita kalau gaun itu sampai rusak." Ujar Tari begitu gaunnya telah berpindah tangan.

"Iya, tenang saja. Ini sudah sangat hati-hati malah."

Bersama, mereka mulai melangkah masuk. Memang benar, galery itu adalah milik seorang desainer terkenal. Gaun-gaun yang terpajang di galery itu saja tampak mewah dengan harga yang fantastis.

Irene dan Tari bahkan harus berdecak kagum beberapa kali melihat isi galery itu. Ditengah kekagumannya akan galery itu. Tiba-tiba saja ...

Bugh

"Aw!" Pekik Irene. Bersamaan dengan itu, gaun ditangannya terlepas. Terjun bebas menyentuh lantai.

"Maaf, maaf. Saya tidak sengaja." Ucap Irene sembari mulai membungkuk, hendak memungut gaun itu.

Sreeet

Bunyi sobekan terdengar kala Irene mengambil gaun itu.

"Oh my god. Mati aku." Pekik Irene sekali lagi saat mendapati gaun itu robek di bagian bawahnya.

"Ya ampun, Ren ... Tamatlah riwayat kita. Kita pasti akan dipecat Ren." Cemas Tari dengan wajah ketakutan. Namun wajah cemas Tari berubah seketika, saat pandangan matanya tertuju pada sesosok yang berdiri di depan mereka saat ini.

"A_A_A ..." Tari tergagap, dengan mata membelalak sempurna.

Berbeda dengan Irene. Ia justru kesal, karena sosok yang berdiri di depan mereka saat ini lah yang membuat gaun itu sobek. Orang itu menginjak ujung gaun, hingga saat Irene mengangkat gaun itu, terdengar bunyi sobekan disaat yang bersamaan.

"Lain kali perhatikan jalanmu baik-baik." Ucap sosok itu dengan santainya.

Irene pun mengalihkan pandangannya, menatap kesal sosok pria tinggi, tegap, berkulit putih, yang berdiri di hadapannya saat ini. Pria itu memakai kacamata hitam. Jadi, seperti apa cara pria itu menatapnya, Irene tidak tahu.

"Axelle ..." Pekik Tari tiba-tiba dengan suara tertahan.

TBC

Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya 👍

Agar Otor Kawe ini makin semangat update☺️

Ch. 2

"Axelle ..." Pekik Tari dengan suara tertahan. Namun terdengar oleh indera pendengaran Irene.

Pria berkacamata hitam itu, yang Tari sebut dengan nama Axelle, melepas kacamata hitam yang membingkai wajahnya.

Sepasang mata elangnya menatap Irene begitu dingin. Irene pun dengan berani membalas tatapannya dengan kesal.

Sementara Tari, mematung sempurna di tempatnya. Dengan sorot mata berbinar-binar dan senyum yang dibuat semanis mungkin.

"Axelle ..." Gumam Tari sekali lagi dengan tingkah malu-malu kucing.

"Kalau jalan, hati-hati. Perhatikan jalan baik-baik. Gunakan mata kepalamu, bukan mata kakimu." Ucap pria itu begitu santainya, seakan tengah mengolok Irene.

"Aku minta ganti rugi." Ucap Irene tiba-tiba. Membuat pria itu terkejut mendengarnya.

"Ganti rugi? Untuk apa?"

"Kamu sudah merusak gaun ini." Sembari mengangkat gaun itu tinggi-tinggi.

"Bagian mana yang rusak?"

"Lihat." Irene menunjukkan ujung gaun yang sobek pada pria itu.

Pria itu, yang Tari sebut dengan nama Axelle, melirik sebentar bagian gaun yang sobek itu. Lalu kembali menatap Irene dingin.

"Mau minta ganti rugi berapa?" Tanya pria itu.

"Seharga dengan gaun ini. Dua puluh lima juta." Jawab Irene dengan berani.

"Hanya sobekan kecil seperti itu, tapi harga yang kamu minta terlalu tinggi. Aku tidak akan memberimu uang sebanyak itu."

"Tidak bisa. Kamu harus bayar ganti rugi."

"Kamu mau memerasku? Atau kamu mau menipuku?"

"Kamu sungguh tidak punya etika ya? Ngomong-ngomong, sepertinya aku pernah mendengar namamu. Kalau kejadian ini aku unggah ke sosmed lalu viral, aku yakin kamu pasti_"

"Bicara saja dengan manajerku. Aku tidak punya waktu melayanimu. Permisi." Pria itu melenggang dengan santainya meninggalkan Irene.

Irene tidak ingin kehilangan pria itu begitu saja. Enak saja, dia main pergi tanpa bertanggung jawab atas perbuatannya. Irene mana punya uang sebanyak itu untuk mengganti gaun yang rusak.

"Hei, tunggu." Seru Irene sembari mengikuti langkah pria itu. Begitu dekat, Irene menarik kemeja bagian belakang pria itu kuat. Hingga beberapa kancing kemeja bagian atas yang dikenakan pria itu pun terlepas satu persatu. Melayang bebas di udara. Dalam sekejap, dada bidang pria itu terekspose dengan bebasnya. Beruntung, siang itu galery sedang sepi. Jadi tidak banyak yang menyaksikan kejadian itu. Kecuali Irene dan Tari.

"Seenaknya main pergi begitu saja. Tanggung jawab dulu." Seru Irene dengan nada meninggi.

Pria itu pun memutar tubuhnya berhadapan dengan Irene. Tanpa malu-malu membiarkan dadanya terpampang begitu saja di depan mata Irene.

Sontak, Irene pun menutup matanya dengan sebelah tangannya. Sementara Tari yang berdiri di seberang, datang menghampiri dengan sorot mata yang semakin berbinar. Berkali-kali Tari menelan salivanya susah payah saat melihat pemandangan yang tak biasa tersaji cuma-cuma di depan matanya.

"Waaah ... Tubuhnya sangat atletis. So seksi. Aku suka." Gumam Tari tanpa malu-malu.

"Dasar pria mesum. Balikkan badanmu." Titah Irene dibalik telapak tangannya yang menutupi matanya.

"Kamu yang sudah membuatku seperti ini. Sekarang kamu yang ganti rugi. Kamu sudah merusak kemejaku." Ucap pria itu dengan nada mulai meninggi. Tampaknya pria itu pun mulai kesal dengan tingkah Irene.

"Enak saja. Salah sendiri mau kabur."

"Memangnya siapa yang kabur. Aku sudah bilang, bicara saja dengan manajerku. Apa kamu tuli?"

"Manajermu saja aku tidak kenal. Jangan coba-coba menipuku ya?"

"Hei, Nona. Apa kamu tidak mengenalku? Darimana asalmu? Seorang Axelle saja kamu tidak kenal?"

Tunggu dulu!

Pria itu bilang apa tadi?

Axelle?

Jadi Tari benar. Pria itu yang bernama Axelle. Artis terkenal yang wajahnya sering wara-wiri di layar kaca. Pemain drama seri, bintang iklan, dan masih banyak lagi. Axelle yang begitu digilai banyak wanita? Salah satu diantaranya adalah Tari dan Mami Marta?

Benarkah itu Axelle?

Axelle Allardo.

Namanya sering Irene dengar. Tapi wajahnya, baru kali ini Irene melihatnya secara langsung.

Oh came on Irene. Jaman sudah canggih begini. Masa artis sekelas Axelle saja kamu tidak mengenalnya.

"Siapa juga yang peduli dengan namamu. Aku sama sekali tidak mengenalmu. Sekarang katakan, mau ganti rugi atau tidak?" Desak Irene tanpa peduli seperti apa tampang Axelle saat ini.

"Dasar penipu kecil. Hei, kamu_"

"Axelle." Terdengar seseorang memanggil namanya. Hingga kalimat Axelle pun terhenti begitu saja.

Seorang pria dengan tampilan rapi, lumayan tampan, datang menghampiri. Pria itu pun dengan gerakan cepat melepas jas yang dikenakannya dan memberikannya pada Axelle.

Axelle pun menerimanya. Lalu memakai jas itu dan menutupi bagian tubuhnya yang terekspose.

"Kamu ke mobil saja. Hal ini biar aku yang urus." Ucap pria itu. Kemudian pandangannya mencari seseorang yang mungkin bisa membantunya.

"Boni." Panggil pria itu pada seorang seseorang yang baru saja muncul.

Pria yang dipanggil dengan sebutan Boni pun bergegas menghampiri.

"Ada apa Bos?" Tanya pria itu dengan gemulai. Eh, ralat, bukan pria rupanya. Melainkan setengah pria. Makhluk setengah jadi.

"Kamu bawa Axelle ke mobil." Titah pria itu.

"Baik, Bos." Patuh Boni kemudian bergegas mengikuti langkah panjang Axelle.

Pria itu kini beralih memandangi Irene yang masih menutup wajahnya.

"Ren, Axelle sudah pergi. Kamu sudah boleh membuka matamu." Bisik Tari di telinga Irene.

Irene pun menurunkan tangannya yang menutupi wajahnya. Namun terkejut disaat yang bersamaan kala pandangan matanya justru melihat sosok pria lain berdiri di hadapannya, menatapnya ramah. Sungguh berbeda dengan Axelle.

"Kamu siapa?" Tanya Irene.

"Kalau boleh tahu, kesalahan apa yang diperbuat Axelle. Biar aku yang bertanggung jawab. Aku manajernya."

"Dia sudah merusak gaun ini." Tari memperlihatkan gaun itu, "dan dia harus ganti rugi."

"Berapa harga yang harus aku bayar untuk kerusakan gaun itu."

"Dua puluh lima juta."

"Baiklah. Oh ya ..." Sembari mengambil dompet dari kantong celananya. Lalu mengambil sebuah kartu nama dari dompet itu.

"Ini kartu namaku. Ada alamat dan nomor teleponku tertera di kartu itu. Kamu boleh menghubungiku kapan saja." Imbuhnya sembari menyodorkan kartu nama itu pada Irene.

Dengan wajah kebingungan, Irene pun meraih kartu nama itu.

"Zaky Hanniel." Gumam Irene menyebut nama yang tertera di kartu nama itu.

"Ya, itu namaku. Aku akan membayar gaun itu. Tapi sekarang, sayang sekali aku tidak punya uang cash. Hubungi aku kapanpun kamu mau. Aku akan bertanggung jawab." Tambah pria itu lagi.

"Tapi_"

"Zaky ..." Terdengar suara lembut menyapa.

Serentak pandangan mereka pun beralih pada sosok wanita paruh baya yang masih nampak aura kecantikannya.

"Saya pikir kamu sudah pulang. Rupanya kamu masih di sini. Apa ada masalah?" Tanya wanita itu.

Zaky mengulas senyum tipisnya, "ada sedikit masalah Bu Olive. Tapi, sudah saya selesaikan."

Mendengar nama itu disebut, sontak Irene dan Tari ternganga. Lalu panik luar biasa. Alhasil mereka jadi salah tingkah. Entah bagaimana caranya menghadapi wanita itu. Gaun mahalnya tanpa sengaja rusak ditangan mereka. Sudah bisa dipastikan wanita itu pasti akan meminta ganti rugi. Dan tentu saja mereka akan dipecat dari pekerjaannya.

"Bukankah kalian ini dari laundry? Kalian datang mengantarkan gaun saya kan? Mana gaunnya?" Tanya wanita itu.

Dari seragam yang mereka kenakan saja sudah bisa dikenali mereka adalah karyawan Super Clean Laundry. Nama itu tertera jelas di seragam yang mereka kenakan.

"Be_begini Bu. Se_sebelumya sa_saya minta maaf." Ucap Irene tergagap.

Duh, gimana ini? Apa aku jujur saja?

Irene bergumam dalam hatinya. Ia benar-benar gugup. Bahkan ketakutan untuk mengatakan apa yang terjadi pada gaun mahal itu.

"Gaunnya sedikit bermasalah." Justru Zaky yang menjawab pertanyaan Bu Olive.

"Maksud kamu?"

"Gaunnya sobek. Kesalahan tanpa disengaja. Tapi Bu Olive tenang saja. Saya akan ganti rugi."

"Sobek?" Bu Olive sangat terkejut. Kemudian memandangi Irene dengan pandangan tak biasa.

Irene semakin ketakutan. Tangannya bahkan sampai gemetaran. Dan wajahnya pun mendadak mulai memucat. Ia sangat yakin, Bu Olive pasti akan mengomeli mereka. Dan jika wanita cantik itu menghubungi Mami Marta dan mengatakan kekecewaannya akan pelayanan laundry, sudah pasti Irene dan Tari akan dipecat tanpa ampun. Padahal, bagi Irene, pekerjaan ini adalah satu-satunya dan segalanya bagi Irene.

Namun, apa yang ditakutkan Irene justru sebaliknya. Bu Olive menatap Irene yang tengah menunduk dengan seksama. Entah kenapa, raut wajahnya yang semula mulai nampak tak ramah, mendadak berubah saat matanya menatap Irene. Tatapannya menghangat seketika. Terlebih disaat Irene berani mengangkat wajahnya dan memandangi wanita cantik itu.

"Ma_maafkan saya Bu. Sa_saya tidak sengaja merusak gaun itu." Irene masih tergagap.

"Siapa namamu?" Tanya Bu Olive tiba-tiba. Sembari menatap lekat Irene.

"Irene Kinara."

"Berapa usiamu?"

"22 tahun."

Tampak Bu Olive menghembuskan napas panjang saat Irene menyebutkan usianya. Raut kesedihan pun seolah mulai nampak di wajah cantik itu.

"Mana gaun saya." Bu Olive mengulurkan tangannya.

Dengan tangan gemetaran, Irene menyerahkan gaun yang masih terbungkus plastik itu ke tangan Bu Olive.

"Harusnya gaunnya diisi dalam kotak." Ucap Bu Olive. Membuat Irene kembali meminta maaf.

"Maafkan saya Bu. Saya akan ganti rugi. Tolong jangan beritahu hal ini pada Bos kami."

"Kali ini saya maafkan. Dan kalian tidak perlu ganti rugi."

"Apa?" Irene dan Tari benar-benar terkejut dibuatnya. Ekspresi mereka bahkan terlihat lucu saat ini. Mata melotot dan mulut menganga lebar.

Bu Olive mengulas senyum tipisnya.

"Kalian tidak perlu ganti rugi. Saya masih bisa memperbaiki gaun ini. Dan Zaky, kamu juga tidak perlu membayar ganti rugi."

Zaky pun tersenyum. Kemudian mengalihkan pandangannya pada Irene yang kini tampak bahagia sekaligus lega.

Sejenak Zaky tampak tertegun kala menatap Irene yang sedang tersenyum. Tapi kemudian buru-buru mengalihkan pandangannya saat Irene menatapnya.

"Terima kasih banyak Bu Olive. Kalau begitu saya permisi dulu." Pamit Zaky. Kemudian berlalu pergi meninggalkan tempat itu.

"Terima kasih banyak Bu. Anda sungguh baik hati. Saya tidak tahu dengan cara apa saya membalas kebaikan hati Ibu." Ucap Irene mengungkapkan rasa bahagianya.

"Tidak perlu berterima kasih. Sebenarnya, gaun ini adalah gaun lama. Saya memang berencana merubah gaun ini."

"Sekali lagi terima kasih banyak Bu. Kalau begitu, kami permisi dulu."

"Silahkan."

Irene dan Tari pun dengan tergesa-gesa meninggalkan tempat itu. Bu Olive memandangi punggung mereka yang semakin menjauh.

.

.

Di mobilnya yang masih terparkir di depan galery, Zaky menghempaskan tubuhnya di jok tengah, di sebelah Axelle yang duduk sambil bersidekap dada.

"Kenapa lama? Kamu tidak tahu kalau perutku ini dari tadi teriak-teriak meminta jatahnya?" Kesal Axelle sambil menatap tajam Zaky, manajernya.

"Maaf. Ini juga karena ulah kamu sendiri. Untungnya Bu Olive sangat baik. Jadi kita tidak perlu membayar ganti rugi kerusakan gaun itu."

"Gadis itu saja yang berniat menipu kita. Karena dia tahu aku ini siapa."

"Tapi aku rasa gadis itu tidak mengenalmu."

"Memangnya gadis itu dari planet mana? Di dunia ini, tidak ada satu wanita pun yang tidak kenal Axelle."

Zaky menarik sudut bibirnya, seakan mengejek Axelle, "aku rasa ada satu wanita yang tidak mengenalmu. Gadis itu." Zaky mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil.

Di seberang, tampak Irene dan Tari mulai menaiki skuter matik berwarna pink milik Mami Marta. Sejurus kemudian, skuter matik itu melintas di depan mobil mereka.

Axelle dan Zaky pun memandangi pengendara skuter matik itu hingga saat mereka semakin menjauh lalu hilang di tengah kepadatan kendaraan lainnya.

"Gadis aneh. Penipu kecil." Umpat Axelle kesal.

Namun Zaky, malah tersenyum melihat tingkah Axelle. Baru kali ini, seorang Axelle dibuat kesal oleh seorang gadis. Biasanya, gadis manapun yang melihat Axelle, pasti histeris. Lalu mendesak meminta tanda tangan bahkan meminta berfoto bersama. Tapi gadis itu sungguh berbeda. Kehadiran Axelle sama sekali tak berarti untuk gadis itu. Apa memang benar gadis itu tidak mengenal Axelle.

Oh came on. Bahkan satu negeri ini mengenal siapa Axelle. Tapi gadis itu?

"Besok ada konferensi pers. Persiapkan dirimu. Boni, ayo jalan." Titah Zaky.

Perlahan mobil itu pun mulai melaju meninggalkan pelataran parkir Olive Galery.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!