NovelToon NovelToon

Dikhianati Sang Suami

Bab 1 Mengajak menikah

Arumi Deswita seorang gadis muda cantik sederhana dengan paras hijabnya, penuh keceriaan, mempunyai fisik yang kuat dan juga cerdas. Dia baru lulus dari kuliahnya beberapa hari yang lalu. Dia tinggal bersama neneknya sedari kecil tanpa kedua orang tuanya.

 Kata neneknya kedua orang tuanya sudah meninggal sejak dia masih berumur tujuh bulan. Dengan kesederhanaan nenek Arumi yang bernama Suryati membesarkan Arumi sendirian dengan penuh perjuangan yang hanya mengandalkan hasil dari kue legendaris buatannya yang selalu dia kirimkan ke restoran yang mau berlangganan.

Nenek Suryati sangat menyayangi Arumi. Begitu pun Arumi yang juga sangat sayang sama neneknya. Arumi menganggap nenek Suryati sebagai ibu sekaligus ayahnya. Hari-hari Arumi ia lalui penuh kebahagiaan dan keceriaan.

Arumi sekarang sudah lulus kuliah, walau pun belum punya pekerjaan, nenek Suryati menyuruhnya untuk segera menikah. Arumi harus menikah dengan kekasihnya yang sudah dia kenal selama dua tahun ini.

Nenek Arumi sangat khawatir dengan anak muda jaman sekarang yang terjerat kebebasan dalam menjalin hubungan percintaan. Nenek Suryati takut terjadi sesuatu sama Arumi yang sedang menjalin hubungan dengan kekasihnya yang hampir dua tahun ini yang selalu dalam pengawasan nya. 

Nenek Suryati mendesak Arumi untuk meminta cepat-cepat di nikahi kekasihnya yang sudah mapan karena sudah punya pekerjaan. Jadi Arumi nggak usah sibuk cari kerja toh calon suaminya sudah punya pekerjaan.

Arumi menuruti perintah neneknya yang tak bisa ditolerir lagi. Meski Arumi kukuh ingin mencari pekerjaan dulu setelah kuliahnya selesai. Akhirnya dengan berat hati dia pun menyanggupi permintaan neneknya.

Arumi pun segera memberitahu kekasih yang sangat dicintainya dan tentu juga mencintainya. Namanya adalah Hendri Marlin.

Hendri Marlin seorang pemuda tampan yang usianya hanya terpaut dengan Arumi satu tahun. Hendri dulu Kakak kelas Arumi waktu SMA. Mereka sama-sama masih muda saat ini. Hendri sekarang sudah bekerja di perusahaan besar. Dia mempunyai posisi tinggi karena dia orang yang cerdas dan punya banyak ide cemerlang itulah membuatnya melonjak ke posisi lebih tinggi.

***

"Hallo sayang, kita ketemuan di tempat biasa," pesan suara dari Arumi saat di buka Hendri.

"Oke sayang, pasti kamu udah kangen sama aku kan," balas Hendri dengan pesan suara juga.

Hendri sibuk dengan pekerjaannya sekarang jadi jarang ketemu sama Arumi. Bahkan Hendri sering lembur karena banyak pekerjaan. Kebetulan sekarang hari sabtu dan besok hari libur kerja, jadi Hendri bisa bertemu dengan Arumi ditempat biasa.

Arumi sudah ada di restoran kecil tempat biasa yang dia kunjungi bersama Hendri. Dia sekarang tengah menunggu Hendri yang belum menunjukkan batang hidungnya. Arumi pun memesan minum dulu sembari menunggu kedatangannya Hendri.

Tepat minuman sudah disedot habis oleh Arumi karena sangat haus, Hendri datang. Dari jauh Hendri sudah berteriak memanggil nama Arumi, sembari berjalan mendekat ke arah Arumi.

"Sayang, aku datang." kedua tangan Hendri direntangkan berharap disambut pelukan oleh Arumi.

Arumi hanya memggelengkan kepala dengan senyum gemasnya. Ingin rasanya dia memeluk Hendri karena sangat kangen. Tapi itu tidak boleh dilakukan karena belum halal. Arumi selalu teringat dengan pesan nenek untuk tidak melebihi batas berpacaran.

"Aku tau kamu tidak akan memelukku, tapi aku berharap kita bisa berpelukan seperti pasangan yang lain," ucap Hendri yang sudah duduk berhadapan dengan Arumi.

"Kamu ingin kita bisa berpelukan? Bahkan lebih dari itu. Apa kamu mau?

"Ya mau dong," ucap Hendri girang.

"Ya udah kita nikah saja."

"Menikah!" Seru Hendri.

Hendri reflek berdiri dari duduknya seolah terkejut dengan ucapan Arumi, membuat senyum Arumi menciut. Mengira Hendri tidak setuju dengan ajakannya.

"Iya kita menikah saja," tegas Arumi lagi.

"Tentu saja sayang itu ide yang bagus, kita harus menikah," cetus Hendri.

Jawaban dari Hendri membuat hati Arumi lega bah tersiram dinginnya air hujan dikemarau yang panjang, terpancar dari senyum lebarnya hingga lesung di pipinya nampak menghiasi wajahnya menambah manis senyumnya.

 Itulah yang membuat Hendri menambatkan hatinya pada Arumi yang cantik dan manis, dan tentunya Arumi gadis yang baik smart, kuat, dan pantang menyerah.

"Kamu setuju dengan ucapanku?" Tanya Arumi memastikan.

"Iya, aku setuju banget. Benar kita harus menikah sayang, aku tidak sabar ingin memilikimu seutuhnya. Itu impianku," Hendri meyakinkan Arumi.

"Benarkah! Aku juga sangat mengidamkan itu."

Arumi merasa senang mendengar jawaban dari Hendri. Dia pun sontak berdiri dari duduknya meloncat-loncat kegirangan penuh kebahagiaan. Hendri pun sama ikut merasakan kebahagiaan kekasihnya yang saat ini ada dihadapannya. Ingin rasanya Hendri meluapkan kebahagiaannya dengan memeluk Arumi.

Terbayang dibenak Hendri dia memeluk tubuh Arumi dengan erat berlanjut kedua tangan saling bergandengan berjalan memutar. Bayangannya seperti difilm-film romantis.

"Aku seneng banget Hendri. Terima kasih kamu setuju kita akan menikah."

Ucapan Arumi membuyarkan lamunan Hendri. Hendri tersadar, kalau dia menikah bakalan bebas ngapain aja bersama Arumi tanpa menanggung dosa.

"Terima kasih sayang," ucap Arumi sembari berjalan mendekat ke arah Hendri dan semakin mendekat. 

Saking senengnya tiba-tiba tanpa sadar Arumi membenamkan tubuhnya ke pelukan Hendri. Sontak Hendri kedua netranya melebar, tak percaya dengan sikap Arumi. Tiba-tiba saja reflek memeluknya.

 "Apa uang di lakukan Arumi, apa dia menghalu seperti aku, kenapa dia sampai terbawa suasana halunya?" Tanya Hendri dalam hati.

Jantung Hendri pun jadi berdegup kencang baru kali ini mendapat pelukan dari seorang cewek. Apa lagi dari orang yang sangat di cintainya.

"Jedag, jedug."

Masih dalam ketidak sadaranya kedua tangan Arumi melingkar erat dipinggang Hendri. Hendri pun hendak membalasnya dengan melingkarkan kedua tangannya sama seperti yang dilakukan Arumi. Baru saja Hendri memulai pergerakannya.

Suara degup jantungnya yang sangat kencang, mampu menyadarkan Arumi. Arumi yang tadi matanya terpejam, sontak terbuka lebar dan menyadari dia berada dalam pelukan Hendri. Dia pun segera melepaskan tubuhnya.

"Astaghfirullahal adziim...," ucap Arumi.

"Maafkan aku Ndri, aku hilaf. Aku tidak sadar tengah memelukmu, aku terbawa suasana haluku. Aku sungguh munafik telah menjilat ludahku sendiri. Aku nggak sadar saking senengnya sampek memeluk kamu."

Benar juga tebakannya Hendri, Arumi sama berhalusinasi seperti dia. Hendri hanya tersenyum melihat kepanikan Arumi. 

"Pasti kamu seneng kan!" Terka Arumi.

"Ya aku seneng, kamu sudah membuat jantungku makin berdegup kencang. Aku tidak sabar ingin memilikimu seutuhnya. Ayo kita cepat menikah saja," ajak Hendri.

"Ayo. Siapa takut, Nenekku sudah memberi izin lo, supaya aku cepat menikah denganmu, dia juga sangat menyukaimu. Menurut dia kamu lelaki yang baik yang mencintaiku yang nanti akan menjadi imamku selama hidupku."

"Nenek kamu sudah merestui kita?" 

"Iya dia sudah merestui hubungan kita."

"Syukurlah kalau begitu, aku lega dan seneng banget."

"Sekarang ayo kita pergi ke rumahku, kita harus minta izin sama Ibuku juga," ajak Hendri lagi

Mereka berdua pun bergegas meninggalkan restoran. Berjalan gontai tanpa bergandengan tangan. Mereka sangat menjaga etikat berpacaran atas perintah nenek Suryati. Hendri akan mengajak Arumi ke rumahnya bertemu dengan orang tuanya untuk meminta restu padanya.

 Mereka berdua sudah bulat akan menikah muda dan menjadi pasangan yang bahagia. Kita lihat saja nanti apakah mereka menjadi yang bahagia dan langgeng.

Simak terus kelanjutannya....

jadikan favorit, kasih like dan votenya.

Bersambung....

Bab 2 Meminta restu

Hendri dan Arumi sudah sampai ditempat tujuannya yaitu rumah Hendri. Nampak mereka berdua turun dari taksi yang di kendarainya yang turun tepat di depan rumah Hendri, yang lokasinya di pinggiran jalan kota. Arumi memandang penuh ke seluruhan rumah Hendri.

 

Dari depan nampak cukup bagus walau pun bukan dari golongan rumah elite, sudah berpagar dan berada dipinggiran jalan kota sangat mudah dijangkau. Bagi Arumi rumah itu sudah sangat bagus dan mewah.

Tidak seperti tempat tinggal Arumi yang ada di gang sempit tak se lebar rumah Hendri tak berpagar, didalam rumah hanya terdapat dua ruangan. Satu ruang tidur, ada dapur dan kamar mandi jadi satu dalam ruangan itu.

 Itu pun bukan rumahnya sendiri melainkan rumah kontrakan yang setiap bulannya harus dibayar yang sudah bertahun-tahun ia tinggali bersama neneknya.

"Jadi rumah kamu di sini!! Wah..., rumah kamu sangat bagus Hendri," ucap Arumi terkagum-kagum dengan tatapan mengitari keseluruhan rumah Hendri.

Arumi baru tau rumah Hendri sekarang ini, dia belum pernah sekali pun diajak ke sini oleh Hendri. Arumi juga belum pernah bertemu ibunya Hendri sama sekali pun di tempat lain.

"Biasa aja lah, yang penting kan bisa buat berteduh dari panas dan hujan," ucap Hendri merendah.

"Aku jadi minder ni, rumahku tak sebanding dengan rumah kamu yang bagus ini," ucap Arumi merasa nggak enak dan nggak se level sama Hendri.

"Nggak usah minder, Aku dan keluargaku orang biasa aja bukan orang kaya. Mobil aja aku nggak punya, tu lihat nggak ada mobil yang parkir di halaman rumahku. Ya karena aku emang nggak punya mobil."

 "Sudahlah kamu nggak usah minder gitu, kita sama saja kok. Yang penting kan kita saling cinta. Dengan cinta bisa merubah yang terserak diantara kita," ucap Hendri.

"Kata-katamu bijak sekali Hen, kamu memang kekasihku yang baik hati, mau menerima aku apa adanya. Aku makin terkesan dan cinta sama kamu. Aku sangat bersyukur Tuhan mengirimkan orang seperti kamu. Aku makin sayang sama kamu."

"Ayo kita masuk ke dalam," ajak Hendri.

"Ayo."

Mereka berdua mulai masuk pintu pagar rumah Hendri. Dengan gontai mereka berdua melangkahkan kakinya. Dan kini sudah sampai didepan pintu rumah Hendri yang tertutup.

"Ayo kita masuk," ucap Hendri tangannya sudah memegang gagang pintu siap membuka pintu.

"Tunggu sebentar," ucap Arumi. Tangannya mencegah Hendri membuka pintu.

"Aku deg-degan ni mau ketemu sama ibu kamu. Kira-kira ibumu suka nggak sama aku," terka Arumi yang di benaknya terselip perasaan nggak enak.

"Sudahlah kamu nggak usah takut, dia pasti menyukaimu karena aku sudah memilihmu menjadi kekasihku dan siap menikah denganmu."

 "Benarkah?"

 "Iya, jangan khawatir."

Hendri meyakinkan Arumi, yang saat ini badannya gemeteran.

Pintu terbuka, mereka berdua pun masuk dengan mengucapkan salam. Kebetulan saat ini ibunya Hendri sedang di rumah duduk santai di ruang tamu bersama anak perempuannya yaitu adiknya Hendri yang bernama Salsa.

 

Ibunya Hendri bernama Mia seorang janda yang sudah di tinggal suaminya lima tahun yang lalu meninggalkan dunia ini.

"Waalaikum salam," jawab Salsa dan Ibunya Hendri, netranya mengarah ke arah Hendri dan Arumi  yang mendekat ke arahnya.

Ibu Hendri menatap tajam ke arah Arumi, seorang gadis yang baru dilihatnya dan saat ini datang ke rumahnya bersama putranya. Arumi takut dengan tatapan Ibunya Hendri, yang baru ia temui saat ini membuat Arumi menciutkan badannya sembari tertunduk.

 "Itu Ibunya Hendri? Kenapa mematapku seperti itu? Apa karena dia nggak suka padaku?" Hati Arumi bertanya-tanya.

 

"Hendri ini siapa?" Tanya Mia Ibunya Hendri.

"Ini Arumi Bu."

Arumi dibawa Hendri mendekat ke Ibunya. Arumi pun memperkenalkan diri sembari bersalaman mencium punggung tangan Mia.

"Siapa dia?" Tanya Mia lagi.

"Pasti pacarnya Kakak kan. Wah dia cantik sekali berhijab lagi. Wah Kakak hebat nyari pacar yang cantik berhijab pula, pasti orangnya baik," sela Salsa memuji Arumi yang begitu nampak cantik dengan dandanan hijabnya.

"Benar dia pacarmu Ndri?" Mia memastikan dengan tatapan penasaran bercampur rasa tak suka yang  ia tunjukkan.

"Betul Bu, dia pacarku," jawab Hendri sembari mengajak duduk Arumi sejajar dengannya berhadapan dengan Ibu dan adiknya.

"Kok kamu nggak pernah bilang sama ibu kalau sudah punya pacar."

"Aku sengaja merahasiakannya sama Ibu, takut Ibu melarang."

Hendri tidak pernah menceritakan tentang Arumi pada Ibunya. Hendri takut Ibunya tidak menyukai Arumi karena dari keluarga biasa saja. Ibunya selalu menekan Hendri supaya bisa menikah dengan orang lebih kaya darinya. Supaya hidupnya lebih sejahtera. Itu yang selalu di idam-idamkan Mia yang memang sedikit matrealistis.

"Aku sangat mencintai Arumi Bu dan aku sudah yakin dengan pilihanku. Aku membawanya ke sini untuk minta restu Ibu. Aku ingin segera menikah dengan Arumi." Hendri to the point sama Ibunya.

"Menikah!! Kamu ingin menikah dengannya. Apa dia dari keluarga kaya hingga kamu memutuskan menikah dengannya. Dari penampilannya, dia tidak terlihat seperti orang kaya. Kamu tau kan yang Ibu harapkan selama ini, mempunyai mantu dari keluarga kaya supaya hidupmu sejahtera dan bahagia."

 Mia ceplas-ceplos ucapannya, tanpa merasa sungkan pada Arumi yang tak sesuai dengan yang diucapkannya. Arumi pun tercengang mendengar ucapan Mia.  Badannya kembali gemetar dan semakin takut untuk menatap Ibunya Hendri.

 "Pantas saja tatapan Ibunya Hendri seperti itu padaku. Ternyata dia sudah bisa menilai seseorang  dari panampilannya," batin Arumi.

 

Sedangkan Hendri merasa nggak enak sama Arumi. Hendri tangannya reflek memegang tangan Arumi untuk menenangkannya. Hendri tau apa yang tengah dirasakan Arumi saat ini.

"Kaya atau nggaknya calon istriku itu nggak penting bagiku Bu. Yang penting kami berdua saling mencintai dan kami memutuskan untuk segera menikah. Aku berharap Ibu merestui kami."

 "Nggak bisa gitu, kamu itu anak Ibu kamu nggak boleh memutuskan sendiri tanpa restu Ibu," tegas Mia.

"Bu, jangan egois gitu restui saja lah, mereka kan sudah saling mencintai," ucap Salsa.

"Enak saja main restui. Ibu mau tau dulu latar belakang calon istri kamu apakah dia anak orang kaya atau bukan," ucap Mia masih dengan matrenya.

Arumi menghela nafas berat sembari menatap Hendri yang juga nampak keberatan dengan ucapan Ibunya.

 

"Bagaimana ini? Kalau sampek Ibunya Mas Hendri tau, kalau aku dari keluarga miskin, yang hanya tinggal dengan nenekku. Apa dia akan merestui?" Batin Arumi merasa khawatir.

 

Arumi sangat mudah mendapatkan hati Hendri yang begitu sangat mencintainya, tapi sepertinya tak mudah mendapatkan hati ibunya. Akankah arumi masih bisa menikah dengan Hendri walau tanpa restu orang tua Hendri.

Tekan tombol likenya dan jadikan favorit....

Bab 3 Tak direstui

Arumi dan Hendri saling bertatapan. Netra Arumi penuh tanya pada Hendri dan penuh rasa kekhawatiran. Hendri tau, pasti Arumi sedang memikirkan tentang ucapan Ibunya yang mengguncang hati Arumi. Hendri pun mengajak Arumi beranjak dari hadapan Ibunya mengajaknya berunding supaya tetap mendapat restu dari Ibunya.

"Mau kemana kamu?" tanya Mia saat Hendri dan Arumi baru saja berdiri dari duduknya.

"Aku mau keluar sebentar Bu," jawab Hendri.

"Tunggu sebentar, duduk dulu. Ibu pingin ngobrol sama pacar kamu biar lebih mengenal. Apa lagi dia berharap jadi mantu Ibu tentunya harus tau latar belakangnya," ucap Mia.

Mereka berdua pun kembali duduk sejajar. Arumi nampak semakin takut menghadapi Ibunya Hendri yang akan mengintimidasinya.

 

"Bagaimana ini? Aku takut sekali menghadapi Ibunya Mas Hendri?" Batin Arumi.

"Rumah kamu dimana?" 

"Ehm.....," Arumi ragu menjawab kedua tangannya saling meremas pertanda sangat gugup dan takut.

"Dimana rumah kamu? Kenapa diam saja apa kamu nggak punya rumah," sentak Mia.

Salsa menyenggol Ibunya yang duduk sejajar dengannya, pertanda tak suka dengan Ibunya yang bersikap kasar dengan pacar kakaknya.

Arumi semakin menciut tertunduk diam, belum bisa menjawab.

"Ibu...," teriak Hendri seolah nggak terima Ibunya membentak Arumi hingga membuat Arumi takut.

 

"Aku harus menjawab dengan jujur tentang keadaanku, aku nggak boleh takut menghadapi calon mertuaku. Suka atau tidak suka aku harus berkata jujur," ucap Arumi meyakinkan dalam hatinya.

Arumi pun menghela nafas panjang, Arumi akan menjawab dengan jujur tentang keadaannya saat ini.

"Punya tante, aku punya rumah. Tante boleh kok datang ke sana kalau mau," ucap Arumi dengan berani.

"Rumah kamu bagus nggak, lebih bagus dari rumah kami atau tidak?"

"Jujur saja tante rumahku tak sebagus rumah tante, aku hanya tinggal di kontrakan bersama nenekku."

"Hah!! di kontrakkan? Jadi kamu nggak punya rumah?"

"Belum tante, tapi nanti kalau aku sudah punya pekerjaan aku akan menabung dan membeli rumah yang besar," terang Arumi dengan pedenya.

"Hah!! Kamu juga belum punya pekerjaan?" Mia geleng kepala.

Mia sedikit syok mendengar pernyataan Arumi. Yang berterus terang tentang keadaannya.

"Hendri, kenapa kamu berpacaran dengan gadis seperti Arumi yang tidak punya apa-apa. Pantas saja kamu merahasiakannya sama Ibu selama ini. Ibu nggak suka ya, Ibu nggak setuju kamu akan menikah dengannya."

 

Arumi sangat jauh dari ekspektasi Mia.

 

"Kamu tau kan keinginan Ibu. Ibu ingin punya mantu dari orang yang lebih kaya dari kita. Harusnya kamu tu menikah dengan orang yang lebih kaya dari kita, kenapa kamu malah mau menikah dengan orang yang lebih rendah dari kita." Mia marah dan nggak terima.

Hendri tak berani menyangkal, memang begitulah keadaan Arumi pacarnya. Baru saja tadi Hendri ingin berunding sama Arumi supaya mengelabui Ibunya demi mendapat restu malah Arumi berkata jujur apa adanya. Hendri tak menyangka Arumi sepede itu berterus terang sama Ibunya yang matrealistis.

"Bu, aku sangat mencintai Arumi dan sudah mantab akan menikahinya. Masalah kaya dan hidup sejahtera nanti kalau kami sudah hidup bersama. Aku akan bekerja keras supaya kami hidup bahagia dan membuat Ibu bahagia," tegas Hendri.

"Nggak, pokoknya Ibu nggak setuju kamu menikah dengan Arumi yang nggak punya apa-apa. Ibu pinginnya punya mantu yang lebih kaya yang bisa bahagiain ibu juga. Kalau kamu ingin menikah menikahlah dengan orang yang melebihi kita. Kalau kamu nggak bisa, Ibu bisa carikan jodoh buat kamu."

Arumi tidak terima dengan ucapan Mia, dia pun mendekat ke Mia duduk berlutut di hadapannya.

"Jangan Bu, jangan carikan jodoh buat Mas Hendri. Aku sangat mencintainya Bu, aku ingin sekali menikah dengannya," pinta Arumi memberanikan diri sembari berlutut dihadapan Mia yang masih duduk di sofa.

"Apa yang bisa kamu banggakan untukku, kamu nggak punya apa-apa berharap jadi mantuku. Berani sekali kamu ya. Dasar orang miskin nggak tau diri. Cari saja laki-laki lain, jangan menikah dengan anakku," ucap Mia menghina.

Arumi tak gentar dengan hinaan Ibunya Hendri. Dia tetap minta direstui begitu juga dengan Hendri mendesak Ibunya untuk merestuinya karena mereka akan tetap menikah walau tanpa direstui.

Ibunya Hendri tidak terima dengan sikap Hendri. Dia pun berbalik mengancam kalau mereka berdua tetap menikah Mia tidak akan segan menganggap mereka sebagai anak dan mantunya.

"Ibu jangan begitu, mereka sudah saling mencintai restuilah Bu," ucap Salsa ikut campur karena merasa iba dengan Arumi dan kakaknya.

"Nggak, Ibu tetap nggak akan merestui mereka."

Mia tetap kekeh tidak merestui hubungan mereka. Mia sangat marah dan meninggalkan ruang tamu. 

Kini tinggal Hendri, Arumi dan Salsa di ruang tamu. Hendri meminta maaf pada Arumi atas sikap kasar Ibunya. Salsa juga minta maaf sama Arumi atas perlakuan ibunya yang kurang baik pada seorang tamu. 

Hendri pun mengantarkan Arumi pulang dengan perasaan kecewa meliputinya. Mereka berdua kecewa karena niat baiknya untuk menikah tidak direstui Ibunya Hendri. Mereka sudah sangat ingin menikah tapi malah tidak mendapat restu dari salah satu pihak. Akankah mereka tetap akan menikah walau tanpa direstui Ibunya Hendri?

Hendri membawa Arumi keluar dari rumahnya dan akan mengantarnya pulang. Mereka berdua  kini sudah keluar dari pintu pagar rumah Hendri. Raut wajah Arumi nampak gelisah memikirkan ucapan Mia Ibunya Hendri.

"Gimana ini Mas Hendri, kita belum mendapat restu dari Ibumu. Apa kita akan tetap menikah?" Tanya Arumi dengan wajah melas.

"Kita akan tetap menikah Arumi, kita kan saling mencintai. Aku akan coba bicara lagi sama Ibuku semoga dia memberi restunya untuk kita." Hendri meyakinkan Arumi kekasihnya yang merasa terbebani dengan ucapan ibunya.

"Amiiin..., semoga Ibu mu merestui hubungan kita ya Mas," ucap Arumi kembali bersemangat sangat berharap Ibunya Hendri merestuinya.

Hendri mengantar Arumi dengan naik taksi. Hanya beberapa menit saja sudah sampek di lokasi dekat rumah Arumi. Yang berada cukup jauh dari jalan raya. Karena rumah Arumi ada di gang yang sulit dijangkau mobil. 

Arumi sudah turun dari taksi diikuti Hendri juga ikut turun. Arumi meminta Hendri untuk ikut mampir ke rumahnya. Hendri harus mengatakan pada neneknya kalau dia bersedia menikahinya.

"Assalamualaikum...," ucap Arumi dan hendri saat masuk rumahnya yang pintunya sudah terbuka. 

Nenek Suryati yang memang saat ini stand by di rumah dengan cepat menjawab salam mereka berdua.

"Waalaikum salam. Eh..., cucu manisku sudah datang." sambut Nenek suryati. 

Tangan Arumi meraih tangan Nenek Suryati dan mencium punggung tangannya. Di susul tangan Hendri juga meraih tangan nenek dan menciumnya juga.

"Ibu juga calon cucu Nenek ikut datang ke sini, pasti bawa kabar gembira. Ayo duduk-duduk" ucap Suryati dengan perasaan senang.

Tak ada kursi di rumah Arumi, hanya ada meja kecil pendek diatas lantai yang dialasi karpet. Itu untuk menyambut tamu yang datang. Arumi dan Hendri duduk di lantai beralaskan karpet.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!