NovelToon NovelToon

Lelaki Jaminan

LeMin - 001

Gemuruh gegap gempita, jeritan histeris, tepuk tangan yang begitu meriah, lautan cahaya berwarna kehijauan bak kunang-kunang, semua campur aduk menjadi satu di dalam sebuah stadion yang saat ini dipenuhi penonton.

Sembilan orang pria tampan dan berkilauan itu bermandikan keringat sambil mengulas senyum berjuta-juta volt yang membuat semua orang menjerit semakin histeris, meneriakkan satu per satu nama para pria yang telah sukses membawakan penampilan sempurna di konser mereka.

Para pria tampan bermandikan lampu sorot itu saling bergandengan tangan, mereka mengangkat tangan dan disusul membungkuk dalam sebagai penghormatan, sekaligus salam terakhir sebelum mereka semua meninggalkan panggung sebagai penanda bahwa konser mereka telah usai.

Sekali lagi mereka melambaikan tangan untuk yang terakhir kalinya kepada para penonton yang menjerit histeris seakan tak rela konser selama dua jam itu harus berakhir.

Dari barisan terdepan, seorang wanita nampak menangis histeris sambil memegang light stick yang telah kehabisan daya. Ia benar-benar merasa kecewa karena sudah tampil nyentrik dengan mengenakan kostum Teletubbies berwarna kuning namun tetap tidak berhasil mencuri perhatian para pria tampan itu.

Wanita itu melepas kostumnya dengan cepat lalu berlari menerobos lautan manusia, berusaha mencari pintu rahasia yang bisa membuatnya bertemu dengan para pria idolanya. Ia harus bisa menemui para bujang tampan yang diimpor langsung dari Negeri Ginseng tersebut.

Ia berlagak seperti seorang staf agensi mencari ruangan tempat peristirahatan sang grup idola. Melihat sebuah ruangan tertutup bertuliskan nama idolanya, wanita itu mendobrak masuk.

Matanya membulat lebar tatkala melihat sosok rupawan dengan tubuh-tubuh atletis itu masih bermandikan keringat. Butir-butir cairan bening menyapu permukaan kulit mereka yang sebening kristal.

"Permisi, Anda siapa?"

"Bagaimana Anda bisa berada di sini?"

Tanya para anggota yang fasih berbahasa Inggris.

Wanita itu mendekat ke salah satu bujang yang paling dipujanya.

"Aku datang menyerahkan diriku!" jawab wanita itu dengan penuh percaya diri.

Wanita itu segera memeluk idolanya dan langsung mendaratkan ciuman penuh gairah yang membuat semua pria tampan itu berseru heboh.

"Kalian semua! Kemari dan bercintalah denganku sekarang!" perintah wanita itu.

"Woow!"

Seruan para pria tampan itu tenggelam karena mereka langsung meringkus wanita yang membuat mereka bergairah.

Wanita itu tertawa senang saat dikeroyok massal oleh para pria tampan itu.

"Aku siap di-gangbang asal bersama kalian!" seru si wanita begitu histeris saat berada dalam pelukan semua pria itu.

"Mbak! Mbak!"

Sebuah seruan membuat wanita itu tersentak kaget, matanya terbuka, ia merasa kepalanya pening.

"Sudah sampai, Mbak," kata sopir taksi yang membangunkannya.

Wanita itu menggeliat pelan, tubuhnya sulit digerakkan karena sedang terbungkus kostum Teletubbies berwarna kuning.

"Jam berapa sekarang?" tanya wanita itu.

"'Sudah jam 7 malam," jawab sopir taksi.

"Apa?! Jam 7?!" seru wanita itu histeris.

"Kita terjebak macet selama hampir tiga jam, Mbak, Anda sampai ketiduran," tukas si sopir taksi.

Wanita itu terperanjat, melompat keluar dari taksi, matanya menatap stadion yang sudah mulai sepi. Para penonton terlihat meninggalkan stadion.

Wanita itu terhuyung, lututnya lemas mendapati kenyataan yang begitu mencengangkan.

"Tidak!" serunya sambil menjerit histeris dan mulai menangis pilu.

Wanita itu adalah Verdanica, biasa disapa Verda. Ia adalah seorang penggemar fanatik grup idola pria asal negeri ginseng, Fancy. Grup idola yang sedang mengadakan konser tur keliling Asia.

Perjuangan Verda untuk datang ke konser amatlah berat. Mulai dari perang memperebutkan tiket konser yang dijual secara daring. Tiket VIP yang langsung terjual habis hanya dalam hitungan menit. Cuti yang sulit diambil lantaran rekan kerja yang kebetulan mengambil cuti di hari yang sama juga jelas menjadi kendala.

Verda bahkan memakai kostum Teletubbies berwarna kuning yang beratnya mencapai dua puluh kilogram agar bisa mencuri perhatian idolanya.

Semua perjuangannya berakhir dengan sia-sia. Konser telah berakhir saat Verda tiba di stadion yang mulai ditinggalkan oleh para penonton, mereka nampak begitu senang dan puas.

"Sayang-sayang aku! Kenapa tidak menunggu noona datang?!" seru Verda dengan putus asa.

...*****...

"'Maaf, Sayang, ada pekerjaan mendadak yang harus kukerjakan! Rekan kerjaku cuti, sehingga aku harus menggantikannya!" 

Ponsel masih menempel di telinga kiri Vedra, sudah lebih dari setengah jam ia menyampaikan permintaan maafnya kepada sang kekasih.

Vedra mondar-mandir di area tangga darurat. Ia tidak ingin ada yang mendengar pembicaraannya dengan kekasihnya saat ini.

"Kau janji akan datang melamar, membawa serta keluargamu!" 

Suara Silvia kembali meninggi setengah oktaf. Silvia adalah kekasih Vedra yang kini sedang marah dan kesal kepada Vedra.

Pria itu berjanji akan datang ke rumah orang tua Silvia, membawa serta keluarganya untuk melamar Silvia. 

Silvia bahkan sudah menyiapkan dekorasi lamaran yang akan terlihat sangat bagus saat didokumentasikan.

"Maaf, Silvia sayang, aku janji, lusa aku akan datang bersama kedua orang tuaku!" Vedra berjanji.

"Apa pekerjaanmu lebih penting dariku?" tanya Silvia.

"'Silvia sayang! Kau dan pekerjaanku sama-sama penting! Tolong mengertilah," sahut Vedra.

"Baiklah, kalau begitu aku tunggu, besok kau sudah harus datang kemari, temui aku, lamar aku!" nada bicara Silvia memerintah.

"'Baiklah, baiklah, aku mengerti, aku akan datang dan melamarmu, tunggulah aku," kata Vedra.

"Baiklah," Silvia menyahut lalu memutus sambungan telepon.

"'Sayang! Silvia," Vedra menghela napas berat.

Pria itu menyugar rambutnya, ada rasa kesal yang sungguh harus pandai-pandai dia sembunyikan.

Vedra melangkah kembali memasuki ruang kerjanya. Menjatuhkan tubuh di atas kursi di belakang meja kerja. Menghadapi tumpukan dokumen yang harus digarapnya. Gara-gara satu rekannya cuti, ia harus menjadikan pekerjaan rekannya sebagai pekerjaannya juga.

Ugh, dasar wanita itu, geram Vedra dalam hati.

Wanita yang membuat kesal Vedra saat ini bernama Verda, rekan kerjanya yang memiliki keegoisan tingkat nasional.

Vedra sungguh kesal karena Verda mengajukan cuti lebih dulu, padahal awalnya Vedra-lah yang duluan mengajukan cuti.

Hari ini harusnya Vedra datang bersama kedua orang tuanya untuk menemui Silvia dan keluarga dalam rangka melamar Silvia, kekasih yang sudah berkencan dengannya selama hampir satu tahun.

Namun mau dikatakan apalagi, acara lamaran harus mundur karena Verda rekan kerja Vedra kabur lebih dulu.

"Vedra, ada paket untukmu," seorang wanita memanggil nama pria itu.

Pria itu mengambil sebuah paket yang membuat keningnya berkerut. Nama penerima paket itu adalah Vedra.

Siapa yang mengirimkan paket untuknya?

Pria itu membuka paket tersebut. Isi paket dibungkus dengan bubble wrap tebal. Terdapat puluhan lembar foto-foto pria yang membuat napas pria itu tertahan.

Bulu kuduknya seketika meremang.

Siapa yang begitu iseng mengiriminya kumpulan foto pria pesolek? Pria dengan riasan wajah yang bagi Vedra nampak menggelikan.

Apa maksud dan tujuan pengirim itu?

Apa pengirimnya sedang menawarkan jasa prostitusi kepada Vedra?

Sungguh menjijikkan!

Bruk..

Vedra membuang paket itu ke tempat sampah di bawah meja kerjanya bersama rasa kesal yang harus disembunyikan.

...*****...

Pengenalan Tokoh

Verdanica ( Verda )

Rekan kerja Vedra.

Vedranata ( Vedra )

Rekan kerja Verda.

Silvia

Kekasih yang akan menikah dengan Vedra.

...*****...

Catatan Author

Pembaca terfavorite semua, author kembali lagi menggarap karya terbaru. Yuk mari dukung author untuk menyajikan kisah lain yang beragam. Kisah yang lalu biarlah berlalu, mari sambut kisah terbaru author ya..

Jangan lupa difavorite-kan biar nggak ketinggalan update.

Yuk jangan lupa like di setiap episodenya.

Lemin - 002

Verdanica, biasa dipanggil Verda. Wanita itu sedang mematut dirinya di depan cermin saku bermotif kepala hello kitty berwarna merah muda. Ia memulaskan kembali perona bibir berwarna jingga yang membuat bibir tipisnya merekah.

Verda tak lupa menyemprotkan kembali parfum beraroma maskulin, wangi khas pria tampan, begitulah Verda menyebut parfum yang kerap ia gunakan sehari-harinya.

Verda membawa selembar kertas dalam map plastik bening. Ia menuju ke ruangan kerja kepala bagiannya. Pak Handoko, pria paruh baya itu mendongak saat Verda mengetuk pintu ruangan kerjanya.

Tok..Tok..

"Pak Handoko, boleh saya masuk?" tanya Verda.

"Silakan," Pak Handoko menyahut.

Verda mengembangkan senyumnya yang disambut datar oleh Pak Handoko. Wanita itu segera duduk di kursi yang menghadap langsung ke meja kerja Pak Handoko.

"'Pak, saya mau mengajukan cuti untuk bulan depan, tanggal 5," Verda mengeluarkan formulir pengajuan cutinya.

"Verda, tapi saya dapat informasi dari Ved, bahwa bulan depan dia mau cuti pada tanggal yang sama denganmu," kata Pak Handoko.

Verda merasa ada petir yang menyambar dalam kepalanya.

"Coba kalian koordinasikan dulu, kalian tentu tidak bisa mengambil cuti bersama-sama seperti ini," Pak Handoko memberi usulan.

Verda menghela napas berat, sebelum meninggalkan ruangan kerja Pak Handoko. Verda melangkah gontai ketika kembali ke meja kerja. Ia mengerucutkan bibirnya ketika melihat sosok pria yang saat ini sedang berkutat di belakang meja kerjanya.

Mendiskusikan masalah pekerjaan dengan pria itu saja begitu sulit, apalagi mendiskusikan masalah cuti?!

Verda merutuk kesal, kenapa pria itu mengambil jadwal cuti yang sama dengan Verda?

Coba saja bicarakan baik-baik dengan pria itu, seperti usul Pak Handoko.

Verda menghampiri kubikel pria berkacamata yang saat ini begitu sibuk berkutat di depan layar monitor besarnya. Tangan kiri pria berkacamata persegi itu menopang dagu, sementara tangan kanannya sibuk mengarahkan mouse di layar monitor.

"Vedra," panggil Verda ragu-ragu.

Tidak ada sahutan yang keluar dari bibir yang terkatup rapat dan mata yang tak teralih dari depan layar monitor yang kini memunculkan ratusan angka.

Takk..Takk..

"Halo, Vedra!" Verda mengetuk-ngetuk jarinya di meja kerja pria itu.

"Ada apa?" tanya suara dingin tanpa ekspresi dari pria dengan kondisi muka yang selalu tertekuk.

Verda menghela napas, ada rasa gentar yang membuatnya malas untuk bicara dengan pria kaku itu. Tapi, tekad Verda sudah bulat, ia harus mendiskusikan masalah cuti mereka.

"Vedra, aku dengar dari Pak Handoko, tanggal 5 bulan depan kau mengajukan cuti, tidak bisakah kau undur? Jujur saja, tanggal 5 bulan depan merupakan hari yang sangat penting untukku! Aku harus cuti di tanggal 5 bulan depan," kata Verda.

"Tidak bisa!" sahut pria itu dengan cepat tanpa menoleh pada Verda.

"Vedra, kumohon! Tanggal 5 bulan depan, aku harus cuti! Aku harus ke luar kota! Ada acara yang harus kuhadiri! Acara yang sangat penting dalam hidupku! Aku mohon, ini permintaan pertama dan terakhir dalam hidupku!" Verda memohon kepada pria itu.

"Tidak bisa! Aku sudah lebih dulu darimu mengambil cuti di tanggal itu, jadi kuharap kau bisa sportif," Vedra beralih dari monitor komputernya.

Tangannya yang panjang mengambil selembar kertas dari tray teratas di sudut meja kerjanya.

"Ini formulir pengajuan cutiku, yang sudah ditandatangani oleh Pak Handoko, jadi tolong kau tandatangani, sehingga bisa kuserahkan ke HRD untuk diproses," Vedra menyodorkan formulir tersebut pada Verda.

Verda melotot kesal, ingin rasanya ia merobek kertas itu, namun ia punya etika yang harus dijaga demi profesionalisme kerja. Biar bagaimanapun, tidak baik bertengkar dengan rekan kerja.

"Vedra, haruskah aku berlutut di depanmu? Haruskah aku bersujud di kakimu agar kau bersedia menukar cutimu?" tanya Verda dengan tatapan memelas.

"Kau tidak perlu repot-repot melakukan hal itu, karena meski kau melakukannya pun, tetap tak akan mengubah keputusanku," jawab Vedra dingin.

Verda benar-benar kesal, jika saja santet itu tidak berdosa, ia pasti sudah menyantet pria dingin, kaku, dan arogan bernama lengkap Vedranata itu.

Verda kembali ke tempat duduknya dengan segala kekesalan yang berkecamuk di hatinya. Ia benar-benar kesal karena memiliki rekan kerja yang susah diajak bekerja sama.

Vedra menjadi rekan kerja Verda selama hampir tiga tahun setelah rekan sebelumnya mengundurkan diri pasca menikah.

Kenapa perusahaan mau mempekerjakan orang yang tidak bisa diajak bekerja sama seperti dia? Batin Verda merutuk kesal.

"Verda, paket!"

Kekesalan Verda langsung buyar begitu sebuah paket mendarat di meja kerjanya. Seketika Verda merasa cerah dan berbunga-bunga saat mulai membuka dus dengan pisau cutter secara hati-hati.

"Wah, kau beli apa lagi, Ver?" tanya Nita, rekan kerja yang kebetulan lewat di depan kubikel Verda.

"Wah, apakah itu yang datang?" Ican melongo dari kubikelnya.

Mata Verda membulat besar, pupil bergetar, dan deru napasnya memburu seakan ia baru saja menemukan harta karun di dalam kotak tersebut.

Segala kegundahan Verda benar-benar lenyap dan tergantikan dengan kebahagiaan bertubi-tubi. Sebuah album yang masih tersegel sempurna membuat mata Verda berbinar-binar.

Album tersebut merupakan album terbaru dari grup idola FANCY, grup idola pria yang saat ini sedang berada di atas angin dan menjadi pusat bagi dunia Verda. Grup idola beranggotakan sembilan orang pria tampan di usia awal dua puluhan yang membuat jutaan hati wanita di seluruh dunia sedang terpaut akan kehadiran mereka.

Verda benar-benar jatuh cinta pada boyband asal negeri ginseng itu. Fiancee adalah nama fandom dari boyband tersebut dan menjadi seorang Fiancee adalah takdir Verda.

Verda dengan cepat membuka album terbaru yang diimpor langsung dari negara asalnya. Dengan tangan bergetar hebat, ia memandangi printilan yang ada pada album tersebut, berupa post card, pembatas buku, photo card, hingga poster lipat.

"Jehun!" seru Verda begitu mendapatkan photo card dari bias atau idola favorit Verda yang bernama Jehun.

"Ya Tuhan! Jehun! Aku dapat photo card Jehun!" jerit Verda tertahan dengan air mata yang mulai berlinangan.

Bisa mendapatkan photo card Jehun, bias sejuta umat, sungguh suatu hal yang luar biasa. Hanya orang-orang yang beruntung bisa mendapatkan photo card idola tampan tersebut dari album fisik yang sudah dibeli. Terlebih photo card yang menjadi bonus pada sebuah album disiapkan secara random atau acak. Maka tak heran harga dari sebuah photo card jauh lebih mahal daripada harga sebuah album fisik.

Nita dan Ican yang melihat betapa senangnya Verda, saling lempar pandangan. Hanya gara-gara selembar kertas, Verda begitu senang hingga nampak seperti orang kesurupan.

"Jehunku! Jehunku yang tampan akhirnya pulang!" Verda kegirangan, memperlakukan selembar photo card dengan begitu hati-hati, seakan selembar kertas tampan itu adalah bayi yang baru saja dilahirkan ke dunia.

"Ya ampun, Verda, kau ini sungguh seperti ABG zaman sekarang yang kegirangan boyband," Ican terkekeh.

"Haha, seandainya saja di zaman aku masih ABG sudah ada yang begini, sayangnya dulu belum ada," Verda tertawa.

"Hmm, kalau aku pribadi ya, apa enaknya hanya bisa memandangi pria tampan tanpa bisa menyentuhnya! Enak juga pria yang nyata! Bisa disenonohi!" seloroh Nita.

"'Haha! Nit, aku siap di-gangbang, asal bersama mereka!" Verda menyeringai mesum.

"Ya elah, Verda! Gila kau ya!" Ican bergidik seram mendengar kehaluan Verda.

Verda tertawa, namun tawanya segera sirna saat melihat Vedra yang nampak memasang ekspresi sinis. Verda meninggalkan formulir permohonan cuti yang harusnya ditandatangani oleh Verda.

"Tolong tanda tangani formulir cutiku!" Vedra menyodorkan formulir itu pada Verda.

Formulir tersebut harus ditandatangani oleh Verda sebagai bentuk persetujuan untuk memback-up pekerjaan Vedra selagi pria itu cuti.

Verda seketika galau karena bulan depan, tepatnya tanggal 5, FANCY akan mengadakan konser, yang mana artinya Verda harus datang karena ia sudah berhasil membeli tiket konser tersebut.

Aku tidak mau tahu, pokoknya aku harus cuti sebelum tanggal 5! Sebodoh amat dengan pria itu! Geram Verda dalam hatinya.

...*****...

LeMin - 003

"Di mana paketku?!"

Verda melotot kesal ke arah seorang pria yang nampak terlihat santai saat duduk di belakang meja kerjanya.

Pria itu membetulkan letak kacamatanya.

"Paket apa yang kau maksud, Verda?" tanya pria itu dengan suaranya yang rendah dan terdengar acuh.

"Aku mendapat informasi dari resepsionis, paketku diterima olehmu, Ved!" jawab wanita itu dengan nada ngegas.

"Paket itu diterima tiga hari yang lalu, sedangkan tiga hari yang lalu aku sedang cuti! Dan infonya, kau menerima paket itu sebelum kau mengambil izin tidak masuk kerja!" Verda menjelaskan.

Verda melirik tumpukan dokumen yang memenuhi meja kerja pria itu.

"Pengirim paket itu salah mencantumkan nama penerima, harusnya Verda, tapi tertulis Vedra!" Verda kembali menjelaskan.

Vedra mencoba mengingat-ingat sambil membetulkan kembali letak kacamatanya.

"Hmm, apa maksudmu kumpulan foto-foto pria yang memakai lipstik?" tanya Vedra.

"Memakai lipstik?" Verda melongo mendengar jawaban Vedra.

"Ah, ya, aku ingat, aku membuang kumpulan foto-foto itu," jawab Vedra singkat.

"Apa?! Kau buang?!" teriak Verda begitu histeris.

Vedra tersentak kaget, begitu juga dengan semua orang yang saat ini sedang bekerja di ruangan itu. Verda langsung merosot ke lantai lantaran lututnya seketika lemas.

"Ada apa ini?! Ada apa?!" tanya Nita.

"Kenapa, Verda?" tanya Ican.

Nita dan Ican langsung menghampiri Verda yang nampak seperti manusia tanpa nyawa.

"Ved, apa yang sudah kau lakukan pada Verda? Kenapa dia sampai terbengong-bengong begini?" tanya Nita.

"Entahlah," sahut Vedra nampak cuek.

Pria itu segera kembali bekerja di belakang komputernya.

"Ved! Tanggung jawab kau! Tanggung jawab!" teriak Verda penuh kemarahan.

Vedra menoleh ke arah wanita yang saat ini terlihat begitu marah, seakan ada dua buah tanduk yang tiba-tiba muncul di kepala wanita itu.

"Kau sudah membuang kumpulan koleksi photo card langka idolaku! Apa kau tahu, berapa harga semua photo card yang kau buang itu?!" tanya Verda.

"Verda, sudahlah, kau jangan terlalu membesar-besarkan masalah itu, toh itu cuma kumpulan kertas yang dilaminasi! Kau bisa mencetaknya lagi!" sahut Vedra nampak acuh.

"Oh tidak! Tidak!!!" seru Verda kembali histeris.

"Vedra, Verda, ada apa? Kenapa kalian ribut-ribut begini?" tegur Pak Handoko.

"Maaf, Pak Handoko, kami akan kembali bekerja," sahut Vedra.

Vedra beralih ke arah Verda.

"Baiklah, nanti kita bicarakan lagi," kata Vedra.

Vedra kembali berkutat di komputernya, sementara Verda melangkah kembali ke meja kerjanya dengan perasaan hancur yang tak dapat disembunyikan.

...*****...

Kling..

Bel di atas pintu masuk Kedai Kopi Manja berbunyi, menandakan seseorang masuk ke dalam kedai kopi yang cukup ramai dikunjungi di malam hari.

Seorang wanita memasuki kedai kopi itu. Penampilan wanita dengan rambut hitam panjang yang terurai hingga ke pinggang semakin terlihat anggun dalam balutan mini dress hitam berpadu dengan blazer berwarna krem serta sepatu jenis pump yang juga berwarna krem dengan hak setinggi sepuluh senti.

Tangan kanannya menenteng tas tote berwarna hitam, sementara tangan kirinya memegangi ponsel yang terkoneksi dengan earphone nirkabel.

"Green tea latte panas, dengan gula cair terpisah," tebak barista bernama Desta, ia sudah hafal dengan pesanan wanita itu.

Desta mengamati wajah si wanita, sungguh tumben tidak ada lengkungan senyum ramah di wajahnya. Hanya ada ekspresi kesal yang terukir jelas.

Wanita itu segera duduk di salah satu meja yang kosong. Meja yang terletak tak jauh dari sebuah jendela besar.

Kling..

Pintu kedai kopi kembali berbunyi. Kini seorang pria bertubuh tinggi dalam balutan kemeja lengan panjang berwarna abu-abu, dipadukan dengan celana panjang hitam dan sepatu pantofel hitam yang mengilat. Pria berkacamata itu segera menjadi pusat perhatian karena tubuhnya yang tinggi dan menjulang.

"Es Americano," ujarnya kepada barista.

"Atas nama?" tanya Desta.

"Vedra," sahutnya sebelum meninggalkan meja barista.

Pria itu segera duduk bergabung dengan Verda yang sudah menunggunya bersama satu gelas green tea latte panas.

Keduanya saling bertatapan lama tanpa bicara hingga akhirnya pelayan mengantarkan kopi yang dipesan oleh Vedra.

Setelah terdiam cukup lama, Vedra terkejut karena tiba-tiba saja Verda mulai berlinangan air mata.

"Tanggung jawab kau, Ved! Tanggung jawab karena kau sudah menghilangkan paketku! Huhu," Verda mulai menangis.

Vedra mengaduk-aduk es kopinya lalu menyeruputnya pelan-pelan. Pria itu mendelik gusar ke arah wanita yang terkenal sebagai ratu drama di perusahaan tempatnya bekerja.

Wanita yang sepertinya begitu terobsesi pada pria-pria tampan yang pandai menari dan menyanyi.

"Verda, kau hanya kehilangan paket! Kau bisa memesannya lagi kan?" tanya Vedra.

"Memesannya lagi?! Apa kau pikir itu mudah?! Lihat berapa yang harus kubayar untuk semua kumpulan foto yang kau buang!" sahut Verda dengan ketusnya.

Verda menunjukan nominal yang membuat kacamata Ved melorot.

"Itu koleksi photo card langka! Aku mendapatkannya dari seorang penggemar yang mengoleksinya sejak hampir satu dekade yang lalu! Dan kau dengan mudah membuang harta karunku!"

Vedra menelan ludahnya, ia sungguh tak menduga bahwa sudah membuang foto-foto dengan harga fantastis yang nominalnya mencapai tujuh puluh juta.

"'Aku bahkan sudah menghabiskan uang tabunganku untuk paket itu! Aku sungguh harus meminta pertanggungjawaban darimu!" geram Verda.

Vedra mengusap wajahnya dengan gusar. Bagaimana ia bisa melakukan kesalahan yang begitu fatal dengan membuang koleksi foto senilai tujuh puluh juta?!

"Verda, yang benar saja, ini namanya pemerasan! Masa iya, aku harus ganti rugi sampai tujuh puluh juta hanya untuk lembaran kertas seperti itu?" tanya Vedra dengan nada skeptis yang kentara.

"Huh! Orang kalau tidak tahu nilai dari sesuatu, pasti akan berkata seperti itu! Sungguh kau lancang sekali! Lancang!" tandas Verda.

Vedra menyeruput kembali es kopinya.

"Aku tidak mau tahu! Kau harus bertanggung jawab, Ved!" Verda menyilangkan tangannya di depan dada.

Sikap Verda jelas mengintimidasi pria itu.

"Baiklah, aku akan ganti semuanya! Tapi aku minta maaf tidak bisa menggantinya sekarang! Karena jujur saja, saat ini aku sedang tidak punya uang untuk membayar ganti rugi itu," kata Vedra.

"Tapi aku janji akan membayarnya!" Ved menegaskan.

Verda mendelik gusar sambil melemparkan pandangan jengah ke arah pria itu.

"Kau bahkan punya mobil yang bisa kau gadaikan!" geram Verda.

"Maaf, mobilku masih kredit," sahut Vedra.

"Kau punya dua ginjal yang sehat kan?" tanya Verda masih dengan ekspresi kesalnya.

"Maaf, aku masih membutuhkan dua ginjal untuk hidup dengan baik," sahut Vedra.

Verda menatap skeptis ke arah pria itu.

"Lantas, bagaimana caramu akan mengganti rugi? Apa perlu aku melaporkanmu ke polisi?" tanya Verda.

"'Aku rasa hal itu sungguh tidak perlu dilakukan! Kita gunakan cara kekeluargaan saja," kata Vedra.

"'Cara kekeluargaan? Apa maksudmu kau mau kabur? Kau mau lari dari tanggung jawabmu, begitu?" tanya Verda bersikeras.

"Begini, saat ini aku belum bisa membayar ganti rugi, karena aku belum punya cukup dana," jawab Vedra.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Verda.

"Ya, pokoknya saat ini intinya aku belum punya dana lebih untuk mengganti rugi," jawab Vedra.

"Aduh, Ved! Jangan berputar-putar seperti ini! Aku mau kau bertanggung jawab atas perbuatan laknat yang sudah kau lakukan!" keluh Verda.

"A-apa?! Perbuatan laknat?!" Vedra terperangah.

Semua orang terlihat langsung menoleh ke arah mereka. Vedra benar-benar merasa malu lantaran ia terdengar seperti orang yang sudah melakukan aksi pencabulan terhadap wanita ini.

"Ya, kau dengan mudahnya membuang harta karunku dan menolak untuk bertanggung jawab!" tandas Verda.

"Verda! Aku akan bertanggung jawab! Aku akan bertanggung jawab tapi tidak sekarang! Kuharap kau bisa mengerti," kata Ved.

"Apa yang bisa kau jaminkan agar aku percaya padamu?" tanya Verda.

Vedra merasa terintimidasi dengan tatapan Verda. Vedra mengeluarkan dompet, mengambil STNK mobilnya dan menyerahkannya pada Verda.

"Ambil ini sebagai jaminan, bahwa aku tidak akan ke mana-mana," jawab Vedra.

"Astaga! Apa kau gila?! Kau akan ditilang polisi jika ada razia!" geram Verda.

Vedra tidak tahu apakah ia harus mengatakan alasan sesungguhnya kepada wanita ini, mengapa saat ini ia sedang kesulitan keuangan. Apa sebaiknya ia berterus terang saja?

"Verda, begini, sebenarnya aku akan menikah, dan semua uangku saat ini terkuras untuk membiayai pernikahanku," Vedra akhirnya menjelaskan.

Mata Verda membulat mendengar pengakuan pria itu.

"Tunggu, Ved! Bukankah kau saat ini sedang terikat kontrak kerja yang melarang karyawan untuk menikah sebelum masa kerja tiga tahun?" tanya Verda.

"Ya, aku sudah memutuskan untuk mengundurkan diri dalam waktu dekat ini," jawab Vedra.

"Oh waahh! Bagus sekali kau, Ved! Kau berjanji akan membayar ganti rugi, tapi kau malah mengundurkan diri! Lantas apa jaminan bahwa kau tidak akan melarikan diri dari tanggung jawabmu?" tanya Verda.

Vedra terdiam dan menyeruput es kopinya, ia merasa tatapan wanita di hadapannya ini begitu mengintimidasinya.

"Begini saja, kau kirimkan aku voice note! Ikuti kata-kataku!" kata Verda dengan nada memerintah.

Vedra mengeluarkan ponselnya, sementara Verda memikirkan kata-kata apa yang harus diucapkannya. Pria itu tidak boleh melarikan diri dari tanggung jawabnya karena sudah menghilangkan paket Verda yang begitu berharga.

"Baiklah, segera rekam ya!" perintah Verda.

"Aku Vedranata akan berjanji untuk bertanggung jawab kepada Verdanica! Aku tidak akan lari dari tanggung jawabku sebagai seorang pria sejati!"

Vedra menekan tombol kirim pada aplikasi percakapan berlogo hijau sambil menatap kesal ke arah wanita yang saat ini terkesan sedang mengancamnya.

Tiba-tiba saja indikator berbunyi karena ponsel Vedra kehabisan daya.

"Baiklah, Verda, aku juga harus meminta satu hal padamu, tolong rahasiakan perihal aku akan menikah!" kata Vedra.

"Ohoho, kau tenang saja!" kata Verda menyeringai.

...*****...

Vedra baru saja terbangun dari tidurnya, ia menyalakan ponselnya lagi setelah semalaman mengisi daya.

Begitu gawai cerdasnya menyala, benda itu nyaris seakan meledak karena begitu banyak notifikasi yang masuk.

Bola mata pria itu seakan hendak keluar saat melihat ribuan pesan yang dikirimkan oleh kekasihnya.

"Ha-halo!" Vedra tergagap saat menjawab telepon dari kekasihnya.

"Vedra! Betapa teganya kamu! Kalau begini lebih baik kita tidak usah menikah!"

"Tu-tunggu, Silvia, apa maksudmu, Sayang?" tanya Vedra begitu panik.

Vedra tertegun saat melihat pesan yang masuk ke ponselnya. 

Jantungnya nyaris lepas saat melihat rekaman voice note yang harusnya ia kirimkan ke Verda justru terkirim ke Silvia.

...*****...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!